Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

Disusun Oleh:
RODY PRATAMA, S. Kep
113063J121045

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2021-2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan Fraktur Femur oleh Rody Pratama, S.Kep NIM


113063J121045. Laporan Pendahuluan ini telah diperiksa dan disetujui oleh
Preseptor Akademik dan Preseptor Klinik.

Banjarmasin, Desember 2021

Preseptor Akademik Preseptor Lahan

Oktavin, S.Kep,. Ners., M.Kep Selpy Novita, S.Kep., Ners

Ketua PSIK & Profesi

Sr. Margaretha Martini, SPC., BSN., MSN


1. Konsep Teori Fraktur Femur
1. Anatomi Fisiologi
a) Anatomi Tulang
Risnanto dan Insani (2014) menjelaskan bahwa tulang merupakan
istilah yang berasal dari embrionic healing cartilage melalui proses
osteogenesis menjadi tulang. Proses osteogenesis terjadi karena adanya
sel yang disebut osteoblast. Sistem rangka manusa dipelihara oleh
sistem haversian yaitu sistem yang berupa rangga yang ditengahnya
terdapat pembuluh darah.
Tulang diklasifikasikan menjadi dua bagian besar, yaitu:
1) Tulang axial
Tulang axial merupaan tulang pada daerah kepala dan badan,
seperti halnya tulang kepala (tengkorak), tulang belakang atau
vertebratae, dan tulang rusuk, serta sternum.
2) Tulang appendicular
Tulang appendicular terdiri dari tulang tangan dan kaki.
Ekstremitas atas meliputi scapula, klavikula, humerus, ulna, radius,
serta pada ekstremitas bawah meliuti pelvis, femur, patela, tibia, fibula,
dan telapak kaki.
Tulang manusia tersusun atas berbagai komponen, yaitu sel,
matriks protein, dan mineral. Sel terdiri dari tiga jenis dasar yaitu
osteosit, osteoblas, dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dan mensekresikan matriks tulang. Matriks
tersusun atas 98% kolagen, dan 2% substansi dasar. Matriks merupakan
kerangka tempat garam mineral anorganik disimpan. Osteosit adalah sel
dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang, dan terletak
dalam unit matriks tulang, atau osteon. Osteoklas adalah sel berinti
banyak atau multinuclear yang berfungsi untuk menghancurkan,
resorpsi, dan remodelling tulang.
Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa.
Ditengah osteon, terdapat kapiler yang merupakan matriks tulag yang
disebut lamella. Lamella yang didalamnya terdapat osteosit,
memperoleh nutrisi melalui prosessus yang berlanjut ke dalam
kanalikuli atau kanal yang menghubungkan dengan pembuluh darah.
Tulang diselimuti oleh membran fibrous padat yang dinamakan
periosteum. Periosteum berfungsi untuk memberikan nutrisi ke tulang
dan memungkinkannya tumbuh dan berfungsi sebagai tempat
perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf,
pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulag
mengandung osteoblas yang merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum merupakan membran vaskuler tipisa yang menutupi rongga
sumsum tulang panjang. Osteoklas yang menghancurkan tulang terletak
di dekat endosteum dan dalam lakuna Howship atau cekungan pada
permukaan tulang (Biology, 2011; Risnanto dan Insani, 2014).

Gambar 1. Struktur Tulang


Kecepatan pembentukan tulang berubah selama hidup. Hal ini
dipengaruhi oleh rangsangan hormon, faktor makanan, dan jumlah stres
yang disebabkan pada suatu tulang, dan terjdi akibat sel pembentuk
tulang yaitu osteoblas. Osteoblas terdapat pada permukaan luar dan
dalam tulang (Singh, 2016).
Proses pembentukan tulang berlangsung bersamaan dengan
proses absorpsi oleh osteoklas. Osteoklas bekerja melalui sekresi asam
dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis.
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan
tulang terus menerus diperbarui atau mengalami remodelling. Saat
individu berada pada tahap perkembangan remaja, aktivitas osteoblas
lebih dari aktivitas osteoklas sehingga tulang menjadi panjang dan
tebal. Ketika individu memasuki tahap dewasa muda, aktivitas
osteoblas dan osteoklas setara, sehingga jumlah total massal tulang akan
konstan. Pada usia pertengahan, aktiviitas osteoklas melebihi osteoblas
sehingga menyebabkan kepadatan tulang berkurang, dan tulang menjadi
mudah patah (Biology, 2011; Risnanto dan Insani, 2014).

Bagian-bagian femur meliputi:


1. Ujung Proksimal
Bagian ini terdiri dari kepala, leher, dan dua trokanter. Kepala
menghadap ke depan, medial, dan sedikit anterior. Area proksimal
femur membentuk sendi pinggul dengan panggul. Terdapat dua
tulang punggung yang menghubungkan trokanter.
a) Head: menghubungkan dengan acetabulum panggul untuk
membuat sendi pinggul. Permukaan kepala femur berada pada
posisi medial sebagai lokasi ligamen kepala femur.
b) Neck: memasang head femur dengan poros. Neck berbentuk
silinder, memproyeksikan arah superior dan medial, sehingga
sudut proyeksi ini memungkinkan timbulnya berbagai gerakan
yang disempurnakan oleh sendi pinggul.
c) Greater trochanter: proyeksi tulang femur dari sisi anterior,
sejajar dengan neck, dan dapat ditemukan di sisi anterior dan
posterior tulang femur.
d) Trochanter lesser: memanjang dari sisi posteromedial tulang
femur.
e) Garis intertrochanteric: merupakan sebuah punggungan tulang
yang menghubungkan dua trokanter.
2. Shaft
Shaft atau batang femur, dibagi menjadi 3 bagian yaitu sepertiga
proksimal, sepertiga medial, dan sepertiga distal.
3. Distal
Area distal femur ditandai oleh adanya kandilus medial, dan lateral
yang bergabung dengan tibia dan patela membentuk sendi lutut.
a) Kondilus medial dan lateral: daerah yang melingkar di ujung
tulang femur. Permukaan posterior dan inferior terhubung
dengan tibia, dan permukaan anterior terhubung dengan patella
b) Epicondyles medial dan lateral: merupakan area non artikular
dari kondilus
c) Intercondylar fossa: terletak pada permukaan posterior femur,
diantara dua kondilus
d) Facet untuk pemasangan ligamentum cruriatum posterior:
merupakan tempat menempelnya ligamentum cruriatum
posterior yang terletak di dinding medial fossa interkondilarsis
e) Facet untuk pemasangan ligamentum cruriatum anterior:
merupakan lokasi menempelnya ligamentum cruciatum
anterior lutut yang terletak pada dinding lateral fossa
interkondilaris
Terdapat pembuluh darah besar di sekitar femur, yaitu femoral
artery, dan femoral vein. Vena yang terdapat pada sekitar tulang femur
atau yang disebut Common Femoral Vein (CGV) memiliki diameter
rata rata 11,84 mm pada saat relaksasi, dan mampu meningkat hingga
14,27 mm. Diameter arteri femoralis adalah berkisar 3,9 hingga 8,9
mm. Terdapat great saphenous vein yang merupakan vena besar,
subkutan, dan superfisial. Vena ini merupakan vena terpanjang pada
tubuh manusia yang bekerja pada sepanjangn ekstremitas bawah (Keiler
dkk., 2018).
Karedsheh (2018) menjelaskan bahwa terdapat 3 kompartment
yang berada di sekitar tulang femur, meliputi anterior, medial, dan
posterior. Diantara kompartmen satu dengan yang lain dipisahkan oleh
sekat atau septum.

