Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

PENGARUH BERAT BADAN TERHADAP SENDI LUTUT

Pembimbing:
dr. Bimo Sasono, Sp.OT (K)

Penyusun :
Jevera Joshua Siregar 201704200273
Johanes Christian Manalu 201704200274

BAGIAN/SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
RSUD DR. MOHAMMAD SOEWANDHIE SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN REFERAT
PENGARUH BERAT BADAN TERHADAP SENDI LUTUT

Referat dengan judul “PENGARUH BERAT BADAN TERHADAP SENDI


LUTUT” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam
rangka menyelesaikan studi kepaniteraan klinik Dokter Muda di bagian
Ilmu Bedah Orthopedi di RSUD Dr. Mohammad Soewandhie Surabaya.

Surabaya, 23 September 2019


Pembimbing

dr. Bimo Sasono, Sp.OT (K)

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN REFERAT............................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................ii

BAB I TINJAUAN PUSTAKA........................................................................1

1.1 Anatomi dan Fisiologi Sendi Lutut..................................................1

1.2 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Obesitas........................5

1.3 Osteoarthritis...................................................................................7

1.4 Pengaruh Berat Badan terhadap Sendi Lutut pada kasus


Osteoarthritis.............................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................14

ii
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi dan Fisiologi Sendi Lutut


Stuktur sendi lutut sangat kompleks dengan berbagai macam jaringan
di sekitarnya. Sendi lutut adalah merupakan salah satu sendi besar yang
menahan axial loading cukup berat. Sendi lutut merupakan sendi sinovial
“hinge type“ dengan pergerakan fleksi, ekstensi, dikombinasikan dengan
pergeseran dan berputar atau rotasi. Sebagai sendi sinovial, sendi lutut
memiliki suatu membran sinovium dengan cairan sinovial sebagai suatu
lubrikan yang mengurangi friksi beban kerja dari sendi. Stabilitas sendi lutut
tergantung pada kekuatan dari otot dan tendon di sekeliling sendi lutut,
ligamen yang menghubungkan femur dan tibia, serta otot yang berperan
besar dalam menjaga stabilitas sendi lutut khususnya adalah otot quadricep
femoris, serat inferior dari vastus medial dan lateral (Flandry & Hommel,
2011).
Anatomi dari sendi lutut terbagi dalam beberapa struktur jaringan yaitu
komponen tulang, komponen jaringan lunak, dan jaringan saraf serta
jaringan pembuluh darah (Flandry & Hommel, 2011).
1. Komponen tulang dari sendi lutut antara lain femur, patella, tibia, dan
fibula.
2. Komponen jaringan lunak
3. Sendi lutut adalah sendi yang terdiri dari dua buah sendi condyloid
dan satu buah sendi sellar (artikulasi patellofemoral). Sendi lutut tertutup
dalam kapsul sendi yang memiliki suatu resesus posterolateral dan
posteromedial yang memanjang ke arah distal permukaan subkondral
dari tibial plateu. Condylar femoral lateral dan medial berartikulasi
dengan facet tibial.
 Kapsul Sendi
Kapsul sendi khusus berisi lapisan fibrous external (kapsul fibrous)
dan membran synovial internal yang melapisi permukaan internal

3
dari celah artikular yang tidak dilapisi kartilago artikular. Lapisan
fibrous menempel ke femur pada bagian superior, sebelah proksimal
dari margin artikular kondilus. Di bagian inferior lapisan fibrous
berlekatan dengan margin dari permukaan artikular tibia (tibial
plateau) kecuali pada tempat di mana tendon popliteus menyilang
tulang. Tendon quadriceps, patella, dan ligamen patellar berperan
sebagai kapsul di bagian anterior (Flandry & Hommel, 2011).
 Membran sinovial
Membran sinovial yang tebal melapisi bagian internal dari kapsul
fibrous dan berlekatan ke perifer dari patella dan tepi meniskus.
Membran synovial melapisi dari aspek posterior sendi ke anterior
menuju regio intercondylar, menutupi ligament cruciate dan lapisan
lemak infrapatellar (Flandry & Hommel, 2011).
 Meniskus
Meniskus merupakan suatu diskus fibrokartilago berbentuk bulan
sabit yang berada di antara condylus femur dan tibial plateau.
Meniskus bagian medial berbentuk seperti huruf “C” dan kurang
mobile karena terfiksir oleh ligamen coronary dan kapsul.
Sedangkan meniskus lateral berbentuk sirkular dan lebih mobile
sehingga lebih sering mengalami robekan pada cedera ligamen
crutiatum anterior (Makris et al. 2011).

