Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Tumor tulang merupakan kasus yang jarang dijumpai. Menurut WHO


2002, insiden tumor ganas primer pada tulang hanya 0,2% dari seluruh tumor
pada manusia. Di Indonesia sendiri menurut data Badan Registrasi Kanker (BRK)
tahun 2003 didapatkan 257 kasus tumor ganas di tulang, 196 diantaranya adalah
tumor primer. Insiden tumor ganas tulang di Indonesia adalah 1,6% dari seluruh
jenis tumor ganas di tubuh manusia. Data ini menunjukkan insiden yang lebih
tinggi dari data WHO. Di laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum dr.
Saiful Anwar Malang didapatkan kecenderungan insiden tumor tulang yang terus
meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2005 didapatkan 12 kasus tumor tulang
jinak dan ganas yang diperiksa histopatologi. Pada tahun 2006 jumlah kasusnya
meningkat menjadi 16 dan pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi 17 kasus.

Giant Cell Tumor (GCT) pada tulang merupakan tumor muskuloskeletal


yang jarang terjadi. GCT pertama kali dilaporkan oleh Cooper pada abad 18,
namun baru pada tahun 1940 mendefinisikan GCT secara tegas dari tumor lain.
GCT mencakup 4-5% dari insidensi tumor tulang primer dan 18,2% dari insidensi
tumor tulang jinak. Sekitar 60% GCT terjadi pada tulang panjang dan hampir
semua terjadi pada ujung distal tulang, terutama di femur, humerus, dan radius.
Pada radius distal merupakan area tersering ke-3 terjadinya GCT (1015% kasus)
setelah femur distal dan tibia proksimal. GCT memiliki gambaran mikroskopis
yang menyerupai tumor tulang lainnya, yang juga memiliki gambaran
multinucleated osteoclast-like giant cell seperti chondroblastoma, chondromyxoid,
fibroma, dan giant cell sarcoma. Penegakan diagnosis melalui pemeriksaan
patologi anatomi tetap perlu dikonfirmasi dengan penemuan klinis. Banyak
modalitas penatalaksanaan yang tersedia, tetapi 50% pasien ternyata tetap
mengalami rekurensi lokal, bahkan pada beberapa kasus dapat terjadi metastasis
ke paru.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi
Stuktur sendi lutut sangat kompleks dengan berbagai macam
jaringan di sekitarnya. Sendi lutut adalah merupakan salah satu sendi besar
yang menahan axial loading cukup berat (Flandry & Hommel 2011). Sendi
lutut merupakan sendi sinovial “hinge type“ dengan pergerakan fleksi,
ekstensi, dikombinasikan dengan pergeseran dan berputar atau rotasi
(Ángel et al. 2012). Sebagai sendi sinovial, sendi lutut memiliki suatu
membran sinovium dengan cairan sinovial sebagai suatu lubrikan yang
mengurangi friksi beban kerja dari sendi. Stabilitas sendi lutut tergantung
pada kekuatan dari otot dan tendon di sekeliling sendi lutut, ligament yang
menghubungkan femur dan tibia, serta otot yang berperan besar dalam
menjaga stabilitas sendi lutut adalah otot quadricep femoris, khususnya
serat inferior dari vastus medial dan lateral (Flandry & Hommel 2011; Bs
& Johanson 2009).
Anatomi dari sendi lutut terbagi dalam beberapa struktur jaringan
yaitu komponen tulang, komponen jaringan lunak, dan jaringan saraf serta
jaringan pembuluh darah (Flandry & Hommel 2011).
1. Komponen tulang dari sendi lutut antara lain femur, patella, tibia, dan
fibula.
2. Komponen jaringan lunak
3. Sendi lutut adalah sendi yang terdiri dari dua buah sendi condyloid
dan satu buah sendi sellar (artikulasi patellofemoral). Sendi lutut
tertutup dalam kapsul sendi yang memiliki suatu resesus posterolateral
dan posteromedial yang memanjang ke arah distal permukaan
subkondral dari tibial plateu. Condylus femoral lateral dan medial
berartikulasi dengan facet tibial.
a. Kapsul Sendi