1. Anterior compartment

Otot: vastus intermedius, vastus lateralis, rectus femoralis, vastus


medialis, dan sartonus.

Nerve: femoral nerve

2. Medial/adductor compartment

Otot: adductor longus, gracilis, dan adductor magnus

Nerve: sciatic nerve

3. Posterior compartment

Otot: biceps femoralis, semitensinosus, dan semimembranosus

Nerve: obturator nerve

b) Fisiologi Tulang
Kaufmann dkk. (2018) menjelaskan bahwa fungsi utama sistem
skeletal pada manusia meliputi 3 hal, yaitu support, movement, dan
protection. Sistem skeletal manusia terdiri dari tulang rawan, ligamen,
dan jaringan lain yang melakukan fungsi penting untuk tubuh manusia.
Komponen komponen tersebut melakukan fungsi sebagai berikut:
1) Melindungi organ tubuh internal
2) Memproduksi dan menyimpan lemak
3) Memproduksi sel darah merah
4) Memproduksi dan menampung mineral. Tulang menyimpan 97%
kalsium dan fosfor tubuh
5) Mendukung pergerakan tubuh
6) Menyokong rangka dan bentuk tubuh
2. Pengertian Fraktur Femur
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Norvell, 2017; Keany 2015). Fraktur femur yang
digambarkan sesuai lokasi, dapat dikelompokkan menjadi 3, meliputi
proksimal atau ujung atas dekat panggul, shaft/poros tulang, dan distal
atau ujung bawah dekat lutut (Avruskin, 2013; Romeo, 2018)

Gambar 6. Fraktur Femur

3. Epidemiologi Fraktur Femur


Romeo (2018) menjelaskan bahwa insiden fraktur femur berkisar
antara 9,5 hingga 18,9 per 100.000 populasi dunia per tahun. Insiden
fraktur femur di Amerika Serikat adalah sebanyak 250.000 kasus, dan
diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2050.

4. Klasifikasi Fraktur
Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa fraktur
diklasifikasikan secara klinis menjadi 3, yaitu:
a) Fraktur tertutup (closed)
Fraktur tertutup adalah fraktur yang bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur
bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur
tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera
jaringan lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman compartment syndrome.
b) Fraktur terbuka (open/ compound fraktur)
Fraktur terbuka adalah fraktur yang bila tulang yang patah
menembus otot dan kulit yang memungkinkan/potensial untuk
terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk ke dalam
luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka
dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Derajat I apabila laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi
fragmen minimal.
2) Derajata II apabila laserasi > 2 cm, kontusio otot dan
sekitarnya, dislokasi fragmen jelas.
3) Derajat III apabila luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan
sekitar.
(a) Derajat IIIA: patah tulang terbuka dengan jaringan luas,
tetapi masih bisa menutupi patahan tulang saat dilakukan
perbaikan.
(b) Derajat IIIB: patah tulang terbuka dengan kerusakan
jaringan lunak hebat atau hilang (soft tissue loes) sehingga
tampak tulang (bone-exposs).
(c) Derajat IIIC: patah tulang terbuka dengan kerusakan
pembuluh darah dan atau saraf yang hebat.
c) Fraktur dengan komplikasi, seperti halnya malunion, delayed,
nonunion, dan infeksi tulang.
5. Etiologi Fraktur Femur
Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa etiologi fraktur
adalah sebagai berikut:
1. Faktor traumatik
Kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat teradi patah pada
tempat yang terkena, akan mengakibatkan kerusakan pada jaringan
lunak disekitarnya..
Fraktur karena trauma ada 2 yaitu:
a) Trauma langsung adalah benturan pada tulang yang berakibat
ditempat tersebut.
b) Trauma tidak langsung adalah titik tumpu benturan dengan
terjadinya fraktur yang berjauhan.
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah
menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang
baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima
dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai
latihan lari.

6. Manifestasi Klinis
(Belleza, 2016) menjelaskan bahwa manifestasi klinis fraktur adalah
sebagai berikut:
a. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Kehilangan fungsi
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya,
pergeseran fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias
di ketahui dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang
normal. Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot.
c. Pemendekan ekstremitas
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
fraktur. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan
antara fragmen satu dengan yang lainya.
d. Edema dan ecchymosis lokal
Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi
sebagai akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari
setelah cedera.

7. Patofisiologi dan Clinical Pathway


Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup
bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit (Smelter &
Bare, 2002). Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di
sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut,
jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih
dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah
ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang
baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel-
sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat
menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan
kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan
berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun
jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment
(Smeltzer & Bare, 2002).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan
fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan
lunak seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah (Smeltzer &
Bare, 2002). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan
menderita komplikasi antara lain: nyeri, iritasi kulit karena penekanan,
hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila
sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan
kemampuan prawatan diri (Carpenito, 2012). Reduksi terbuka dan
fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di pertahankan
dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan
trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak
mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi (Price & Wilson, 2006).

8. Komplikasi
(Belleza, 2016) menjelaskan bahwa komplikasi yang dapat terjadi
pada pasien dengan fraktur adalah:
a. Syok hipovolemik. Kondisi ini terjadi akibat adanya perdarahan
berlebih yang sering ditemukan pada pasien trauma akibat fraktur
pada tulang pelvis, femur, atau fraktur lain dengan jenis fraktur
terbuka.
b. Fat embolism syndrome. Kondisi ini terjadi akibat fraktur pada
tulang panjang, atau fraktur lain yang menyebabkan jaringan
sekitar hancur, sehingga emboli lemak dapat terjadi.
c. Compartement syndrome. Kondisi ini merupakan keadaan yang
mengancam ekstremitas yang terjadi ketika tekanan perfusi turun
atau lebih rendah daripada tekanan jaringan. Hal ini disebabkan
karena penurunan ukuran compartment otot karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang
menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena edema
atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya :
iskemi,dan cidera remuk).
d. Osteomyelitis. Kondisi tulang yang mengalami fraktur merupakan
salah satu faktor resiko terjadinya osteomyelitis. Penyakit ini
merupakan infeksi pada tulang yang penatalaksanaannya melalui
terapi medikasi dengan antibiotik, serta pembedahan ketika infeksi
bersifat persisten.

9. Pemeriksaan Penunjang
Belleza (2016) menjelaskan bahwa periksaan yang dapat dilakukan
pada pasien dengan diagnosa fraktur femur adalah:
a. Pemeriksaan X ray, berfungsi untuk menentukan lokasi dan luas
fraktur
b. Bone scans, tomograms, computed tomography (CT) atau
Magnetig Resonance Imaging (MRI), bertujuan untuk
memfisualisasi fraktur, perdarahan, kerusakan jaringan, dan
membedakan antara ftaktur akibat trauma dengan neoplasma
tulang
c. Arteriogram, yaitu pemeriksaan yang dapat dilakukan aabila
dicurigai terjadi kerusakan pembuluh darah okuli
d. Complete Blood Cound (CBC). Jika hasil pemeriksaan hitung
darah lengkap menunjukkan bahwa hematokrit mengalami
peningkatan atau penurunan (hemokonsentrasi) menunjukkan
adanya perdarahan pada lokasi fraktur atau organ di sekitar lokasi
trauma. Hasil pemeriksaan hitung darah lengkap yang
menunjukkan peningkatan sel darah putih (WBC) merupakan
tanda respon stres normal setelah trauma atau terjadinya fraktur
e. Urine creatinine (Cr) clearance, untuk mengetahui trauma atau
Fraktur yang terjadi menyebabkan meningkatnya Cr pada ginjal
f. Coagulation profile, bertujuan untuk mengetahui perubahan akibat
kehilangan darah.
10. Penatalaksanaan
Norvell (2017) menjelaskan bahwa penatalaksanaan pada pasien
dengan fraktur adalah melalui metode RICE, yaitu:
a. Rest
Nyeri merupakan sinyal tubuh bahwa telah terjadi suatu masalah.
Hal yang harus dilakukan ketika mengalami nyeri adalah
menghentikan kegiatan fisik dan yang paling penting harus
dilakukan 2 hari pertama
b. Ice
Kompres menggunakan es pada hari pertama hingga hari kedua
pasca terjadinya trauma bertujuan untuk mengurangi nyeri atau rasa
sakit, dan menghentikan perdarahan.
c. Compression
Pemberian tekanan pada tubuh yang mengalami trauma dapat
dilakukan menggunakan elastic medical bandage atau ACE
bandage.
d. Elevation
Hal terakhir yang bisa dilakukan untuk menangani fraktur adalah
dengan mengelevasikan bagian yang trauma lebih tinggi dari
jantung. Hal ini bertujuan untuk melancarkan sirkulasi.
Muttaqin (2008) menjelaskan bahwa penatalaksanaan fraktur
melalui pembedahan dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a) Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan
fragment tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
Reduksi tertutup, traksi, dapat dilakukan untuk mereduksi
fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur,
namun prinsip yang mendasarinya tetap sama.Sebelum reduksi
dan imobilisasi fraktur, pasien harus disiapkan untuk menjalani
prosedur dan harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur,
dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu
dilakukan anesthesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi
harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan
lebih lanjut. Reduksi tertutup pada banyak kasus, reduksi
tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragment tulang ke
posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan
manipulasi dan traksi manual.
b) Reduksi Terbuka/OREF (Open Reduction Eksternal Fixation)
Pada Fraktur tertentu dapat dilakukan dengan reduksi eksternal
atau yang biasa dikenal dengan OREF, biasanya dilakukan
pada fraktur yang terjadi pada tulang panjang dan fraktur
fragmented. Eksternal dengan fiksasi, pin dimasukkan melalui
kulit ke dalam tulang dan dihubungkan dengan fiksasi yang
ada dibagian luar. Indikasi yang biasa dilakukan
penatalaksanaan dengan eksternal fiksasi adalah fraktur
terbuka pada tulang kering yang memerlukan perawatan untuk
dressings. Tetapi dapat juga dilakukan pada fraktur tertutup
radius ulna. Eksternal fiksasi yang paling sering berhasil
adalah pada tulang dangkal tulang misalnya tibial batang.
2. Clinical Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

FRAKTUR

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang

Laserasi kulit Nyeri akut


Perubahan Spasme otot
jaringan sekitar

Peningkatan Terputusnya
Pergeseran
tekanan kapiler vena/arteri Kerusakan
fragmen tulang
integritas kulit

