oleh
Nuril Fauziah
NIM 182310101047
TIM PEMBIMBING,
Pembimbing Klinik, Pembimbing Akademik,
Ns. Ngakan Nyoman Rai Bawa, S.Kep Ns. Siswoyo, S.Kep., M.Kep.
NIP. 19850731 200812 1 003 NIP. 19800412 200604 1 002850207
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan Kegawadaruratan pada Pasien dengan Fraktur Femur
di Ruang IGD RSUP Sanglah Denpasar telah disetujui dan disahkan pada :
Hari, Tanggal :
Tempat: Ruang IGD RSUP Sanglah Denpasar
Denpasar, …. April 2019
Mahasiswa
Ns. Siswoyo, S.Kep., M.Kep. Ns. Ngakan Nyoman Rai Bawa, S.Kep
NIP. 19800412 200604 1 002850207 NIP. 19850731 200812 1 003
A. Konsep Teori Fraktur Femur
1. Anatomi Fisiologi
a) Anatomi Tulang
Risnanto dan Insani (2014) menjelaskan bahwa tulang merupakan istilah
yang berasal dari embrionic healing cartilage melalui proses osteogenesis
menjadi tulang. Proses osteogenesis terjadi karena adanya sel yang disebut
osteoblast. Sistem rangka manusia dipelihara oleh sistem haversian yaitu sistem
yang berupa rangga yang ditengahnya terdapat pembuluh darah.
Tulang diklasifikasikan menjadi dua bagian besar, yaitu:
1) Tulang axial
Tulang axial merupaan tulang pada daerah kepala dan badan, seperti
halnya tulang kepala (tengkorak), tulang belakang atau vertebratae, dan
tulang rusuk, serta sternum.
2) Tulang appendicular
Tulang appendicular terdiri dari tulang tangan dan kaki. Ekstremitas
atas meliputi scapula, klavikula, humerus, ulna, radius, serta pada ekstremitas
bawah meliuti pelvis, femur, patela, tibia, fibula, dan telapak kaki.
Tulang manusia tersusun atas berbagai komponen, yaitu sel, matriks
protein, dan mineral. Sel terdiri dari tiga jenis dasar yaitu osteosit, osteoblas,
dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dan
mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen, dan 2%
substansi dasar. Matriks merupakan kerangka tempat garam mineral
anorganik disimpan. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam
pemeliharaan fungsi tulang, dan terletak dalam unit matriks tulang, atau
osteon. Osteoklas adalah sel berinti banyak atau multinuclear yang berfungsi
untuk menghancurkan, resorpsi, dan remodelling tulang.
Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah
osteon, terdapat kapiler yang merupakan matriks tulag yang disebut lamella.
Lamella yang didalamnya terdapat osteosit, memperoleh nutrisi melalui
prosessus yang berlanjut ke dalam kanalikuli atau kanal yang menghubungkan
dengan pembuluh darah. Tulang diselimuti oleh membran fibrous padat yang
dinamakan periosteum. Periosteum berfungsi untuk memberikan nutrisi ke
tulang dan memungkinkannya tumbuh dan berfungsi sebagai tempat perlekatan
tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan
limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulag mengandung osteoblas yang
merupakan sel pembentuk tulang. Endosteum merupakan membran vaskuler
tipisa yang menutupi rongga sumsum tulang panjang. Osteoklas yang
menghancurkan tulang terletak di dekat endosteum dan dalam lakuna Howship
atau cekungan pada permukaan tulang (Biology, 2011; Risnanto dan Insani,
2014).
b) Fisiologi Tulang
Kaufmann dkk. (2018) menjelaskan bahwa fungsi utama sistem skeletal
pada manusia meliputi 3 hal, yaitu support, movement, dan protection. Sistem
skeletal manusia terdiri dari tulang rawan, ligamen, dan jaringan lain yang
melakukan fungsi penting untuk tubuh manusia. Jaringan tulang atau jaringan
osteosis merupakan jaringan ikat padat yang keras, dan berfungsi untuk
membentuk sebagian besar kerangka, dan struktur pendukung internal tubuh.
