Anda di halaman 1dari 48

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Artritis gout merupakan penyakit peradangan sendi yang disebabkan asam urat berlebih

dalam darahPeradangan sendi pada artritis gout akan menimbulkan serangan nyeri yang hebat
 pada persendian, bahkan dapat menyebabkan pasien mengalami kesulitan berjalan Serangan gout
yang berulang atau kekambuhan serangan akan menimbulkan ketidaknyamanan dan kesulitan
 beraktivitas bagi pasien yang menunjukkan penurunan kualitas hidup(Price and Wilson,2006)

Hingga saat ini gout menjadi salah satu penyakit artikular yang umum ditemukan di
masyarakat dengan insidensi dan prevalensi yang semakin meningkat pada dekade terakhir
.Insidensi gout lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada wanita dan meningkat seiring
 pertambahan usia (Roddy dan Doherty, 2010 dan Smith, et al. , 2010). Prevalensi gout yang

ditemukan pada laki-laki 4 kali lebih besar dibandingkan wanita, pada usia dibawah 65 tahun.
Secara keseluruhan, prevalensi gout bervariasi antara 0.03% – 15.2% dengan persentase kejadian
 pada laki-laki mencapai 1 – 2% (Smith, et al. , 2010)

Kasus kejadian gout di indonesia mencapai 65% dan di jawa tengah mencapai 35,7%,
khususnya di wilayah kerja Puskesmas Kartasura mencapai 23% pada bulan Maret-April 2015
mencapai 48 kasus. Yang di bagi dalam kasus lama sebanyak 3 kasus lama dan 45 kasus baru.
Penderita yang mengidap asam urat antara perempuan lebih banyak di bandingkan laki-laki
(Depkes, 2013)

Bila tidak diatasi dapat menimbulkan efek yang membahayakan yang akan mengganggu
 proses penyembuhan dan dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas, untuk itu perlu
 penanganan yang lebih efektif untuk meminimalkan nyeri yang dialami oleh pasien. Secara garis
 besar ada dua manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan manajemen
non farmakologi. Salah satu cara untuk menurunkan nyeri pada pasien gout secara non
farmakologi adalah diberikan kompres hangat pada area nyeri. Sehingga Perawat harus yakin
 bahwa tindakan mengatasi nyeri dengan kompres hangat dilakukan dengan cara yang aman
(Brunner, 2002).

1
1.2 Rumusan Masalah

1.   Apa konsep dasar penyakit Gout Athritis ?

2.   Apa penatalaksanaan penyakit Gout Athritis ?

3.   Apa konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Gout Athritis ?

4.  Apa aplikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Gout Athritis ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu untuk menjelaskan konsep dan aplikasi keperawatan dengan klien
 penderita Gout Athritis

1.3.2   Tujuan Khusus


1.   Mampu menjelaskan konsep dasar penyakit Gout Athritis

2.   Mampu menjelaskan penatalaksanaan penyakit Gout Athritis

3.   Mampu menjelaskan konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit

Gout Athritis.
4.   Mampu menjelaskan aplikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Gout

Athritis.

2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Anatomi Fisiologi Tulang dan Sendi
2.1.1 Anatomi Fisiologi Tulang
Skeletal disebut juga sistem rangka, yang tersusun atas tulang-tulang. Tubuh kita
memiliki 206 tulang yang membentuk rangka. Bagian terpenting adalah tulang belakang.
Adapun fungsi Sistem Skeletal antara lain (Gibson, John., 2003):
1. Memproteksi organ-organ internal dari trauma mekanis.

2. Membentuk kerangka yang yang berfungsi untuk menyangga tubuh dan otot-otot yang.

3. Melekat pada tulang


4. Berisi dan melindungi sum-sum tulang merah yang merupakan salah satu jaringan pembentuk

darah.

5. Merupakan tempat penyimpanan bagimineral seperti calcium daridalam darah misalnya.


6. Hemopoesis, yaitu proses pembentukan dan perkembangan sel-sel darah.
2.1.1 Struktur Tulang

1.  Tulang terdiri dari sel hidup yang tersebar diantara material tidak hidup (matriks).
2.  Matriks tersusun atas osteoblas (sel pembentuk tulang).
3.  Osteoblas membuat dan mensekresi protein kolagen dan garam mineral.
4.  Jika pembentukan tulang baru dibutuhkan, osteoblas baru akan dibentuk.
5.  Jika tulang telah dibentuk, osteoblas akan berubah menjadi osteosit (sel tulang dewasa).
6.  Sel tulang yang telah mati akan dirusak oleh osteoklas (sel perusakan tulang).

Gambar 2.1 Anatnmi Tulang Panang

Jaringan tulang terdiri atas :

3
a. Kompak (sistem harvesian matrik dan lacuna, lamella intersisialis)
 b. Spongiosa (trabecula yang mengandung sumsum tulang dan pembuluh darah)
Klasifikasi Tulang berdasarkan penyusunnya
1. Tulang Kompak

a. Padat, halus dan homogen


 b. Pada bagian tengah terdapat medullary cavity yang mengandung ’yellow bone marrow”. 
c. Tersusun atas unit : Osteon , Haversian System
d. Pada pusat osteon mengandung saluran (Haversian Kanal) tempat pembuluh darah dan
saraf yang dikelilingi oleh lapisan konsentrik (lamellae).
e. Tulang kompak dan spongiosa dikelilingi oleh membran tipis yang disebut periosteur,
membran ini pada bagian luar merupakan percabangan pembuluh darah yang masuk ke
dalam tulang dan didalamnya ada osteoblas
2. Tulang Spongiosa

a. Tersusun atas ”honeycomb” network yang disebut trabekula. 

 b. Struktur tersebut menyebabkan tulang dapat menahan tekanan.


c. Rongga antara trebakula terisi ”red bone marrow” yang mengandung pembuluh darah yang
memberi nutrisi pada tulang.
d. Contoh, tulang pelvis, rusuk,tulang belakang, tengkorak dan pada ujung tulang lengan dan
 paha (Gibson, John., 2003).
Klasifikasi Tulang berdasarkan Bentuknya
1. Tulang panjang, contoh: humerus, femur, radius, ulna

2. Tulang pendek, contoh: tulang pergelangan tangan dan pergelangan kaki


3. Tulang pipih, contoh: tulang tengkorak kepala, tulang rusuk dan sternum
4. Tulang tidak beraturan: contoh: vertebra, tulang muka, pelvis
Pembagian Sistem Skeletal
1.  Axial / rangka aksial, terdiri dari (Sloane, Ethel.,2003):

a.  tengkorak kepala / cranium dan tulang-tulang muka


 b.  columna vertebralis / batang tulang
belakang c.  costae / tulang-tulang rusuk
d.  sternum / tulang dada
2.   Appendicular / rangka tambahan, terdiri dari tulang

4
a.  Extremitas superior yang terdiri dari :
a)   Korset pectoralis, terdiri dari scapula (tulang berbentuk segitiga) dan clavicula (tulang

 berbentuk lengkung).
 b)  Lengan atas, mulai dari bahu sampai ke siku.

c)   Lengan bawah, mulai dari siku sampai pergelangan tangan.


d)   Tangan

 b. Tulang extremitas inferior yag terdiri dari korset pelvis, paha, tungkai bawah dan kaki.
2.1.2 Anatomi Fisiologi Sendi

Sendi adalah tempat pertemuan antara dua tulang atau lebih. Tulang-tulang ini dipadukan
dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau
otot.Fungsi utama sendi adalah untuk memberikan gerakan fleksibel dalam tubuh
(Syariffuddin., 2006).
Tipe-Tipe Sendi (Smeltzer, C.S & Bare, G.B.,2001) 
1)  Sendi Fibrosa (Sinartrodial)

Merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.Sendi ini tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan
tulang yang satu dengan tulang lainnya dihubungkan oleh jaringan ikat fibrosa.Terdapat 2
tipe sendi fibrosa :
a) Sutura, diantara tulang-tulang tengkorak.

 b) Sindesmosis, yang terdiri dari suatu membran interoseous atau suatu ligamen diantara
tulang. Serat-serat ini memungkinkan sedikit gerakan tetapi bukan merupakan gerakan
sejati.Perlekatan tulang tibia dan fibula bagian distal adalah contoh sendi fibrosa.

2) Sendi Kartilaginosa (Amfiartrodial)


Merupakan sendi yang dapat sedikit bergerak.Sendi ini ujung-ujung tulangnya dibungkus
oleh tulang rawan hialin, disokong oleh ligamen dan hanya dapat sedikit bergerak.Ada 2
tipe sendi kartilaginosa :
a) Sinkondrosis adalah sendi-sendi yang seluruh persendiannya diliputi oleh tulang rawan

hialin. Contoh : sendi-sendi kostokondral.


 b) Simfisis adalah sendi yang tulang-tulangnya memiliki satu hubungan fibrokartilago antara
tulang selapis tipis rawan hialin yang menyelimuti permukaan sendi. Contoh : simfisis
 pubis dan sendi-sendi pada tulang punggung.
3) Sendi Sinovial (Diartrodial)

5
Merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan bebas.Sendi ini memiliki rongga sendi dan
 permukaan sendi dilapisi rawan hialin.Rongga sendi mengandung cairan sinovial, yang
memberi nutrisi pada tulang rawan sendi yang tidak mengandung pembuluh darah dan
keseluruhan sendi tersebut dikelilingi kapsul fibrosa yang di lapisi membran

sinovial.Membran sinovial ini melapisi seluruh interior sendi, kecuali ujung-ujung tulang,
meniscus, dan diskus.Tulang-tulang sendi sinovial juga dihubungkan oleh sejumlah ligamen
dan sejumlah gerakan selalu bisa di hasilkan pada sendi sinovial meskipun terbatas, misalnya
gerakan luncur antara sendi-sendi metacarpal.
Bagian-Bagian pada Sendi (Kozier, B., Erb, G., Berman A., Snyder S,. 2004)

Gambar 2.2 Sendi Normal


1)   Kapsul Sendi

Terdiri dari suatu selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalam yang terbentuk dari
 jaringan ikat dengan pembuluh darah yang banyak, dan sinovium, yang membentuk suatu
kantung yang melapisi seluruh sendi, dan membungkus tendon-tendon yang melintasi
sendi.Sinovium tidak meluas melampaui permukaan sendi, tetapi terlipat sehingga
memungkinkan gerakan sendi secara penuh.Lapisan-lapisan bursa di seluruh persendian
membentuk sinovium.Periosteum tidak melewati kapsul sendi
2)   Sinovium

Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan


sendi.Cairan synovial normalnya bening, tidak membeku, dan tidak berwarna atau

6
berwarna

7
kekuningan.Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap sendi normal relative kecil (1-3
ml).Hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya kurang dari 200 sel/ml dan terutama
adalah sel-sel mononuklear.Asam hialuronidase adalah senyawa yang bertanggung jawab
atas viskositas cairan synovial dan di sintesis oleh sel-sel pembungkus synovial.Bagian cair

dari cairan synovial diperkirakan berasal dari transudat plasma.Cairan synovial juga
 bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi.
3) Kartilago Hialin

Kartilago hialin menutupi bagian tulang yang menanggung beban tubuh pada sendi
sinovial.Rawan ini memegang peranan penting dalam membagi beban tubuh.Rawan sendi
tersusun dari sedikit sel dan sejumlah besar zat-zat dasar yang terdiri dari kolagen tipe II
dan
 proteoglikan yang dihasilkan oleh sel-sel rawan.Proteoglikan yang ditemukan pada rawan
sendi sangat hidrofilik, sehingga memungkinkan rawan tersebut mampu menahan kerusakan
sewaktu sendi menerima beban yang berat.
4) Kartilago Sendi

Kartilago sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah, limfe dan
 persarafan.Oksigen dan bahan-bahan lain untuk metabolisme dibawa oleh cairan sendi yang
membasahi rawan tersebut. Perubahan susunan kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat
terjadi setelah cedera atau ketika usia bertambah. Beberapa kolagen baru pada tahap ini
mulai membentuk kolagen tipe satu yang lebih fibrosa.Proteoglikan dapat kehilangan
sebagian kemampuan hidrofiliknya. Perubahan-perubahan ini berarti rawan akan kehilangan
kemampuannya untuk menahan kerusakan bila diberi beban berat.

Sendi dilumasi oleh cairan synovial dan oleh perubahan-perubahan hidrostatik yang terjadi
 pada cairan interstisial rawan.
Tekanan yang terjadi pada rawan akan mengakibatkan pergeseran cairan kebagian yang
kurang mendapat tekanan. Sejalan dengan pergeseran sendi ke depan, cairan yang
bergerak ini juga bergeser ke depan mendahului beban. Cairan kemudian akan bergerak ke
belakang kembali ke bagian rawan ketika tekanan berkurang. Kartilago sendi dan tulang-
tulang yang membentuk sendi normalnya terpisah selama gerakan selaput cairan
ini.Selama terdapat cukup selaput atau cairan, rawan tidak dapat aus meskipun dipakai
terlalu banyak.

8
5) Aliran Darah ke Sendi

9
Aliran darah ke sendi banyak yang menuju ke sinovium.Pembuluh darah mulai masuk
melalui tulang subkondral pada tingkat tepi kapsul.Jaringan kapiler sangat tebal di bagian
sinoviumyang menempel langsung pada ruang sendi.Hal ini memungkinkan bahan-bahan di
dalam plasma berdifusi dengan mudah ke dalam ruang sendi. Proses peradangan dapat sangat

menonjol di sinovium, karena di daerah tersebut banyak mendapat aliran darah, disamping
itu juga terdapat banyak sel mast dan sel lain dan zat kimia yang secara dinamis
berinteraksi untuk merangsang dan memperkuat respons.
6) Saraf-Saraf pada Sendi

Saraf-saraf otonom dan sensorik tersebar luas pada ligament, kapsul sendi, dan
sinovium.Saraf-saraf ini berfungsi untuk memberikan sensitivitas pada struktur-struktur ini
terhadap posisi dan pergerakan.Ujung-ujung saraf pada kapsul, ligamen, dan pembuluh darah
adventisia sangat sensitif terhadap peregangan dan perputaran.Nyeri yang timbul dari kapsul
sendi atau sinovium cenderung difus atau tidak terlokalisasi.Sendi dipersarafi oleh saraf-saraf
 perifer yang menyeberangi sendi. Ini berarti nyeri dari satu sendi mungkin dapat dirasakan
 pada sendi lainnya, misalnya : nyeri pada sendi panggul dapat dirasakan sebagai nyeri lutut.
2.2 Pengertian Gout

Artritis gout merupakan penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium
urat pada jaringan atau supersaturasi asam urat didalam cairan ekstarseluler. Dari waktu ke waktu
 jumlah penderita asam urat cenderung meningkat (Sholihah,FW.,2014). Artritis gout merupakan
salah satu penyakit metabolik (metabolic syndrom) yang terkait dengan pola makan diet tinggi
 purin dan minuman beralkohol. Penimbunan kristal monosodium urat (MSU) pada sendi dan

 jaringan lunak merupakan pemicu utama terjadinya keradangan atau inflamasi pada gout artritis
(Nuki dan Simkin, 2006 dalam Widyanto, FH., 2014). Artritis gout adalah jenis artritis terbanyak
ketiga setelah osteoartritis dan kelompok rematik luar sendi (gangguan pada komponen
 penunjang sendi, peradangan, penggunaan berlebihan) (Nainggolan, 2009 dalam Widyanto, FH.,
2014). Penyakit ini mengganggu kualitas hidup penderitanya. Peningkatan kadar asam urat
dalam darah (hiperurisemia) merupakan faktor utama terjadinya artritis gout (Roddy dan
Doherty, 2010 dalam Widyanto, FH., 2014). Masalah akan timbul jika terbentuk kristal-kristal
monosodium urat (MSU) pada sendisendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal berbentuk
seperti jarum ini mengakibatkan reaksi peradangan yang jika berlanjut akan menimbulkan nyeri
hebat yang sering menyertai serangan artritis gout (Carter, 2006 dalam Widyanto, FH., 2014).

10
2.3 Epidemiologi Gout

Data NHANES III pada tahun 1988 hingga 1994 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
artritis gout menyerang lebih dari 3 juta pria dengan usia 40 tahun atau lebih, dan 1,7 juta
wanita dengan usia 40 tahun atau lebih (Weaver, 2008 dalam Widyanto, FW., 2014). Sedangkan
di tahun 2007 hingga 2008 penderita artritis gout meningkat menjadi 8,3 juta penderita,
dimana
 jumlah penderita artritis gout pada pria sebesar 6,1 juta penderita dan penderita wanita berjumlah
2,2 juta. Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi penderita artritis gout di Amerika Serikat
meningkat dalam dua dekade ini (Zhu et al, 2011 dalam Widyanto, FW., 2014). Prevalensi
 bervariasi antar negara yang kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan lingkungan, diet,
dan genetik (Rothschild, 2013 Widyanto, FW., 2014). Di Inggris dari tahun 2000 sampai 2007
kejadian artritis gout 2,68 per 1000 penduduk, dengan perbandingan 4,42 penderita pria dan
1,32
 penderita wanita dan meningkat seiring bertambahnya usia (Soriano et al, 2011 Widyanto, FW.,

2014). Di Italia kejadian artritis gout meningkat dari 6,7 per 1000 penduduk pada tahun 2005
menjadi 9,1 per 1000 penduduk pada tahun 2009.

Di Indonesia belum banyak publikasi epidemiologi tentang artritis gout. Berdasarkan


laporan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, jumlah kasus artritis gout dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan di bandingkan dengan kasus penyakit tidak menular lainnya. Pada tahun
2007 jumlah kasus artritis gout di Tegal sebesar 5,7% meningkat menjadi 8,7% pada tahun 2008,
dari data rekam medik di RSU Kardinah selama tahun 2008 tercatat 1068 penderita baik rawat
inap maupun penderita rawat jalan yang melakukan pemeriksaan kadar asam urat 40% di

antaranya menderita hiperurisemia (Purwaningsih, 2009 dalam Widyanto, FW., 2014). Pada
tahun 2009 di Maluku Tengah ditemukan 132 kasus, dan terbanyak ada di Kota Masohi
 berjumlah 54 kasus. Prevalensi artritis gout di Desa Sembiran, Bali sekitar 18,9%, sedangkan di
Kota Denpasar sekitar 18,2%. Tingginya prevalensi artritis gout di masyarakat Bali berkaitan
dengan kebiasaan makan makanan tinggi purin seperti lawar babi yang diolah dari daging babi,
 betutu ayam/itik, pepes ayam/babi, sate babi, dan babi guling (Hensen, 2007 dalam Widyanto,
FW., 2014).

11
2.4 Etiologi Gout

Gejala Gout disebabkan karena inflamasi jaringan terhadap pembentukan kristal


monosodium urat monohidrat. Dilihat dari penyebab nya penyakit ini termasuk dalam
golongan kelainan metabolik. Kelainan ini berhubungan dengan gangguan kinetic asam urat
yaitu Hiperurisemia. Hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena:

1. Pembentukan asam urat yang berlebihan.

a. Gout primer metabolic disebabkan sintesis langsung yang bertambah.

 b. Gout sekunder metabolic disebabkan pembentukan asamurat berlebihan karena penyakit
lain seperti leukemia terutama bila diobati dengan sitostatika ; psoriasis ; polisitemiavera,
mielofibrosis.
2. Kurangnya pengeluaran asam urat melalui ginjal

a. Gout primer renal terjadi karena gangguan ekskresi asam urat ditubuli disital ginjal yang

sehat, penyebabnya tidak diketahui.


 b. Gout sekunder renal disebabkan oleh kerusakan ginjal misalnya pada glomerulonefritis
kronik /gagalginjalkronik.
Faktor-faktor predisposisi yang berperan dalam perkembangan gout bergantung pada faktor
 penyebab terjadinya hiperurisemia meliputi usia, jenis kelamin, riwayat medikasi, obesitas,
konsumsi purin dan alkohol (Widyanto, FW., 2014).

1.   Jenis Kelamin

Pria memiliki tingkat serum asam urat lebih tinggi dari pada wanita, yang meningkatkan
resiko mereka terserang artritis gout. Perkembangan artritis gout sebelum usia 30 tahun
lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Namun angka kejadian artritis gout
menjadi sama antara kedua jenis kelamin setelah usia 60 tahun. Prevalensi artritis gout
pada
 pria meningkat dengan bertambahnya usia dan mencapai puncak antara usia 75 dan 84
tahun (Weaver, 2008 dalam Widyanto, FW., 2014).
Wanita mengalami peningkatan resiko artritis gout setelah menopause, kemudian resiko
mulai meningkat pada usia 45 tahun dengan penurunan level estrogen karena estrogen
memiliki efek urikosurik, hal ini menyebabkan artritis gout jarang pada wanita muda.

2.   Faktor Usia
12
Pertambahan usia merupakan faktor resiko penting pada pria dan wanita. Hal ini
kemungkinan disebabkan banyak faktor, seperti peningkatan kadar asam urat serum
(penyebab yang paling sering adalah karena adanya penurunan fungsi ginjal), peningkatan
 pemakaian obat diuretik, dan obat lain yang dapat meningkatkan kadar asam urat serum.

3.   Penggunaan Obat Diuretik


Penggunaan obat diuretik merupakan faktor resiko yang signifikan untuk perkembangan
artritis gout. Obat diuretik dapat menyebabkan peningkatan reabsorpsi asam urat dalam
ginjal, sehingga menyebabkan hiperurisemia. Dosis rendah aspirin, umumnya diresepkan
untuk kardioprotektif, juga meningkatkan kadar asam urat sedikit pada pasien usia lanjut.
Hiperurisemia juga terdeteksi pada pasien yang memakai pirazinamid, etambutol, dan niasin
4.   Obesitas dan IMT

Obesitas dan indeks massa tubuh berkontribusi secara signifikan dengan resiko artritis
gout. Resiko artritis gout sangat rendah untuk pria dengan indeks massa tubuh antara 21
dan 22 tetapi meningkat tiga kali lipat untuk pria yang indeks massa tubuh 35 atau lebih
besar (Weaver, 2008). Obesitas berkaitan dengan terjadinya resistensi insulin. Insulin
diduga meningkatkan reabsorpsi asam urat pada ginjal melalui urate anion exchanger
transporter-1 (URAT1) atau melalui sodium dependent anion cotransporter pada brush
border yang terletak pada membran ginjal bagian tubulus proksimal. Dengan adanya
resistensi insulin akan mengakibatkan gangguan pada proses fosforilasi oksidatif sehingga
kadar adenosin tubuh meningkat. Peningkatan konsentrasi adenosin mengakibatkan
terjadinya retensi sodium, asam urat dan air oleh ginjal.

5.   Konsumsi Alkohol
Konsumsi tinggi alkohol dan diet kaya daging serta makanan laut (terutama kerang dan
 beberapa ikan laut lain) meningkatkan resiko artritis gout. Sayuran yang banyak
mengandung purin, yang sebelumnya dieliminasi dalam diet rendah purin, tidak ditemukan
memiliki hubungan terjadinya hiperurisemia dan tidak meningkatkan resiko artritis gout.
Mekanisme biologi yang menjelaskan hubungan antara konsumsi alkohol dengan resiko
terjadinya serangan gout yakni, alkohol dapat mempercepat proses pemecahan adenosin
trifosfat dan produksi asam urat. Metabolisme etanol menjadi acetyl CoA menjadi adenin
nukleotida meningkatkan terbentuknya adenosin monofosfat yang merupakan prekursor
 pembentuk asam urat. Alkohol juga dapat meningkatkan asam laktat pada darah yang

13
menghambat eksresi asam urat. Alasan lain yang menjelaskan hubungan alkohol dengan
artritis gout adalah alkohol memiliki kandungan purin yang tinggi sehingga
mengakibatkan over produksi asam urat dalam tubuh.
2.5 Klasifikasi Gout

Klasifikasi gout arthritis adabeberapa jenis dari yang bersifat akut, kronis, dan

interkritikal. 1. Arthritis Gout akut


Serangan pertama biasanya terjadi antara umur 40-60 tahun pada laki-laki, dan setelah 60
tahun pada perempuan. Gejala yang muncul sangat khas, yaitu radang sendi yang sangat akut
dan timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Serangan timbul secara tiba-tiba pada malam hari
selama 2-10 hari
(Chairuddin, 2012). Pasien tidur tanpa gejala apapun, kemudian bangun tidur terasa sakit yang
hebat dan tidak dapat berjalan. Keluhan monoartikuler berupa nyeri, bengkak, merah dan hangat,
disertai keluhan sistemik berupa demam, mengigil dan merasa lelah, disertai lekositosis dan
 peningkatan laju endap darah. Sedangkan gambaran radiologis hanya didapat pembengkakan
 pada jaringan lunak periartikuler. Keluhan cepat membaik setelah beberapa jam bahkan tanpa
terapi sekalipun. Pada perjalanan penyakit selanjutnya, terutama tanpa terapi yang adekuat,
serangan dapat mengenai sendi-sendi lain seperti pergelangan tangan/kaki, jari tangan/kaki, lutut
dan siku. Serangan menjadi lebih lama durasinya, dengan interval serangan yang lebih singkat,
dan masa penyembuhan yang lama.

14
2.3 Sendi-Sendi Sasaran Utama Arthritis Gout

Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa trauma lokal, diet tinggi purin,
kelelahan fisik, tindakan operasi, pemakaian obat deuretik atau penurunan dan peningkatan
asam urat. Penurunan darah secara mendadak dengan alpurinol atau obat urikosurik dapat
menimbulkan kekambuhan.

Gambar 2.4 Struktur Sendi Yang Terkena Deposisi Kristal Asam


Urat

2. Arthritis Gout Interkritikal

Merupakan kelanjutan stadium akut, dimana secara klinik tidak muncul tanda-tanda radang

akut, meskipun pada aspirasi cairan sendi masih ditemukan kristal urat, yang menunjukkan
 proses kerusakan sendi yang terus berlangsung progresif. Stadium ini bisa berlangsung beberapa
tahun sampai 10 tahun tanpa serangan akut. Tanpa tatalaksana yang adekuat akan berlanjut ke
stadium gout kronik atau menahun dengan pembentukan tofi.

3. Arthritis Gout Kronis

Stadium ini umumnya pada pasien yang mengobati sendiri (self medication) sehingga
dalam waktu lama tidak berobat secara teratur pada dokter. Arthritis gout kronis biassanya
ditandai dengan adanya tofi dan terdapat di poliartikuler, dengan predileksi cuping telinga,
MTP- 1, oleh kranon, tendon Achilles dari jari tangan. Tofi sendiri tidak menimbulkan
15
nyeri, tapi

16
mudah terjadi inflamasi disekitarnya, dan menyebabkan destruksi yang progresif pada sendi serta
menimbulkan deformitas. Selain itu tofi juga sering pecah atau sulit sembuh, serta terjadi
infeksi sekunder.

Gambar 2.5 Tofi Pada Cuping Telinga

Kecepatan pembentukkan deposit tofus tergantung beratnya dan lamanya hiperurisemia,


dan akan diperberat dengan gangguan fungsi ginjal dan penggunaan deuretik. Pada beberapa
studi didapatkan studi didapatkan data bahwa durasi dari serangan akut pertama kali sampai
masuk stadium gout kronik berkisar 3-42 tahun, dengan rata-rata 11,6 tahun. Pada stadium ini
sering disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun atau gagal ginjal kronik.
Timbunan tofi bisa ditemukan juga pada miokardium, katub jantung, sistem konduksi,
beberapa struktur di organ mata terutama sklera, dan laring. Jika tidak diobati tofi pada
tangan dan kaki
 bisa pecah dan mengeluarkan kristal yang menyerupai kapur (Helmi.,2013). Pada tahap ini,
 penyakit ini dapat mengakibatkan kerusakan sendi yang permanen dan kadang juga ginjal.
Dengan pengobatan yang benar, kebanyakan pasien dengan gout tidak sampai ketahap ini.
17
Gambar 2.6 Arthritis Gout Kronik Tanpa Pengobatan

2.6 Patofisiologi dan Pathway Gout

2.6.1 Patofisiologi

Monosodium urat akan membentuk kristal ketika konsentrasinya dalam plasma berlebih,
sekitar 7,0 mg/dl. Kadar monosodium urat pada plasma bukanlah satu-satunya faktor yang
mendorong terjadinya pembentukan kristal. Hal ini terbukti pada beberapa penderita
hiperurisemia tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang lama sebelum serangan artritis gout
yang pertama kali. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya serangan artritis gout pada penderita
hiperurisemia belum diketahui pasti. Diduga kelarutan asam urat dipengaruhi pH, suhu, dan
ikatan antara asam urat dan protein plasma (Busso dan So, 2010 dalam Widyanto, FW., 2014).

Kristal monosodium urat yang menumpuk akan berinteraksi dengan fagosit melalui dua
mekanisme. Mekanisme pertama adalah dengan cara mengaktifkan sel-sel melalui rute
konvensional yakni opsonisasi dan fagositosis serta mengeluarkan mediator inflamasi.
Mekanisme kedua adalah kristal monosodium urat berinteraksi langsung dengan membran lipid
dan protein melalui membran sel dan glikoprotein pada fagosit. Interaksi ini mengaktivasi
 beberapa jalur transduksi seperti protein G, fosfolipase C dan D, Srctyrosine-kinase,
ERK1/ERK2, c-Jun N-terminal kinase, dan p38 mitogen-activated protein kinase. Proses diatas
akan menginduksi pengeluaran interleukin (IL) pada sel monosit yang merupakan faktor
penentu terjadinya akumulasi neutrofil (Choi et al, 2005 dalam Widyanto, FW., 2014).

18
Sel-sel yang sering diteliti pada artritis gout adalah lekosit, neutrofil, dan makrofag (Busso
dan So, 2010). Salah satu komponen utama pada inflamasi akut adalah pengaktifan vascular
endhotelial yang menyebabkan vasodilatasi dengan peningkatan aliran darah, peningkatan
 permeabilitas terhadap protein plasma dan pengumpulan lekosit ke dalam jaringan. Aktivasi

endotel akan menghasilkan molekul adhesi seperti E-selectin, intercellular adhesion molecule-1
(ICAM-1) dan vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) yang kemungkinan disebabkan
karena adanya faktor TNF-α yang dikeluarkan oleh sel mast (Dalbeth dan Haskard, 2005 dalam
Widyanto, FW., 2014).

 Neutrofil berkontribusi pada proses inflamasi melalui faktor kemotaktik yakni sitokin dan
kemokin yang berperan pada adhesi endotel dan proses transmigrasi. Sejumlah faktor yang
diketahui berperan dalam proses artritis gout adalah IL-1α, IL-8, CXCL1, dan granulocyte
stimulating-colony factor (Busso dan So, 2010).  Penurunan konsentrasi asam urat serum dapat

mencetuskan pelepasan kristal monosodium urat dari depositnya dalam tofus (crystals shedding).
Pada beberapa pasien gout atau yang dengan hiperurisemia asimptomatik kristal urat ditemukan
 pada sendi metatarsofalangeal dan lutut yang sebelumnya tidak pernah mendapat serangan akut.
Dengan demikian gout dapat timbul pada keadaan asimptomatik (Tehupeiory, 2006 dalam
Widyanto, FW., 2014).

19
2.6.2 Pathway Gout

17
2.7 Manifestasi Klinis Gout

Tanda dan Gejala Menurut Helmi (2013:298), tanda dan gejala artritis gout sebagai berikut:
Tanda artritis gout :
1)   Artritis gout tipikal

a.  Beratnya serangan artritis menyebabkan penderita tidak bisa berjalan, tidak dapat
memakai sepatu dan mengganggu tidur. Rasa nyeri digambarkan sebagai excruciating
 pain dan mencapai puncak dalam 24 jam.Tanpa pengobatan pada serangan permulaan
dapat sembuh dalam 3-4 hari.
 b.  Serangan biasanya bersifat monoartikuler.
c.  Remisi sempurna antara serangan akut.
d.  Hiperurisemia. Biasanya berhungan dengan serangan Artritis Gout akut, tetapi
diagnosis Artritis tidak harus disertai Hiperurikemia. Fluktuasi asam urat serum dapat
menpresipitasi serangan gout.
e.  Faktor pencetus. Faktor pencetus adalah trauma sendi, alkohol, obat-obatan dan tindakan
 pembedahan. Biasanya faktor-faktor ini sudah diketahui penderita.
2)   Artritis gout atipikal

Gambaran klinik yang khas seperti artritis berat, monoartikuler dan remisi sempurna tidak
ditemukan. Akan tetapi, yang biasanya timbul beberapa tahun sesudah serangan pertama
ternyata ditemukan bersama dengan serangan akut. Jenis atipikal ini jarang ditemukan.
Dalam menghadapi kasus gout yang atipikal, diagnosis harus dilakukan secara cermat. Untuk
hal ini diagnosis dapat dipastikan dengan melakukan punksi cairan sendi dan selanjutnya
secara mikroskopis dilihat kristal urat.

Gejala Dalam evolusi artritis gout didapatkan 4 fase dan gejala sebagai berikut:

1)   Artritis gout akut Manifestasi serangan akut memberikan gambaran yang khas dan dapat

langsung menegakkan diagnosis. Sendi yang paling sering terkena adalah


metatarsophalangeal pertama (75%). Pada sendi yang terkena jelas terlihat gejala inflamasi
yang lengkap.
2)   Artritis gout interkritikal Fase ini adalah fase antara dua serangan akut tanpa gejala klinik.

Walaupun tanpa gejala, Kristal monosodium dapat ditemukan pada cairan yang diaspirasi

18
dari sendi. Kristal ini dapat ditemukan pada sel sinovia, pada vakuoal sel sinovia dan pada
vakuola sel mononuclear leukosit.
3)   Hiperurikemia asimtomatis Fase ini tidak identik dengan artritis gout. Pada penderita

dengan keadaan ini sebaiknya diperiksa juga kadar kolesterol darah karena peninggian
asam urat darah hampir selalu disertai peninggian kolesterol.
4)   Artritis gout menahun dengan tofi Tofi adalah penimbunan Kristal urat subkutan sendi dan
terjadi pada artritis gout menahun, yang biasanya sudah berlangsung lama kurang lebih
antara 5-10 tahun.

2.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Serum asam urat

Umumnya meningkat, diatas 7,5 mg/dl. Pemeriksaan ini mengindikasikan hiperuricemia,


akibat peningkatan produksi asam urat atau gangguan ekskresi.
2. Angka leukosit

Menunjukkan peningkatan yang signifikan mencapai 20.000/mm3 selama serangan akut.


Selama periode asimtomatik angka leukosit masih dalam batas normal yaitu 5000  – 
10.000/mm3.
3. Eusinofil Sedimen rate (ESR)

Meningkat selama serangan akut. Peningkatan kecepatan sedimen rate mengindikasikan


 proses inflamasi akut, sebagai akibat deposit asam urat di persendian.
4. Urin spesimen 24 jam

Urin dikumpulkan dan diperiksa untuk menentukan produksi dan ekskresi dan asam urat.
Jumlah normal seorang mengekskresikan 250 - 750 mg/24 jam asam urat di dalam urin.
Ketika produksi asam urat meningkat maka level asam urat urin meningkat. Kadar kurang
dari 800 mg/24 jam mengindikasikan gangguan ekskresi pada pasien dengan peningkatan
serum asam urat.Instruksikan pasien untuk menampung semua urin dengan peses atau tisu
toilet selama waktu pengumpulan. Biasanya diet purin normal direkomendasikan selama
 pengumpulan urin meskipun diet bebas purin pada waktu itu diindikasikan.
5. Analisis cairan

Aspirasi dari sendi yang mengalami inflamasi akut atau material aspirasi dari sebuah tofi
menggunakan jarum kristal urat yang tajam, memberikan diagnosis definitif gout.

19
6. Pemeriksaan radiografi

Dilakukan pada sendi yang terserang, hasil pemeriksaan akan menunjukkan tidak terdapat
 perubahan pada awal penyakit, tetapi setelah penyakit berkembang progresif maka akan
terlihat jelas/area terpukul pada tulang yang berada di bawah sinavial sendi.
2.9 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan pada penderita artritis gout adalah untuk mengurangi rasa nyeri,
mempertahankan fungsi sendi dan mencegah terjadinya kelumpuhan. Terapi yang diberikan harus
dipertimbangkan sesuai dengan berat ringannya artrtitis gout. Penatalaksanaan utama pada
 penderita artritis gout meliputi edukasi pasien tentang diet, lifestyle, medikamentosa berdasarkan
kondisi obyektif penderita, dan perawatan komorbiditas (Khanna et al, 2012 dalam Widyanto,
FW., 2014).
Beberapa lifestyle yang dianjurkan antara lain menurunkan berat badan, mengkonsumsi
makanan sehat, olahraga, menghindari merokok, dan konsumsi air yang cukup. Modifikasi diet
 pada penderita obesitas diusahakan untuk mencapai indeks masa tubuh yang ideal, namun diet
yang terlalu ketat dan diet tinggi protein atau rendah karbohidrat (diet atkins) sebaiknya
dihindari. Pada penderita artritis gout dengan riwayat batu saluran kemih disarankan untuk
mengkonsumsi 2 liter air tiap harinya dan menghindari kondisi kekurangan cairan. Untuk
latihan fisik penderita artritis gout sebaiknya berupa latihan fisik yang ringan, karena dikhawatirkan
akan menimbulkan trauma pada sendi (Jordan et al, 2007 dalam Widyanto, FW., 2014).
Penanganan diet pada penderita artritis gout dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu

avoid, limit, dan encourage. Pada penderita yang dietnya diatur dengan baik mengalami
 penurunan kadar urat serum yang bermakna (Khanna et all, 2012).  Ada tiga pilihan obat untuk
artritis gout akut, yaitu NSAID, kolkisin, kortikosteroid, dan memiliki keuntungan dan kerugian.
Untuk penderita artritis gout yang mengalami peptic ulcers , perdarahan atau perforasi
sebaiknya mengikuti standar atau guideline penggunaan NSAID. Kolkisin dapat menjadi
alternatif namun memiliki efek kerja yang lebih lambat dibandingkan dengan NSAID.
Kortikosteroid baik secara oral, intraartikular, intramuskular, ataupun intravena lebih efektif
diberikan pada gout monoartritis, penderita yang tidak toleran terhadap NSAID dan penderita
yang mengalami refrakter terhadap pengobatan lainnya (Jordan et al, 2007 dalam Widyanto,
FW., 2014).

20
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, sebaiknya pengobatan serangan artritis gout diobati
dalam 24 jam pertama serangan, salah satu pertimbangan pemilihan obat adalah berdasarkan
tingkatan nyeri dan sendi yang terkena. Terapi kombinasi dapat dilakukan pada kondisi akut yang
 berat dan serangan artritis gout terjadi pada banyak sendi besar. Terapi kombinasi yang dilakukan
adalah kolkisin dengan NSAID, kolkisin dan kortikosteroid oral, steroid intraartikular dan obat
lainnya. Untuk kombinasi NSAID dengan kortikosteroid sistemik tidak disarankan karena
dikawatirkan menimbulkan toksik pada saluran cerna (Khanna et al, 2012 dalam Widyanto,
FW., 2014).
Obat golongan NSAID yang di-rekomendasikan sebagai lini pertama pada kondisi artritis
gout akut adalah indometasin, naproxen, dan sulindak. Ketiga obat tersebut dapat
menimbulkan efek samping serius pada saluran cerna, ginjal, dan perdarahan saluran cerna.
Obat golongan cyclooxigenase 2 inhibitor (COX 2 inhibitor) seperti celecoxib merupakan pilihan
pada penderita

artritis gout dengan masalah pada saluran cerna. Kolkisin oral merupakan salah satu obat
pilihan utama ketika terjadi serangan gout artritis akut, akan tetapi pemberian obat ini tidak
dianjurkan
 pada penderita yang onset serangannya telah lebih dari 36 jam.

Gambar 2.7 Contoh Obat NSAID


Dosis awal alopurinol yang diberikan sebaiknya tidak lebih dari 100 mg perhari dan dosis
ini dikurangi apabila didapatkan CKD, namun dosis pemeliharaan dapat mencapai 300 mg
 perhari walaupun menderita CKD. Febuxostat merupakan obat golongan xantin oksidase

21
inhibitor yang direkomendasikan sebagai terapi hiperurisemia pada penderita artritis gout yang
memiliki kontraindikasi ataupun intoleransi terhadap alopurinol

22
Obat lain yang diberikan pada artritis gout adalah probenesid, obat golongan urikosurik
ini diberikan sebagai alternatif lini pertama pengobatan apabila didapatkan kontraindikasi terhadap
obat golongan xantin oksidase inhibitor. Dosis yang diberikan pada orang dewasa yakni 500
mg, diberikan 2 kali perhari dan dosis maksimal 2 gram perhari. Namun obat ini tidak dapat
diberikan
 pada penderita yang mengalami penurunan fungsi ginjal dan riwayat batu saluran kemih.
Anjuran untuk pasien
Pasien gout harus mendapat informasi bahwa puasa, obesitas (kegenukan) dan konsumsi
alkohol dapat mengakibatkan hiperurisemia. Jika hal tersebut dapat diperbaiki atau dihindari
maka terapi obat tidak diperlukan, demikian juga hiperurisemia tanpa gejala juga tidak perlu
diobati. Namun demikian fungsi ginjal harus diperiksa untuk meyakinkan tidak ada gangguan.
Pasien yang beresiko mengalami serangan kambuh gout harus membawa persediaan NSAID
dan harus diedukasi untuk segera menggunakannya pada saat muncul gejala pertama. Juga
harus

diinformasikan untuk menghindari aspirin dan sebaiknya digunakan parasetamol jika diperlukan
analgesik penghilang rasa nyeri (Lyrawati, Diana.,2008).
Pasien yang mendapat allopurinol juga diinformasikan untuk tetap melanjutkan
 penggunaan allopurinol sehari sekali jika belum terlihat respon terhadap gejala yang dirasakan.
Juga harus mendapat informasi mengenai efek samping yang mungkin dialami serta segera
melaporkan jika terjadi efek samping pada kulit. Pasien yang mndapat terapi urikosurik
dianjurkan untuk minum paling sedikit 2L/hari untuk mengurangi resiko pembentukan batu asam
urat pada ginjal (Lyrawati, Diana.,2008).

23
BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

3.1.1 Riwayat Kesehatan

1.  Identitas Pasien


Mengkaji identitas pasien secara lengkap yang meliputi: nama lengkap, umur, jenis kelamin,
alamat, agama, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian.
2.   Keluhan Utama

Keluhan utama yang sering timbul adalah nyeri

3.   Riwayat Penyakit Sekarang


Mengkaji riwayat penyakit sekarang, dalam hal ini pengkajian nyeri dilakukan meliputi
P(kaji penyebab nyeri), Q (kaji seberapa sering nyeri yang dirasakan oleh klien), R (kaji
 bagian persendian yang terasa nyeri), S (kaji nyeri tersebut apakah menganggu aktivitas
motorik), dan T (kaji kapan keluhan nyeri dirasakan)
4.   Riwayat Penyakit Keluarga

Mengkaji adanya anggota keluarga yang dapat memicu timbulnya penyakit gout. Kaji
adanya produksi atau sekresi asam urat yang berlebihan atau tidak
5.   Riwayat Penyakit Dahulu

Mengkaji apakah klien pernah mempunyai pengalaman nyeri yang dirasakan saat
ini 6.  Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga serta respon
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari. Respon yang didapat meliputi adanya
kecemasan individu yang berhubungan erat dengan adanya sensasi nyeri, dan hambatan
mobilitas fisik akibat respon nyeri. Serta adanya perubahan peran dalam keluarga akibat
adanya nyeri.
7.   Pemeriksaan Fisik
a.  B1 (Breathing)

24
Inspeksi: rongga dada simetris, tidak ditemukan penggunaan otot bantu pernafasan, klien
tidak sesak
Palpasi: traktil fremitus kanan dan kiri
simetris Perkusi: suara resonan disemua
lapang paru Auskultasi: suara nafas sonor
 b.  B2 (Blood) 
CRT <2 detik
Sering ditemukan keringat dingin dan pusing karena nyeri. Suara S1 dan S2 tunggal
c.  B3 (Brain) 
Kesadaran dan tingkat kesadaran. Tidak ada tanda
ikterik. d.  B4 (Bladder)
Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem

 perkemihan. Kecuali jika penyakit Gout mengalami komplikasi maka dapat


menimbulkan perubahan fungsi pada sistem perkemihan.
e.  B5 (Bowel) 
Kebutuhan eliminasi tidak ada gangguan namun tetap perlu dikaji frekuensi,
konsistensi, warna, serta bau feses. Serta perlu dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau,
dan jumlah urin. Klien biasanya mual, mengalami nyeri lambung, tidak nafsu makan
terutama pada klien yang mengkonsumsi obat analgesik dan antihiperurisemia.
f.  B6 (Bone)
Look: keluhan nyeri sendi merupakan keluhan utama. Beberapa gerakan tertentu kadang
dapat menimbulkan nyeri yang lebih. Deformitas sendi terjadi dengan temuan salah satu
sendi pergelangan kaki secara perlahan membesar.
Feel: adanya nyeri tekan pada sendi kaki yang membengkak
Move: hambatan gerak sendi biasanya akan bertambah berat. Dalam hal ini pemeriksaan
diagnostik diperlukan. Gambaran radiologis pada stadium dini terlihat perubahan yang
 berarti.
8.   Pemeriksaan Penunjang
a.  Kadar asam urat serum meningkat.
 
 b. Laju sedimentasi eritrosit (LSE) meningkat.
c.  Kadar asam urat urine dapat normal atau meningkat.

25
d.  Analisis cairan sinovial dari sendi terinflamasi menunjukan kristal uratmonosodium.
Cairansinovialadalahinflamasi, denganjumlah WBC lebihbesardari2000/μL  (kelas
IIcairan)danmungkinlebihbesardari50.000/uL,dengandominasineutrophil

 polimorfonuklear.Tingkatcairansinovialglukosabiasanya normal,
sedangkanmungkinmenurunpadaarthritisseptikdankadang-kadang di rheumatoid arthritis.
Pengukuran protein cairansinovialtidakmemilikinilaiklinis
e.  Sinar X sendi menunjukan massa tofaseus dan destruksi tulang dan perubahan sendi 3.1.2
Pengkajian Pola Fungsi

1.   Pola Persepsi dan pemeliharaan

Pengkajian ini meliputi pengetahuan tentang penyakit yang diderita oleh klien dan
 pengetahuan klien tentang perawatan yang harus dilakukan dan yang akan diterima.
Keluhan utama pada klien Gout yaitu nyeri serta pencegahan untuk mengurangi serangan,
riwayat penyakit Gout pada keluarga dan obat yang dikonsumsi untuk mengatasi gejala.
2.   Pola nutrisi atau metabolik

Klien mengalami peningkatan berat badan, diet, dan peningkatan suhu tubuh.
3.   Pola eliminasi

Pada klien dengan Gout tidak terdapat gangguan pada kebutuhan eliminasi. Namun jika
 penyakit Gout ini sudah mengalami komplikasi ke ginjal (pielonefritis, batu asam urat,
dan gagal ginjal kronik) akan menimbulkan gangguan pada kebutuhan eliminasi.
4.   Pola aktivitas dan latihan

Gejala pada klien Gout mengalami hambatan mobilitas akibat respon nyeri. Selain itu
respon sentuhan pada sendi dan menjaga sendi yang terkena
5.   Pola tidur dan istirahat

Gejala dan tandanya biasanya terjadi gangguan pola tidur yang disebabkan adanya sensasi
nyeri.
6.   Pola perceptual

Klien dengan Gout masih mampu berkomunikasi dengan orang lain tergantung tingkat
nyeri yang dirasakan.
7.   Pola persepsi diri

26
Klien biasanya merasakan cemas dan takut untuk melakukan pergerakan akibat adanya
 presepsi diri dalam melakukan mobilitas. Selain itu hambatan mobilitas fisik memberikan
respon terhadap konsep diri yang maladaptif
8.   Pola seksualitas dan reproduksi

Pada klien dengan Gout tidak terdapat gangguan pada pola seksualitas
9.  Pola peran dan hubungan
Pola peran dan hubungan pada kliendengan Gout mengalami respon kecemasan dengan
rentang tingkat kecemasan yang berbeda.
10.  Pola manajemen koping stress

Klien biasanya mengalami nyeri yang berhubungan erat dengan ketidaktahuan akan
 program pengobatan, prognosis penyakit dan peningkatan asam urat terhadap sirkulasi.
11.  Sistem nilai dan kepercayaan

Pandangan pasien tentang penyakit yang dialaminya dan memiliki pandangan hidup yang
lebih positif.

3.2 Diagnosa

a. Nyeri kronis berhubungan dengan proses inflamasi destruksi sendi

 bHambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri persendian

c. Ansietas berhubungan dengan penurunan kesehatan

d. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi.

3.4 Intervensi

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Domain 12 : Kenyamana Kriteria Hasil: 1400 Managemen
Kelas 1. Kenyamanan Setelah dilakukan Nyeri
Fisik  perawatan selama 3x24 Definisi: Pengurangan
(00133) Nyeri Kronis  jam nyeri yag dirasakan atau reduksi nyeri
Definisi : Pengalaman klien dapat teratasi. sampai pada tingkat

sensori dan emosional tidak Kontrol Nyeri kenyamanan yang dapat


menyenangkan yang muncul Definisi: Tindakan diterima oleh pasien.

27
akibat kerusakan jaringan
 pribadi untuk Aktivitas-aktivitas:
aktual atau potensial atau
mengontrol nyeri 1.   Lakukan
yang digambarkan sebagai
1.   Mengenali kapan  pengkajian nyeri
kerusakan (International
nyeri terjadi dari komprehensif
Association for the study of
skala 1 (tidak pernah yang meliputi
 pain), awitan yang tiba-tiba
menunjukkan) lokasi,
atau lambat dari integritas
menjadi skala karakteristik,
ringan hingga berat dengan
4 (sering frekuensi,
akhir yang dapat
menunjukkan) kualitas,
diantisipasi atau diprediksi.
2.   Menggunakan intensitas atau
Batas karakteristik
tindakan pencegahan  beratnya nyeri
1.   Ekspresi wajah nyeri
dari skala 1 (tidak dan faktor
(misal meringis)
2.  Mengekspresikan  pernah  pencetus
menunjukkan) darinyeri sendi.
 perilaku (misal,
menjadi skala 2.   Pastikan
gelisah, menangis,
4 (sering  perawatan
merengek)
menunjukkan) analgesik bagi
3.   Menggunakan  pasien
analgesik yang dilakukan
direkomendasikan dengan
dari skala 1 (tidak  pemantauan
 pernah yang ketat.
menunjukkan) 3.   Gunakan
menjadi skala strategi
4 (sering komunikasi
menunjukkan) terapeutik untuk
4.   Mengenali apa yang mengetahui
terkait dengan gejala  pengalaman
nyeri dari skala 1 nyeri dan

(tidak pernah sampaikan


menunjukkan)  penerimaan

28
menjadi skala
 pasien terhadap
4 (sering
nyeri.
menunjukkan).
4.   Gali bersama
5.  Melaporkan nyeri
 pasien faktor-
yang terkontrol dari
faktor yang
skala 1 (tidak pernah
dapat
menunjukkan) menurunkan
menjadi skala 4 atau
(sering memperberat
menunjukkan). nyeri.
5. Berikan
informasi

mengenai nyeri,
seperti
 penyebab nyeri,
 berapa lama
nyeri akan
dirasakan, dan
antisipasi dari
ketidaknyamana
n akibat
 prosedur.
6.  Kurangi atau
eliminasi faktor-
faktor yang
dapat
mencetuskan
atau
meningkatkan

nyeri (misal.
Ketakutan,

29
kelelahan dan
kurang
 pengetahuan.)
7.  Dorong pasien
untuk
memonitor nyeri
dan menangani
nyerinya dengan
tepat.
8.   Gunakan

tindakan
 pengontrol nyeri

sebelum nyeri
 bertambahberat
9.   Berikan obat
sebelum
melakukan
aktivitas untuk
meningkatkan
 partisipasi
10. Evaluasi
keefektifan dari
tindakan
 pengontrol
nyeriyang di
 pakai selama
 pengkajian nyeri
dilakukan.

2 Domain 4 : Aktivitas/ Kriteria Hasil: 6490 Pencegahan


Istirahat Setelah dilakukan Jatuh
Kelas 2.  perawatan selama 3x24 Definisi : melaksanakan
Aktivitas/Olahraga  jam hambatan mobilitas  pencegahan khusus

30
(00085) Hambatan fisik pasien dapat dengan pasien yang
mobilitas fisik. teratasi. memiliki risiko cedera
Definisi : Keterbatasan 0206 Pergerakan karena jatuh
dalam gerakan fisik atau sendi. Aktifitas-aktifitas:
satu atau lebih ekstermitas Definisi : ROM aktif 1.   Identifikasi
secara mandiri dan terarah  pada semua sendi
Batasan Karakteristik dengan gerakan atas  perilaku dan
1.   Gerakan lambat inisiatif sendiri. faktor yang
2.   Gangguan sikap 1.   Jari dari skala 1
mempengaruhi
 berjalan (Deviasi berat
resiko jatuh
3.   Keterbatasan rentan dari kisaran
2.   Ajarkan pasien
gerak normal) menjadi
untuk
skala 4 (deviasi
 beradaptasi
ringan
terhadap
darikisaran
modifikasi gaya
normal)  berjalan yang
2.   Pergelangan
telah di
kaki dari skala 1
sarankan.
(Deviasi berat
3.  Sarankan
dari kisaran
 perubahan pada
normal) menjadi
gaya berjalan
skala 4 (deviasi
(terutama
ringan
kecepatan) pada
darikisaran
 pasien
normal)
4.   Bantu ambulasi
3.   Lutut dari skala
individu yang
1 (Deviasi berat
memiliki
dari kisaran
ketidakseimban
normal) menjadi
gan.
skala 4 (deviasi
5.   Ajarkan pasien
ringan
 bagaimana jika
darikisaran
 jatuh, untuk
normal)
meminimalkan

31
cedera.
6.  Monitor
kemampuan
untuk berpindah
dari tempat tidur
ke kursi dan
sebaliknya.
7.  Ajarkan anggota
keluarga
mengenai faktor
risiko yang
 berkontibusi

terhadap adanya
kejadian jatuh
dan bagaimana
keluarga bisa
menurunkan
risiko jatuh.
3 Domain 9: Kriteria Hasil: 5820 Pengurangan
Koping/Toleransi Stres Setelah dilakukan Kecemasan
Kelas 2.Respon Koping.  perawatan selama 3x24 Definisi:
(00146) Ansietas  jam ansietas dapat Mengurangi tekanan,
Definisi: Perasaan tidak teratasi. ketakutan, firasat,
nyaman atau kekhawatiran 1211 Tingkat maupun
yang samar disertai respons Kecemasan ketidaknyamanan
otonom (sumber sering kali Definisi: Keparahan terkait dengan sumber-
tidak tidak spesifik atau dari tanda-tanda sumber bahaya yang
tidak diketahui oleh ketakutan, ketegangan, tidak teridentifikasi.
individu ) perasaan takut atau kegelisahan yang Aktivitas-aktivitas:
yang disebabkan oleh  berasal dari sumber 1.   Gunakan
antisipasi terhadap bahaya. yang tidak dapat
 pendekatann yang
Batasan Karakteristik: diidentifikasi.
1.   Gelisah  1.   Perasaan gelisah dari tenang dan
2.  Ketakutan  skala 2 (cukup berat) menyakinkan.

menjadi skala 4 2.   Jelaskan semua

32
(ringan)  prosedur termasuk
2.   Rasa takut yang sensasi yang akan
disampaikan secara dirasakan yang
lisan dari skala 2 mungkin akan
(cukup berat) dialami klien
menjadi skala 4 selama prosedure
(ringan) dilakukan.
3.   Rasa cemas 3.   Berada di sisi
yang klien untuk
disampaikan meningkatkan rasa
secara lisan dari aman dan
skala 2 (cukup mengurangi

 berat) menjadi ketakutan


skala 4 (ringan).  4.   Dorong keluarga

untuk
mendampingi
klien dengan cara
yang tepat.
5.   Dorong verbalisasi

 perasaan, persepsi
dan ketakutan.
6.   Identifikasi pada
saat terjadi
 perubahan tingkat
kecemasan.
7.   Bantu klien
mengidentifikasi
situasi yang
memicu

kecemasan 
8.  Kontrol

33
stimulus untuk
kebutuhan klien
secara tepat 
9.  Bantu klien
untuk
mengartikulasik 
an deskripsi
yang realitis
mengenai
kejadian yanag
akan datang 

4 Domain 5: Kriteria Hasil: 5602 Pengajaran:


Persepsi/Kognisi Kelas 4. Setelah dilakukan Proses penyakit
Kognisi  perawatan selama 3x24 Definisi: Membantu
00126 Defisiensi  jam pengetahuan klien  pasien untuk
Pengetahuan mengenai penyakitnya memahami informasi
Definisi: Ketiadaan atau meningkat. yang berhubungan
defisiensi informasi kognitif 1806 Pengetahuan: dengan proses penyakit
yang berkaitan dengan topik Proses Penyakit secara spesifik.
tertentu. Definisi: Tingkat Aktivitas-aktivitas:
Batasan Karakteristik:  pemahaman yang 1.   Kaji tingkat
-Kurang Pengetahuan  disampaikan tentang  pengetahuan pasien
 proses penyakit
tertentu dan terkait dengan
komplikasinya.  proses penyakit
1.   Karakteristik
yang spesifik.
spesifik penyakit
2.   Review
dari skala 1 (tidak
 pengetahuan pasien
ada pengetahuan)
mengenai
ditingkatkan ke
 penyakitnya.
skala 4
3.   Jelaskan tanda dan
(pengetahuan
gejala yang umum
 banyak).
dari penyakit,
2.   Faktor-faktor

 penyebab dan sesuai kebutuhan.


4.   Jelaskan mengenai
faktor yang
34
 berkontribusi dari 3
skala 1 (tidak ada (pen
 pengetahuan)
geta
ditingkatkan ke
skala 4 huan

(pengetahuan seda
 banyak).
ng). 
3.   Faktor risiko dari
skala 1 (tidak ada
 pengetahuan)
ditingkatkan ke
skala

(pengetahuan
sedang).
4.   Efek fisiologis
 penyakit dari skala
1 (tidak ada
 pengetahuan)
ditingkatkan ke
skala

3
(pengetahuan
sedang).
5.   Tanda dan gejala

 penyakit dari skala


1 (tidak ada
 pengetahuan)
ditingkatkan ke
skala

35
 proses penyakit, sesuai kebutuhan.
5.   Berikan informasi

 pada pasien kondisinya, sesuai


kebutuhan.
6.   Beri ketenangan terkait kondisi
 pasien, sesuai kebutuhan.
7.   Beri informasi kepada /orang yang

 penting bagi pasien mengenai


 perkembangan
 pasien, sesuai kebutuhan.
8.   Diskusikan pilihan

terapi/penanganan. 9.  Edukasi pasien


mengenai tindakan untuk mengontrol atau
meminimalkan gejala, sesuai kebutuhan.
10.  Perkuat informasi

yang diberikandengan anggota tim

kesehatan lain, sesuai kebutuhan.

36
5210 Bimbingan
Antisipatif
Definisi: persiapan
untuk mengantisipasi
 perkembangan dan
situasi krisis.
Aktivitas-Aktivitas:
1.   Bantu klien
mengdentifikasi
kemungkinan
 perkembangan
situasi krisis yang
akan terjadi dan
efek dari krisis
yang bisa
 berdampak pada
klien dan keluarga.
2.   Berikan informasi
mengenai harapan-
harapan realistis
terkait dengan
 perilaku pasien.
3.   Bantu klien

mengidentifikasi
sumber-sumber
yang tersedia dan
 plihan yang tersedia
terhadap tindakan
[yang akan
dilakukan] dengan
cara yang tepat.
4.   Libatkan keluarga
maupun orang-orng

37
terdekat klien jika memungkinkan. 

3.4 Implementasi

No Hari
Tanggal Diagnosa Implementasi Paraf
Waktu
1 Jum’at   Nyeri 1400 Managemen Nyeri A
06-10-2017 Kronis 1. Melakukan pengkajian nyeri
07.00-08.00 komprehensif yang meliputi lokasi,
WIB karakteristik, frekuensi, kualitas,
intensitas atau beratnya nyeri dan faktor
 pencetus darinyeri sendi.
2. Memastikan perawatan analgesik bagi
 pasien dilakukan dengan pemantauan
yang ketat.
3. Menggunakan strategi komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
 pengalaman nyeri dan sampaikan
 penerimaan pasien terhadap nyeri.
4. Menggali bersama pasien faktor-faktor
yang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri.
5. Memberikan informasi mengenai nyeri,
seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan dirasakan, dan antisipasi
dari ketidaknyamanan akibat prosedur.
6. Mengurangi atau eliminasi faktor-
faktor yang dapat mencetuskan atau
meningkatkan nyeri (misal. Ketakutan,
kelelahan dan kurang pengetahuan.)
7. Mendorong pasien untuk memonitor
nyeri dan menangani nyerinya dengan

38
tepat.
8. Menggunakan tindakan pengontrol nyeri
sebelum nyeri bertambah berat
9. Memberikan obat sebelum melakukan
aktivitas untuk meningkatkan partisipasi
10.Mengevaluasi keefektifan dari
tindakan pengontrol nyeriyang di pakai
selama pengkajian nyeri dilakukan.
2 Jum’at  Hambatan 6490 Pencegahan Jatuh A
06-10-2017 mobilitas 1. Mengidentifikasi perilaku dan faktor
12.30-13.30 fisik yang mempengaruhi resiko jatuh
WIB  2. Mengajarkan pasien untuk beradaptasi
terhadap modifikasi gaya berjalan yang
telah di sarankan.
3. Menyarankan perubahan
pada gaya
 berjalar (terutama kecepatan) pada
 pasien
4. Membantu ambulasi individu yang
memiliki ketidakseimbangan.
5. Mengajarkan pasien bagaimana jika
 jatuh, untuk meminimalkan cedera.
6.Memonitor kemampuan untuk
 berpindah dari tempat tidur ke kursi dan
sebaliknya.
7.Mengajarkan anggota keluarga
mengenai faktor risiko yang
 berkontibusi terhadap adanya kejadian
 jatuh dan bagaimana keluarga bisa 
3 Jum’at  Ansietas 5820 Pengurangan Kecemasan A
06-10-2017 1. Menggunakan pendekatan yang tenang
15.00-16.00 dan menyakinkan.
WIB  2. Menjelaskan semua prosedur termasuk
sensasi yang akan dirasakan yang
mungkin akan dialami klien selama
 prosedure dilakukan.
3. Memposisikan diri di sisi klien untuk
meningkatkan rasa aman dan
mengurangi ketakutan
4. Mendorong keluarga untuk
mendampingi klien dengan cara yang
tepat.
5. Mendorong verbalisasi perasaan,
 persepsi dan ketakutan.
6.Mengidentifikasi pada saat terjadi
 perubahan tingkat kecemasan.

39
7
.
M
e
m
b
a
n
t
u

k
l
i
e
n

m
e
n
g
i
d
e
n
t
i
f
i
k
a
s
i

40
situasi yang memicu kecemasan 
8.Mengontrol stimulus untuk kebutuhan
klien secara tepat 
9.Membantu klien untuk
mengartikulasikan deskripsi yang
realitis mengenai kejadian yanag akan
datang 
4 Jum’at  Defisiensi 5602 Pengajaran: Proses penyakit A
06-10-2017 Pengetahuan 1. Mengkaji tingkat pengetahuan pasien
19.00-20.00 terkait dengan proses penyakit yang
WIB  spesifik.
2. Mereview pengetahuan pasien mengenai
 penyakitnya.
3. Menjelaskan tanda dan gejala yang
umum dari penyakit, sesuai kebutuhan.
4. Menjelaskan mengenai proses penyakit,
sesuai kebutuhan.
5. Memberikan informasi pada pasien
kondisinya, sesuai kebutuhan.
6. Memberi ketenangan terkait kondisi
 pasien, sesuai kebutuhan.
7. Memberi informasi kepada /orang yang
 penting bagi pasien mengenai
 perkembangan pasien, sesuai
kebutuhan.
8. Mendiskusikan pilihan
terapi/penanganan.
9. Mengedukasi pasien mengenai
tindakan untuk mengontrol atau
meminimalkan gejala, sesuai kebutuhan.
10.Memperkuat informasi yang
diberikandengan anggota tim kesehatan
lain, sesuai kebutuhan.
5210 Bimbingan Antisipatif
1. Membantu klien mengdentifikasi
kemungkinan perkembangan situasi
krisis yang akan terjadi dan efek dari
krisis yang bisa berdampak pada klien
dan keluarga.
2. Memberikan informasi mengenai
harapan-harapan realistis terkait dengan
 perilaku pasien.
3. Membantu klien mengidentifikasi
sumber-sumber yang tersedia dan plihan
yang tersedia terhadap tindakan [yang
akan dilakukan] dengan cara yang tepat.
41
4.Melibatkan keluarga maupun orang- orng terdekat klien jika memungkinkan.

3.5 Evaluasi

Diagnosa Evaluasi

S: pasien mengatakan “rasa nyeri


Nyeri Kronis sudah berkurang”  O: durasi pasien yang dirasakan
berkurang 
A: masalah teratasi sebagian 
P: lanjutkan intervensi
Hambatan mobilitas S:  pasien mengatakan “bisa membolak -balik posisi
fisik tidur” 
O:  pasien terlihat mampu melakukan mobilisai
secara mandiri
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi 
S: pasien mengatakan “sudah tidak merasakan cemas
Ansietas lagi” 
O: pasien terlihat percaya
diri  A: masalah teratasi 
P: hentikan intervensi 
S:  pasien mengatakan “ sudah mengerti mengenai
Defisiensi Pengetahuan  pencegahan dan gejala yang di berikan oleh
 perawat
O: pasien tampak percaya
diri  A: masalah teratasi 
P: hentikan intervensi

42
BAB 5. PENUTUP

5.1  KESIMPULAN

Artritis gout merupakan penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium
urat pada jaringan atau supersaturasi asam urat didalam cairan ekstarseluler. Dari waktu ke
waktu jumlah penderita asam urat cenderung meningkat (Sholihah,FW.,2014). Artritis gout
merupakan salah satu penyakit metabolik (metabolic syndrom) yang terkait dengan pola
makan diet tinggi purin dan minuman beralkohol. Penimbunan kristal monosodium urat
(MSU) pada sendi dan jaringan lunak merupakan pemicu utama terjadinya keradangan atau
inflamasi pada gout artritis (Nuki dan Simkin, 2006 dalam Widyanto, FH., 2014). Artritis
gout adalah jenis artritis terbanyak ketiga setelah osteoartritis dan kelompok rematik luar
sendi (gangguan pada komponen penunjang sendi, peradangan, penggunaan berlebihan)
(Nainggolan, 2009 dalam Widyanto, FH., 2014). Penyakit ini mengganggu kualitas hidup
 penderitanya. Peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia) merupakan faktor
utama terjadinya artritis gout (Roddy dan Doherty, 2010 dalam Widyanto, FH., 2014).
Gout dibagi dua yaitu gout akut dan kronis ,dan diagnosa yang dapat muncul dalam
 penyakit gout yaitu nyeri kronis,hambatan mobilitas fisik,ansietas,defisiensi pengetahuan
5.2  SARAN

Bagi pembaca diharapkan untuk mencari refrensi lain untuk lebih luas wawasan dan
menambah kurangnya makalah kami.Bagi perawat diharapkan dapat mendekteksi dini

 penyakit gout sebelum terlambat.

43
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi. 8 volume 2.
Jakarta : EGC

Bulechek, G., H. Butcher. J. Dotcterman. dan C. Wagner. 2013. Nursing Intervention


Classification (NIC). 6th Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh I. Nurjannah. dan R.D. 

Departemen Kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2013.

Herdman, T.H.. 2015.  Nursing Diagnoses: Definitions & Classifications 2015-2017 . Jakarta:
EGC.

Indriati, Ria K. 2012.  Asuhan Keperawatan Keluarga Tn.D dengan Gangguan Sistem
 Muskuloskeletal: Gout pada Ny.H di Desa Pucangsawit RT 01/RW 01 Wilayah Kerja

 Puskesmas Pucangsawit Surakarta  [online]. tersedia:


http
ttp://e
//eprints.ums.ac.id/21893/
21893/13/
13/NASKAH_PUBLIKASI.pdf
pdf  . diakses tanggal 7
Oktober
2017

Morhead, S., M. Johnson. M.L. Maas. dan E. Swanson. 2013. Nursing Outcome Classification
(NOC). 5th Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh I. Nurjannah. dan R.D.
Tumanggor. 2016. Nursing Outcome Classification (NOC). Edisi Indonesia. Yogyakarta:
CV. Mocomedia
Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-. Proses Penyakit,

Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC


Smith, E., Hoy, D., Cross, M., et al., 2014. The Global Burden of Gout: Estimates from the
Global Burden of Disease 2010 Study. Ann Rheum Dis volume 73: 1470-1476

Tumanggor. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC). Edisi Indonesia. Yogyakarta: CV.


Mocomedia
Zakhiah, Nur Rochma L. 2015. Asuhan Keperawatan pada Keluarga Ny.B dengan Masalah
Utama Gout pada Ny.B di Desa Jagalan Pabelan Kartasura Sukoharjo [serial online].
tersedia: h
http
ttp://e
//eprints.ums.ac.id/33878/
33878/1/NASKAH%20P
20PUBLIKASI.pdf
pdf.   diakses
tanggal 7 Oktober 2017

44
45

Anda mungkin juga menyukai