Deformitas Pelepasan
Perdarahan Kerusakan
histamin
integritas
jaringan

Gangguan fungsi Hilangnya protein Kehilangan volume


ekstremitas plasma cairan

Hambatan Edema
mobilitas fisik
Resiko Syok

Penekanan
pembuluh darah

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer
3. Konsep Asuhan Keperawatan
4. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap dasar dari seluruh
proses keperawatan dengan tujuan mengumpulkan informasi dan data-
data pasien. Supaya dapat mengidentifikasi masalah-masalah,
kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial
dan lingkungan. Pengkajian yang lengkap, akurat, sesuai kenyataan,
kebenaran data sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosa
keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
respon individu. Pengkajian keperawatan meliputi :
a) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor rekam medis, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Identifikasi adanya nyeri pada lokasi fraktur atau tidak
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang
femur, bagaimana mekanisme terjadinya, pertolongan apa yang
sudah di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah tulang.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah
tulang sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu
seperti kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga
tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di
kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta
penyakit diabetes menghambat penyembuhan tulang.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang femur
adalah salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
f) Pola Kebiasaan
1) Pola Nutrisi
Umumnya pola nutrisi pasien tidak mengalami perubahan, namun
ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola nutrisi berubah,
seperti nyeri yang hebat, dampak hospitalisasi terutama bagi
pasien yang merupakn pengalaman pertama masuk rumah sakit.
2) Pola Eliminasi
Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi BAB
seperti konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya
program eliminasi dilakukan ditempat tidur.
3) Pola Istirahat
Umumnya kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami
perubahan yang berarti, namun ada beberapa kondisi dapat
menyebabkan pola istirahat terganggu atau berubah seperti
timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitalisasi.
4) Pola Aktivitas
Umumnya pasien tidak dapat melakukan aktivitas (rutinitas)
sebagaimana biasanya, yang hampir seluruh aktivitas dilakukan
ditempat tidur. Hal ini dilakukan karena ada perubahan fungsi
anggota gerak serta program immobilisasi, untuk melakukan
aktivitasnya pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk
aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat melakukannya
sendiri.      
5) Personal Hygiene
Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun
harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan
pasien ditempat tidur.
6) Riwayat Psikologis
Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas terhadap fraktur,
selain itu dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image,
jika terjadi atropi otot kulit pucat, kering dan besisik. Dampak
psikologis ini dapat muncul pada pasien yang masih dalam
perawatan dirumah sakit. Hal ini dapat terjadi karena adanya
program immobilisasi serta proses penyembuhan yang cukup
lama.
7) Riwayat Spiritual
Pada pasien post operasi fraktur femur riwayat spiritualnya tidak
mengalami gangguan yang berarti, pasien masih tetap bisa
bertoleransi terhadap agama yang dianut, masih bisa mengartikan
makna dan tujuan serta harapan pasien terhadap penyakitnya.
8) Riwayat Sosial
Dampak sosial adalah adanya ketergantungan pada orang lain dan
sebaliknya pasien dapat juga menarik diri dari lingkungannya
karena merasa dirinya tidak berguna (terutama kalau ada program
amputasi).
g) Pemeriksaan Fisik
- Gambaran lokal
Harus diperhatikan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu
Pain, palor, parestesia, pulse, pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskukuluskletal adalah:
a) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
Jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi penampakan kurang lebih besar uang logam. Diameternya
bisa sampai 5cm yang di dalamnya berisi bintik-bintik hitam.
Cape au lait itu bisa berbentuk seperti oval dan di dalamnya
bewarna coklat. Ada juga berbentuk daun dan warna coklatnya
lebih coklat dari kulit, di dalamnya juga terbentuk bintik-bintik
dan warnanya jauh lebih coklat lagi. Tanda ini biasanya
ditemukan di badan, pantat, dan kaki. (3) Fistulae warna
kemrahan atau kebiruan (livide) atau hipergigmentasi. Benjolan
pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal). Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas). Posisi
jalan
b) Feel ( palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya
ini merupakan pemeriksaan memberikan informasi dua arah, baik
pemeriksa maupun klien.Yang perlu dicatat adalah :
1) Perubahan suhu di sekitar trauma (hangat) kelembaban kult.
Capillary refill time Normal 2 detik.
(2) Apabila ada pembekakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
(3) Nyeri tekan( tendernes), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal). Otot : Tonus pada waktu
relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat dipermukaan
atu melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurevaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu
di deskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan
tehadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
c) Move ( pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian
diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah
terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak
ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya. Gerakan sendi di catat dengan ukuran derajat, dari
tiap arah pergerakan mulai dari titik O (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan
gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang di lihat adalah
gerakan aktif dan pasif (Wahid, 2013).

5. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa memiliki dua arti, pertama, diagnosis adalah tahap
kedua dari proses keperawatan yang mencangkup analisi data. Kedua,
diagnosis adalah label spesifik atau pernyataan yang menggambarkan
tentang status kesehatan klien dan keluarganya.
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon
individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses
kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosis keperawatan merupakan
dasar pemilihan intervensi dalam mencapai tujuan yang telah di tetapka
oleh perawat yang bertanggung jawab.
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan
interprestasi data yang diperoleh dari pengkajian klien. Diagnosa
keperawatan memberikan gambaran tentang kesehatan yang nyata atau
aktual dan kemungkinan akan terjadi, dimana pengambilan keputusannya
dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat. Diagnosa keperawatan
merupakan keputusan klinik tentang respon indivu,keluarga dan
masyarakat tentang masalah kesehatan actual dan potensial,di mana
berdasarkan pendidikan dan pengalamannya,perawat secara akuntabilitas
dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan mengubah status
kesehatan klien.
Diagnosa keperawatan di tetapkan berdasarkan analisis dan
interpretasi data yang di peroleh dari pengkajian keperawatan klien.
Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status
kesehatan klien yang nyata (actual) dan kemungkinan akan terjadi,di mana
pemecahannya dapat dilakukan dalam batasan wewenang perawat.
Diagnosis keperawatan adalah diagnosis yang paling logis terjadi ketika
terjadi suatu kondisi medis tertentu. Tentu saja seorang pasien dengan satu
kondisi medis tidak akan mempunyai semua diagnose keperawatan yang
ditampilkan. Pilih hanya diagnosa keperawatan yang di konfirmasikan
dengan data pengkajian. Lebih jauh lagi,daftar yang telah di pilih ini harus
telah di pertimbangkan dengan tidak berlebihan. Mungkin saja terjadi
bahwa seorang pasien dengan suatu kondisi medis tertentu akan
mempunyai diagnosa keperawatan yang tidak terdaftar dalam daftar.
Karena pasien mewakili respon manusia yang unik,diagnosa keperawatan
tidak dapat diramalkan berdasarkan kondisi medis saja.
Ada lima tipe diagnosis keperawatan menurut Carpenito dan
Moyet (2007), yaitu:
1. Diagnosis Keperawatan Aktual (Actual) Diagnosis keperawatan aktual
merupakan masalah yang sudah terjadi yang ditandai karakteristik
mayor (tanda dan gejala) (Carpenito dan Moyet 2007). Diagnosis
keperawatan aktual memiliki label, definisi (problem), definisi
karakteristik (sign/symptom), dan faktor yang berhubungan (etiologi).
Diagnosis aktual, etiologi hanya dapat berupa satu atau beberapa
penyebab. Misalnya: seorang pria dengan fraktur (patah tulang) pada
kaki kiri terpasang gips. Dia tidak tahu cara menggunakan cara
menggunakan kruk (crutches). Diagnosis keperawatannya:
keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan (b/d) terpasang gips
dan kurang pengetahuan menggunakan kruk.
2. Diagnosis Keperawatan Risiko Risiko jatuh, merupakan diagnosis
keperawatan yang paling sering muncul pada pasien dengan diagnose
medik Dispepsia, Gastroenteritis, dan Gastritis. Hal ini sesuai dengan
batasan karakteristik untuk risiko jatuh, yaitu mengantuk, sakit akut,
diare, dan gangguan keseimbangan (NANDA, 2012).
3. Diagnosa Keperawatan Sindrom (Syndrome) Diagnosis keperawatan
sindrom merupakan kumpulan dari prediksi diagnosis keperawatan
aktual atau risiko yang berhubungan dengan peristiwa atau kejadian.
Karena situasi selalu diakibatkan dari kumpulan, maka mesti ditulis
diagnosis keperawatan sindrom.
Diagnosa Keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan fraktur
femur adalah :
a) Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan
2) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tindakan
pembedahan
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi
muskuloskletal, nyeri/ketidaknyamanan, gangguan fungsi
muskuloskeletal, imobilisasi
4) Resiko sindrom disuse berhubungan dengan imobilisasi, paralisis,
perubahan tingkat kesadaran
5) Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, kerusakan kulit, trauma jaringan
6) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penatalaksanaan medis
(pemasangan fiksasi eksternal)
6. Intervensi Keperawatan
Menurut Suprajitno (2018) perencanaan keperawatan mencakup
tujuan umum dan khusus yang didasarkan pada masalah yang
dilengkapi dengan kriteria dan standar yang mengacu pada penyebab.
Menurut kozier, et al (2010), intervensi keperawatan harus
spesifik dan dinyatakan dengan jelas. Pengelompokkan seperti bagaimana,
kapan, di mana, frekuensi, dan besarnya, menunjukkan isi dari aktivitas
yang direncanakan. Intervensi keperawatan dapat dibagi menjadi dua,
yaitu: mandiri (dilakukan oleh perawat) dan kolaboratif (yang dilakukan
bersama dengan pemberi perawatan lainnya). Perencanaan adalah suatu
kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan berpusat pada klien dan
hasil yang di perkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih
untuk mencapai tujuan tersebut (Potter & Perry, 2015).
Langkah – langkah dalam perencanaan :
1. Menentukan Prioritas Masalah
Untuk mulai memprioritaskan masalah, pertama kali perawat
harus mengidentifikasi masalah yang paling penting (urgent). Masalah
yang paling penting ini biasanya memerlukan tindakan medis segera.
Setelah itu, perawat melihat tujuan yang ingin dicapai saat klien pulang
nanti. Hal ini diperlukan untuk memutuskan apa yang harus dilakukan
pertama kali dari keseluruhan asuhan keperawatan.
Untuk dapat memprioritaskan masalah, maka perawat
memerlukan kemampuan dan keterampilan berpikir kritis sehingga
dapat menentukan masalah mana yang memerlukan perhatian khusus
dan masalah mana yang dapat ditunda, menentukan masalah mana yang
menjadi tanggung jawab perawat dan mana masalah yang perlu dirujuk
pada tim kesehatan lain, menentukan masalah mana yang sesuai dengan
standar asuhan keperawatan dan mana yang dapat menggunakan
clinical pathway (kerja sama antar tim kesehatan), serta menentukan
masalah mana yang tidak termasuk dalam standar keperawatan, tetapi
harus dirumuskan agar dapat diatasi sebelum klien pulang nanti.
Menurut Carpenito (2000) ada perbedaan antara prioritas
diagnosa dan diagnosa yang penting
a. Prioritas diagnosa adalah diagnosa keperawatan jika tidak diatasi saat
ini akan berdampak buruk terhadap keadaan fungsi status kesehatan
klien,
b. Diagnosa yang penting adalah diagnosa keperawatan dimana
intervensi dapat ditunda untuk beberapa saat tanpa berdampak
terhadap status fungsi kesehatan klien.
Banyak faktor yang dipertimbangkan dalam memprioritaskan
masalah. Salah satunya adalah prioritas berdasarkan kebutuhan dasar
manusia menurut Maslow. Prioritas ke-1 Masalah mengancam
kehidupan, yaitu kebutuhan fisiologis. Contohnya:
a) kebutuhan fisiologis masalah pernapasan, sirkulasi, nutrisi, hidrasi,
dan kecukupan cairan, eleminasi, pengaturan suhu, dan kenyamanan
fisik.
b) Prioritas ke-2 Masalah yang mengganggu keamanan dan
kenyamanan, misalnya: lingkungan, bahaya, takut.
c) Prioritas ke-3 Masalah yang berhubungan dengan cinta dan
mencintai. Contohnya adalah isolasi sosial dan kehilangan orang
yang dicintai.
d) Prioritas ke-4 Masalah yang mempengaruhi harga diri. Misalnya,
ketidakmampuan mencuci rambut sendirian dan ketidakmampuan
melakukan aktivitas sehari-hari secara normal.
e) Prioritas ke-5 Masalah yang mengganggu pencapaian tujuan pribadi,
misalnya aktualisasi diri.
2. Merumuskan Kriteria Hasil
Kriteria hasil sangat penting karena dapat menjadi tonggak
pengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan, menjadi
arahan untuk pelaksanaan intervensi, serta menjadi faktor pemicu dan
kerangka waktu untuk mencapai tujuan.
Standar dan fokus yang digunakan dalam perumusan kriteria
hasil adalah berfokus pada bagian-bagian dari diagnosis keperawatan,
diformulasikan sebagai tujuan yang dapat diukur, merupakan suatu hal
