LAPORAN PENDAHULUAN
OLEH:
Koyyimatus Solehah, S.Kep.
NIM 182311101002
Ns. Muhammad Zulfatul A’la, S.Kep., M.Kep Sisiliana Rahmawati, S.Kep., Ns.
NIP. 19880510 201504 1 002 NIK 202201404 2 19900527
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN CIDERA OTAK SEDANG (COS)
Oleh : Koyyimatus Solehah, S.Kep
Cerebrum atau otak besar terdiri dari dari 2 bagian, hemispherium serebri
kanan dan kiri. Setiap henispher dibagi dalam 4 lobus yang terdiri dari lobus
frontal, oksipital, temporal dan pariental. Yang masing-masing lobus
memiliki fungsi yang berbeda, yaitu:
1) Lobus frontalis
Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian
motorik misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali
sepatu. Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan.
daerah tertentu pada lobus frontalis bertanggung jawab terhadap
aktivitas motoric tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek
perilaku dari kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada
ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil,
jika hanya mengenai satu sisi otak, biasanya tidak menyebabkan
perubahan perilaku yang nyata, meskipun kadang menyebabkan kejang.
Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa
menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia. Kerusakan
luas yang mengarah ke bagian depan atau samping lobus frontalis
menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan, kegembiraan yang
berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam.
2) Lobus parietalis
Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk,
tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil
kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari daerah ini. Lobus
parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya
dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian
depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang
berlawanan. Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya
kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan keadaan ini disebut
ataksia dan untuk menentukan arah kiri-kanan. Kerusakan yang luas bisa
mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali bagian tubuhnya
atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan
bentuk yang sebelumnya dikenal dengan baik misalnya, bentuk kubus
atau jam dinding. Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan
tidak mampu berpakaian maupun melakukan pekerjaan sehari-hari
lainnya.
3) Lobus temporalis
Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan
mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga
memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya
kembali serta menghasilkan jalur emosional. Kerusakan pada lobus
temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan
suara dan bentuk. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri
menyebabkan gangguan pemahaman bahasa yang berasal dari luar
maupun dari dalam dan menghambat penderita dalam mengekspresikan
bahasanya. Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang non-
dominan, akan mengalami perubahan kepribadian seperti tidak suka
bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif dan
kehilangan gairah seksual.
4) Lobus oksipital
Fungsinya untuk visual center. Kerusakan pada lobus ini otomatis akan
kehilangan fungsi dari lobus itu sendiri yaitu penglihatan.
b) Cerebellum
Terdapat dibagian belakang sophag menepati fosa serebri posterior dibawah
lapisan durameter. Cerebellum mempunyai aksi yaitu merangsang dan
menghambat serta mempunyai tanggunag jawab yang luas terhadap
koordinasi dan gerakan halus. Ditambah mengontrol gerakan yang benar,
keseimbangan posisi dan mengintegrasikan input sensori.
c) Brainstem
Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan sophag oblongata. Otak
tengah midbrain/ensefalon menghubungkan pons dan sereblum dengan
hemisfer sereblum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik, sebagai
pusat reflek pendengaran dan penglihatan. Pons terletak di depan serebelum
antara otak tengah dan sophag, serta merupakan jembatan antara 2 bagian
sereblum dan juga antara medulla dengan serebrum. Pons berisi jarak
sensorik dan motorik. Medula oblongata membentuk bagian inferior dari
batang otak, terdapat pusat-pusat otonom yang mengatur fungsi-fungsi vital
seperti pernafasan, frekuensi jantung, pusat muntah, tonus vasomotor, reflek
batuk dan bersin.
3. Syaraf-Syaraf Kranial
Smeltzer (2001) mengatakan bahwa nervus kranialis dapat terganggu bila
trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan
otak. Kerusakan nervus yaitu:
a) Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis I)
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa rangsangan
aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
b) Nervus Optikus (Nervus Kranialis II)
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.
c) Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III)
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata)
menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot siliaris
dan otot iris.
d) Nervus Trokhlearis (Nervus Kranialis IV)
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang
pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
e) Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)
Sifatnya majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyaitiga buah cabang.
Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar,
sarafnya yaitu:
1) Nervus oftalmikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan
kelopak mata atas, selaput sopha kelopak mata dan bola mata.
a. Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas,
palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.
b. Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi
otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah,
kulit daerah temporal dan dagu.
f) Nervus Abducens (Nervus Kranialis VI)
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf
penggoyang sisi mata.
g) Nervus Fasialis (Nervus Kranialis VII)
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya mensarafi
otot-otot lidah dan selaput sopha ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat
serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit
kepalafungsinya sebagai soph wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.
h) Nervus Akustikus (Nervus Kranialis VIII)
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari
pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar.
i) Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX)
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah,
saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
j) Nervus Vagus (Nervus Kranialis X)
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf motorik,
sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, sophagus, gaster
intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya
sebagai saraf perasa.
k) Nervus Aksesorius (Nervus Kranialis XI)
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus trapezium,
fungsinya sebagai saraf tambahan.
l) Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini
terdapat di dalam sumsum penyambung.
b. Deselerasi
Jika kepala bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada kepala
yang terbentur benda padat. Bila kepala bergerak dengan cepat ke satu arah
tiba-tiba dihentikan oleh suatu benda , misalnya kepala menabrak tembok
maka kepala tiba-tiba akan terhenti gerakannya. Kepala mengalami deselerasi
(perlambatan) secara mendadak. Mula-mula tengkorak akan terhenti
gerakannya , jaringan otak masih bergerak kemudian jaringan otak terhenti
gerakannya karena “menabrak “ tengkorak. Peristiwa ini terjadi sangat cepat
dalam waktu yang sangat singkat. Mekanisme deselerasi dapat menyebabkan
kelainan serupa seperti pada mekanisme akselerasi.
c. Akselerasi-deselerasi
Terjadi pada kecelakaan bermotor dengan kekerasan fisik antara tubuh dan
kendaraan yang berjalan
d. Coup-counter coup
Jika kepala terbentur dan menyebabkan otak bergerak dalam ruang
intracranial dan menyebabkan cedera pada area yang berlawanan dengan
yang terbentur dan area yang pertama terbentur. Pada trauma kapitis, dapat
timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada permukaan otak yang
berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan pada duramater, dan
dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah area benturan disebut lesi
kontusio “coup”, di seberang area benturan tidak terdapat gaya kompresi,
sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi tersebut dinamakan
lesi kontusio “countercoup”. Kepala tidak selalu mengalami akselerasi linear,
bahkan akselerasi yang sering dialami oleh kepala akibat trauma kapitis
adalah akselerasi rotatorik. Bagaimana caranya terjadi lesi pada akselerasi
rotatorik adalah sukar untuk dijelaskan secara terinci. Tetapi faktanya ialah,
bahwa akibat akselerasi linear dan rotatorik terdapat lesi kontusio coup,
countercoup dan intermediate. Yang disebut lesi kontusio intermediate adalah
lesi yang berada di antara lesi kontusio coup dan countrecoup ( Mardjono dan
Sidharta, 2008 ).
e. Rotasional
Benturan yang menyebabkan otak berputar dalam rongga tengkorak, yang
mengakibatkan meregang dan robeknya pembuluh darah dan neuron yang
memfiksasi otak dengan bagian dalam tengkorak
2) Foto
Laserasi pada pembuluh darah arteri meningea media (durameter dengan tengkorak)
Penurunan Curah
Risiko Jatuh Perdarahan pada epidural Jantung
Hambatan Mobilitas
Fisik
Risiko Cidera Perdarahan mendesak durameter
Takikardi,
Hemiparese/plegi Bradikardi,
Hematoma meluas Risiko Syok perubahan TD
Fiksasi pupil
Refleks babinski +
- Dilatasi pupil Menekan hemisfer otak Gangguan pusat kardio
ipsilateral
Kelemahan respon
motorik kontralateral
- ptosis
Herniasi unkus
Suplai darah arteri dan Fungsi pernapasan
aliran balik vena terganggu terganggu
Tekanan pada jaras Menekan N. III Menekan saraf pada M.
kortikospinalis (okulomotoris) Oblongata Menekan formasio
asendens retikularis M. Oblongata Hiperventilasi
Perubahan CSF
Penurunan Kesadaran Ketidakefektifan Pola
Peregangan durameter & Nafas
Triase Gejala
pembuluh darah Peningkatan TIK
Klinik
Tirah baring lama Risiko Dekubitus
Risiko Konstipasi
Nyeri Akut
Hipoksia Risiko Ketidakefektifan Perfusi
Respon muntah proyektil Pembengkakkan diskus Jaringan Serebral
optikus
Asidosis Respiratorik Gangguan Pertukaran Gas
Mual
Papilodema
Rusaknya BBB (Blood
Brain Barrier)
Merusak saraf optikus
Intake & output tidak
seimbang Kerusakan jaringan otak Kerusakan memori
Kebutaan
Anoreksia
Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang dari
Tubuh
L. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe, lokasi dan keparahan cedera
meliputi :
Data yang perlu dikaji
1. Identitas klien meliputi:
a) Nama
b) Umur: cidera otak biasanya sering terjadi pada usia produktif
dihubungkan kejadian kecelakaan yang rata-rata sering dialami
oleh usia produktif
c) Jenis kelamin: cidera otak dapat terjadi baik pada laki-laki maupun
perempuan
2. Riwayat kesehatan:
a) Keluhan utama: keluhan utama biasanya nyeri kepala setelah
kecelakaan, dapat menjadi lucid interval (kehilangan kesadaran
secara mendadak) ketika cidera otak tidak ditangani dengan segera.
b) Riwayat penyakit sekarang berisi tentang kejadian yang
mencetuskan cidera otak, kondisi paseien saat ini serta uapaya yang
sudah dilakukan pada pasien.
c) Riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah
dialami, alergi, imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang
digunakan, riwayat penyakit keluarga
3. Pengkajian Keperawatan (11 pola Gordon)
4. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum, tanda vital
b) Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau
Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing
(kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan
produksi sputum pada jalan napas.
c) Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia).
d) Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi
adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran
sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan
hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi :
a) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku
dan memori).
b) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
c) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi
pada mata.
d) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
e) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada
nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
f) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah
jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan
menelan.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan asidosis respiratorik
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama, frekuensi
jantung dan volume sekuncup
4. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dengan faktor risiko
hipoksia jaringan otak
5. Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis, hipoksia
jaringan otak
6. Nyeri akut berhubungan dengan peregangan durameter dan pembuluh
darah
7. Risiko kekurangan volume cairan dengan faktor risiko intake dan output
tidak seimbang
8. Risiko syok dengan faktor risiko perdarahan
9. Mual berhubungan dengan adanya respon muntah proyektil
10. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
11. Risiko konstripasi dengan faktor risiko penurunan gerakan peristaltik usus
karena bedrest
12. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan respon motorik
kontralateral
13. Risiko cidera dengan faktor risiko fiksasi pupil
14. Risiko jatuh dengan faktor risiko fiksasi pupil, kebutaan akibat papiledema
15. Risiko dekubitus dengan faktor risiko bedrest total
16. Defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring terlalu lama,
penurunan kesadaran
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Rencana Keperawatan
No.
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, NIC: Manajemen jalan
pola nafas diharapkan bersihan jalan nafas pasien efektif dengan kriteria nafas
berhubungan dengan hasil: a. Posisikan pasien untuk Memaksimalkan ventilasi
adanya hiperventilasi NOC: Status Pernapasan: Kepatenan Jalan Nafas memaksimalkan ventilasi pasien
Tujuan b. Identifikasi kebutuhan Melihat kemampuan pasien
No. Indikator Outcome Awal
1 2 3 4 5 aktual/ potensial pasien untuk membuaka jalan nafas
1. Frekuensi pernafasan untuk memasukan alat
(12-20x/menit) membuka jalan nafas
2. Irama pernafasan regular c. Motivasi pasien untuk Memaksimalkan pernafasan
3. Tidak menggunakan otot bernafas pelan dan dalam
bantu pernafasan d. Monitor status Mengetahui status oksigenasi
4. Retraksi dada simetris pernafasan dan
5. Tidak menggunakan oksigenasi
cuping hidung e. Berikan terapi oksigen Memfasilitasi pemberian
oksigen
Keterangan: f. Kolaborasi dengan Melebarkan jalan nafas
1. Tidak adekuat dokter pemberian
2. Sedikit adekuat bronkidilator
3. Cukup adekuat
4. Sebagian besar adekuat
5. Sepenuhnya adekuat
2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, NIC: Airway Management a. TB paru mengakibatkan
gas berhubungan diharapkan pertukaran gas pasien tidak terganggu dengan a. Kaji dispnea, takipnea, efek terhadap pernapasan
dengan perubahan kriteria hasil: bunyi napas, peningkatan bervariasi dari gejala
membran alveolar NOC: Status Pernapasan: Pertukaran Gas upaya pernapasan, ringan , dyspnea berat
kapiler, Tujuan ekspansi thorax dan dampai distres
No. Indikator Outcome Awal
ketidakseimbangan 1 2 3 4 5 kelemahan pernapasan
tekanan O2 dan CO2, 1. Sianosis b. Catat sianosis dan b. Akumulasi sekret dan
proses pertukaran gas 2. Gangguan kesadaran perubahan warna kulit, berkurangnya jaringan
yang terganggu 3. tekanan oksigen PaO2 termasuk membran paru yang sehat dapat
4. saturasi oksigen dalam mukosa dan kuku.
menggangu oksigenasi
rentang normal c. Tingkatkan tirah baring,
batasi aktivitas dan bantu organ vital dan jaringan
5. Keseimbangan perfusi
kebutuhan perawatan diri tubuh.
ventilasi
sehari-hari sesuai c. Menurunkan konsumsi
keadaan pasien oksigen selama periode
Keterangan:
d. Pertahankan posisi semi penurunan pernafasan
1. Tidak adekuat
fowler sesuai indikasi dan dapat menurunkan
2. Sedikit adekuat
e. Kolaborasi pemeriksaan beratnya gejala.
3. Cukup adekuat
AGD d. Posisi semi fowler untuk
4. Sebagian besar adekuat
f. Kolaborasi pemberian memaksimalkan ekspansi
5. Sepenuhnya adekuat
oksigen sesuai kebutuhan paru
tambahan e. Penurunan kadar O2
(PaO2) dan atau saturasi
f. Terapi oksigen dapat
mengoreksi hipoksemia
yang terjadi akibat
penurunan
3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, NIC: Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari diharapkan nutrisi pasien seimbang dengan kriteria hasil: 1. Tentukan status gizi a. Mengetahui kebutuhan
kebutuhan tubuh NOC: Status nutrisi : Asupan Makanan dan Cairan pasien dan kemampuan status nutrisi pasien
berhubungan dengan Tujuan pasien untuk memenuhi
No. Indikator Outcome Awal
anoreksia, 1 2 3 4 5 kebutuhan gizi
terganggunya reflek 1. Asupan makanan secara 2. Tentukan apa yang b. Membantu dalam melist
menelan oral menjadi preferensi makanan pasien sesuai
2. Asupan cairan secara oral makanan bagi pasien indikasi dan mengetahui
3. Asupan cairan intravena adanya alergi atau
kontraindikasi
Keterangan: 3. Intruksikan pasien c. Menambah pengetahuan
6. Tidak adekuat mengenai kebutuhan pasien mengenai gizi
7. Sedikit adekuat nutrisi (piramida seimbang
8. Cukup adekuat makanan)
9. Sebagian besar adekuat 4. Tentukan jumlah kalori d. Membantu dalam
10. Sepenuhnya adekuat dan jenis nutrisi yang perhitungan kebutuhan
dibutuhkan untuk statys nutrisi harian
NOC: Status Nutrisi : Pengukuran Biokimia memenuhi persyaratan pasien
Tujuan gizi.
No. Indikator Outcome Awal 5. Berikan pilihan makanan e. Melibatkan pasien untuk
1 2 3 4 5
1. Hematokrit dan bimbingan terhadap berpartisipasi dan
2. Hemoglobin pilihan makanan. menambah anfsu makan
3. Gula darah pasien
4. Serum albumin 6. Ciptakan lingkungan f. Menghindari risiko
5. Serum kreatinin yang bersih, berventilasi, pencemaran dan
6. Hitung limfosit santai dan bebas dari bau memberikan kenyamanan
menyengat.
Keterangan:
1. Sangat menyimpang dari rentang normal
2. Banyak menyimpang dari rentang normal
3. Cukup menyimpang dari rentang normal
4. Sedikit menyimpang dari rentang normal
5. Tidak menympang dari rentang normal
4. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah pasien
diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi
keperawatan. Evaluasi keperawatan ditulis dengan format SOAP dimana:
S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi
5. Discharge Planning
1. Memastikan keamanan bagi pasien setelah
pemulangan
2. Memilih perawatan, bantuan, atau peralatan
khusus yang dibutuhkan
3. Merancang untuk pelayanan rehabilitasi
lanjut atau tindakan lainnya di rumah (misal kunjungan rumah oleh tim
kesehatan)
4. Penunjukkan health care provider yang akan
memonitor status kesehatan pasien
5. Menentukan pemberi bantuan yang akan
bekerja sebagai partner dengan pasien untuk memberikan perawatan dan
bantuan harian di rumah, dan mengajarkan tindakan yang dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media.
Mansjoer, A., dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Edisi III. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Ratnasari, Nia Yunianti. 2012. Hubungan dukungan sosial dengan kualitas hidup
para penderita tuberkulosis paru (TB Paru) di balai pengobatan penyakit
paru (BP4) Yogyakarta unit Minggiran. Jurnal Tuberkulosis Indonesia Vol.
8: 9
Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat, R. 2004. Subdural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi kedua
hal 818, Jong W.D. Jakarta : EGC.
Wim de jong; Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC.