Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN MASALAH

UTAMA NYERI SENDI PADA NY.P DI WILAYAH KERJA


PISKESMAS KARANGPLOSO
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Klinik Keperawatan
Keluarga di Puskesmas Karangploso

Oleh :
VALENTINA FEBRIANTI FATMA
P17210204154

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
AGUSTUS 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep Nyeri Sendi


A. Pengertian
Menurut Kozier dkk (2009), Nyeri merupakan mekanisme fisiologis
yang bertujuan untuk melindungi diri ketika suatu jaringan mengalami
cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan-bahan yang
dapat menstimulus reseptor nyeri. Sendi adalah adalah tempat dimana
dua tulang atau lebih membentuk persendian. Sendi memungkinkan
fleksibilitas dan gerakan rangka serta memfasilitasi pelekatan di antara
tulang (Nurachmah, 2011).
Nyeri sendi adalah suatu peradangan sendi yang ditandai dengan
pembengkakan sendi, warna kemerahan, panas, nyeri dan terjadinya
gangguan gerak. Pada keadaan ini lansia sangat terganggu, apabila lebih
dari satu sendi yang terserang (Santoso, dari satu se 2009). Nyeri sendi
merupakan pengalaman subjektif yang dapat memengaruhi kualitas
hidup lansia termasuk gangguan aktivitas fungsional lansia (Nurhidayah,
2012).
Dalam teori gate Control bahwa stimulasi kulit akan mengaktifkan
seraput saraf sensori A- beta- yang lebih besar dan lebih cepat sehingga
dengan pemberian stimulasi kulit akan menurunkan transmisi nyeri yaitu
melalui serabut C delta A berdiameter kecil. Pemberian kompres hangat
merupakan mekanisme pintu gerbang yang akhirnya dapat memodifikasi
dan merubah sensasi nyeri yang datang sebelum sampai ke korteks
serebri menimbulkan persepsi nyeri dan reseptor otot sehingga nyeri
dapat berkurang (Potter & Perry, 2005).
Teori gate control menyatakan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau
dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
Teori ini menyimpulkan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah
pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup.
Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori
menghilangkan nyeri (Strong et al., 2002; Smeltzer & Bare, 2002).

B. Klasifikasi Sendi
Menurut Syarifuddin(2011), Jenis sendi dapat diklasifikasikan menurut
permukaannya :
a. Sendi pelana.
Sendi ini permukaannya hampir datar yang memungkinkan tulang
saling bergeser. Misalnya, sendi pelana, art. sternoklavikular dan art.
akromioklavikuar, persendian yang terdapat pada bahu.

b. Sendi engsel.
Mirip engsel pintu sehingga memungkinkan gerakan fleksi dan
ekstensi. Suatu permukaan bundar diterima oleh yang lain sehingga
gerakan hanya dalam satu bidang dan dua arah. Misalnya, sendi siku
dan sendi lutut.
c. Sendi kondiloid.
Permukaan sendi berbentuk konveks yang nyata dan bersendi dengan
permukaan yang konkaf seperti sendi engsel tapi bergerak dengan dua
bidang dan empat arah (fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi) disertai
sedikit gerakan rotasi, misalnya metakar pofalangeal dan sirkumduksi
(misal sendi bahu dan sendi panggul).
d. Sendi elipsoid.
Permukaan sendi berbentuk konveks elips. Dengan permukaan sendi
konveks elips, pergerakan (fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi)
dapat dilakukan tetapi rotasi tidak mungkin (misal sendi ibu jari).
e. Sendi peluru.
Kepala sendi berbentuk bola, pada salah satu tulang cocok dengan
lekuk sendi yang berbentuk seperti soket. Bongkol sendi tepat
masuknya pada mangkok sendi. Gerakan dapat diberikan ke seluruh
arah dengan pergerakan yang sangat bebas (fleksi, ekstensi, abduksi,
rotasi)
f. Sendi pasak.
Pada sendi ini terdapat pasak dikelilingi cincin ligamentum bertulang.
Hanya satu gerakan yang dapat dilakukan yaitu rotasi (misal atlas).
Bentuk cincin berputar diatas prosesus odontoid dam gerakan radius
disekitar ulna. Pronasi dan supinasi disebut juga sendi berporos atau
sendi putar.

g. Sendi pelana (sendi timbal balik).


Berbentuk pelana kuda, dapat melakukan gerakan (fleksi, ekstensi,
abduksi, dan rotasi) yang dapat memberi banyak kebebasan untuk
bergerak (misal ibu jari), dapat berhadapan dengan jari yang lain
karpometakarpal ibu jari.

Menurut Nurachmah Syarifuddin (2011), pembagian sendi menurut


pergerakannya :