2
Kapsul sendi khusus berisi lapisan fibrous external (kapsul fibrous)
dan membran synovial internal yang melapisi permukaan internal dari
celah artikular yang tidak dilapisi kartilago artikular. Lapisan fibrous
menempel ke femur pada bagian superior, sebelah proksimal dari
margin artikular kondilus. Di bagian inferior lapisan fibrous
berlekatan dengan margin dari permukaan artikular tibia (tibial
plateau) kecuali pada tempat di mana tendon popliteus menyilang
tulang. Tendon quadriceps, patella, dan ligamen patellar berperan
sebagai kapsul di bagian anterior.
b. Membran synovial
Membran sinovial yang tebal melapisi bagian internal dari kapsul
fibrous dan berlekatan ke perifer dari patella dan tepi meniskus.
Membran synovial melapisi dari aspek posterior sendi ke anterior
menuju regio intercondylar, menutupi ligament cruciate dan lapisan
lemak infrapatellar.
c. Meniskus
Meniskus merupakan suatu diskus fibrokartilago berbentuk bulan
sabit yang berada di antara condylus femur dan tibial plateau.
Meniskus bagian medial berbentuk seperti huruf “C” dan kurang
mobile karena terfiksir oleh ligament coronary dan kapsul. Sedangkan
meniskus lateral berbentuk sirkular dan lebih mobile sehingga lebih
sering mengalami robekan pada cedera ligamen crutiatum anterior
(Mclean et al. 2010). Meniskus berguna sebagai shock absorber,
membantu stabilitas dan kongruitas sendi, lubrikasi sendi, nutrisi
sendi, dan propioseptif. Meniskus memiliki tiga lapisan yaitu lapisan
superfisial, lapisan permukaan, dan lapisan dalam. Meniskus
membantu konkafitas dari facets, proteksi permukaan artikular, dan
membantu rotasi dari sendi lutut (Mclean et al. 2010). Terdapat tiga
zona pada meniskus yaitu zona red, zona red/white, dan zona white.
Sepertiga bagian perifer dari meniskus memiliki vaskular yang berasal

3
dari perivascular plexus sehingga bisa diperbaiki, sedangkan
duapertiga bagian dalam dinutrisi oleh cairan sinovial.

Gambar 2.1. Meniskus lutut (Makris et al. 2011)


d. Ligamen
Ligamen memegang peranan dalam mempertahankan stabilitas sendi
lutut. Terdapat limaligamen ekstrakapsular yang memperkuat kapsul
sendi yaitu : ligamen patella, ligamen kolateral fibula, ligamen
kolateraltibialis, ligament poplitea oblique, dan ligamen poplitea
arkuata. Selain itu terdapat dua ligamen intraartikular dalam sendi
lutut yaitu ligamen cruciatum(Claes et al. 2013). Ligamen crutiatum
memiliki peran krusial terhadap stabilitas anteroposterior sedangkan
ligamen kolateral berperan terhadap stabilitas valgus/varus. Setiap
ligamen crutiate memiliki dua buah bundel. Ligamen crutiate anterior
(ACL) memiliki bundle anteromedial dan posterolateral, sedangkan
ligamen cruciatum posterior (PCL) memiliki bundel anterolateral dan
posteromedial. Ligamen cruciatum menghubungkan femur dan tibia,
meyilang di dalam kapsul sendi tapi berada diluar celah artikular.
Ligamen cruciatum melintang satu sama lain secara oblique seperti
huruf X. Selama rotasi medial dari tibia pada femur, ligamen
cruciatum berputar satu sama lain sehingga jumlah rotasi medial
terbatas sekitar 10°. Karena terlepas satu sama lain selama rotasi
lateral, hampir 60° rotasi lateral yang mungkin ketika lutut fleksi
>90°. Titik persimpangan dari ligamen cruciatum berfungsi sebagai

4
poros gerakan berputar di sendi lutut. Ketika sendi lutut fleksi pada
sudut yang benar, tibia tidak dapat ditarik anterior karena dipegang
oleh ACL. Saat fleksi lutut dengan loading, PCL adalah faktor utama
untuk menstabilkan tulang femur (ketika berjalan menurun) (Helito et
al. 2013).

Gambar 2.2. Ligamen pada sendi lutut (Makris et al. 2011)


e. Otot dan tendon
Otot dan tendon pada sendi lutut memberikan stabilitas dinamis. Otot
pada betis bawah terdiri dari empat kompartemen yaitu anterior,
lateral, posterior superficial, posterior profundus. (Bs & Johanson
2009)
f. Saraf
Saraf dari sendi lutut adalah cabang artikular dari saraf femoral, tibia,
dan fibula communis, serta saraf obturator dan saphena . Tetapi tiga
macam saraf yang penting dalam anatomi sendi lutut yaitu saraf tibial,
saraf common peroneal, dan saraf kutaneous .
g. Vaskular
Vaskularisasi daerah lutut berhubungan dengan vaskularisasi daerah
cruris. Arteri yang menyuplai sendi lutut adalah 10 pembuluh darah
yang membentuk anastomosis genicular periarticular di sekitar lutut
yaitu : cabang genicular dari femoral, poplitea, serta cabang anterior

5
dan posterior rekuren dari arteri rekuren tibialis anterior dan arteri
fibula sirkumfleks.
h. Bursa
Terdapat 12 bursa di sekitar sendi lutut karena sebagian tendon
berjalan sejajar dengan tulang. Bursa prepatellar subkutan dan bursa
infrapatellar terletak di permukaan cembung sendi, yang
memungkinkan kulit untuk dapat bergerak bebas selama gerakan lutut.
Empat bursa berkomunikasi dengan rongga artikular sendi lutut yaitu:
bursa suprapatellar (di dalam quadriceps distal), bursa popliteus, bursa
anserine, dan bursa gastrocnemius.
B. Patologi
1. Definisi
Tumor sel raksasa (GCT) adalah tumor jinak dengan potensi
perilaku agresif dan kapasitas untuk bermetastasis. Meskipun jarang
mematikan, tumor tulang jinak dapat dikaitkan dengan gangguan
substansial dari arsitektur tulang lokal yang dapat sangat menyusahkan
di lokasi periartikular. Histogenesisnya masih belum jelas. Hal ini
ditandai dengan proliferasi sel stroma mononuklear dan keberadaan
banyak sel raksasa berinti banyak dengan distribusi homogen.
Tidak ada konsensus luas mengenai pemilihan metode pengobatan
yang ideal. Ada pendukung berbagai teknik bedah mulai dari kuretase
intra-lesional hingga reseksi luas. Karena sebagian besar tumor sel
raksasa bersifat jinak dan terletak di dekat sendi pada dewasa muda,
beberapa penulis mendukung pendekatan intralesi yang
mempertahankan anatomi tulang sebagai pengganti reseksi. Meskipun
GCT diklasifikasikan sebagai lesi jinak, beberapa pasien
mengembangkan metastasis paru progresif dengan hasil yang
buruk. Perawatan utamanya adalah bedah. Pilihan kemoterapi dan
radioterapi dicadangkan untuk kasus-kasus tertentu.
2. Etiologi

6
GCT masih merupakan salah satu tumor tulang yang tidak jelas
dan memerlukan pengamatan yang mendalam. Histogenesisnya tidak
jelas dan gambaran histologisnya tidak dapat memperkirakan keluaran
klinis. World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan GCT
sebagai “lesi agresif dengan potensi ganas”, yang berarti bahwa
evolusi GCT berdasarkan gambaran histologisnya tidak dapat
diprediksi. GCT merupakan proses neoplastik sejati yang berasal dari
sel-sel mesenkimal sumsum tulang yang tidak berdiferensiasi. Pada
GCT ditemukan sel-sel stromal mesenkimal yang berinti tunggal dan
sel-sel raksasa berinti banyak; keduanya bisa dibedakan menggunakan
mikroskop cahaya. Sel-sel raksasa tersebut berasal dari sel-sel stromal,
baik melalui fusi ataupun, yang lebih kecil kemungkinannya,
pembelahan amitotik atau pembelahan inti sel stromal tanpa diikuti
pembelahan sitoplasma. Sel-sel raksasa ini secara fenotip dan
fungsinya menyerupai osteoklas. Sel-sel ini memiliki reseptor
calcitonin, sebuah marker fenotipik untuk osteoklas. Berbagai
penelitian terhadap kultur sel yang dikembangbiakkan dari GCT telah
mengkonfirmasi bahwa terdapat 2 jenis sel pada sel-sel stromal berinti
tunggal. Jenis yang pertama adalah sel-sel bulat berinti tunggal.
3. Proses Patologi
Giant Cell Tumor pada tulang terjadi secara spontan. Mereka tidak
diketahui apakah terkait dengan trauma, faktor lingkungan, atau diet.
Pada kasus-kasus yang jarang, mereka mungkin berhubungan dengan
hiperparatiroidisme. Dalam Beberapa penelitian pembentukan GCT
ada beberapa faktor yang menentukan, pertama yaitu adanya
perubahan siklin, dimana siklin memainkan peran penting dalam
mengatur perjalanan membagi sel melalui pos pemeriksaan penting
dalam siklus sel. Karena perubahan dari beberapa siklin, terutama
siklin D1, telah terlibat dalam perkembangan neoplasma, para peneliti
memeriksa 32 kasus GCT pada tulang panjang untuk amplifikasi gen

7
siklin D1 dan overekspresi protein menggunakan diferensial
polymerase chain reaction dan imunohistokimia, masing-masing.
Kedua, adanya evaluasi Immunohistokimia yang terkait dengan
ekspresi microphtalmia yang merupakan faktor transkripsi dalam lesi
giant cell. Microphtalmia terkait dengan faktor transkripsi (Mitf),
anggota subfamili heliks-loop-helix faktor transkripsi, biasanya
dinyatakan dalam oesteoklas mononuklear dan multinuklear, terlibat
dalam differensiasi terminal oesteoklas. Disfungsi aktivitas oesteoklas
yang menghasilkan ekspresi Mitf yang abnormal serta telah terlibat
oesteoporosis. Sejumlah sel giant lainnya dari berbagai jenis termasuk
oesteoklas seperti sel-sel giant terlihat dalam berbagai tumor, secara
tradisional dianggap berasal monosit, terlihat dalam berbagai tulang
dan lesi extraosseus.
Ketiga adalah sel stroma. Sel stroma Fibroblastlike, yang selalu
hadir sebagai komponen dari tumor sel raksasa pada tulang (GCT),
dapat diamati dikedua sampel in vivo dan kultur. Meskipun mereka
diasumsikan untuk memicu proses kanker di GCT, histogenesis sel
stroma GCT adalah kurang diketahui. Hal ini diketahui bahwa sel
batang mesenchymal (MSC) dapat berkembang ke oesteoblas. Bukti
telah disajikan bahwa sel-sel stroma GCT juga dapat mengembangkan
untuk oesteoblas. Sebuah koneksi antara MSC dan sel stroma GCT
dicari dengan menggunakan 2 pendekatan laboratorium yang berbeda.
4. Gambaran Klinis
Gejala utama yang ditemukan berupa nyeri serta pembengkakan
terutama pada lutut dan mungkin ditemukan efusi sendi serta gangguan
gerakan pada sendi. Mungkin juga penderita datang berobat dengan
gejala-gejala fraktur (10%). Dapat juga terjadi pembesaran massa
secara lambat. Lebih dari tiga per empat pasien tercatat mengalami
pembengkakan pada lokasi tumor. Keluhan lain yang jarang terjadi
adalah kelemahan, keterbatasan gerak sendi dan fraktur patologis. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan massa yang keras dan nyeri

8
ditemukan pada lebih dari 80% pasien. Disuse Atrophy , efusi pada
persendian atau hangat pada lokasi tumor.
C. Intervensi Fisioterapi
1. Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses
penyembuhan pasien. Dalam pengertian lain, komunikasi terapeutik
adalah proses yang digunakan dengan memakai pendekatan yang
direncanakan secara sadar dengan tujuan penyembuhan pasien.
Adapun karakteristik komunikasi terapeutik yaitu : ikhlas, empati, dan
hangat.
2. Positioning
Setiap posisi atau gerak dari pasien harus selalu berada dalam lingkup
pola penyembuhan atau berlawanan dengan pola spastisitas yang
timbul kemudian, posisi dan latihan gerak dalam pola penyembuhan
harus sejak dini dilaksanakan.
3. TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
Alat ini dioperasikan dengan baterai kecil dan menggunakan transmisi
listrik dan bermanfaat menurunkan nyeri. Pemasangan elektroda
dilakukan secara animal segmental dimana elektroda dipasang pada
L4-L5. Mesin dihidupkan dan arus listrik disalurkan lewat elektroda.
Perasaan geli akan terasa dibawah kulit dan otot. Sinyal ini berfungsi
mengganggu sinyal nyeri. Sinyal dari tens mempengaruhi saraf-saraf
pada daerah yang diaplikasikan tens dan memutus sinyal nyeri
sehingga pasien merasakan nyerinya berkurang. Tujuan pemberian
TENS adalah untuk memelihara fisiologis otot dan mencegah atrofi
otot, re-edukasi fungsi otot, modulasi nyeri tingkat sensorik,
menambah ROM / mengulur tendon, memperlancar peredaran darah,
dan memperlancar resorbsi oedema.
4. Static contraction
Static contraction merupakan kontraksi otot tanpa di sertai perubahan
panjang otot dan perubahan LGS, statik kontraksi bertujuan

9
mengurangi oedema sehingga nyeri berkurang dan dapat
memperlancar aliran darah dan menjaga kekuatan otot agar tidak
terjadi atropi (Kisner 1996).
5. PNF Tungkai
PNF merupakan metode gerakan kompleks, di mana target perbaikan
pada fungsi tubuh, struktur tubuh, dan aktivitas. Pasien diberikan PNF
dengan beberapa pola dasar dan gerakan untuk melatih koordinasi
gerak dan procioceptif. Hal ini dibutuhkan untuk mengembalikan
kemampuan fungsional pasien.
6. Passive Exercise
Pemberian terapi latihan berupa berupa gerakan pasif sangat
bermanfaat dalam menjaga sifat fisiologis dari jaringan otot dan sendi.
Jenis latihan ini dapat diberikan sedini mungkin untuk menghindari
adanya komplikasi akibat kurang gerak, seperti adanya kontraktur,
kekakuan sendi, dan lain – lain.

10
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Laporan Status Klinik


Tanggal Masuk : 24 April 2019
Nomor Rekam Medik : 859068
B. Data – Data Medis
1. Diagnosa Medis : Giant Cell Tumor of Bone
2. Ruangan : Perawatan Orthopedi Kamar 7B bed 3
C. Identitas Umum Pasien
Nama Pasien : Tn. L
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Poros desa Gelongko, Bau-bau
D. Anamnesis Khusus (History Taking)
Keluhan Utama : Nyeri dan keterbatasan gerak
Lokasi Keluhan : Tungkai kiri
Riwayat Perjalanan Penyakit : Nyeri pada lutut kiri dialami sejak 5 bulan
yang lalu. Pasien sebelumnya menderita giant cell tumor sekitar satu setengah
tahun yang lalu dan telah menjalani operasi sebanyak 3 kali. Pasien kemudian
kembali menjalani operasi yang ke-4 kalinya dengan penanganan berupa
rekonstruksi menggunakan auto bone graft dari fibula pada tanggal 25 April
2019 di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.
E. Inspeksi/Observasi
1. Statis
a) Pasien dalam posisi tidur terlentang di bed
b) Tungkai kiri terbalut perban
c) Tungkai kiri terlihat mengalami pembengkakan (oedema)
d) Mimic wajah pasien terlihat pucat dan lemah

11
2. Dinamis
a) Pasien belum mampu menggerakkan tungkai kiri
F. Pemeriksaan Vital Sign
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Denyut Nadi : 82x/menit
Respirasi : 16x/menit
Suhu : 36,5oC
G. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar
a. Pemeriksaan Gerak Aktif
Pada pemeriksaan gerak aktif apabila pada suatu pola gerakan dapat
membangkitkan nyeri, maka sumber nyeri terletak pada otot atau
tendonnya. Dengan dikenalnya kelompok otot yang aktif pada pola
gerakan tertentu, maka sumber nyeri tendomiogenik dapat ditentukan.
Pemeriksaan gerakannya sabagai berikut :
1) Gerak Fleksi Hip-Fleksi Knee
Pada posisi berbaring (supine lying) pasien diminta untuk menekuk
lutut dan tungkai atasnya (fleksi hip).
Hasil : Tidak dilakukan
2) Ekstensi Hip-Extensi Knee
Pada posisi berbaring, pasien diminta untuk meluruskan tungkainya
Hasil : Tidak dilakukan
3) Dorso-Plantar Fleksi Ankle
b. Pemeriksaan Gerak Pasif
Pemeriksaan dengan menggerakkan ektremitas inferior pasien dengan
posisi pasien berbaring, dan dilakukan gerakan :
1) Fleksi Hip-Fleksi Knee
Hasil : Tidak dilakukan
2) Ekstensi Hip-Ekstensi Knee
Hasil : Tidak dilakukan
3) Dorso-Plantar Fleksi Ankle
c. TIMT

12
Gerak isometric melawan tahanan merupakan gerak aktif akan tetapi
mendapatkan tahanan dari terapis.
Adapun gerakannya yaitu :
1) Fleksi-Ekstensi Hip
2) Fleksi-Ekstensi Knee
3) Dorso-Plantar Fleksi Ankle
H. Pemeriksaan Spesifik / Pengukuran Fisioterapi
1. Pengukuran derajat nyeri dengan VAS
Pemeriksaan nyeri pada kasus ini parameter yang digunakan adalah Visual
Analogue Scale (VAS). VAS merupakan suatu metode pengukuran tingkat
nyeri dengan menggunakan tujuh skala penilaian, yaitu :
(1) skala 0 - 1 = tidak terasa nyeri;
(2) skala 1 - 3 = nyeri ringan;
(3) skala 3 - 7 = nyeri sedang ;
(4) skala 7 - 9 = nyeri berat;
(5) skala 9 – 10 = nyeri sangat berat

Pasien diminta untuk menunjukan tingkat nyeri yang dirasa seperti dengan
penjelasan yang telah diberikan oleh terapis.