yang saling menguntungkan bagi klien dan perawat, harus realistis dan
sesuai dengan kemampuan serta kondisi klien, serta dapat dicapai
dengan sumber yang tersedia.
Keefektifan suatu asuhan keperawatan yang diberikan
haruslah berfokus pada klien. Upaya seperti ini dikenal dengan istilah
“tujuan berfokus pada klien”. Tujuan berfokus kepada klien
mengandung arti perubahan/kegiatan apa yang perawat inginkan terjadi
pada klien dan kapan perawat mengharapkan perubahan atau kejadian
itu dicapai. Perawat harus memperhatikan hal kondisi fisik klien,
lamanya klien dirawat dirumah sakit, tingkat pertumbuhan dan
perkembangan.
Pedoman penulisan kriteria hasil (outcomes) yaitu berfokus
pada klien, singkat dan jelas, dapat di observasi dan diukur, ada batas
waktunya, realistis, dan ditentukan oleh perawat dan klien. Menurut
Deswani (2009), kategori intervensi terdiri dari 2, yaitu:
1. Intervensi keperawatan langsung Yaitu kegiatan yang dilakukan
langsung berinteraksi dengan klien, seperti membantu klien turun
dari tempat tidur atau memberikan pendidikan kesehatan tentang
diabetes melitus.
2. Intervensi keperawatan tidak langsung Yaitu kegiatan yang
dilakukan tanpa langsung berhadapan dengan klien, misalnya:
memonitor hasil pemeriksaan laboratorium atau memindahkan klien
dari satu ruangan ke ruangan lain.
3. Merumuskan Rasional
Dalam pengumpulan data, seorang perawat harus mampu
berfikir secara kritis supaya data yang dikumpulkan benar dan jelas
sesuai dengan apa yang dikeluhkan pasien. Perawat juga harus mampu
berkomunikasi baik kepada pasien, keluarga pasien serta tenaga
kesehatan lain untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan nyata,
sehingga pada saat dilakukan dokumentasi, data yang di temukan sesuai
dengan hasil pengkajian.
Dengan keakuratan data yang didapat, maka perawat dapat
memberikan diagnosa keperawatan dan tindakan asuhan keperawatan.
Keakuratan data berpengaruh dalam pemberian asuhan keperawatan
seperti, pemberian obat, terapi, tindakan pengobatan terhadap masalah
pasien. Hingga jika terjadi kesalahan data yang diperoleh, pastinya
pemberian asuhan keperawatan yang diberi akan salah dan
menimbulkan dampak yang merugikan bagi kesehatan pasien
pemberian tindakan kepada pasien. Pengkajian sangat berpengaruh
kepada pelaksanaan proses keperawatan yang diberikan kepada pasien.
Sehingga, perawat dituntut melakukan pengkajian data yang benar.
Pengkajian data pengumpulan data yang benar dapat memudahkan
melakukan diagnosa keperawatan. Dengan begitu dapatlah dilakukan
tindakan selanjutnya seperti pemberian asuhan keperawatan yang sesuai
dengan masalah kesehatan yang diderita pasien (Tampubolon, 2015)
No. Masalah Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Post Operatif
1. Nyeri akut (00132) NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri (1400)
selama 3x24 jam nyeri akut pada pasien 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
dapat berkurang, dengan kriteria hasil: (lokasi, karakteristik, durasi, dan intensitas nyeri)
Kontrol nyeri (1605) 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal nyeri
Tingkat nyeri (2102) 3. Jelaskan pada pasien terkait nyeri yang dirasakan
Kepuasan klien: manajemen nyeri Terapi relaksasi (6040)
(3016) 4. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi seperti
nafas dalam dan acto
5. Dorong pasien mengambil posisi nyaman
2. Kerusakan integritas NOC NIC
jaringan (00046) Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka Tekan (3520)
keperawatan selama 3x24 jam 1. Ajarkan pasien dan keluarga akan adanya tanda
diharapkan integritas kulit tetap kulit pecah-pecah
terjaga dengan kriteria hasil: 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
Intregitas jaringan: kulit dan membran 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
mukosa (1101) kering
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
jam sekali
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah
yang tertekan
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
8. Monitor status nutrisi pasien
9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Pengecekan kulit (3590)
10. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan
adanya kemerahan
11. Amati warna, bengkak, pulsasi, tekstur, edema,
dan ulserasi pada ekstremitas
12. Monitor warna dan suhu kulit
13. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
14. Monitor infeksi terutama daerah edema
15. Ajrkan anggota keluarga/pemberi asuhan
mengenai tanda-tanda kerusakan kulit, dengan
tepat
3. Hambatan mobilitas fisik NOC NIC
(00085) setelah dilakukan perwatan selama 3x24 Peningkatan Mekanika Tubuh (0140)
jam mobilitas fisik pasien membaik 1. Bantu pasien latihan fleksi untuk memfasilitasi
dengan kriteria hasil: mobilisasi sesuai indikasi
Koordinasi pergerakan (0212) 2. Berikan informasi tentang kemungkinan posisi
penyebab nyeri otot atau sendi
3. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam
mengembangkan peningkatan mekanika tubuh
sesuai indiksi
Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
4. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan
fisiologis, dan konsekuensi dari
penyalahgunaannya
5. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk terlibat dalam latihan otot progresif
6. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah
pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari sesi
latihan menurut lefel kebugaran actor atau
tidaknya actor resiko
7. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap
selesai satu set jika dipelukan
8. Bantu klien untuk menyampaikan atau
mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan tanpa
beban terlebih dahulu sampai gerakan yang benar
sudah di pelajari
Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224)
9. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya
terhadap fungsi sendi
10. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam
mengembangkan dan menerapan sebuah program
latihan
11. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang
teraktur dan terencana
12. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan
latihan ROM pasif, dan aktif
13. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM
14. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan
4. Resiko sindrom disuse NOC NIC
(00040) setelah dilakukan perwatan selama 3x24 Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
jam pasien mnunjukkan perbaikan 1. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan
status fungsi motorik dengan kriteria fisiologis, dan konsekuensi dari
hasil: penyalahgunaannya
Status Neurologi: Sensori tulang 3. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan
punggung/ fungsi motorik (0914) untuk terlibat dalam latihan otot progresif
4. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah
pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari sesi
latihan menurut lefel kebugaran actor atau
tidaknya actor resiko
5. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap
selesai satu set jika dipelukan
6. Bantu klien untuk menyampaikan atau
mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan tanpa
beban terlebih dahulu sampai gerakan yang benar
sudah di pelajari
Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224)
7. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya
terhadap fungsi sendi
8. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam
mengembangkan dan menerapan sebuah program
latihan
9. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang
teraktur dan terencana
10. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan
latihan ROM pasif, dan aktif
11. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM
12. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan
5. Perlambatan pemulihan NIC
pasca bedah (00268) Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3x24 jam pasien mampu
menunjukkan kemajuan kemampuan
mobilitas fisik dengan kriteria hasil:
Konsekuensi Imobilitas (0204)