Tulang rawan berfungsi untuk memberikan fleksibilitas dan permukaan halus
untuk gerakan. Ligamen yang merupakan jaringan ikat yang menghubungkan
tulang ke tulang lain merupakan jaringan ikat padat yang mengelilingi sendi dan
mengikat tulang bersama sama. Komponen komponen tersebut melakukan fungsi
sebagai berikut:
4. Klasifikasi Fraktur
Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa fraktur diklasifikasikan
secara klinis menjadi 3, yaitu:
a) Fraktur tertutup (closed)
Fraktur tertutup adalah fraktur yang bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena
kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman compartment syndrome.
6. Manifestasi Klinis
(Belleza, 2016) menjelaskan bahwa manifestasi klinis fraktur adalah sebagai
berikut:
a. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
b. Kehilangan fungsi
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur
menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
c. Pemendekan ekstremitas
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Saat
ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
yang lainya.
d. Edema dan ecchymosis lokal
Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
8. Komplikasi
(Belleza, 2016) menjelaskan bahwa komplikasi yang dapat terjadi
pada pasien dengan fraktur adalah:
a. Syok hipovolemik. Kondisi ini terjadi akibat adanya perdarahan berlebih
yang sering ditemukan pada pasien trauma akibat fraktur pada tulang
pelvis, femur, atau fraktur lain dengan jenis fraktur terbuka.
b. Fat embolism syndrome. Kondisi ini terjadi akibat fraktur pada tulang
panjang, atau fraktur lain yang menyebabkan jaringan sekitar hancur,
sehingga emboli lemak dapat terjadi.
c. Compartement syndrome. Kondisi ini merupakan keadaan yang
mengancam ekstremitas yang terjadi ketika tekanan perfusi turun atau
lebih rendah daripada tekanan jaringan. Hal ini disebabkan karena
penurunan ukuran compartment otot karena fasia yang membungkus otot
terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun
peningkatan isi kompatement otot karena edema atau perdarahan
sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera
remuk).
d. Osteomyelitis. Kondisi tulang yang mengalami fraktur merupakan salah
satu faktor resiko terjadinya osteomyelitis. Penyakit ini merupakan infeksi
pada tulang yang penatalaksanaannya melalui terapi medikasi dengan
antibiotik, serta pembedahan ketika infeksi bersifat persisten.
9. Pemeriksaan Penunjang
Belleza (2016) menjelaskan bahwa periksaan yang dapat dilakukan
pada pasien dengan diagnosa fraktur femur adalah:
a. Pemeriksaan X ray, berfungsi untuk menentukan lokasi dan luas fraktur
b. Bone scans, tomograms, computed tomography (CT) atau Magnetig
Resonance Imaging (MRI), bertujuan untuk memfisualisasi fraktur,
perdarahan, kerusakan jaringan, dan membedakan antara ftaktur akibat
trauma dengan neoplasma tulang
c. Arteriogram, yaitu pemeriksaan yang dapat dilakukan aabila dicurigai
terjadi kerusakan pembuluh darah okuli
d. Complete Blood Cound (CBC). Jika hasil pemeriksaan hitung darah
lengkap menunjukkan bahwa hematokrit mengalami peningkatan atau
penurunan (hemokonsentrasi) menunjukkan adanya perdarahan pada
lokasi fraktur atau organ di sekitar lokasi trauma. Hasil pemeriksaan
hitung darah lengkap yang menunjukkan peningkatan sel darah putih
(WBC) merupakan tanda respon stres normal setelah trauma atau
terjadinya fraktur
e. Urine creatinine (Cr) clearance, untuk mengetahui trauma atau Fraktur
yang terjadi menyebabkan meningkatnya Cr pada ginjal
f. Coagulation profile, bertujuan untuk mengetahui perubahan akibat
kehilangan darah.