2. Fitting Oedema

13
Fisioterapis menekan daerah yang oedem dengan menggunakan ibu jari
dan amati waktu kembalinya.
Penilaian :
Grade I kedalamannya 1-3mm dengan waktu kembali 3 detik
Grade II kedalamannya 3-5mm dengan waktu kembali 5 detik
Grade III kedalamannya 5-7mm dengan waktu kembali 7 detik
Grade IV kedalamannya 7mm dengan waktu kembali 7 detik
3. Pemeriksaan Kekuatan Otot (MMT)
Pemeriksaan kekuatan otot ini dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosa fisioterapi dan jenis latihan yang diberikan, dan dapat
menentukan prognosis pasien serta dapat digunakan sebagai bahan
evaluasi. Maka pemeriksaan kekuatan otot dianggap penting. Parameter
yang digunakan untuk mengetahui nilai kekuatan otot adalah pemeriksaan
kekuatan otot secara manual atau manual muscle testing (MMT) dengan
ketentuan sebagai berikut :
No Nilai Keterangan
1. Nilai 0 Otot benar-benar diam pada palpasi atau inspeksi
visual (tidak ada kontraksi)
2. Nilai 1 Otot ada kontraksi, baik dilihat secara visual atau
palpasi, ada kontraksi satu atau lebih dari satu otot
3. Nilai 2 Gerak pada posisi yang meminimalkan gaya
gravitasi. Posisi ini sering digambarkan sebagai
bidang horizontal gerakan tidak full ROM
4. Nilai 3 Gerak melawan gravitasi dan full ROM
5. Nilai 4 Resistance Minimal
6. Nilai 5 Resistance Maksimal

4. Pengukuran ROM
Pengukuran ROM diperlukan untuk menilai biomekanik dan
anthrokinematik dari suatu persendian, termasuk fleksibilitas dan
karakteristik gerakan. Tes dan pengukuran ROM dilakukan dengan

14
menggunakan alat instrument yaitu goniometer. Adapun ROM yang
diukur adalah ROM dari setiap gerakan pada regio hip, knee, dan ankle.
Gerakan Letak Goniometer ROM Normal
Trochanter Mayor S. 15° - 0° - 125°
Ekstensi / Fleksi Hip
Epicondylus Lateral Femur S. 0° - 0° - 135°
Ekstensi / Fleksi Knee
Malleolus Lateral Fibula S. 20° - 0° - 35°
Plantar / Dorso Fleksi Ankle

5. Index Barthel
Nilai Skor
Sebelu Saat
Minggu Minggu Saat
m Masuk
No Fungsi Skor Keterangan I di RS II di RS Pulang
Sakit RS

Tgl… Tgl
Tgl… Tgl…. Tgl…
. ….
Tak
terkendali/ta
0 k teratur
Mengend
(perlu
alikan
1 bantuan) 2 2 0 0 0
rangsang
Kadang –
defeksasi
1 kadang tak
terkendali
2 Mandiri
Tak
0 terkendali/pa
Mengend kai kateter
alian Kadang –
2 2 2 0 0 0
rangsang kadang tak
1
berkemih terkendali
(1X24 jam)
2 Mandiri
Members Butuh
3 0 1 0 0 0 0
ihkan diri pertolongan

15
(seka orang lain
muka,
sisir
rambut, 1 Mandiri
sikat
gigi)
Tergantung
0 pertolongan
orang lain
Perlu
Penggun
pertolongan
aan
pada
jamban,
4 beberapa 2 0 0 0 0
masuk
1 kegiatan
dan
tetapi dapat
keluar
mengerjakan
sendiri
kegiatan lain
2 Mandiri
Tidak
0
mampu
Perlu di
5 Makan tolong 2 2 0 0 0
1
memotong
makanan
2 Mandiri
Tidak
0
mampu
Perlu banyak
Berubah
bantuan
sikap
1 untuk bisa
6 dari 3 2 0 0 0
duduk
baring ke
(2orang)
duduk
Bantuan
2 minimal 2
orang