 Sendi fibrus (sinartrosis), sendi yang tidak bergerak sama


sekali.
 Amfitrosis. Suatu sendi pergerakannya sedikit sekali karena
komponen sendi tidak cukup dan permukaan dilapisi oleh
bahan yang memungkinkan pergerakan sendi sedikit. Misalnya,
sendi antara manubrium sterni dan korpus sterni serta sendi
antara tulang vertebrae.
 Diartrosis (sendi sinovial). Sendi dengan pergerakan bebas.
Permukaan sendi diliputi oleh lapisan tipis rawan hialin
dipisahkan rongga send. Susunan ini memungkinkan sendi
bergerak bebas. Rongga sendi dibatasi oleh membran sinovial
yang berjalan dari tepi permukaan sendi ke permukaan sendi
yang lain. Membran sinovil dilindungi oleh membran fibrosa
yang kuat, yang dinamakan kapsula sendi. Permukaan sendi
dilumasi oleh cairan kental (cairan sinovial). Bantalan lemak
yang terletak pada beberapa sendi sinovial terletak antara
membran sinovial dan kapsula fibrosa. Misalnya, pada sendi
panggul dan sendi lutut.
Derajat pergerakan sendi sinovial dibatasi oleh bentuk tulang yang
membentuk sendi dan struktur anatomi sekitarnya serta adanya
ligamentum fibrosa yang menghubungkan tulang. Kebanyakan
ligamentum yang penting terletak dalam kapsula. Alat-alat khusus
yang meliputi sendi:
1) Labium artikulare (bibir sendi).
2) Disci dan mesei artikularis Alat untuk menjaga dan
mengurangi diskongruensi diantara ujung-ujung yang
bersendi.
3) Bursa mukosa di sekitar sendi yang berhubungan dengan
rongga sendi untuk memudahkan gerakan sendi. d.
Ligamentum Alat dari simpai sendi tetapi kemudian terpisah
dari simpai sendi.
C. Anatomi Fisiologi Sendi
Menurut Nurachmah Elly & Allison Grant (2011), Sendi lutut
merupakan sendi engsel yang dibentuk oleh kondil femur, kondil tibia,
dan permukaan posterior patela. Sendi ini merupakan sendi terbesar dan
sering kali mengalami cedera. Sendi ini memiliki meniskus, sendi siku
dan lutut dibungkus oleh ligamen kapsula. Ligamen yang membentuk
sendi lutut adalah ligamen krusiata (ligamen silang), suatu struktur
intrakapsul yang memanjang dari lekuk interkondiral femur ke eminens
interkondiral tibia, ligamen ekstrakapsul (mengikat femur ke tibia), dan
ligamen krusiata anterior yang melekatkan tulang lutut ke anterior tibia
dan posterior kondil lateral. Gerakan sendi ini meliputi gerakan inversi
dan eversi antara tarsal dan bukan sendi lutut. Sendi Synovial adalah
sendi yang bergerak diantara yang paling banyak diantara semua jenis
sendi. Pada jenis sendi ini ujung tulang yang berhadapan dilapisi oleh
tulang rawan sehingga lebih tepat dikatakan tulang rawan itu yang saling
berhadapan. Tulang rawan itu juga yang paling dulu akan menahan berat
badan pada permukaan sendi lutut (Daniel S. Wibowo, 2013).
Ditempat persendian kedua ujung tulang beserta tulang rawannya
dibungkus oleh suatu selaput yang dinamakan selaput synovial. Selaput
ini menghasilkan cairan yang membasahi permukaan yang berhubungan
itu. Di bagian luar, selaput itu dilindungi oleh selaput lebih tebal dan kuat
yang dibentuk oleh jaringan atau serabut kolagen. Pembungkus ini sering
dinamakan capsula fibrosa (Fibrous capsule). Tidak jarang diantara
selaput synovial dan capsula fibrosa ini terdapat bantalan yang dibentuk
selaput synovial dan berisi cairan synovial pula, dinamakan bursa
(Daniel S. Wibowo, 2013).

Orang dengan berat badan jauh diatas normal, tulang keringnya berisiko
mengalami kerusakan pada bagian yang berhubungan dengan tulang
paha. Lantaran menahan berat yang luar biasa dan bergerak pula setiap
kali melangkah atau menggerakan lutut, pinggiran ujung atas dapat
melebar seperti palu yang sudah tua. Keadaan ini dinamakan kondisi
dengan pertumbuhan osteophyte yang menimbulkan rasa nyeri. Proses
serupa dapat juga terjadi pada dua ruas tulang belakang yang berhadapan
(Daniel S. Wibowo, 2013).

Pada lutut, tulang paha dan tulang kering diikat oleh dua buah ligamen
yang kuat. Selain itu, diantara permukaan kedua tulang terdapat
meniscus yang dibentuk oleh jaringan rawan. Ligamen dan meniscus itu
turut melindungi permukaan tulang. Akan tetapi, itu juga berarti bahwa
jika ada gerakan yang salah pada sendi tersebut, kedua jaringan inilah
yang pertama kali mengalami kerusakan. Pada pemain sepak bola, ada
risiko meniscus dapat sobek akibat gerakan menendang bola yang kurang
sempurna (Daniel S. Wibowo, 2013).
Pada manusia, biasanya tungkai tampak lurus jika dilihat dari depan.
Dalam kondisi tertentu ditemukan tungkai yang membentuk huruf "X"
dan dinamakan genu valgum, atau membentuk huruf "O" pada genu
varum. Genu valgum yang ringan pada anak kecil akan hilang menjelang
anak itu dewasa (Daniel S. Wibowo, 2013).

Sesungguhnya, hampir semua penyakit yang sehari-hari dinamakan


sebagai encok atau rematik adalah penyakit yang mengenai salah satu
sendi synovial. Sendi ini dijumpai di bahu, siku, pergelangan tangan,
pangkal jari, antar ruas jari tangan, pangkal paha, lutut, pergelangan kaki
dan sendi jari kaki. Selain itu dijumpai juga pada sendi antara rahang
bawah dan kepala dan antara ruas tulang belakang (Daniel S. Wibowo,
2013).

Kelainan sendi ini di tulang belakang antara lain menyebabkan penyakit


bernama spondylitis yang mungkin memberi gambaran "bambo-spine"
(ankylosing spondylitis) dengan penderita yang tidak dapat
menundukkan badannya. Penyakit tuberculosa pada anak juga dapat
mengenai tulang belakang sehingga suatu ruas akan hancur sehingga
anak tumbuh bongkok, dinamakan gibus (Daniel S. Wibowo, 2013).

Punggung yang bengkok (kyphosis) biasanya disertai dengan


pembengkokan ke sisi (scoliosis) dapat terjadi akibat kelainan bawaan.
Pada anak yang biasa membawa tas sekolah yang berat pada satu tangan
jiga dapat timbul gambaran scoliosis yang sulit diperbaiki jika dibiarkan
dalam waktu lama. Sebagai akibatnya anak akan tumbuh menjadi orang
dewasa dengan pundak kiri kanan tidak simetris (Daniel S. Wibowo,
2013).

D. Patofisiologi
Menurut Alan N Baer (2016), Nyeri sendi mungkin timbul dari struktur
di dalam atau di dekat sendi atau dapat dirujuk dari tempat yang lebih
jauh. Sumber rasa sakit di dalam sendi termasuk kapsul sendi,
periosteum, ligamen, tulang subchondral, dan sinovium, tapi bukan tulan
rawan artikular, yang tidak memiliki ujung saraf. Penentuan bagian
anatomis yang bertanggung jawab atas nyeri sendi seringkali merupakan
tugas yang sulit, namun sangat penting, karena ini panduan pendekatan
diagnosis dan terapi. Pengetahuan tentang anatomi sendi kompleks
(misalnya, lutut, bahu, dan pergelangan kaki) membantu dalam penilaian
ini.

Evaluasi nyeri sendi, baik dari segi sejarah dan temuan pemeriksaan
fisik, paling baik dicapai melalui pemahaman tentang tipe patofisiologis
dasar penyakit sendi. Ini termasuk sinovitis, enthesopathy, deposisi
kristal, infeksi, dan gangguan struktural atau mekanis. Jenis penyakit
sendi ini tidak saling eksklusif. Contoh proses patologis yang umumnya
hidup berdampingan meliputi pengendapan kristal pada osteoartritis,
sinovitis pada enthesopati, dan kerusakan tulang rawan pada sinovitis
kronis (Alan N Baer, 2016).

Pemahaman mengenai anatomi normal dan fisiologis persendian


diartrodial atau sinovial merupakan kunci untuk memahami patofisiologi
penyakit nyeri sendi. Fungsi persendian sinovial adalah gerakan. Setiap
sendi sinovial memiliki kisaran gerak tertentu kendati masing-masing
orang tidak mempunyai kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi yang
dapat digerakkan. Pada sendi sinovial yang normal. Kartilago artikuler
membungkus ujung tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan
yang licin serta ulet untuk gerakan. Membran sinovial melapisi dinding
dalam kapsula fibrosa dan mensekresikan cairan kedalam ruang antara
tulang (Brunner & Sudarth, 2002).

Cairan sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber) dan
pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam
arah yang tepat. Sendi merupakan bagian tubuh yang sering terkena
inflamasi dan degenerasi yang terlihat pada penyakit nyeri sendi.
Meskipun memiliki keaneka ragaman mulai dari kelainan yang terbatas
pada satu sendi hingga kelainan multi sistem yang sistemik, semua
penyakit reumatik meliputi inflamasi dan degenerasi dalam derajat
tertentu yang biasa terjadi sekaligus. Inflamasi akan terlihat pada
persendian yang mengalami pembengkakan. Pada penyakit reumatik
inflamatori, inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi yang
merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan pannus
(proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon
imun (Brunner & Sudarth, 2002).

Sebaliknya pada penyakit nyeri sendi degeneratif dapat terjadi proses


inflamasi yang sekunder.pembengkakan ini biasanya lebih ringan serta
menggambarkan suatu proses reaktif, dan lebih besar kemungkinannya
untuk terlihat pada penyakit yang lanjut. Pembengkakan dapat
berhubungan dengan pelepasan proteoglikan tulang rawan yang bebas
dari karilago artikuler yang mengalami degenerasi kendati faktor-faktor
imunologi dapat pula terlibat (Brunner & Sudarth, 2002).

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri Sendi


Menurut Asmarani (2011) Faktor risiko mempengaruhi nyeri sendi:
a. Usia
Fungsi kondrosit menurun dengan bertambanya usia. Sel sel ini
mensintesis aggrecans yang lebih kecil dan protein penghubung yang
kurang fungsional sehingga mengakibatkan pembentukan agregat
proteoglikan yang ireguler dan lebih kecil. Aktivitas mitotik dan
sintesis menurun dengan bertambahnya usia dan mereka kurang
responsif terhadap sitokin anabolik dan rangsang mekanik.
b. Beban Sendi Yang Berlebihan dan Berulang-ulang
Pemeliharaan struktur dan fungsi sendi synovil yang normal
dilakukan melalui penggunaan sendi yang teratur dalam aktivitas
sehari-hari. Namun, beban berlebihan dan berulang-ulang dari sendi
yang normal dapat meningkatkan resiko kerusakan degeneratif pada
sendi.
c. Riwayat Penyakit
Penelitian longitudinal menunjukkan bahawa selama beberapa puluh
tahun, pemeriksaan radiologi pasien dengan osteoartritis sendi
panggul dan lutut, tidak berkembang pada 1/3 sampai 2/3 pasien.
Tidak terdapat hubungan kuat antara perubahan radiografik dan
klinis. Faktor lain yang sukar dinilai adalah hubungan antara derajat
degenerasi sendi dengan gejala yang ditimbulkannya. Meskipun
gejala oteoatritis utama yaitu nyeri dan kekakuan sendi, muncul dari
degenerasi sendi, tingkat keparahan kerusakan tulang rawan tidak
memiliki korelasi kuat dengan tingkat keparahan gejala. Pasien
degenerasi sendi yang berat dapat merasakan nyeri yang minimal dan
ruang gerak yang luas, dan sebaliknya. Oleh karena itu, sangatlah
penting untuk membedakan riwayat klinis dan riwayat penyakit.

Menurut Brunner & Suddarth (2001) faktor resiko yang


mempengaruhi nyeri sendi usia, jenis kelamin, predisposisi genetik,
obesitas, stres mekanis sendi, trauma sendi, kelainan sendi atau tulang
yang dialami sebelumnya, dan riwayat penyakit inflamasi, endokrin
serta metabolik. Unsur herediter osteoartritis dikenal sebagai nodal
generalized osteoarthritis (yang mengenai tiga atau lebih kelompok
sendi) telah dikonfirmasikan. Tipe osteoartritis ini meliputi proses
inflamasi primer. Wanita pasca menopause dalam keluarga yang sama
ternyata memiliki tipe osteoartritis pada tangan yang ditandai dengan
timbulnya nodus pada sendi interfalang distal dan sendi interfalang
proksimal tangan.

Gangguan kongenital dan perkembangan pada koksasudah diketahui


benar sebagai predisposisi dalam diri seseorang untuk mengalami
osteoartritis koksa. Gangguan ini mencakup subluksasi dislokasi
kongenital sendi koksa, displasia asetabulum, penyakit legg-calve-
perthes dan pergeseran epifise kaput femoris. Obesitas memiliki
kaitan dengan osteoartritis sendi lutut pada wanita meskipun keadaan
ini mungkin terjadi akibat stres mekanis tambahan dan
ketidaksejajaran (mis-alignment) sendi lutut terhadap bagian tubuh
lainnya karena diameter paha, namun obesitas dapat memberikan efek
metabolik langsung pada kartilago. Secara mekanis, obesitas
dianggap meningkatkan gaya yang melintas sendi dan karena itu
menyebabkan degenerasi kartilago. Teori faktor metabolik
menunjukkan adanya hormon atau mediator biologik yang berkaitan
dengan dan menyebabkan oteoartritis. Obesitas akan disertai
peningkatan massa tulang subkondrium yang dapat menimbulkan
kekakuan tulang sehingga tulang subkondrium menjadi kurang lentur
terhadap dampak beban muatan yang akan mentransmisikan lebih
besar gaya pada kartilago artikuler yang melapisi diatasnya dan
dengan demikian tulang tersebut lebih rentan terhadap cedera.
Wanita yang obese ternyata memiliki insidensi osteoartritis lutut
hampir empat kali lipat daripada wanita dengan berat badan rata-rata.
Pertanyaan yang timbul adalah apakah obesitas itu mendahului
osteoartritis ataukah merupakan akibat dari gaya hidup monoton yang
diadopsi oleh sejumlah pasien dengan gejala osteoartritis, beberapa
penelitian dilakukan baru-baru ini menunjukkan hal yang pertama.
Demikian pula terlihat bahwa osteoartritis yang terjadi dalam usia
dewasa muda sampai pada usia ini, sebenarnya osteoartritis sangat
jarang dijumpai sampai akan meningkatkan risiko terjadinya
osteoartritis dikemudian hari pada sendi lutut, penurunan berat dalam
usia pertengahan atau sesudah itu tampaknya dapat menurunkan
risiko untuk terjadinyaosteoartritis pada sendi lutut. Gambaran ini
lebih berlaku pada wanita ketimbang pada laki-laki dimana general
lutut merupakan unsur penyebab lebih penting. Jadi pencegahan atau
penanganan obesitas mungkin merupakan faktor yang penting dalam
mencegah terjadinya osteoartritis pada sendi lutut.

Faktor-faktor mekanis seperti trauma sendi, aktivitas olahraga dan


pekerjaan juga turut terlibat. Faktor-faktor ini mencakup pada
kerusakan ligamentum krusiatum dan robekan meniskus, aktivitas
fisik yang berat dan kebiasaan sering berlutut.

F. Skala Nyeri
Pengukuran skala nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala
numeric rating scale (NRS). Skala NRS digunakan sebagai pengganti alat
pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan skala 0
sampai 10. Angka 0 diartikan kondisi klien tidak merasakan nyeri, angka
10 mengindikasikan nyeri paling berat yang dirasakan klien. Skala ini
efektif digunakan untuk mengkaji intervensi nyeri sebelum dan sesudah
intervensi (Prasetyo, 2010).

2. Konsep Keluarga
1. Pengertian
Keluarga menurut UU No. 52 Tahun 2009 adalah unit terkecil dalam
masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya,
atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Keluarga adalah
sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang
bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari
tiap anggota keluarga (Friedman, 2013).
2. Bentuk Keluarga
a. Keluarga tradisional
1) The Nuclear family (keluarga inti), yaitu keluarga yang terdiri atas
suami, istri, dan anak, baik anak kandung maupun anak angkat.
2) The dyad family (keluarga dyad), suatu rumah tangga yang terdiri
atas suami dan istri tanpa anak. Hal yang perlu Anda ketahui,
keluarga ini mungkin belum mempunyai anak atau tidak
mempunyai anak.
3) Single parent yaitu keluarga yang terdiri atas satu orang tua dengan
anak (kandung atau angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh
perceraian atau kematian.
4) Single adult yaitu suatu rumah tangga yang terdiri atas satu orang
dewasa. Tipe ini dapat terjadi pada seorang dewasa yang tidak
menikah atau tidak mempunyai suami.
5) Extended family yaitu keluarga yang terdiri atas keluarga inti
ditambah keluarga lain, seperti paman, bibi, kakek, nenek, dan
sebagainya. Tipe keluarga ini banyak dianut oleh keluarga
Indonesia terutama di daerah pedesaan.
6) Middle-aged or elderly couple yaitu orang tua yang tinggal sendiri
di rumah (baik suami/istri atau keduanya), karena anak-anaknya
sudah membangun karir sendiri atau sudah menikah.
7) Kin-network family yaitu beberapa keluarga yang tinggal bersama
atau saling berdekatan dan menggunakan barang-barang pelayanan,
seperti dapur dan kamar mandi yang sama.
b. Tipe keluarga nontradisional
1) Unmarried parent and child family yaitu keluarga yang terdiri atas
orang tua dan anak dari hubungan tanpa nikah.
2) Cohabitating couple yaitu orang dewasa yang hidup bersama di
luar ikatan perkawinan karena beberapa alasan tertentu
3) Gay and lesbian family yaitu seorang pasangan yang mempunyai
persamaan jenis kelamin tinggal dalam satu rumah sebagaimana
pasangan suami istri.
4) The nonmarital heterosexual cohabiting family yaitu keluarga yang
hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
5) Foster family yaitu keluarga menerima anak yang tidak ada
hubungan keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada saat
orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk
menyatukan kembali keluarga yang aslinya(Kholifah & Widagdo,
2016).
3. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (2013) ada lima fungsi keluarga:
a. Fungsi afektif
Fungsi ini meliputi persepsi keluarga tentang pemenuhan kebutuhan
psikososial anggota keluarga. Melalui pemenuhan fungsi ini, maka
keluarga akan dapat mencapai tujuan psikososial yang utama,
membentuk sifat kemanusiaan dalam diri anggota keluarga, stabilisasi
kepribadian dan tingkah laku, kemampuan menjalin secara lebih
akrab, dan harga diri.
b. Fungsi sosialisasi dan penempatan sosial
Sosialisasi dimulai saat lahir dan hanya diakhiri dengan kematian.
Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup,
karena individu secara lanjut mengubah perilaku mereka sebagai
respon terhadap situasi yang terpola secara sosial yang mereka alami.
Sosialisasi merupakan proses perkembangan atau perubahan yang
dialami oleh seorang individu sebagai hasil dari interaksi sosial dan
pembelajaran peran-peran sosial.
c. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah
sumber daya manusia.
d. Fungsi ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara
ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi perawatan kesehatan
f. Menyediakan kebutuhan fisik dan perawatan kesehatan.
Perawatan kesehatan dan praktik-praktik sehat (yang memengaruhi
status kesehatan anggota keluarga secara individual) merupakan
bagian yang paling relevan dari fungsi perawatan kesehatan.
4. Tahap Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan keluarga menurut Friedman & Marylin (2010)
adalah berikut :
a. Tahap I ( Keluarga dengan pasangan baru )
Pembentukan pasangan menandakan pemulaan suatu keluarga baru
dengan pergerakan dari membentuk keluarga asli sampai kehubungan
intim yang baru. Tahap ini juga disebut sebagai tahap pernikahan.
Tugas perkembangan keluarga tahap I adalah membentuk pernikahan
yang memuaskan bagi satu sama lain, berhubungan secara harmonis
dengan jaringan kekerabatan, perencanaan keluarga.
b. Tahap II (Childbearing family)
Mulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai berusia 30
bulan.Transisi ke masa menjadi orang tua adalah salah satu kunci
menjadi siklus kehidupan keluarga. Tugas perkembangan tahap II
adalah membentuk keluarga muda sebagai suattu unit yang stabil
( menggabungkan bayi yang baru kedalam keluarga), memperbaiki
hubungan setelah terjadinya konflik mengenai tugas perkembangan
dan kebutuhan berbagai keluarga, mempertahankan hubungan
pernikahan yang memuaskan, memperluas hubungan dengan
hubungan dengan keluarga besar dengan menambah peran menjadi
orang tua dan menjadi kakek/nenek.
c. Tahap III (Keluarga dengan anak prasekolah)
Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama
berusia 21⁄2 tahun dan diakhiri ketika anak berusia 5 tahun. Keluarga
saat ini dapat terdiri dari tiga sampai lima orang, dengan posisi
pasangan suami-ayah, istri-ibu, putra-saudara laki-laki, dan putri-
saudara perempuan. Tugas perkembangan keluarga tahap III adalah
memenuhi kebutuhan anggota keluarga akan rumah, ruang, privasi
dan keamanan yang memadai, menyosialisasikan anak, mengintegrasi
anak kecil sebagai anggota keluarga baru sementara tetap memenuhi
kebutuhan anak lain, mempertahankan hubungan yang sehat didalam
keluarga dan diluar keluarga.
d. Tahap IV (Keluarga dengan anak sekolah)
Tahap ini dimulai ketika anak pertama memasuki sekolah dalam
waktu penuh, biasanya pada usia 5 tahun, dan diakhiri ketika ia
mencapai pubertas, sekitar 13 tahun. Keluarga biasanya mencapai
jumlah anggota keluarga maksimal dan hubungan keluarga pada tahap
ini juga maksimal. Tugas perkembangan keluarga pada tahap IV
adalah menyosialisasikan anak- anak termasuk meningkatkan restasi,
mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan.
e. Tahap V (Keluarga dengan anak remaja)
Ketika anak pertama berusia 13 tahun, tahap kelima dari siklus atau
perjalanan kehidupan keluarga dimulai. Biasanya tahap ini
berlangsung selama enam atau tujuh tahun, walaupun dapat lebih
singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih lama,
jika anak tetap tinggal dirumah pada usia lebih dari 19 atau 20 tahun.
Tujuan utama pada keluarga pada tahap anak remaja adalah
melonggarkan ikatan keluarga untuk meberikan tanggung jawab dan
kebebasan remaja yang lebih besar dalam mempersiapkan diri menjadi
seorang dewasa muda.
f. Tahap VI ( keluarga melepaskan anak dewasa muda
Permulaan fase kehidupan keluarga in ditandai dengan perginya anak
pertama dari rumah orang tua dan berakhir dengan “kosongnya
rumah”, ketika anak terakhir juga telah meninggalkan rumah. Tugas
keluarga pada tahap ini adalah memperluas lingkaran keluarga
terhadap anak dewasa muda, termasuk memasukkan anggota keluarga
baru yang berasal dari pernikahan anak-anaknya, melanjutkan untuk
memperbarui dan menyesuaikan kembali hubungan pernikahan,
membantu orang tua suami dan istri yang sudah menua dan sakit.
g. Tahap VII (Orang tua paruh baya)
Merupakan tahap masa pertengahan bagi orang tua, dimulai ketika
anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir dengan pensiun atau
kematian salah satu pasangan. Tugas perkembangan keluarga pada
tahap ini adalah menyediakan lingkungan yang meningkatkan
kesehatan, mempertahankan kepuasan dan hubungan yang bermakna
antara orangtua yang telah menua dan anak mereka, memperkuat
hubungan pernikahan.
h. Tahap VIII (Keluarga lansia dan pensiunan)
Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan pensiun
salah satu atau kedua pasangan, berlanjut sampai salah satu
kehilangan pasangan dan berakhir dengan kematian pasangan lain.
Tujuan perkembangan tahap keluarga ini adalah mempertahankan
penataan kehidupan yang memuaskan.
5. Peran Perawat Keluarga
Ada tujuh peran perawat keluarga menurut Sudiharto dalam Fajri (2017)
adalah sebagai berikut:
a. Sebagai pendidik
Perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan pada
keluarga, terutama untuk memandirikan keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang memiliki masalah kesehatan
b. Sebagai koordinator pelaksan pelayanan kesehatan
Perawat bertanggung jawab memberikan pelayanan keperawatan yang
komprehensif.Pelayanan keperawatan yang bersinambungan diberikan
untuk menghindari kesenjangan antara keluarga dan unit pelayanan
kesehatan.
c. Sebagai pelaksana pelayanan perawatan
Pelayanan keperawatan dapat diberikan kepada keluarga melalui
kontak pertama dengan anggota keluarga yang sakit yang memiliki
masalah kesehatan. Dengan demikian, anggota keluarga yang sakit
dapat menjadi “entry point” bagi perawatan untuk memberikan asuhan
keperawatan keluarga secara komprehensif.
d. Sebagai supervisi pelayanan keperawatan
Perawat melakukan supervisi ataupun pembinaan terhadap keluarga
melalui kunjungan rumah secara teratur, baik terhadap keluarga
berisiko tinggi maupun yang tidak. Kunjungan rumah tersebut dapat
direncanakan terlebih dahulu atau secara mendadak, sehingga perawat
mengetahui apakah keluarga menerapkan asuhan yang diberikan oleh
perawat.
e. Sebagai pembela (advokat)
Perawat berperan sebagai advokat keluarga untuk melindungi hakhak
keluarga klien.Perawat diharapkan mampu mengetahui harapan serta
memodifikasi system pada perawatan yang diberikan untuk memenuhi
hak dan kebutuhan keluarga. Pemahaman yang baik oleh keluarga
terhadap hak dan kewajiban mereka sebagai klien mempermudah
tugas perawat untuk memandirikan keluarga.
f. Sebagai fasilitator
Perawat dapat menjadi tempat bertanya individu, keluarga dan
masyarakat untuk memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan
yang mereka hadapi sehari-hari serta dapat membantu jalan keluar
dalam mengatasi masalah.
g. Sebagai peneliti
Perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat memahami masalah-
masalah kesehatan yang dialami oleh angota keluarga. Masalah
kesehatan yang muncul didalam keluarga biasanya terjadi menurut
siklus atau budaya yang dipraktikkan keluarga. Selain peran perawat
keluarga di atas, ada juga peran perawat keluarga dalam pencegahan
primer, sekunder dan tersier, sebagai berikut.
o Pencegahan Primer
Peran perawat dalam pencegahan primer mempunyai peran
yang penting dalam upaya pencegahan terjadinya penyakit dan
memelihara hidup sehat.
o Pencegahan sekunder
Upaya yang dilakukan oleh perawat adalah mendeteksi dini
terjadinya penyakit pada kelompok risiko, diagnosis, dan
penanganan segera yang dapat dilakukan oleh perawat.
Penemuan kasus baru merupakan upaya pencegahan sekunder,
sehingga segera dapat dilakukan tindakan. Tujuan dari
pencegahan sekunder adalah mengendalikan perkembangan
penyakit dan mencegah kecacatan lebih lanjut. Peran perawat
adalah merujuk semua anggota keluarga untuk skrining,
melakukan pemeriksaan, dan mengkaji riwayat kesehatan.
o Pencegahan tersier
Peran perawat pada upaya pencegahan tersier ini bertujuan
mengurangi luasnya dan keparahan masalah kesehatan,
sehingga dapat meminimalkan ketidakmampuan dan
memulihkan atau memelihara fungsi tubuh. Fokus utama adalah
rehabilitasi. Rehabilitasi meliputi pemulihan terhadap individu
yang cacat akibat penyakit dan luka, sehingga mereka dapat
berguna pada tingkat yang paling tinggi secara fisik, sosial,
emosional (Kholifah & Widagdo, 2016)

3. Konsep Asuhan Keperawatan


Asuhan keperawatan keluarga dilaksanakan dengan pendekatan proses
keperawatan. Proses keperawatan terdiri atas lima langkah, yaitu
pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, penyusunan perencanaan
tindakan keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan, dan melakukan
evaluasi.
1. Pengkajian Keperawatan Keluarga
Pengkajian keperawatan adalah suatu tindakan peninjauan situasi
manusia untuk memperoleh data tentang klien dengan maksud
menegaskan situasi penyakit, diagnosa klien, penetapan kekuatan, dan
kebutuhan promosi kesehatan klien. Pengkajian keperawatan merupakan
proses pengumpulan data. Pengumpulan data adalah pengumpulan
informasi tentang klien yang dilakukan secara sistematis untuk
menentukan masalah-masalah, serta kebutuhan-kebutuhan keperawatan,
dan kesehatan klien. Pengumpulan informasi merupakan tahap awal
dalam proses keperawatan. Dari informasi yang terkumpul, didapatkan
data dasar tentang masalah-masalah yang dihadapi klien. Selanjutnya,
data dasar tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan,
merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah-masalah klien (Kholifah & Widagdo, 2016).
2. Pengkajian menurut Friedman (2013) dalam asuhan keperawatan
keluarga diantaranya adalah :
A. Data Umum
Data Umum yang perlu dikaji adalah Nama kepala keluarga, Usia,
Pendidikan, Pekerjaan, Alamat, Daftar anggota keluarga.
B. Genogram
Dengan adanya genogram dapat diketahui faktor genetik atau
factor bawaan yang sudah ada pada diri manusia.
C. Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi dapat dilihat dari pendapatan keluarga dan
kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan keluarga. Pada pengkajian
status sosial ekonomi berpengaruh pada tingkat kesehatan
seseorang. Dampak dari ketidakmampuan keluarga membuat
seseorang enggan memeriksakan diri ke dokter dan fasilitas
kesehatan lainnya.
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga yang perlu dikaji adalah Riwayat
masingmasing kesehatan keluarga (apakah mempunyai penyakit
keturunan), Perhatian keluarga terhadap pencegahan penyakit,
Sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga dan
Pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.
E. Karakteristik Lingkungan
Karakteristik lingkungan yang perlu dikaji adalah Karakteristik
rumah, Tetangga dan komunitas, Geografis keluarga, Sistem
pendukung keluarga.
F. Fungsi Keluarga
1) Fungsi Afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota
keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga,
dukungan keluarga terhadap anggota keluarga dan
bagaimana anggota keluarga mengembangkan sikap saling
mengerti. Semakin tinggi dukungan keluarga terhadap
anggota keluarga yang sakit, semakin mempercepat
kesembuhan dari penyakitnya. Fungsi ini merupakan basis
sentral bagi pembentukan dan kelangsungan unit keluarga.
Fungsi ini berhubungan dengan persepsi keluarga terhadap
kebutuhan emosional para anggota keluarga. Apabila
kebutuhan ini tidak terpenuhi akan mengakibatkan
ketidakseimbangan keluarga dalam mengenal tanda-tanda
gangguann kesehatan selanjutnya.
2) Fungsi Keperawatan
a) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal
masalah kesehatan sejauh mana keluarga mengetahui
fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi
pengertian, faktor penyebab tanda dan gejala serta
yang mempengaruhi keluarga terhadap masalah,
kemampuan keluarga dapat mengenal masalah,
tindakan yang dilakukan oleh keluarga akan sesuai
dengan tindakan keperawatan, karena Hipertensi
memerlukan perawatan yang khusus yaitu mengenai
pengaturan makanan dan gaya hidup. Jadi disini
keluarga perlu tau bagaimana cara pengaturan
makanan yang benar serta gaya hidup yang baik
untuk penderita Hipertensi.
b) Untuk mengtahui kemampuan keluarga mengambil
keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat.
Yang perlu dikaji adalah bagaimana keluarga
mengambil keputusan apabila anggota keluarga
menderita Hipertensi.
c) Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga
merawat keluarga yang sakit. Yang perlu dikaji
sejauh mana keluarga mengetahui keadaan
penyakitnya dan cara merawat anggota keluarga yang
sakit Hipertensi.
d) Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga
memelihara lingkungan rumah yang sehat. Yang
perlu dikaji bagaimana keluarga mengetahui
keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan
kemampuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan
akan dapat mencegah kekambuhan dari pasien
Hipertensi.
e) Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga
menggunakan fasilitas kesehatan yang mana akan
mendukung kesehatan seseorang.
3) Fungsi Sosialisasi
Pada kasus penderita Hipertensi yang sudah mengalami
komplikasi stroke, dapat mengalami gangguan fungsi
sosial baik di dalam keluarga maupun didalam komunitas
sekitar keluarga.
4) Fungsi Reproduksi
Pada penderita Hipertensi perlu dikaji riwayat kehamilan
(untuk mengetahui adanya tanda-tanda Hipertensi saat
hamil).
5) Fungsi Ekonomi
Status ekonomi keluarga sangat mendukung terhadap
kesembuhan penyakit. Biasanya karena faktor ekonomi
rendah individu segan untuk mencari pertolongan dokter
ataupun petugas kesehatan lainya.
G. Stres dan Koping Keluarga
Stres dan koping keluarga yang perlu dikaji adalah Stresor yang
dimiliki, Kemampuan keluarga berespons terhadap stresor,
Strategi koping yang digunakan, Strategi adaptasi disfungsional.
H. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik meliputi:
(1) Keadaan Umum :
- Kaji tingkat kesadaran (GCS) : kesadaran bisa compos mentis
sampai mengalami penurunan kesadaran, kehilangan sensasi,
susunan saraf dikaji (I-XII), gangguan penglihatan, gangguan
ingatan, tonus otot menurun dan kehilangan reflek tonus, BB
biasanya mengalami penurunan. Mengkaji tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital biasanya melebihi batas normal.

2) Sistem Penginderaan (Penglihatan)


3) Sistem Penciuman
Terdapat gangguan pada sistem penciuman, terdapat hambatan
jalan nafas.
4) Sistem Pernafasan
Adanya batuk atau hambatan jalan nafas, suara nafas tredengar
ronki (aspirasi sekresi).
5) Sistem Kardiovaskular
Nadi, frekuensi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan
fungsi jantung atau kondisi jantung), perubahan EKG, adanya
penyakit jantung miocard infark, rematik atau penyakit jantung
vaskuler.
6) Sistem Pencernaan
Ketidakmampuan menelan, mengunyah, tidak mampu
memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri.
7) Sistem Urinaria
Terdapat perubahan sistem berkemih seperti inkontinensia.
8) Sistem Persarafan :
o Nervus 1 Olfaktori (penciuman)Nervus II Optic
(penglihatan)
o Nervus III Okulomotor (gerak ekstraokuler mata, kontriksi
dilatasi pupil)
o Nervus IV Trokhlear (gerak bola mata ke atas ke bawah)
o Nervus V Trigeminal (sensori kulit wajah, penggerak otot
rahang)
o Nervus VI Abdusen (gerak bola mata menyamping)
o Nervus VII Fasial (ekspresi fasial dan pengecapan)
o Nervus VIII Auditori (pendengaran)
o Nervus IX Glosovaringeal (gangguan pengecapan,
kemampuan menelan, gerak lidah)
o Nervus X Vagus (sensasi faring, gerakan pita suara)
o Nervus XI Asesori (gerakan kepala dan bahu)
o Nervus XII Hipoglosal (posisi lidah)
9) Sistem Musculoskeletal
Kaji kekuatan dan gangguan tonus otot, aktivitas karena
kelemahan, kesemutan atau kebas.
10) Sistem Integument
Keadaan turgor kulit, ada tidaknya lesi, oedem, distribusi rambut.
I. Harapan Keluarga
Perlu dikaji bagaimana harapan keluarga terhadap perawat
(petugas kesehatan) untuk membantu penyelesaian masalah
kesehatan yang terjadi.
3. Diagnosa Keperawatan Keluarga
Diagnosa keperawatan keluarga merupakan perpanjangan diagnosis ke
sistem keluarga dan subsistemnya serta merupakan hasil pengkajian
keperawatan. Diagnosa keperawatan keluarga termasuk masalah
kesehatan aktual dan potensial dengan perawat keluarga yang memiliki
kemampuan dan mendapatkan lisensi untuk menanganinya berdasarkan
pendidikan dan pengalaman (Friedman & Marylin, 2010). Kategori
diagnosa keperawatan keluarga menurut North American Nursing
Association (NANDA) dalam Kholifah & Widagdo (2016) adalah :
A. Diagnosa keperawatan aktual
Diagnosis keperawatan aktual dirumuskan apabila masalah
keperawatan sudah terjadi pada keluarga. Tanda dan gejala dari
masalah keperawatan sudah dapat ditemukan oleh perawat
berdasarkan hasil pengkajian keperawatan.
B. Diagnosa keperawatan promosi kesehatan
Diagnosis keperawatan ini adalah diagnosa promosi kesehatan
yang dapat digunakan di seluruh status kesehatan. Kategori
diagnosa keperawatan keluarga ini diangkat ketika kondisi klien
dan keluarga sudah baik dan mengarah pada kemajuan.
C. Diagnosa keperawatan risiko
Diagnosis keperawatan ketiga adalah diagnosis keperawatan
risiko, yaitu menggambarkan respon manusia terhadap kondisi
kesehatan atau proses kehidupan yang mungkin berkembang
dalam kerentanan individu, keluarga, dan komunitas. Hal ini
didukung oleh faktor-faktor risiko yang berkontribusi pada
peningkatan kerentanan.
D. Diagnosa keperawatan sejahtera
Diagnosis keperawatan keluarga yang terakhir adalah diagnosis
keperawatan sejahtera. Diagnosis ini menggambarkan respon
manusia terhadap level kesejahteraan individu, keluarga, dan
komunitas, yang telah memiliki kesiapan meningkatkan status
kesehatan mereka.
Perumusan diagnosis keperawatan keluarga dapat diarahkan pada
sasaran individu atau keluarga. Komponen diagnosis keperawatan
meliputi masalah (problem), penyebab (etiologi) dan atau tanda
(sign). Sedangkan etiologi mengacu pada 5 tugas keluarga yaitu :
o Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah
1) Persepsi terhadap keparahan penyakit.
2) Pengertian.
3) Tanda dan gejala.
4) Faktor penyebab.
5) Persepsi keluarga terhadap masalah.
o Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan
1) Sejauh mana keluarga mengerti mengenai sifat dan
luasnya masalah.
2) Masalah dirasakan keluarga/Keluarga menyerah terhadap
masalah yang dialami.
3) Sikap negatif terhadap masalah kesehatan.
4) Kurang percaya terhadap tenaga kesehatan informasi
yang salah.
o Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang
sakit
1) Bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakit.
2) Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan.
3) Sumber – sumber yang ada dalam keluarga.
4) Sikap keluarga terhadap yang sakit.
o Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan
1) Keuntungan/manfaat pemeliharaan lingkungan.
2) Pentingnya higyene sanitasi.
3) Upaya pencegahan penyakit.
o Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan
1) Keberadaan fasilitas kesehatan.
2) Keuntungan yang didapat.
3) Kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan.
4) Pengalaman keluarga yang kurang baik.
5) Pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh keluarga.
Setelah data dianalisis dan ditetapkan masalah keperawatan
keluarga, selanjutnya masalah kesehatan keluarga yang ada, perlu
diprioritaskan bersama keluarga dengan memperhatikan sumber
daya dan sumber dana yang dimiliki keluarga.
Prioritas masalah asuhan keperawatan keluarga sebagai berikut :

Anda mungkin juga menyukai