10. Penatalaksanaan
Norvell (2017) menjelaskan bahwa penatalaksanaan pada pasien
dengan fraktur adalah melalui metode RICE, yaitu:
a. Rest
Nyeri merupakan sinyal tubuh bahwa telah terjadi suatu masalah. Hal
yang harus dilakukan ketika mengalami nyeri adalah menghentikan kegiatan
fisik dan yang paling penting harus dilakukan 2 hari pertama. Tulang yang
mengalami trauma harus diistirahatkan dan tidak diberikan banyak gerakan.
Tulang yang mengalami trauma dan mendapatkan tidak diistirahatkan atau
mendapatkan banyak gerakan, akan beresiko mengalami perpanjangan masa
penyembuhan.
b. Ice
Kompres menggunakan es pada hari pertama hingga hari kedua pasca
terjadinya trauma bertujuan untuk mengurangi nyeri atau rasa sakit, dan
menghentikan perdarahan.
c. Compression
Pemberian tekanan pada tubuh yang mengalami trauma dapat
dilakukan menggunakan elastic medical bandage atau ACE bandage.
Pembebatan harus dilakukan tepat, dalam arti tidak terlalu longgar, dan tidak
terlalu rapat untuk menjaga sirkulasi tetap berjalan lancar.
d. Elevation
Hal terakhir yang bisa dilakukan untuk menangani fraktur adalah
dengan mengelevasikan bagian yang trauma lebih tinggi dari jantung. Hal ini
bertujuan untuk melancarkan sirkulasi. Ketika terjadi fraktur pada tulang tibia
atau fibula maka tindakan elevasi bisa dilakukan dengan memberikan bantal
di bawah tulang tersebut, sehingga bagian yang mengalami trauma
diposisikan lebih tinggi daripada jantung.
d. Latihan duduk
1) Latihan duduk Long Sitting
Posisi awal pasien tidur terlentang satu tangan terapis diletakkan di
punggung pasien. Untuk menahan agar tidak jatuh, pasien diminta
bangun dengan kedua siku sebagai tumpuan, kemudian kedua telapak
tangan pasien menumpu setelah badan condong ke belakang/posisi long
sitting, kedua tangan menumpu ke belakang badan.
FRAKTUR
Peningkatan Terputusnya
Pergeseran Kerusakan
tekanan kapiler vena/arteri
fragmen tulang integritas
jaringan
Deformitas Pelepasan
Perdarahan
histamin
Hambatan Edema
mobilitas fisik Resiko syok
Penekanan
pembuluh darah
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian Primer yang dilakukan meliputi :
1) Airway :
a) Data Subjektif
Klien mengatakan tidak terdapat sumbatan pada jalan nafasnya
b) Data objektif
1. Jalan nafas paten
2. Tidak ada suara mendengkur
3. Tidak ada obstruksi jalan nafas
4. Tidak terdapat suara ronkhi
2) Breathing :
a) Data subjektif
Klien mengeluh sesak nafas
b) Data objektif
1. Frekuensi nafas > 24 x/menit
2. Irama nafas cepat
3. Penggunaan otot batu pernapasan
3) Circulation :
a) Data subjektif
Klien mengatakan gemetar
b) Data objektif
1. Frekuensi nadi > 100 x/menit, takikardi
2. Irama nadi cepat
3. Nadi teraba kuat
4. CRT < 2 detik
4) Disability
a) Data subjektif
Klien mengeluh kakinya sakit
b) Data objektif
Adanya fraktur pada tulang dan kerusakan pada jaringan.
5) Exposure
Buka pakaian penderita untuk memeriksa cedera agat tidak melewatkan
memeriksa seluruh bagian tubuh terlebih yang tidak terlihat secara sepintas.
Jika seluruh tubuh telah diperiksa, penderita harus ditutup untuk mencegah
hilangnya panas tubuh. Walaupun penting untuk membuka pakian penderita
trauma untuk melakukan penelaian yang efektif.
4) Tindakan Prehospital
Segala bentuk tindakan awal yang dilakukan oleh pasien dan keluarga
sebelum datang kerumah sakit untuk mengatasi masalah yang dikeluhakan.
Tindakan ini juga dapat dilakukan oleh rumah sakit atau pelayanan kesehatan
pratama yang menjadi perujuk klien kerumah sakit.
5) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan unntuk mendukung atau menunjang
hasil pengkajian guna merumuskan diagnosa yang tepat. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan pada pasien dengan gagal jantung dapat dilakukan
pemeriksaan EKG, enzim jantung, dan pemeriksaan lainnya yang diperlukan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma)
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan cedera
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan imobilitas
f. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan
3. Intervensi Keperawatan
No. Masalah Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1. Nyeri akut (00132) NOC NIC
Kontrol nyeri (1605) Manajemen nyeri (1400)
Tingkat nyeri (2102) 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Kepuasan klien: manajemen nyeri
(lokasi, karakteristik, durasi, dan intensitas nyeri)
(3016)
2. Observasi adanya petunjuk nonverbal nyeri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
3. Jelaskan pada pasien terkait nyeri yang dirasakan
selama 3x24 jam nyeri akut pada pasien
Terapi relaksasi (6040)
dapat berkurang, dengan kriteria hasil:
4. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi seperti
nafas dalam
Indikator Aw 1 2 3 4 5
5. Dorong pasien mengambil posisi nyaman
al
Melaporka
n nyeri
berkurang
Mengenali
nyeri
Mengetah
ui
penyebab
nyeri
Mencari
bantuan
2. Hambatan mobilitas fisik NOC NIC
(00085) Koordinasi pergerakan (0212) Peningkatan Mekanika Tubuh (0140)
setelah dilakukan perwatan selama 3x24 1. Bantu pasien latihan fleksi untuk memfasilitasi
jam mobilitas fisik pasien membanik mobilisasi sesuai indikasi
dengan kriteria hasil: 2. Berikan informasi tentang kemungkinan posisi
1. Dapat mengontrol kontraksi penyebab nyeri otot atau sendi
pergerakkan 3. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam
2. Dapat melakukan kemantapan mengembangkan peningkatan mekanika tubuh
pergerakkan sesuai indiksi
3. Dapat menahan keseimbangan Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
pergerakkan 4. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan
Indikator Aw 1 2 3 4 5 fisiologis, dan konsekuensi dari
al penyalahgunaannya
Kontraksi 5. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan
pergeraka untuk terlibat dalam latihan otot progresif
n 6. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah
Kemantap pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari sesi
an latihan menurut lefel kebugaran 40actor40 atau
pergeraka tidaknya 40actor resiko
n 7. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap
Keseimba selesai satu set jika dipelukan
ngan 8. Bantu klien untuk menyampaikan atau
pergeraka mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan tanpa
n beban terlebih dahulu sampai gerakan yang benar
sudah di pelajari
Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224)
9. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya
terhadap fungsi sendi
10. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam
mengembangkan dan menerapan sebuah program
latihan
11. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang
teraktur dan terencana
12. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan
latihan ROM pasif, dan aktif
13. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM
14. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan
3. Kerusakan integritas NOC NIC
jaringan (00046) Intregitas jaringan: kulit dan membran Perawatan Luka Tekan (3520)
mukosa (1101) 1. Ajarkan pasien dan keluarga akan adanya
Setelah dilakukan tindakan tanda kulit pecah-pecah
keperawatan selama 3x24 jam 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
diharapkan integritas kulit tetap terjaga 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
dengan kriteria hasil: kering
Indikator Aw 1 2 3 4 5 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