16
3 Mandiri
Tidak
0
mampu
Bisa (pindah)
1
Berpinda dengan kursi
7 h/ Berjalan 3 0 0 0 0
berjalan dengan
2
bantuan 1
orang
3 Mandiri
Tergantung
0
orang lain
Sebagian
Memakai dibantu
8 2 1 0 0 0
baju 1 (misalnya
memasang
kancing)
2 Mandiri
Tidak
0
Naik mampu
9 turun Butuh 2 0 0 0 0
1
tangga pertolongan
2 Mandiri
0 Tergantung
10 Mandi 1 0 0 0 0
1 Mandiri
Total Skor 20 9 0 0 0
Keterangan Skor Barthel Index
20 : Mandiri
12 – 19 : Ketergantungan ringan
9 – 11 : Ketergantungan sedang
5–8 : Ketergantungan berat
0 –4 : Ketergantungan total
Hasil : 12 (Ketergantungan sedang)

17
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi merupakan salah satu pemeriksaan yang penting
dalam menegakkan diagnosa pada GCT. Gambaran radiologi yang biasa di
dapatkan pada GCT adalah :

Berikut merupakan hasil X-ray post OP :

18
I. Algorhitma Assesment Fisioterapi

Nama Pasien : Tn. L Umur : 25 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki


Kondisi/Penyakit :
History Taking :
Nyeri pada lutut kiri dialami sejak 5 bulan yang lalu.
Pasien sebelumnya menderita giant cell tumor sekitar
satu setengah tahun yang lalu dan telah menjalani
operasi sebanyak 3 kali. Pasien kemudian kembali
menjalani operasi yang ke-4 kalinya dengan penanganan
berupa rekonstruksi menggunakan auto bone graft dari
fibula pada tanggal 25 April 2019 di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo.

Inspeksi :
Statis : Tidur terlentang di bed, tungkai kiri
terbalut perban dan terlihat oedema mimic
wajah pucat
Dinamis : Belum mampu menggerakkan
tungkai kiri

Pemeriksaan Fisik

Pengukuran Fisioterapi
Pemeriksaan Fisioterapi 1. Derajat Nyeri
1. Fitting oedema menggunaan VAS
2. Indeks Barthel 2. Pengukuran ROM
1. MMT

Pemeriksaan Penunjang
X-ray

Diagnosa Fisioterapi :
Gangguan Kapasitas Fisik dan Aktivitas
Fungsional Post OP Giant Cell Tumor of Bone
pada Knee Sinistra

19
J. Diagnosa Fisioterapi
“Gangguan Kapasitas Fisik dan Aktivitas Fungsional Post OP Giant Cell
Tumor of Bone pada Knee Sinistra”
K. Problematik Fisioterapi

PROBLEMATIK FISIOTERAPI

Anatomical / Functional Participation Retriction


Impairment Activity Limitation
1. Sulit melakukan
1. Nyeri pada tungkai kiri Pasien tidak mampu
aktivitas sehari - hari
melakukan aktivitas
2. Terdapat oedema pada berbaring ke duduk, duduk 2. Adanya hambatan
tungkai kiri ke berdiri, dan berjalan. melakukan aktivitas
3. Keterbatasan ROM sosial
.
4. Kelemahan otot

L. Tujuan Intervensi Fisioterapi


1. Tujuan Jangka Pendek
a) Mengurangi nyeri
b) Mengurangi / menghilangkan oedema
c) Meningkatkan ROM
d) Meningkatkan kekuatan otot
a. Tujuan Jangka Panjang
Membantu memperbaiki kapasitas fisik dan kemampuan
fungsional agar ke depannya pasien bisa mandiri dan tidak tergantung
pada orang lain
M. Program Intervensi Fisioterapi
1. Komunikasi Terapeutik
Tujuan : Memberikan motivasi untuk kesembuhan pasien
Teknik : Fisoterapis memberikan pertanyaan terbuka dan
mendengarkan secara aktif.
Dosis :
F : Setiap hari

20
I : Toleransi pasien
T : Berbicara langsung ke pasien
T : Tidak terbatas dan dikondisikan dengan keadaan pasien
2. Positioning
Tujuan : Perubahan posisi sangat penting untuk meminimalisir resiko
terjadinya decubitus
Teknik : Fisioterapi memposisikan dan mengajarkan pasien
melakukan perubahan posisi (terlentang miring kiri dan kanan)
Dosis :
F : setiap hari
I : 2 jam sekali
T : kontak langsung
T : sesering mungkin
3. TENS
Posisi pasien : Pasien dalam posisi terlentang
Posisi fisioterapis : Berdiri disamping pasien
Teknik pelaksanaan : Pastikan daerah yang ingin diterapi bebas
dari kain, kemudian letakkan ped elektroda
di L4-L5
Dosis :
F : 2 kali/minggu
I : Toleransi Pasien
T : Kontak langsung
T : 15 menit
4. Static Contraction
Tujuan : mengurangi nyeri dan dapat memperlancar
aliran darah dan menjaga kekuatan otot agar
tidak terjadi atropi
Posisi pasien : Tidur terlentang di bed
Posisi fisioterapis : Berdiri di samping bed pasien
Teknik : Pasien tidur terlentang kemudian tangan

21
terapist diletakkan di bawah lutut kiri pasien,
kemudian terapist memberikan aba-aba
kepada pasien untuk menekan tangan
terapist ke bawah tempat tidur.
Dosis :
F : 3kali/minggu
I : Toleransi pasien
T : Kontak Langsung
T : 8 kali Repetisi
5. PNF Tungkai
Tujuan PNF : Untuk meningkatkan kekuatan otot dan
kemampuan ADL
Teknik : Lakukan pola gerakan pada tungkai dengan pola
fleksi-abduksi-endorotasi, ekstensi-adduksi-eksorotasi, fleksi-adduksi-
endorotasi, ekstensi-abduksi-eksorotasi. Dan lakukan pegangan
dengan pegangan lumbrical.
F : setiap hari
I : penguluran max
T : pegang secara lumbrical
T : 4x repitisi dengan 8x hitungan
6. Passive Exercise
Tujuan : untuk menghindari adanya komplikasi
akibat kurang gerak, seperti adanya
kontraktur, kekakuan sendi, dan lain – lain.
Posisi Pasien : Supine Lying secara comfortable
Posisi Fisioterapis : Berdiri disamping atau didepan pasien
Teknik Pelaksanaan : Fisioterapis menggerakkan secara pasif
ekstremitas pasien dan diusahan untuk full
ROM
Dosis :
F : Setiap hari

22
I : Toleransi pasien
T : Fleksi-ekstensi hip, fleksi-ekstensi knee, dorso-plantar fleksi ankle
T : 4x repetisi

N. Evaluasi Fisioterapi
Setelah dilakukan beberapa kali terapi maka diharapkan :
1. Berkurangnya nyeri dan oedema
2. Meningkatnya kekuatan otot
3. Meningkatnya ROM
4. Pasien bisa mengubah posisi minimal dari baring ke duduk

23
BAB IV

PENUTUP

Tumor sel raksasa (GCT) adalah tumor jinak dengan potensi perilaku
agresif dan kapasitas untuk bermetastasis. Meskipun jarang mematikan, tumor
tulang jinak dapat dikaitkan dengan gangguan substansial dari arsitektur tulang
lokal yang dapat sangat menyusahkan di lokasi periartikular. Histogenesisnya
masih belum jelas. Hal ini ditandai dengan proliferasi sel stroma mononuklear dan
keberadaan banyak sel raksasa berinti banyak dengan distribusi homogen.

Tidak ada konsensus luas mengenai pemilihan metode pengobatan yang


ideal. Ada pendukung berbagai teknik bedah mulai dari kuretase intra-lesional
hingga reseksi luas. Karena sebagian besar tumor sel raksasa bersifat jinak dan
terletak di dekat sendi pada dewasa muda, beberapa penulis mendukung
pendekatan intralesi yang mempertahankan anatomi tulang sebagai pengganti
reseksi. Meskipun GCT diklasifikasikan sebagai lesi jinak, beberapa pasien
mengembangkan metastasis paru progresif dengan hasil yang buruk. Perawatan
utamanya adalah bedah. Pilihan kemoterapi dan radioterapi dicadangkan untuk
kasus-kasus tertentu.

Untuk penanganan kasus ini dapat diberikan beberapa modalitas


fisioterapi, seperti :

e) Komunikasi Terapeutik
f) Positioning
g) TENS
h) Static Contraction
i) PNF Tungkai
j) Passive Exercise

24
DAFTAR PUSTAKA

Aras, D., Ahmad, H., & Ahmad, A. (2016). The New Concept of Physical
Therapist Test and Measurement. Makassar: PhysioCare.

https://www.academia.edu/23848972/Giant_cell (diakses 01 Mei 2019)

https://id.scribd.com/doc/87070840/Giant-Cell-Tumor-of-Bone (diakses 01 Mei


2019)

https://id.scribd.com/doc/357282350/Giant-Cell-Tumor-of-Bone (diakses 01 Mei


2019)

http://eprints.ums.ac.id/46152/1/NASKAHPUBLIKASI (diakses 01 Mei 2019)

25

Anda mungkin juga menyukai