4
Meniskus berguna sebagai shock absorber, membantu
stabilitas dan kongruitas sendi, lubrikasi sendi, nutrisi sendi,
dan propioseptif. Meniskus memiliki tiga lapisan yaitu
lapisan superfisial, lapisan permukaan, dan lapisan dalam.
Meniskus membantu konkafitas dari facets, proteksi
permukaan artikular, dan membantu rotasi dari sendi lutut.
Terdapat tiga zona pada meniskus yaitu zona red, zona
red/white, dan zona white. Sepertiga bagian perifer dari
meniskus memiliki vaskular yang berasal dari perivaskular
plexus sehingga bisa diperbaiki, sedangkan duapertiga
bagian dalam
dinutrisi oleh cairan
sinovial (Makris et
al. 2011).

Gambar 2.1 Meniskus lutut (Makris et al., 2011)

 Ligamen
Ligamen memegang peranan dalam mempertahankan
stabilitas sendi lutut. Terdapat limaligamen ekstrakapsular
yang memperkuat kapsul sendi yaitu : ligamen patella,
ligamen kolateral fibula, ligamen kolateraltibialis, ligamen
poplitea oblique, dan ligamen poplitea arkuata (Bowman &
Sekiya 2010).
Selain itu terdapat dua ligamen intraartikular dalam sendi
lutut yaitu ligamen cruciatum (Claes et al. 2013). Ligamen

5
crutiatum memiliki peran krusial terhadap stabilitas
anteroposterior sedangkan ligamen kolateral berperan
terhadap stabilitas valgus/varus. Setiap ligamen crutiate
memiliki dua buah bundel. Ligamen crutiate anterior (ACL)
memiliki bundle anteromedial dan posterolateral, sedangkan
ligamen cruciatum posterior (PCL) memiliki bundel
anterolateral dan posteromedial. Ligamen cruciatum
menghubungkan femur dan tibia, meyilang di dalam kapsul
sendi tapi berada diluar celah artikular. Ligamen cruciatum
melintang satu sama lain secara oblique seperti huruf X

(Bowman & Sekiya 2010).


Selama rotasi medial dari tibia pada femur, ligamen
cruciatum berputar satu sama lain sehingga jumlah rotasi
medial terbatas sekitar 10°. Karena terlepas satu sama lain
selama rotasi lateral, hampir 60° rotasi lateral yang mungkin
ketika lutut fleksi >90°. Titik persimpangan dari ligamen
cruciatum berfungsi sebagai poros gerakan berputar di sendi
lutut. Ketika sendi lutut fleksi pada sudut yang benar, tibia
tidak dapat ditarik anterior karena dipegang oleh ACL
(Bowman & Sekiya 2010)

6
Gambar 2.2. Ligamen pada sendi lutut (Makris et al.,
2011)

 Otot dan tendon


Otot dan tendon pada sendi lutut memberikan stabilitas
dinamis. Otot pada betis bawah terdiri dari empat
kompartemen yaitu anterior, lateral, posterior superficial,
posterior profundus (Flandry & Hommel, 2011).

 Saraf
Saraf dari sendi lutut adalah cabang artikular dari saraf
femoral, tibia, dan fibula communis, serta saraf obturator dan
saphena . Tetapi tiga macam saraf yang penting dalam
anatomi sendi lutut yaitu saraf tibial, saraf common peroneal,
dan saraf kutaneus (Flandry & Hommel, 2011).

 Vaskular
Vaskularisasi daerah lutut berhubungan dengan
vaskularisasi daerah cruris. Arteri yang menyuplai sendi lutut
adalah 10 pembuluh darah yang membentuk anastomosis
genicular periarticular di sekitar lutut yaitu: cabang genicular
dari femoral, poplitea, serta cabang anterior dan posterior
rekuren dari arteri rekuren tibialis anterior dan arteri fibula
sirkumfleks (Flandry & Hommel, 2011).

 Bursa
Terdapat 12 bursa di sekitar sendi lutut karena sebagian
tendon berjalan sejajar dengan tulang. Bursa prepatellar

7
subkutan dan bursa infrapatellar terletak di permukaan sendi
dengan berbentuk cembung, yang memungkinkan kulit untuk
dapat bergerak bebas selama gerakan lutut. Empat bursa
berhubungan dengan rongga artikular sendi lutut yaitu: bursa
suprapatellar (di dalam quadriceps distal), bursa popliteus,
bursa anserine, dan bursa gastrocnemius (Flandry &
Hommel, 2011).

1.2 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Obesitas


IMT merupakan rumus matematis yang dinyatakan sebagai
berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan
(dalam meter). Penggunaan rumus ini hanya dapat diterapkan pada
seseorang berusia antara 19 hingga 70 tahun, berstruktur tulang
belakang normal, bukan atlet atau binaragawan, dan bukan ibu
hamil atau menyusui. Pengukuran IMT ini dapat digunakan
terutama jika pengukuran tebal lipatan kulit tidak dapat dilakukan
atau nilai bakunya tidak tersedia (Arisman,2011).

Rumus untuk mengetahui nilai IMT dapat dihitung dengan


rumus metrik berikut:

Orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, indeks massa


tubuh (IMT) diinterpretasi menggunakan kategori status berat
badan standar yang sama untuk semua umur bagi laki-laki dan
perempuan. Interpretasi IMT pada anak-anak dan remaja
adalah spesifik mengikut usia dan jenis kelamin (CDC,2011) :

8
Kekurangan
berat badan
tingkat berat < 17,0

Kekurangan
berat badan
Kurus tingkat ringan 17,0 - 18,4

Normal 18,5 - 25,0

Kelebihan berat
badan tingkat
ringan 25,1 - 27,0

Kelebihan berat
badan tingkat
Gemuk berat > 27,0

(KemenkesRI,2019)

Kegemukan atau obesitas merupakan masalah berat badan yang


banyak dialami banyak orang, secara definisi obesitas adalah suatu
kondisi dimana perbandingan berat badan dan tinggi badan melebihi
standar yang ditentukan. Obesitas merupakan peningkatan total lemak
tubuh, yaitu apabila ditemukan kelebihan berat badan > 20% pada pria
dan 25% pada wanita karena lemak (Ganong, 2012). Meningkatnya
obesitas tidak lepas dari gaya hidup, seperti menurunnya aktivitas fisik.
Faktor genetik juga menentukan mekanisme pengaturan berat badan
melalui pengaruh hormon dan neural (Limanan & Prijanti, 2013). Data dari
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018, prevalensi penyakit menular
mengalami penurunan angka period prevalence tahun 2013 ke tahun

9
2018. Sedangkan penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit
kronis yang tidak dapat ditularkan, penyakit sendi/ rematik. Prevalensi
penyakit sendi berdasarkan pernah didiagnosis tenaga kesehatan di
Indonesia 7,3%. Di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta angka
prevalensi penyakit sendi berdasarkan yang pernah di diagnosa oleh
tenaga kesehatan yaitu sebanyak 5,6% sedangkan yang berdasarkan
diagnosa dan gejala sebanyak 22,7%. Volume 7 Nomor 1, Februari 2018
kelamin prevalensi obesitas pada perempuan lebih tinggi (32,9%)
dibanding laki-laki (19,7%) (RISKESDAS, 2018)
Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila
ditemukan kelebihan berat badan > 20% pada pria dan 25% pada wanita
karena lemak (Ganong, 2012).
Kegemukan merupakan penimbunan lemak berlebih yang
menyebabkan kelebihan berat badan (Kemenkes RI, 2012). Salah satu
indikator penentuan status gizi yaitu menggunakan Indeks Massa Tubuh
(IMT) (Kemenkes RI, 2011). Peningkatan IMT ini dapat menyebabkan
risiko tekanan darah tinggi, hipertensi, kolesterol, LDL dan HDL kolesterol
dan trigliserida. risiko penyakit menjadi penyerta peningkatan IMT, seperti
Penyakit Jantung Koroner, Stroke, Osteoarthritis, penyakit kantung
empedu, dan bahkan kanker.

1.3 Osteoarthritis
Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau
lebih, bersifat lokal, progresif dan degeneratif yang ditandai dengan
perubahan patologis pada struktur sendi tersebut yaitu berupa
degenerasi tulang rawan/kartilago hialin. Hal tersebut disertai dengan
peningkatan ketebalan dan sklerosis dari subchondral yang bisa
disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada tepian sendi,
peregangan kapsul artikular, synovitis pada persendian, dan
lemahnya otot-otot yang menghubungkan persendian (David, 2006).

 Etiologi

10
Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun
faktor biomekanik dan biologis sepertinya merupakan faktor
terpenting dalam proses terjadinya osteoarthritis. Faktor
biomekanik yaitu kegagalan mekanisme protektif, antara lain
kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian, serabut aferen, dan
tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu akibat
terganggunya faktor-faktor protektif tersebut. Osteoarthritis juga
bisa terjadi akibat komplikasi dari penyakit lain seperti gout,
rheumatoid arthritis, dan sebagainya (David, 2006).

 Klasifikasi
Menurut penyebabnya osteoarthritis dikategorikan menjadi :
(Fauci et al., 2012)
a. Osteoarhritis primer adalah degeneratif artikular sendi
yang terjadi pada sendi tanpa adanya abnormalitas lain
pada tubuh. Penyakit ini sering menyerang sendi penahan
beban tubuh (weight bearing joint), atau tekanan yang
normal pada sendi dan kerusakkan akibatproses penuaan
dan berat badan. Paling sering terjadi pada sendi lutut dan
sendi panggul, tapi ini juga ditemukan pada sendi lumbal,
sendi jari tangan, dan jari pada kaki
b. Osteoarthritis sekunder, paling sering terjadi pada trauma
atau terjadi akibat dari suatu pekerjaan, atau dapat pula
terjadi pada kongenital dan adanya penyakit sistem
sistemik.

 Faktor resiko
a. Faktor resiko sistemik
1. Usia : Kartilago pada sendi orang tua sudah
kurang responsif dalam mensintesis matriks kartilago
yang distimulasi oleh pembebanan (aktivitas) pada
sendi. Akibatnya, sendi pada orang tua memiliki

11
kartilago yang lebih tipis. Kartilago yang tipis ini akan
mengalami gaya gesekan yang lebih tinggi pada
lapisan basal dan hal inilah yang menyebabkan
peningkatan resiko kerusakan sendi. Selain itu, otot-
otot yang menunjang sendi menjadi semakin lemah
dan memiliki respon yang kurang cepat terhadap
impuls. Ligamen menjadi semakin regang, sehingga
kurang bisa mengabsorbsi impuls (David, 2006).
2. Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui
mengapa prevalensi OA pada perempuan lebih
banyak daripada laki-laki usila. Resiko ini dikaitkan
dengan berkurangnya hormon pada perempuan
pasca menopause (David, 2006).
3. Faktor herediter.

b. Faktor intrinsik
1. Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus
dan varus (David, 2006).
2. Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau
nekrosis (David, 2006).

c. Faktor beban pada persendian


1. Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat
mempercepat kerusakan pada sendi (David, 2006).
2. Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang
sering dan berulang pada sendi dapat menyebabkan
lelahnya otot-otot yang membantu pergerakan sendi
(David, 2006).

12
1.4 Pengaruh Berat Badan terhadap Sendi Lutut pada kasus
Osteoarthritis

Pada beberapa penelitian dapat disimpulkan bahwa hubungan


antara massa otot dan volume tulang rawan mungkin didapatkan
hasil yang berbeda antara kompartemen tibiofemoral dan
kompartemen patellofemoral pada sendi lutut. Pada umumnya,
peningkatan massa otot bermanfaat untuk menambah jumlah
tulang rawan di lutut, terutama di kompartemen tibiofemoral.
Meskipun distribusi lemak tidak mempengaruhi risiko terkena OA
pada lutut, total massa lemak total dapat merugikan artikular tulang
rawan. Pada orang dewasa yang sehat, massa lemak yang lebih
besar dapat meningkatkan risiko defek pada artikular tulang rawan
di tibia dan patella. Defek tulang rawan telah dikaitkan dengan
hilangnya dalam volume tulang rawan secara longitudinal,
menyimpulkan bahwa defek mewakili kelainan tulang rawan secara
mula-mula sebelum didapatkan hasil OA secara klinis (Teichtahl et
al., 2008).

Mekanisme potensial untuk obesitas dalam patogenesis OA lutut

Meski mekanisme pada peningkatan berat badan pada patogenesis OA


belum diketahui, didapatkan hipotesis pathogenesis OA secara metabolik
dan biomekanik :

 Mekanisme biomekanik untuk OA pada lutut.

Faktor biomekanik dapat dihubungkan antara obesitas dan OA


pada lutut. Namun demikian, hipotesis mekanik hanya sedikit
dilakukan beberapa penelitian. Meskipun pada saat melakukan
adduksi lutut yang merupakan faktor predisposisi dapat
meningkatkan beban sendi tibiofemoral secara medial selama
melakukan pergerakan secara dinamis seperti berjalan, adalah

13
salah satu faktor biomekanis yang paling penting dan merupakan
variabel yang terkait dengan OA pada lutut tetapi belum ada
penelitian yang meneliti hubungannya dengan obesitas (Teichtahl
et al., 2008).

Namun demikian, bahwa peningkatan berat dapat memunculkan


reaksi pada persendian secara berlebihan, yang mungkin dapat
merugikan struktur pada sendi. Pada sendi patellofemoral,
menaikkan derajat fleksi pada lutut, dapat meningkatkan beban
retropatellar, dan diperkirakan bahwa pada saat melakukan fleksi
dengan sudut 60 derajat pada lutut, beban retropatellar mungkin
melebihi 3,3 kali total berat badan (Teichtahl et al., 2008).

Pada orang obesitas, efek penambahan massa lemak dapat


menekan artikular tulang rawan melebihi kemampuan biologis,
menyebabkan terjadinya proses degeneratif. Implikasi dari
penemuan terbaru, mekanoreseptor pada permukaan kondrosit,
yang aktif dapat menghasilkan sitokin, growth factor, dan
metalloproteinase, dengan mediator seperti prostaglandin dan
produksi NO2, belum sepenuhnya benar, tetapi mungkin dapat
menghasilkan stres oksidatif dan memulai peradangan pada sendi
dan menginduksi terjadinya kerusakan jaringan (Teichtahl et al.,
2008).

Obesitas mungkin merupakan salah satu faktor biomekanis


penting pada mediator inflamasi dari mekanoseluler yang dapat
merugikan sehingga menyebabkan mekanisme transduksi yang
berkontribusi untuk onset dan perkembangan pada OA.

 Mekanisme metabolisme untuk OA pada lutut.


Meskipun secara umum tidak signifikan, hubungan variabel
metabolik dengan obesitas pada OA lutut, mungkin tidak dapat
teridentifikasi faktor apa yang menghubungkan antara obesitas dan

14
OA pada lutut. Jaringan adiposa sebelumnya dianggap sebagai
tempat tersimpannya energy secara pasif tetapi sekarang dianggap
sebagai organ endokrin karena melepaskan banyak faktor,
termasuk sitokin seperti tumor necrosis factor (TNF) dan
interleukin-1 (IL-1), serta adipokin, seperti leptin, adiponektin, dan
resistin (Teichtahl et al., 2008).
Disregulasi homeostasis lipid mungkin sangat penting dalam
menghubungkan antara obesitas dengan OA. Misalnya, leptin itu
hanyalah salah satu dari beberapa contoh adipokin yang dapat
mempengaruhi patogenesis terjadinya OA. Ini dihubungkan dengan
temuan cross-sectional in vitro dan in vivo pada penelitian
(Teichtahl et al., 2008).
Pertama, telah ditunjukkan bahwa osteoblas dan kondrosit
mampu melakukan sintesis dan sekresi leptin. Kedua, reseptor
leptin telah ditemukan di artikular tulang rawan. Memang, kadar
leptin yang banyak diamati pada tulang rawan dan osteofit pada
penderita OA, tetapi sedikit kondrosit yang dihasilkan leptin di
tulang rawan orang yang tidak mengalami OA. Adipokin seperti
contohnya leptin mungkin penting dalam membantu memahami
obesitas dan hubungan dengan OA (Teichtahl et al., 2008).
Mungkin juga obesitas memiliki efek secara tidak langsung
melalui peningkatan sitokin, IL-1, interleukin-6 (IL-6), TNF-α, dan C-
Reaktif Protein (CRP). Meskipun OA tidak dianggap sebagai
peradangan arthropati secara klasik, dapat juga ditandai dengan
peradangan pada intraartikular yang bermanifestasi sebagai
synovitis. CRP dapat ditemukan pada fase akut di mana protein
yang diproduksi dalam jumlah besar jumlah oleh hepatosit, setelah
distimulasi oleh sitokin, IL-6, TNF-α, dan IL-1, kemudian ditemukan
meningkat di beberapa individu yang mengalami OA (Teichtahl et
al., 2008).
Penelitian terbaru juga menunjukkan peran dari TNF-α dan IL-1
adalah faktor penting dalam destruksi pada tulang rawan pada

15
kasus OA. Banyak penelitian menyatakan bahwa OA bukan hanya
gangguan satu faktorial saja tetapi secara multifaktorial, dengan
saling mempengaruhi dari beberapa faktor yang mungkin
menghasilkan jalur yang menyebabkan kerusakan sendi (Teichtahl
et al., 2008).
Penelitian terbaru juga menyatakan ukuran komposisi tubuh dan
hubungan dengan struktur sendi memiliki hubungan yang penting.
Pertama, peningkatan massa non-adiposa muncul dengan manfaat
pada kesehatan sendi. Khususnya, peningkatan massa non-
adiposa sebagai protektor terhadap timbulnya OA pada tibiofemoral
serta mengurangi peningkatan volume tulang rawan tibialis. Kedua,
peningkatan massa adiposa adalah terkait dengan peningkatan
risiko untuk adanya defek pada tulang rawan tibiofemoral dan
kompartemen patellofemoral dalam (Teichtahl et al., 2008).

16
17
DAFTAR PUSTAKA

American College of Rheumatology. 2012. Osteoarthritis. Lake Boulevard


NE, Atlanta.

Arisman. Obesitas, Diabetes mellitus,& Dislipidemia. Mahode AA, Astuti


NZ, editor. Jakarta: EGC; 2011. p. 162-5

Bowman Jr., Karl F., and Sekiya, Jon K., 2010. Anatomy and
Biomechanics of the Posterior Cruciate Ligament, Medial, and Lateral
Sides of the Knee. In : Sports Med Arthrosc Rev. Volume 18:222-229

Claes S., Vereecke E., Maes M., Victor J., Verdonk P., and Bellemans J.,
2013. Anatomy of the anterolateral ligament of the knee. In : Journal of
Anatomy. Volume 223:321-328

David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of


Medicine

Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. In : Harrison’s Principles Of


Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill Companies

Flandry F., and Hommel G., 2011. Normal Anatomy and Biomechanics of
the Knee. In : Sports Med Arthrosc Rev. Volume 19:82-92.

Ganong W.F., 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong. Novrianti A.,
Dany F., Resmisari T., Rachman L.Y., Muttaqin H., Nugroho A.W., Rendy
L., Dwijayanthi L., Bourman

Geneva, Switzerland: The WHO Document Production Services.CDC.gov


[internet]. USA Government. [updated: 13 September 2011; cited
November 2019] Available from: http://www.cdc.gov/healthyweight/

18
Kementrian Kesehatan RI. (2011). Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor: 1995/MENKES/ SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri
Penilaian Status Gizi Anak

Kemenkes RI. (2012). Pedoman pencegahan dan penanggulangan


kegemukan dan obesitas pada anak sekolah, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Kemenkes RI. (2019). Pedoman pencegahan dan pengendalian penyakit


tidak menular, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Limanan D., Prijanti A.R., 2013. Hantaran Sinyal Leptin dan Obesitas :
Hubungan dengan Penyakit Kardiovaskuler. FK UI. Tesis.

Makris, E.A., Hadidi P., Athanasiou, K.A., 2011. The knee meniscus :
Structure-function, pathophysiology, current repair techniques, and
prospects for regeneration. In : Biomaterials. Volume 32:7411-7431.
Elsevier. Department of Biomedical Engineering, University of California,
USA.

RISKESDAS., 2018. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesahatan


Kementrian Kesehatan RI. Diakses di http://www. litbang.depkes.go.id/.
(September 2019)

Teichtahl, Andrew J., Wang Y., Wluka, Anita E., and Cicuttini, Flavia M.,
2008. Obesity and Knee Osteoarthritis: New Insights Provided by Body
Composition Studies. Volume 16:232-240.

World Health Organization. (2018). Chronic Rheumatoid Condition dalam


http://www.who.int/chp/topics/rheumatic/en/, diakses September 2019

19

Anda mungkin juga menyukai