al dua jam sekali
Sensasi 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
elastisitas 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
Lesi
daerah yang tertekan
Perfusi
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
jaringan
8. Monitor status nutrisi pasien
9. Memandikan pasien dengan sabun dan air
hangat
Pengecekan kulit (3590)
10. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan
adanya kemerahan
11. Amati warna, bengkak, pulsasi, tekstur,
edema, dan ulserasi pada ekstremitas
12. Monitor warna dan suhu kulit
13. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
14. Monitor infeksi terutama daerah edema
15. Ajrkan anggota keluarga/pemberi asuhan
mengenai tanda-tanda kerusakan kulit, dengan
tepat
4. Ansietas (00146) NOC NIC
Tingkat Kecemasan (1211) Pengurangan kecemasan (5820)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan
selama 1x 24 jam, ansietas pada pasien menyakinkan
dapat teratasi, dengan kriteria hasil: 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku
Indikator Aw 1 2 3 4 5 klien
al 3. Jelaskan semua prosedur termasuk sesuai yang
Menyamb akan dirasakan yang mungkin akan alami klien
aikan rasa selama prosedur
takut 4. Berikan informasi 42actual terkait diagnosis,
Tekanan
perawatan dan prognosis
darah
5. Berada di sisi klien untuk meningkatkan rasa
Frekuensi aman dan mengurangi ketakutan
nadi 6. dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan
Frekuensi ketakutan
pernafasan 7. dukung penggunaan mekanisme koping yang
sesuai
8. instruksikan klien untuk menggunakan teknik
relaksasi
9. kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan
5. Ketidakefektifan perfusi NOC NIC
jaringan perifer (00204) Perfusi jaringan: perifer (0470) Manajemen cairan (4120)
Status sirkulasi (0401) 1. Jaga intake dan output pasien
Tanda-tanda vital (0802) 2. Monitor status hidrasi (mukosa)
Integritas jaringan: kulit dan 43actor43i 3. Berikan cairan IV sesuai dengan suhu kamar
mukosa (1101) Pengecekan kulit (3590)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4. Periksa kulit terkait adanya kemerahan dan
selama 2x24 jam, perfusi jaringan kehangatan
5. Amati warna, kehangatan, pulsasi pada
perifer pasien kembali efektif dengan
ekstremitas
kriteria hasil:
Monitor tanda-tanda vital (6680)
6. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
Indikator Aw 1 2 3 4 5 pernafasan dengan tepat
al
Kekuatan
denyut
nadi
Akral
hangat
Tekanan
darah
Suhu
tubuh
Irama
pernafasan
Nadi
6. Risiko syok (00205) NOC NIC
Pencegahan syok Pencegahan syok (4260)
Management syok 1. Monitor status sirkulasi (tekanan darah, warna
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kulit, suhu kulit, denyut jantung, ritme, nadi
selama 1x24 jam, resiko infeksi pada perifer, dan CRT)
pasien dapat teratasi, dengan kriteria hasil: 2. Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan
Indikator Aw 1 2 3 4 5 3. Monitor input dan output
al 4. Monitor tanda awal syok
Irama 5. Kolaborasi pemberian cairan IV dengan tepat
jantung
Irama nadi
Frekuensi
pernafasan
4. Implementasi Keperawtan
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah
direncanakan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah
pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan.
Evaluasi keperawatan ditulis dengan format SOAP, yaitu:
1. S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
3. A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
4. P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi
D. Discharge Planning
Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa discharge planning untuk
pasien fraktur adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan masukan cairan
2. Dianjurkan untuk diet lunak terlebih dahulu
3. Dianjurkan untuk istirahat yang adekuat
4. Kontrol sesuai jadwal
5. Mimun obat sesuai dengan yang diresepkan dan segera periksa jika ada
keluhan
6. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang
7. Hindari trauma ulang
8. Melakukan terapi latihan untuk pemulihan pasca pembedahan
DAFTAR PUSTAKA
Risnanto dan U. Insani. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Sietem
Muskuloskeletal. Yogyakarta: Deepublish.