4. Resiko infeksi (00004) NOC NIC


Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kontrol infeksi (6540)
selama 3x24 jam, tidak terjadi infeksi 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah dipakai
pada pasien dengan kriteria hasil:
Keparahan infeksi (0703) setiap pasien
Kontrol resiko (1902) 2. Ganti perawatan peralatan setiap pasien sesuai
SOP rumah sakit
3. Batasi jumlah pengunjung
4. Ajarkan cara mencuci tangan
Perlindungan infeksi (6550)
5. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi
6. Berikan perawatan kulit yang tepat
Manajemen nutrisi (1100)
7. Tentukan status gizi pasien
8. Identifikasi adanya alergi
Identifikasi resiko (6610)
9. Kaji ulang riwayat kesehatan masa lalu
10. Identifikasi strategi koping yang digunakan
5. Gangguan citra tubuh NOC NIC
(00118) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan citra tubuh (5220)
selama 3x24 jam,pasien menunjukan 1. Diskusikan mengenai perubahan-perubahan tubuh
dengan kriteria hasil citra tubuh tidak yang disebabkan perubahan kesehatan
terganggu: 2. Bantu pasien untuk mendiskusikan terkait stresor
Citra tubuh (1200) yang mempengaruhi citra diri
3. Monitor frekuensi dari pernyataan mengkritik diri
Peningkatan harga diri (5400)
4. Monitor pernyataan pasien mengenai harga diri
5. Tentukan kepercayaan diri pasien dalam hal
penilaian diri
6. Dukung pasien untuk mengidentifikasi kekuatan
7. Dukung pasien untuk memberikan afirmasi positif
8. Jangan mengkritisi pasien secara negatif
9. Bantu pasien untuk mengidentifikasi respon
positif dari orang lain
7. Implementasi Keperawatan
Pada saat implementasi perawat harus melaksanakan hasil dari
rencana keperawatan yang di lihat dari diagnosa keperawatan. Di mana
perawat membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan. Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Implementasi merupakan
inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun
dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien. Tipe implementasi keperawatan Secara garis
besar terdapat tiga kategori dari implementasi keperawatan (Craven dan
Hirnle, 2000) antara lain:
a. Cognitive implementations yaitu Meliputi pengajaran atau pendidikan,
menghubungkan tingkat pengetahuan klien dengan kegiatan hidup
sehari-hari, membuat strategi untuk kliendengan disfungsi komunikasi,
memberikan umpan balik, mengawasi tim keperawatan, mengawasi
penampilan klien dan keluarga, serta menciptakan lingkungan sesuai
kebutuhan, dan lain lain.
b. Interpersonal implementations yaitu Meliputi koordinasi kegiatan-
kegiatan, meningkatkan pelayanan, menciptakan komunikasi terapeutik,
menetapkan jadwal personal, pengungkapan perasaan, memberikan
dukungan spiritual, bertindak sebagai advokasi klien, role model, dan
lain lain.
c. Technical implementations yaitu Meliputi pemberian perawatan
kebersihan kulit, melakukan aktivitas rutin keperawatan, menemukan
perubahan dari data dasar klien, mengorganisir respon klien yang
abnormal, melakukan tindakan keperawatan mandiri, kolaborasi, dan
rujukan, dan lain-lain.
Dalam pelaksanaannya terdapat tiga jenis implementasi
keperawatan, antara lain:
a. Independent implementations adalah implementasi yang diprakarsai
sendiri oleh perawat untuk membantu klien dalam mengatasi
masalahnya sesuai dengan kebutuhan, misalnya: membantu dalam
memenuhi activity daily living (ADL), memberikan perawatan diri,
mengatur posisi tidur, menciptakan lingkungan yang terapeutik,
memberikan dorongan motivasi, pemenuhan kebutuhan psiko-sosio-
spiritual, perawatan alat invasive yang dipergunakan klien, melakukan
dokumentasi, dan lain-lain.
b. Interdependen/ Collaborative implementations adalah tindakan
keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim keperawatan atau dengan
tim kesehatan lainnya, seperti dokter. Contohnya dalam hal pemberian
obat oral, obat injeksi, infus, kateter urin, naso gastric tube (NGT), dan
lain-lain.
c. Keterkaitan dalam tindakan kerjasama ini misalnya dalam pemberian
obat injeksi, jenis obat, dosis, dan efek samping merupakan
tanggungjawab dokter tetapi benar obat, ketepatan jadwal pemberian,
ketepatan cara pemberian, ketepatan dosis pemberian, dan ketepatan
klien, serta respon klien setelah pemberian merupakan tanggung jawab
dan menjadi perhatian perawat.
d. Dependent implementations adalah tindakan keperawatan atas dasar
rujukan dari profesi lain, seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan
sebagainya, misalnya dalam hal: pemberian nutrisi pada klien sesuai
dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi, latihan fisik (mobilisasi
fisik) sesuai dengan anjuran dari bagian fisioterapi.
Tahap – Tahap Implementasi
a. Tahap I: Persiapan merupakan tahap awal tindakan keperawatan ini
menuntut perawat mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan
dalam tindakan. Meliputi : Review tindakan keperawatan yang
diidentifikasi pada tahap perencanaan, menganalisa pengetahuan dan
ketrampilan keperawatan yang diperlukan, mengetahui komplikasi dari
tindakan keperawatan yang mungkin timbul, menentukan dan
mempersiapkan peralatan yang diperlukan, mempersiapkan lingkungan
yang kondusif sesuai dengan tindakan, dan mengidentifikasi aspek
hukum dan etik terhadap resiko dari potensi tindakan.
b. Tahap II: Intervensi merupakan tahap yang berfokus pada pelaksanaan
tindakan perawatan adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari
perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional.
Pendekatan ini meliputi: Independen adalah suatu kegiatan yang
dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau
tenaga kesehatan lainnya. Tipe tindakan independen keperawatan dapat
dikatagorikan menjadi 4, yaitu tindakan diagnostik, tindakan terapeutik,
tindakan edukatif, dan tindakan merujuk, interdependen menjelaskan
suatu kegiatan yang memelukan suatu kerjasama dengan tenaga
esehatan lainnya,misalnya tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi dan dokter,
dan dependen ini berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan
medis. Tindakan tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan
medis dilaksanakan.
c. Tahap III: Dokumentasi merupakan pelaksanaan tindakan keperawatan
harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu
kejadian dalam proses keperawatan. Ada 3 tipe sistem pencatatan yang
digunakan pada dokumentasi : Sources-Oriented records, Problem-
Oriented records, dan Computer-Assissted records.

8. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai
secara obyektif pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakn sebelumnya.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan. Evaluasi dalam keperawatan adalah kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan.
Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil
menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari
tindakan. Penilaian peoses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap
tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan,
dan evaluasi itu sendiri. (Ali, 2009) Evaluasi merupakan tahap akhir yang
bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah. (Meirisa,
2013). Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui seberapa jauh
diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan telah tercapai.
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik
setelah pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan
implementasi keperawatan. Evaluasi keperawatan ditulis dengan format
SOAP, yaitu:
1. S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
2. O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
3. A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah
teratasi, teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah
keperawatan baru
4. P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah,
atau dimodifikasi
9. Discharge Planning
Discharge planning merupakan suatu proses yang dinamis dan
sistematis dari penilaian, persiapan, serta koordinasi yang dilakukan untuk
memberikan kemudahan pengawasan pelayanan kesehatan dan pelayanan
sosial sebelum dan sesudah pulang.
Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa discharge
planning untuk pasien fraktur adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan masukan cairan
2. Dianjurkan untuk diet lunak terlebih dahulu
3. Dianjurkan untuk istirahat yang adekuat
4. Kontrol sesuai jadwal
5. Mimun obat sesuai dengan yang diresepkan dan segera periksa jika ada
keluhan
6. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang
7. Hindari trauma ulang
8. Melakukan terapi latihan untuk pemulihan pasca pembedahan
DAFTAR PUSTAKA

Avruskin, Andra. 2013. Femur Fracture.


https://www.moveforwardpt.com/SymptomsConditionsDetail.aspx?
cid=f85bbe8f-685c-43bf-bb51-9bc43dd8fb01 [Diakses pada Oktober 14,
2018].

Belleza, M. 2016. Fracture. https://nurseslabs.com/fracture/ [Diakses pada


October 6, 2018].

Biology, D. 2011. Bone Anatomy. https://askabiologist.asu.edu/bone-anatomy


[Diakses pada October 6, 2018].

Carpenito, L.J. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisis 13. Jakarta:
EGC.

Kaufmann, L. Mike, M. Philip, M.-G. Katie, Q. Devon, dan R. A. Jon. 2018.


Anatomy & Physiology. Oregon, USA: Open Oregon State, Oregon State
University.

Keany, E. James. 2015. Femur Fracture.


https://emedicine.medscape.com/article/90779-overview#a7 [Diakses pada
Oktober 14, 2018].

Keiler, J., Sidel, R., Wree, A. 2018. The femoral vein diameter and its correlation
with sex, age and body mass index – An anatomical parameter with clinical
relevance. The Journal of Venous Desease. 0(0): 1-12.

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan.


Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.

Norvell, J. G. 2017. Tibia and Fibula Fracture in the ED.


https://emedicine.medscape.com/article/826304-overview#a6 [Diakses pada
October 7, 2018].

Nurafif, A. H. dan H. Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Bersarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Edisi MediAction. Yogyakarta.

Risnanto dan U. Insani. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Sietem
Muskuloskeletal. Yogyakarta: Deepublish.

Romeo, M. Nicholas. 2018. Femur Injuries and Fracture.


https://emedicine.medscape.com/article/90779-overview#a7 [Diakses pada
October 14, 2018].

Singh, A. P. 2016. Bone Anatomy and Physiology.


https://boneandspine.com/bone-anatomy-and-physiology/ [Diakses pada
October 6, 2018].

Smeltzer, S. C. dan B. G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Brunner Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai