Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR RADIUS

Oleh
I GUSTI AYU VINA WIRATIH
203221092

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PROFESI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2022
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Clinical Teacher Mahasiswa

(I Gusti Ayu Vina Wiratih)


NIM. 203221092
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN
COVER
DAFTAR ISI
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi................................................................................ 1
2. Anatomi Fisiologi............................................................... 2
3. Etiologi................................................................................ 11
4. Manifestasi Klinis............................................................... 12
5. Patofisiologi........................................................................ 14
6. Pathway............................................................................... 18
7. Komplikasi.......................................................................... 19
8. Klasifikasi........................................................................... 23
9. Pemeriksaan Penunjang...................................................... 25
10. Penatalaksanaan.................................................................. 26
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian........................................................................... 32
2. Diagnosa Keperawatan....................................................... 40
3. Intervensi Keperawatan...................................................... 41
4. Implementasi Keperawatan................................................. 50
5. Evaluasi............................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN FARKTUR

I. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi

Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu

tulang. Jika terjadi fraktur,maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali

terganggu. Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera

tulang, tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek,

saraf yang putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi

komplikasi pemulihan klien (Black, J & Wilk, 2014).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya

tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau

tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma (Lukman & Ningsih,

2013).

Fraktur adalah gangguan komplet atau tak-komplet pada kontinuitas

struktur tulang dan didefinisikan sesuai jenis keluasannya (Smeltzer, C.,

2016).

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang rawan baik

bersifat total maupun sebagian, penyebab utama dapat disebabkan

oleh trauma atau tenaga fisik tulang itu sendiri dan jaringan lunak

disekitarnya (Helmi, 2013).

1
2

B. Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal

1. Anatomi

a. Sistem Musculoskeletal

Sistem musculoskeletal terdiri dari tulang, sendi, otot, dan

struktur pendukung lainnya (tendon ligamen, fasia dan bursae).

Pertumbuhan dan perkembangan struktur ini terjadi dari kanak-kanak

sampai remaja. Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang

lebih 25% berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%.

Kesehatan dan funsi sistem musculoskeletal sangat bergantung pada

sistem tubuh lain. Struktur tulang memberikan perlindungan terhadap

organ vital, termasuk otak, jantung dan paru. Kerangka tulang

merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh. Otot

yang meleket ke tulang memungkinkan tubuh bergerak. Berikut jenis

tulang yang ada dalam sistem musculoskeletal.

1) Tulang panjang

Tulang panjang berbentuk silindris dan berukuran panjang

seperti batang (diafisis) tersususn atas tulang kompakta dengan

kedua ujungnya berbentuk bulat (epifisis) tersususn atas tulang

kanselus. Tulang diafisis memiliki lapisan luar berupa tulang

kompakta yang melindungi sebuah rongga tengah yang disebut

kanal medulla, yang mengandung sumsum kuning. Sumsum

kuning terdiri dari lemak dan pembuluh darah, tapi suplai darah
3

atau eritrositnya tidak banyak. Tulang episfisis terdiri dari tulang

spongiosa yang mengandung sumsum merah yang isinya sama

seperti sumsum kuning dan dibungkus oleh selapis tipis tulang

kompakta. Bagian luar tulang panjang di lapisi jaringan fibrosa

kuat yang disebut periosteum. Lapisan ini kaya dengan

pembuluh darah yang menembus tulang. Contoh tulang panjang:

femur dan humerus.

2) Tulang pendek

Tulang pendek bentuknya hampir sama dengan tulang panjang,

tetapi bagian distal lebih kecil dari bagian proksimal, serta

berukuran pendek dan kecil. Berfungsi sebagai tempat

pembentukan sel darah merah dan sela darah putih. Contoh

tulang pendek: ruas-ruas tulang belakang, tulang pergelangan

tangan, tulang pergelangan kaki.

3) Tulang pipih

Tulang pipih bentuknya gepeng, berisi sel pembuluh darah

merah dan putih, dan melindungi organ vital dan lunak di

bawahnya terdiri dari dua lapis tulang kompakta dan di bagian

tengahnya terdapat lapisan spongiosa. Tulang ini juga dilapisi

oleh periostenum yang dilewati oleh dua kelompok pembulu

darah yang menembus tulang untuk menyuplai darah ke tulang


4

kompakta dan tulang spongiosa. Contoh: tulang sternum, kepala,

scapula, panggul, tulang dada, tulang belikat.

4) Tulang tidak beraturan

Tulang tidak beraturan mempunyai bentuk yang unik sesuai

fungsinya. Terdiri dari tulang spongiosa yang dibungkus selapis

tipis tulang kompakta. Tulang ini diselubungi peristoneum

kecuali pada permukaan sendinya seperti tulang pipih.

Persistoneum ini memberi dua kelompok pembuluh darah untuk

menyuplai tulang spongiosa dan kompakta. Contoh: tulang

vertebra dan tulang telinga tengah

5) Tulang sesamoid

Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang teretak di sekitar

tulang yang berdekatan dengan persendian. Berkembang

bersama tendon dan jaringan fasial. Contoh : tulang patella.

6) Tulang pipa

Tulang pipa bentuknya bulat, panjang dan tengahnya berongga.

Contoh tulang pipa yaitu; tulang paha, tulang lengan atas, tulang

jari tangan. Funsginya adalah sebagai tempat pembentukan sel

darah merah.
5

b. Struktur tulang

Tersusun oleh jaringan tulang kompakta dan konselus. Tulang

kompakta terlihat padat, akan tetapi jika di periksa dengan makroskop

terdiri dari sistem havers. Sistem ini terdiri dari kanal havers yang

terdiri dari pembuluh darah, saraf dan pembuluh limfe, lamella

(lempengan tulang yang mengelilingi kanal sentra), kaluna (ruang

diantara lamella yang mengandung sel-sel tulang atau osteosit dan

saluran limfe), dan kanalikuli (saluran kecil yang menghubungkan

kaluna dan kanal sentral).

Saluran ini mengandung pembuluh limfe yang membawa

nutrient dan oksigen ke osteosit. Sel-sel penyusun tulang terdiri dari:

osteoblas yang berfungsi menghasilkan jaringan osteosit, dan

menyekresi sejumlah besar fosfatase alkali yang berperan penting

dalam pengendapan kalsium dan fosfat di dalam matriks tulang.

Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan

untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoclas

adalah sel-sel berinti yang banyak yang memungkinkan mineral dan

matriks tulang dapat diabsorbi. Sel-sel ini menghasilkan enzim

proteolitik yang memecah matriks dan beberapa asam yang

menyalurkan mineral tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke

dalam darah.
6

Pergerakan tidak mungkin terjadi jika kelenturan dalam rangka

tulang tidak ada.kelenturan dimungkinkan karena adanya persendian.

Sendi merupakan suatu ruangan, dimana satu atau dua tulang berada

saling berdekatan. Fungsi utama sendi adalah memberikan

pergerakan dan fleksibilitas dalam tubuh. Bentuk persendian

ditetapkan berdasarkan jumlah dan tipe pergerakannya, sedangkan

klasifikasi sendi berdasarkan pada jumlah pergerakkan yang

dilakukan. Menurut klasifikasinya, sendi terdiri dari:

1) Sendi sinartrosis (sendi yang tidak bergerak sama sekali)

contohnya sutura tulang tengkorak.

2) Sendi amfiartrosis (sendi bergerak terbatas) contohnya pelvik,

simfisis, dan tibia

3) Sendi diartrosis/sinoval (sendi bergerak bebas) contohnya siku,

lutut, dan pergelangan tangan

Berdasarkan strukturnya, sendi dibedakan atas:

1) Fibrosa

Sendi ini tidak memiliki lapisan tulang rawan, tulang yang satu

dengan tulang yang lainnya dihubungkan oleh jaringan

penyambung fibrosa. Contohnya, sutura tulang tengkorak,

perlekatan tulang tibia dan fibula bagian distal.


7

2) Kartilago

Sendi yang ujung-ujungnya terbungkus oleh tulang rawan hialin,

disokong oleh ligament dan hanya dapat sedikit bergerak.

3) Sendi synovial

Sendi tubuh yang dapat digerakkan serta memiliki rongga sendi

dan permukaan sendi yang dilapisi tulang rawan hialin. Sendi ini

adalah jenis sendi yang paling umum dalam tubuh dan berasal dari

kata sinovium yang merupakan membrane yang mensekresikan

cairan synovial untuk lubrikasi dan absorbsi syok.

Selain persendian, otot juga termasuk dalam sistem rangka atau

sistem musculoskeletal. Otot skeletal secara volunteer dikendalikan

oleh sistem saraf pusat dan perifer. Penghubung antara saraf motorik

perifer dan sel-sel otot dikenal sebagai motor end plate. Otot dibagi

dalam tiga kelompok, yaitu:

1) Ototr rangka (lurik)

Diliputi oleh kapsul jaringan ikat. Lapisan jaringan ikat yang

membungkus otot disebut fasia otot episium. Otot ini terdiri dari

berkas-berkas sel-sel otot kecil yang dibungkus lapisan jaringan

ikat yang disebut perimisium. Sel otot ini dilapisi jaringan ikat

yang disebut endomisium.


8

2) Otot visceral (polos)

Terdapat pada saluran pencernaan, saluran perkemihan, dan

pembuluh darah. Otot ini dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan

kontrraksinya tidak dibawah kontrol keinginan.

3) Otot jantung

Ditemukan hanya pada jantung dan kontraksinya diluar kontrol

atau diluar keinginan. Otot ini berkontraksi jika ada rangsangan

dari adenosine trifosfat (ATP) dan kalsium.

Fungsi otot skeletal adalah mengontrol pergerakan, memeprtahankan

postur tubuh dan menghasilkan panas.

1) Eksitabilitas adalah kesanggupan sel untuk menerima dan

merespon stimulus. Stimulus dihantarkan oleh neurotransmitter

yang dikeluarkan oleh neuron dan respons yang ditransmisikan

oleh potensial aksi pada membrane plasma dari sel otot.

2) Kontraktibilitas adalah kesanggupan sel untuk merespon stimulus

dengan memendek secara paksa

3) Ekstensibilitas adalah kesanggupan sel untuk merespon stimulus

dengan memperpanjang dan memperpendek serat otot saat

relaksasi ketika berkontraksi dan memanjang jika rileks. Elastisitas

adalah kesanggupan sel untuk mengasilkan waktu istirahat yang

lama setelah memendek dan memanjang (Moore & dalley, 2013).


9

c. Fisiologi

Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan

peran dalam pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka,

tendon, ligament, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang

menghubungkan struktur tersebu. Tersusun atas suatu jaringan

dinamis dari tiga jenis sel antara lain : osteoblast, osteosit dan

osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen

tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan osteoid

melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif

menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mengsekresikan sejumlah

besar fosfatase alkali, yang memegang peran penting dalam

mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang, sebagian

fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar

fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik

tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang

atau pada kasus metastasis kanker ke tulang.

Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak

sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang

padat. Osteklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang

memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi. Sel-sel

ini menghsilkan enzim-enzim proteolotik yang memecahkan matriks

dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga


10

kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah. Secara umum

fungsi tulang antara lain:

1) Sebagai kerangka tubuh. Tulang sebagai kerangka yang

menyokong dan memberi bentuk tubuh.

2) Proteksi sistem musculoskeletal melindungi organ- organ

penting, misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak,

jantung dan paru-paru terdapat pada rongga dada (cavum

thorax) yang di bentuk oleh tulang-tulang kostae (iga).

3) Ambulasi dan mobilisasi Adanya tulang dan otot

memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan

perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system

pengungkit yang di gerakan oleh otot- otot yang melekat pada

tulang tersebut ; sebagai suatu system pengungkit yang

digerakan oleh kerja otot-otot yang melekat padanya.

4) Deposit mineral sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan

elemen-elemen lain. Tulang mengandung 99% kalsium dan

90% fosfor tubuh.

5) Hemopoesis Berperan dalam bentuk sel darah pada red

marrow.

6) Untuk menghasilkan sel-sel darah merah dan putih dan

trombosit dalam sumsum merah tulang tertentu, (Saputra, L.,

Dwisang, E., 2012).


11

C. Etiologi

Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan

suatu retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan.

Kerusakan tersebut menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma.

Fraktur yang tidak terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang

tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang yang

patah dikenal sebagai fraktur lengkap (Mary, D., Jackson, D., Keogh, 2014).

Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya remuk, gerakan

punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Umumnya fraktur

disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada

tulang. Pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur ,

berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait

dengan perubahan hormon pada menopause (Lukman & Ningsih, 2013).

Penyebab fraktur antara lain:

a. Cedera traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga

tulang patah secara spontan

2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari

lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga

menyebabkan fraktur klavikula

3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak


12

b. Fraktur patologik

Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor

mengakibatkan:

1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak

terkendali

2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut

atau dapat timbul salah satu proses yang progresif

3) Rakhitis

4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinis menurut (Black, J & Wilk, 2014), antara lain:

1. Deformitas

Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas

pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan terjadinya

keadaan pemendekan tungkai, deformitas rotasional, atau angulasi.

Dibandingkan sisi yang sehat,lokasi fraktur dapat memiliki deformitas

yang nyata.
13

2. Pembengkakan

Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari adanya akumulasi

cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan

sekitar.

3. Memar

Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.

4. Spasme otot

Spasme otot involuntary sebagai bidai alami untuk mengurangi

gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.

5. Nyeri

Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi

fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-

masing klien. Nyeri biasanya dirasakan terus-menerus, meningkat jika

fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen

fraktur yang bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.

6. Ketegangan

Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.

7. Kehilangan fungsi

Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau

karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena.

Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf


14

8. Gerakan abnormal dan krepitasi

Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau

gesekan antar fragmen fraktur.

9. Perubahan neurovaskular

Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau

struktur vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas

atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur

10. Syok

Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau

tersembunyi dapat menyebabkan syok.

E. Patofisiologi

Pada kondisi trauma, diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan

batang femur individu dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi karena trauma

langsung dan tidak langsung pada pria muda yang mengalami kecelakaan

kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian. Kondisi degenerasi tulang

(osteoporosis) atau keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur

patologis tanpa riwayat trauma, memadai untuk mematahkan tulang femur

(Mutaqin, 2012).
15

Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya

pegas untuk menahan tekanan. Tetapi apabila tekanan eksternal datang lebih

besar daripada tekanan yang diserap tulang, maka terjadilah trauma tulang

yang dapat mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.

Fraktur atau gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma

gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan

metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang

terbuka maupun yang tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan

mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP (cardiac

output) menurun maka terjadilah perubahan perfusi jaringan. Hematoma

akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edema lokal maka

penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai

serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain

itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang

menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu

fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat

terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan

lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.

Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan

rupturnya pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya

pendarahan. Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi


16

tubuh, otot dan sirkulasi viseral. Karena adanya cedera, respon terhadap

berkurangnya volume darah yang akut adalah peningkatan detak jantung

sebagai usaha untuk menjaga output jantung, pelepasan katekolamin-

katekolamin endogen meningkatkan tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan

meningkatkan tekanan darah diastolic dan mengurangi tekanan nadi (pulse

pressure), tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ.

Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan kedalam

sirkulasi sewaktu terjadinya syhok, termasuk histamin, bradikinin beta-

endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokinin-sitokinin lain. Ini

berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah.

Pada syok perdarahan yang masih disini, mekanisme kompensasi

sedikit mengatur pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi

volume darah didalam sistem vena sistemik. Cara paling efektif untuk

memulihkan kardiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi

tidak adekuat mendapat substrat esensial yang diperlukan untuk

metabolisme airobik normal dan produksi energi. Pada awal terjadi

konpensasi dengan berpindah ke etabolisme anaerobik, hal mana

mengakibatkan pembentukan asam laktat dan berkembangnya asidosis

metabolik bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian substrat untuk

pembentukan ATP (adenosin triphosphat) tidak memadai, maka membran

sel tidak lagi mempertahankan integritasnya dan gradientnya elektrik normal

hilang.
17

Pembengkakan retikulum endokplasmik merupakan tanda ultra

struktural pertama dari hipoksia seluler setelah itu tidak lama lagi akan di

ikuti cedera mitokondrial. Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang

mencernakan struktur intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah

pembengkakan sel. Juga terjadi penumpukan kalsium intra- seluler. Bila

proses ini berjalan terus, terjadilah cidera seluler yang progresif,

penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses ini memperberat

dampak kehilangan darah dan hipoperfusi. Sewaktu tulang patah

perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah dan kedalam jaringan

lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya mengalami

kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur.

Ditempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi

sebagai jala-jala untuk melakukan aktifitas osteoblast terangsang dan

terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direbsorbsi

dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling membentuk tulang sejati.

Insufisiensi pembuluhuh darah atau penekanan tersebut saraf yang berkaitan

dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan

darah ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak

terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan

jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringan yang

mengakibat kan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot (Wijaya,

A.S. & Putri, 2013).


18

F. Pathway
19

G. Komplikasi
20

Ada beberapa kondisi komplikasi fraktur. Komplikasi tergantung pada

jenis cedera, usia klien, adanya masalah kesehatan lain (komordibitas) dan

penggunaan obat yang mempengaruhi perdarahan, seperti warfarin,

kortikosteroid, dan NSAID. Komplikasi yang terjadi setelah fraktur.

Komplikasi fraktur menurut (Black, J & Wilk, 2014) antara lain :

1. Cedera saraf

Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera dapat

menyebabkan cedera saraf. Perlu diperhatikan terdapat pucat dan

tungkai klien yang sakit teraba dingin, ada perubahan pada kemampuan

klien untuk menggerakkan jari-jari tangan atau tungkai, parestesia, atau

adanya keluhan nyeri yang meningkat.

2. Sindroma kompartemen

Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai bawah dilapisi oleh

jaringan fasia yang keras dan tidak elastis yang tidak akan membesar

jika otot mengalami pembengkakan. Edema yang terjadi sebagai respon

terhadap fraktur dapat menyebabkan peningkatan tekanan kompartemen

yang dapat mengurangi perfusi darah kapiler. Jika suplai darah lokal

tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolik jaringan, maka terjadi

iskemia. Sindroma kompartemen merupakan suatu kondisi gangguan

sirkulasi yang berhubungan dengan peningkatan tekanan yang terjadi

secara progresif pada ruang terbatas. Hal ini disebabkan oleh apapun

yang menurunkan ukuran kompartemen.Gips yang ketat atau faktor-


21

faktor internal seperti perdarahan atau edema. Iskemia yang

berkelanjutan akan menyebabakan pelepasan histamin oleh otot-otot

yang terkena, menyebabkan edema lebih besar dan penurunan perfusi

lebih lanjut. Peningkatan asam laktat menyebabkan lebih banyak

metabolisme anaerob dan peningkatan aliran darah yang menyebabakan

peningkatan tekanan jaringan. Hal ini akan mnyebabkan suatu siklus

peningkatan tekanan kompartemen. Sindroma kompartemen dapat

terjadi dimana saja, tetapi paling sering terjadi di tungkai bawah atau

lengan. Dapat juga ditemukan sensasi kesemutanatau rasa terbakar

(parestesia) pada otot.

3. Kontraktur Volkman

Kontraktur Volkman adalah suatu deformitas tungkai akibat sindroma

kompartemen yang tak tertangani. Oleh karena itu, tekanan yang terus-

menerus menyebabkan iskemia otot kemudian perlahan diganti oleh

jaringan fibrosa yang menjepit tendon dan saraf. Sindroma

kompartemen setelah fraktur tibia dapat menyebabkan kaki nyeri atau

kebas, disfungsional, dan mengalami deformasi.

4. Sindroma emboli lemak


22

Emboli lemak serupa dengan emboli paru yang muncul pada pasien

fraktur. Sindroma emboli lemak terjadi setelah fraktur dari tulang

panjang seperti femur, tibia, tulang rusuk, fibula, dan panggul.

5. Kaku sendi atau artritis

Setelah cedera atau imobilisasi jangka panjang , kekauan sendi dapat

terjadi dan dapat menyebabkan kontraktur sendi, pergerakan ligamen,

atau atrofi otot. Latihan gerak sendi aktif harus dilakukan semampunya

klien. Latihan gerak sendi pasifuntuk menurunkan resiko kekauan sendi.

6. Nekrosis avaskular

Nekrosis avaskular dari kepala femur terjadi utamanya pada fraktur di

proksimal dari leher femur. Hal ini terjadi karena gangguan sirkulasi

lokal. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya nekrosis vaskular

dilakukan pembedahan secepatnya untuk perbaikan tulang setelah

terjadinya fraktur

7. Malunion

Malunion terjadi saat fragmen fraktur sembuh dalam kondisi yang tidak

tepat sebagai akibat dari tarikan otot yang tidak seimbang serta gravitasi.

Halini dapat terjadi apabila pasien menaruh beban pada tungkai yang

sakit dan menyalahi instruksi dokter atau apabila alat bantu jalan

digunakan sebelum penyembuhan yang baik pada lokasi fraktur.

8. Penyatuan terhambat
23

Penyatuan menghambat terjadi ketika penyembuhan melambat tapi tidak

benar-benar berhenti, mungkin karena adanya distraksi pada fragmen

fraktur atau adanya penyebab sistemik seperti infeksi.

9. Non-union

Non-union adalah penyembuhan fraktur terjadi 4 hingga 6 bulan setelah

cedera awal dan setelah penyembuhan spontan sepertinya tidak terjadi.

Biasanya diakibatkan oleh suplai darah yang tidak cukup dan tekanan

yang tidak terkontrol pada lokasi fraktur.

10. Penyatuan fibrosa

Jaringan fibrosa terletak diantara fragmen-fragmen fraktur. Kehilangan

tulang karena cedera maupun pembedahan meningkatkan resiko pasien

terhadap jenis penyatuan fraktur.

11. Sindroma nyeri regional kompleks

Sindroma nyeri regional kompleks merupakan suatu sindroma disfungsi

dan penggunaan yang salah yang disertai nyeri dan pembengkakan

tungkai yang sakit, (Wijaya, A.S. & Putri, 2013).

H. Klasifikasi
24

Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur

terbuka. Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi

cedera, sedangkan fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas

cedera tulang. Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka,

yang dibagi berdasarkan keparahannya (Black, J & Wilk, 2014):

1. Derajat 1: Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal

2. Derajat 2: Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang.

3. Derajat 3: Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada

jaringan lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka

dengan derajat 3 harus sedera ditangani karena resiko infeksi.

Menurut Wiarto, (2017) Fraktur dapat dibagi ke dalam tiga jenis antara lain:

1. Fraktur tertutup

Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada

bagian luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak

berhubungan dengan bagian luar

2. Fraktur terbuka

Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya

luka pada daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan

dengan udara luar, biasanya juga disertai adanya pendarahan yang

banyak. Tulang yang patah juga ikut menonjol keluar dari permukaan

kulit, namun tidak semua fraktur terbuka membuat tulang menonjol


25

keluar. Fraktur terbuka memerlukan pertolongan lebih cepat karena

terjadinya infeksi dan faktor penyulit lainnya.

3. Fraktur kompleksitas

Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas

terjadi patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi

dislokasi.

Menurut Wiarto, (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara lain:

1. Fraktur transversal

Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak lurus

terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur ini , segmen-segmen tulang

yang patah direposisi atau direkduksi kembali ke tempat semula, maka

segmen-segmen ini akan stabil dan dikontrol dengan bidai gips.

2. Fraktur kuminutif

Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri dari

dua fragmen tulang.

3. Fraktur oblik

Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut

terhadap tulang.

4. Fraktur segmental
26

Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang

menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya, fraktur

jenis ini biasanya sulit ditangani.

5. Fraktur impaksi

Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang

menumbuk tulang yang berada diantara vertebra.

6. Fraktur spiral

Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan

sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan

imobilisasi.

I. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Penunjang menurut (Nurarif, A.H., & Kusuma, 2015), antara

lain;

1. X-ray : untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur mengetahui

tempat dan tipe fraktur, biasanya diambil sebelum dan sesudah

dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodik. Hal

yang harus dibaca pada X-ray :

a. Bayangan jaringan lunak


27

b. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau

biomekanik atau juga rotasi

c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction

d. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

2. Scan tulang, temogram atau scan CT/MRIB : mempelihatkan fraktur

lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan

vaskuler

4. Hitung darah lengkap : hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun

pada perdarahan, peningkatan leukosit sebagai respon terhadap

peradangan

5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens

ginjal

6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,

transfusi atau cedera hati

J. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan kegawat daruratan setelah pasien sampai di UGD yang

pertama kali harus dilakukan adalah mengamankan dan mengaplikasikan

prinsip ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability Limitation,

Exposure).
28

a. A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai

adalah kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya

obstruksi jalan nafas oleh adanya benda asing atau fraktus di bagian

wajah. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus memproteksi

tulang cervikal, karena itu teknik Jaw Thrust dapat digunakan.

Pasien dengan gangguan kesadaran atau GCS kurang dari 8 biasanya

memerlukan pemasangan airway definitif.

b. B : Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita

harus menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi

fungsi dari paru paru yang baik, dinding dada dan diafragma.

Beberapa sumber mengatakan pasien dengan fraktur ektrimitas

bawah yang signifikan sebaiknya diberi high flow oxygen 15 l/m

lewat non-rebreathing mask dengan reservoir bag.

c. C : Circulation. Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus

diperhatikan di sini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac

output. Pendarahan sering menjadi permasalahan utama pada kasus

patah tulang, terutama patah tulang terbuka. Patah tulang femur

dapat menyebabkan kehilangan darah dalam paha 3 – 4 unit darah

dan membuat syok kelas III. Menghentikan pendarahan yang terbaik

adalah menggunakan penekanan langsung dan meninggikan lokasi

atau ekstrimitas yang mengalami pendarahan di atas level tubuh.


29

Pemasangan bidai yang baik dapat menurunkan pendarahan secara

nyata dengan mengurangi gerakan dan meningkatkan pengaruh

tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang terbuka,

penggunaan balut tekan steril umumnya dapat menghentikan

pendarahan. Penggantian cairan yang agresif merupakan hal penting

disamping usaha menghentikan pendarahan.

d. D : Disability. menjelang akhir survey primer maka dilakukan

evaluasi singkat terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini

adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda

lateralisasi dan tingkat cedera spinal.

e. E : Exposure. pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring

dengan cara menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien.

setelah pakaian dibuka, penting bahwa pasien diselimuti agar pasien

tidak hipotermia.

2. Menurut Mutaqin, (2012) konsep dasar penatalaksanaan fraktur yaitu;


a. Fraktur terbuka.

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh

bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam

(golden period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan;

pembersihan luka, eksisi jaringan mati atau debridement, hecting

situasi dan pemberian antibiotik.


30

b. Seluruh fraktur.

Rekognisi (Pengenalan). Riwayat kejadian harus jelas untuk

menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.

1) Reduksi (Reposisi) terbuka dengan fiksasi interna (Open

Reduction and Internal Fixation/ORIF). Merupakan upaya

untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimum. Dapat juga diartikan reduksi fraktur

(setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada

kesejajaran dan rotasi anatomis.

2) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna (Open Reduction and

Enternal Fixation/ORIF), digunakan untuk mengobati patah

tulang terbuka yang melibatkan kerusakan jaringan lunak.

Ekstremitas dipertahankan sementara dengan gips, bidai atau

alat lain. Alat imobilisasi ini akan menjaga reduksi dan

menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Alat ini

akan memberikan dukungan yang stabil bagi fraktur

comminuted (hancur dan remuk) sementara jaringan lunak yang

hancur dapat ditangani dengan aktif (Smeltzer & Bare, 2013).

3) Retensi (Immobilisasi).

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga

kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi,

fragmen tulang harus dimobilisasi, atau di pertahankan dalam


31

posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal meliputi

pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips,

atau fiksatoreksternal. Implant logam dapat digunakan untuk

fiksasi internal yang berperan sebagia bidai interna untuk

mengimobilisasi fraktur.

4) Graf tulang, yaitu tindakan dengan penggantian jaringan tulang

untuk menstabilkan sendi, mengisi defek atau perangsangan

dalam proses penyembuhan. Tipe graf yang digunakan

tergantung pada lokasi yang terkena, kondisi tulang, dan jumlah

tulang yang hilang akibat cedera. Graf tulang dapat berasal dari

tulang pasien sendiri (autograft) atau tulang dar tissue bank

tulang (allograft).

5) Rehabilitasi adalah upaya menghindari atropi dan kontraktur

dengan fisioterapi. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan

sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (missal: Pengkajian

peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli

bedah orthopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan

neurovaskuler. Kegelisahan ansietas dan ketidaknyamanan

dikontrol dengan berbagai pendekatan (misalnya: menyakinkan,

perubahan posisi, stageri peredaan nyeri, termasuk analgetik).

Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk


32

meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran

darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan

untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.

Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai

batasan terapeutik., (Mutaqin, 2012).


BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Pengkajian Primer (Primary Survey)

Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segala masalah

aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak terhadap

kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Prioritas

penilaian ditentukan berdasarkan:

a. A= Airway :

Bersihan jalan nafas pasien dengan fraktur dikaji lebih dalam

untuk menilai ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas, distress

pernafasan, tanda-tanda perdarahan dari jalan nafas, muntahan,

edema laring. Pada kasus fraktur ektremitas cenderung tidak

melibatkan trauma pada wajah, sehingga tidak mengalami

masalah yang berarti pada airway.

b. B= Breathing and ventilation

Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada dapat

mengalami masalah jika fraktur melibatkan trauma pada area

dada.

c. C= Circulation

1) Denyut nadi karotis tidak mengalami masalah yang berarti,

jika fraktur tidak melibatkan area vital

33
34

2) Tekanan darah dapat mengalami penurunan. Jika pasien

mengalami perdarahan berisiko mengalami syok

3) Warna kulit, kelembaban kulit pada area fraktur mengalami

penurunan, jaringan kulit rusak dan warna dapat mengalami

perubahan menjadi pucat, akibat dari penurunan sirkulasi

pada area yang mengalami fraktur.

4) Tanda-tanda perdarahan ekstrenal dan internal dapat terjadi

pada area fraktur.

d. D=Disability

1) Tingkat kesadaran pasien masih pasien tergantung pada

lokasi fraktur dan keterlibatan organ vital

2) Keterbatasan pada ektremitas

3) Menentukan GCS dengan respon Alert, Verbal, Pain,

Unresponsive. Pada pasien fraktur, GCS beresiko mengalami

penurunan tergantung kondisi fraktur

4) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya umumnya

normal jika fraktur tidak melibatkan organ vital.

e. E=Exposure

Tanda-tanda trauma pada pasien fraktur, meliputi jejas, dan

jaringan kulit yang terbuka


35

2. Pengkajian Skunder (Secondary Survey)

Pengkajian skunder dilakukan setelah pengkajian primer. Hal-hal

yang dikaji dalam pengkajian skunder antara lain;

a. Identitas klien: Nama, Umur, Alamat, Jenis Kelamin, No Cm,

Pendidikan, Asuransi, Golongan Darah, Pekerjaan, Identitas

Penanggung Jawab.

b. Keluhan utama: alasan utama pasien datang ke rumah sakit.

Pasien biasanya mengalami nyeri yang hebat, disertai perdarahan

atau penurunan kesadaran jika fraktur melibatkan organ vital

c. Riwayat kesehatan sekarang: pengumpulan data yang dilakukan

untuk mengetahui sebab dari fraktur, yang nantinya membantu

dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini biasanya

berupa kronologi terjadinya penyakit sehingga dengan

mengetahui mekanisme terjadina kecelakaan bisa diketahui

kemungkinan luka kecelakaan yang lain.

d. Riwayat kesehatan dahulu: pengkajian ini dapat menentukan

seberapa lama tulang akan menyambung. Penyakit-penyakit

seperti kanker tulang atau penyakit lain yang berhubungan

dengan tulang dapat menyebabkan proses penyambungan pada

tulang terhambat. Selain itu riwayat penyakit diabetes juga dapat

memperbutuk kondisi luka.

e. Pengkajian Lainnya :
36

1) Metode pengkajian 6B :

a) B 1 : Breathing (Pernafasan/Respirasi)

Yang perlu diperhatikan dalam breating yaitu:

(1) Pola napas : kecepatan, irama, dan kualitas, kedalam

(2) Bunyi napas: vesikuler, weezhing, ronci

(3) Bentuk dada: normal, barrel chest, flail shest

(4) Sputum: cairan yang keluar harus dinilai warnanya,

jumlah dan konsistensinya.

(5) Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan

kesimetrisannya, retraksi dari otot-otot interkostal,

substrernal, pernapasan abdomen, dan respirasi

paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Adanya

nyeri tekan atau tidak

(6) Suara pemeriksaan dada dengan perkusi, terdengar

sonor, atau hipersonor

b) B 2 : Blood (Kardiovaskuler / Sirkulasi)

Yang perlu diperhatikan dalam bleeding yaitu :

(1) Irama jantung : frekuensi, reguler atau irregular

(2) Ada Distensi Vena Jugularis tidak

(3) Tekanan Darah : hipotensi dapat terjadi akibat

kekurangan volume cairan

(4) Bunyi jantung : S1 , S2 tunggal regular, suara

tambahan murmur, gallop

(5) Pengisian kapiler : CRT normal kurang dari 3 detik


37

(6) Nadi perifer : teraba / tidak dan kualitasnya

(7) Suara perkusi pekak/tidak

c) B 3 : Brain (Persyarafan/Neurologik)

Yang perlu diperhatikan dalam Brain yaitu :

(1) Tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale

(GCS), Compos Mentis Apatis, Delirium, Somnolen

(Obtundasi, Letargi), Stupor (soporo koma), Coma

(2) Suhu tubuh, bentuk wajah dan kepala, reflek pupil

d) B 4 : Bladder (Perkemihan – Eliminasi Uri)

Yang perlu diperhatikan dalam bladder yaitu

(1) Urine: warna, jumlah, dan karakteristik urine,

termasuk berat jenis urine.

(2) Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi

cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi ginjal.

(3) Distesi kandung kemih

e) B 5 : Bowel (Pencernaan – Eliminasi Alvi)

Yang perlu diperhatikan dalam bowel yaitu

(1) Rongga mulut. Penilaian pada mulut adalah ada

tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah

dapat menunjukan adanya dehidarsi.

(2) Bising usus. Lakukan observasi bising usus selama

± 2 menit.

(3) Suara asukultasi timpani.

f) B 6 : Bone (Tulang – Otot – Integumen)


38

Yang perlu diperhatikan dalam bone yaitu:

(1) Suara krepitasi, deformitas, edema, nyeri

(2) Gangguan atau hambatan dalam mobilisasi

(3) Lokasi fraktur, panjang fraktur, jenis fraktur, adanya

perdarahan lokal

2) Metode pengkajian riwayat pasien:

A (allergis) : Adanya riwayat alergi yang


dimiliki pasien

M (medications) : Ada tidaknya pengobatan


yang dilakukan sebelumnya

P (pertinent past : Riwayat penyakit pasien


medical hystori) sebelumnya

L (last oral intake : Makan, minum


solid or liquid) terakhir termasuk
jenisnya

E (event leading to : Pencetus /kejadian yang


injury or illness) menyebabkan keluhan

3) Metode pengkajian nyeri:

P (provoked : Pencetus nyeri, dan hal yang


menimbulkan nyeri yang
39

) dirasakan pasien

Q (quality) : Seberapa berat nyeri yang


dirasakan dan bagaimana
karakter nyeri tersebut

R (regio) : Lokasi nyeri yang dirasakan,


apakah menyebar ke daerah lain

S (scale) : Rentang nyeri yang dirasakan


atau tingkat nyeri yang dirasakan

T (time) : Kapan keluhan nyeri mulai


dirasakan, seberapa sering
keluhan tersebut dirasakan

4) Vital sign : Tekanan darah, respirasi, nadi, suhu,

akral, CRT, GCS, BB, TB

5) Pengkajian fisik :

a) Look : (1) Cictriks (jaringan parut baik

(inspeksi) alami atau buatan karena

operasi

(2) Cape au lait spot (birth mark)

(3) Fistulae

(4) Livide (warna kebiruan atau

kemerahan atau

hiperpigmentasi)

(5) Massa (benjolan,

pembengkakan, dan kondisi


40

abnormal lain)

(6) Deformitas (kelainan bentuk

b) Feel : (1) Perubahan suhu kulit di sekitar

(palpasi) trauma serta kelembaban kulit

(2) Merasakan adanya odema pada

persendian atau disekitar trauma

(3) Nyeri tekan (tenderness),

krepitasi, posisi letak trauma

(4) Tonus oto pada saat relaksasi

dan kontraksi

c) Move : Menilai dan mengevaluasi

(pergerakan) keluhan dan drajat nyeri saat

sebelum dan sesudah diberikan

gerakan aktif maupun pasif

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen penyebab cedera fisik/ trauma


41

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas

struktur tulang

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanis

4. Resiko ketidakefektifan perfusi jarningan perifer behubungan

dengan penurunan aliran darah arteri/vena

5. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan trauma

6. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan

tubuh primer (kerusakan integritas kulit)


42

C. Intervensi

No. Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi Keperawatan (NIC)

1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan jam Manajemen nyeri
dengan agen cedera diharapkan kontrol nyeri meningkat dengan SIKI(I.08238)
fisik/trauma. (D.0077)
kriteria hasil: Observasi
Definisi:
Pengalaman sensorik atau SLKI (L.08063) - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
emosional yang berkaitan frekuensi, kualitas, intesitas nyeri
dengan kerusakan jarigan actual
- Merlaporkan nyeri terkontrol dari - Identifikasi skala nyeri
atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan menurun (1) menjadi meningkat (5) - Identifikasi respon nyeri non verbal
berintensitas ringan hingga berat - Kemampuan mengenali penyebab - Identifikasi faktor yang memperberat dan
yang berlangsung kurang dari 3
nyeri dari menurun (1) menjadi memperingan nyeri
bulan.
Penyebab: meningkat (5) - Identifikasi kemampuan tentang nyeri
 Agen pencedera - Kemempuan menggunakan teknik non - Monitor efek samping penggunaan
fisiologis (mis. farmakologi dari menurun (1) menjadi analgetik
Inflamai,iskemia,
neoplasma meningkat (5) Terapeutik
 Agen pencedera kimiawi - Penggunaan analgesik dari - Berikan teknik non farmakologis untuk
(mis. Terbakar, bahan meningkat(1) menjadi menurun (5) mengurangi tingkat nyeri (teknik imajinasi
kimia iritan)
terbimbing , akupresur )
 Agen pencedera fisik
(mis. Abses, amputasi, - Kontrol lingkunga yang memperberat rasa
43

terbakar, terpotong, nyeri


mengangkat berat, - Fasilitasi istrahat tidur
prosedur operasi, trauma,
Edukasi
latihan fisik berlebih)
Gejala dan Tanda Mayor - Jelaskan penyebab periode pemicu nyeri
Subjektif - Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Mengeluh nyeri
- Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
Objektif
 Tampak meringis - Ajarkan menggunakan analgesik secara
 Bersikap protektif (mis. tepat
Waspada, posisi
- Anjurkan teknik non farmakologis untuk
menghindari nyeri)
 Gelisah mengurangi nyeri
 Frekuensi nadi Kolaborasi
meningkat - Kolaborasi pemberian analgesik
 Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
-
Objektif
 Tekanan darah
meningkat
 Pola napas berubah
 Nafsu makan berubah
 Proses berpikir terganggu
 Menarik diri
 Berfokus pada diri
sendiri
44

 Diaforesis
Kondisi klinis terkait
 Kondisi pembedahan
 Cedera traumatis
 Infeksi
 Sindrom koroner akut

2 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukung Mobilisasi


berhubungan dengan diharapkan mobilitas fisik meningkat dengan SIKI (I.1.05173)
kerusakan integritas struktur
kriteria hasil:
tulang. (D 0054)
Definisi : SLKI (L.05042) Observasi
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
Keterbatasan dalam gerakan
fisik dari satu atau lebih a. Pergerakan ektremitas meningkat (skala lainnya
ekstremitas secara mandiri. 5) - Identifikasi toleransi fisik saat melakukan
b. Kekuatan otot meningkat (skala 5) pergerakan
Penyebab
c. Rentang gerak (ROM) meningkat (skala - Monitor kondisi umum selama melakukan
 Kerusakan integritas 5) mobilisasi
struktur tulang
d. Nyeri menurun (skala 5) Terapeutik
 Perubahan metabolism
 Ketidakbugaran fisik e. Kaku sendi menurun (skala 5) - Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
 Penurunan kendali otot f. Gerakan terbatas menurun (skala 5) bantu
 Penurunan massa otot g. Kelemahan fisik menurun (skala 5) - Fasilitasi melakukan pergerakan
 Penurunan kekuatan otot
 Keterlambatan - Libatkan keluarga untuk membantu pasien
45

perkembangan dalam meningkatkan pergerakan


 Kekakuan sendi Edukasi
 Kontraktur
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
 Malnutrisi
 Gangguan - Ajarkan mobilisasi sederhana
musculoskeletal Kolaborasi
 Gangguan
Kolaborasikan dengan ahli terapi untuk mencegah
neuromuskular
 Indeks masa tubuh diatas kekauan otot dan sendi
persentil ke-75 sesuai
usia
 Efek agen farmakologis
 Program pembatasan
gerak
 Nyeri
 Kurang terpapar
informasi tentang
aktivitas fisik
 Kecemasan
 Gangguan kognitif
 Keengganan melakukan
pergerakan
 Gangguan sensori
persepsi
46

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

 Mengeluh sulit
menggerakkan
ekstremitas

Objektif

 Kekuatan otot menurun


 Rentang gerak (ROM)
menurun

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

 Nyeri saat bergerak


 Enggan melakukan
pergerakan
 Merasa cemas saat
bergerak

Objektif

 Sendi kaku
 Gerakan tidak
47

terkoordinasi
 Gerakan terbatas
 Fisik lemah

Kondisi Klinis Terkait

 Stroke
 Cedera medula spinalis
 Trauma
 Fraktur
 Osteoarthirtis
 Ostemalasia
 Keganasan

3 Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Luka


kulit/jaringan berhubungan diharapkan integritas kulit dan jaringan SIKI (I.14564)
dengan perubahan sirkulasi,
meningkat dengan kriteria hasil:
penurunan mobilitas, bahan
kimia iritatif, neurupati SLKI (L.14125) Observasi
perifer, perubahan hormonal, - Monitor karakteristik luka (mis.drainase,
faktor mekanis (penekanan
a. Nyeri dari meningkat (1) menjadi warna, ukuran, bau)
pada tonjolan tulang, gesekan.
(D.0129) menurun (5) - Monitor tanda-tanda infeksi
b. Perdarahan dari meningkat (1) menjadi Terapiutik
Definisi:
menurun (5) - Bersihkan dengan cairan NACL, atau
Kerusakan kulit (dermis
dan/epidermis) atau jaringan c. Kemerahan dari meningkat (1) menjadi pembersih non toksik, sesuai kebutuhan
(membrane mukosa, kornea, menurun (5) - Bersihkan jaringan nekrotik
48

fasia, otot, tendon, tulang, d. Hematoma dari meningkat (1) menjadi - Berikan salep yang sesuai di kulit/lesi jika
kartilago, sendi dan/atau menurun (5) perlu
ligamen)
e. Nekrosis dari meningkat (1) menjadi - Pasang balutan sesuai jenis luka
Penyebab
 perubahan sirkulasi menurun (5) - Pertahankan teknik steril saat perawatan luka
 perubahan status nutrisi f. Suhu kulit dari memburuk (1) menjadi Edukasi
(kelebihan atau
membaik (5) - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
kekurangan)
 kelebihan/kekurangan g. Sensasi dari memburuk (1) menjadi - Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
volume cairan membaik (5) kalium dan protein
 penurunan mobilitas
- Ajarkan perawatan luka secara mandiri
 bahan kimia iritatif
 suhu lingkungan ekstrim Kolaborasi
 efek terapi radiasi - Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu
 kelembaban
 neuropati perifer
 perubahan pigmentasi
 perubahan hormonal
 kurang terpapar
informasi tentang upaya
mempertahankan/melind
ungi integritas jaringan
Tanda dan Gejala Mayor:
Subyektif
-
Objektif
 kerusakan jaringan
dan/atau lapisan kulit
49

Gejala dan Tanda Minor:


Subyektif
 Keluhan nyeri
Objektif
 Perdarahan
 Kemerahan
 Hematoma
Kondisi terkait:
 Imobilitas
 Gagal jantung kongestif
 Gagal ginjal
 Diabetes mellitus
 Imunodefisiensi (AIDS)
4 Resiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Cairan
cairan. (D0036) diharapkan keseimbangan cairan meningkat SIKI (I.03098)
Definisi: dengan kriteria hasil:
Berisiko mengalami penurunan, SLKI (L.03021) Observasi
peningkatan atau percepatan
perpindahan cairan dari a. Kelembaban membrane mukosa - Monitor status hidrasi ( mis, frek nadi,
intraveskuler, interstisial atau meningkat (1) menjadi (5) kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler,
intraselular. b. Asupan cairan meningkat (1) menjadi kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan
(5) darah)
Faktor Risiko c. Edema menurun (1) menjadi (5) - Monitor berat badan harian
d. Dehidrasi menerun (1) menjadi (5) - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
 Prosedur pembedahan e. Tekanan darah membaik (1) menjadi (mis. Hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis
mayor (5) urin ,BUN) dan monitor status hemodinamik
 Trauma/pembedahan f. Denyut nadi membaik (1) menjdi (5)
50

 Luka bakar g. Mukosa membaik (1) menjadi (5) ( Mis. MAP, CVP, PCWP jika tersedia)
 Aferesis
 Obstruksi intestinal Terapeutik
 Peradangan pancreas
 Penyakit ginjal dan - Catat intake output dan hitung balans cairan
kelenjar dalam 24 jam
 Disfungsi intestinal - Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
- Berikan cairan intravena bila perlu

Edukasi
Kondisi Klinis Terkait
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Prosedur pembedahan - Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
mayor
 Penyakit ginjal dan Kolaborasi
kelenjar
 Perdarahan - Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
 Luka bakar

5 Perfusi perifer tidak effective Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Sirkulasi
berhubungan dengan diharapkan perfusi perifer meningkat dengan SIKI (I.02079)
kekurangan volume cairan. kriteria hasil:
(D0009) SLKI (L.02011) Observasi
Definisi:
Penurunan sirkulasi darah pada a. Denyut nadi perifer meningkat (1) - Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer,
level kapiler yang dapat menjadi (5) edema, pengisian kalpiler, warna, suhu,
mengganggu metabolism tubuh. b. Sensasi perifer meingkat (1) menjadi (5) angkle brachial index)
c. Warna kulit pucat menurun (1) menjadi - Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
(mis. Diabetes, perokok, orang tua,
51

(5) hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)


Penyebab: d. Nyeri ektremitas menurun (1) menjadi - Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau
 Hiperglikemia (5) bengkak pada ekstremitas
 Penurunan konsentrasi
e. Kelemahan otot menurun (1) menjadi Terapeutik
hemoglobin
 Peningkatan tekanan (5)
darah - Hindari pemasangan infus atau pengambilan
f. Turgor kulit membaik (1) menjadi (5)
 Kekurangan volume darah di area keterbatasan perfusi
cairan - Hindari pengukuran tekanan darah pada
 Peningkatan aliran arteri ekstremitas pada keterbatasan perfusi
dan/atau vena - Hindari penekanan dan pemasangan
 Kekurangan terpapar torniquet pada area yang cidera
informasi tentang factor - Lakukan pencegahan infeksi
pemberat (mis. merokok, - Lakukan perawatan kaki dan kuku
gaya hidup monoton, - Lakukan hidrasi
trauma, obesitas, asupan
garam, imobilitas)
 Kurang terpapar Edukasi
informasi tentang proses
- Anjurkan berhenti merokok
penyakit (mis. diabetes
- Anjurkan berolahraga rutin
militus, hyperlipidemia)
- Anjurkan mengecek air mandi untuk
 Kurang aktivitas fisik
menghindari kulit terbakar
- Anjurkan menggunakan obat penurun
Gejala dan Tanda Mayor
tekanan darah, antikoagulan, dan penurun
Subyektif
kolesterol, jika perlu
-
- Anjurkan minum obat pengontrol tekakan
Obyektif
darah secara teratur
 Pengisian kapiler >3
- Anjurkan menghindari penggunaan obat
52

detik penyekat beta


 Nadi perifer menurun - Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang
atau tidak teraba tepat(mis. Melembabkan kulit kering pada
 Akral teraba dingin kaki)
 Warna kulit pecah - Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
 Turgor kulit menurun - Anjurkan program diet untuk memperbaiki
Informasikan tanda dan gejala darurat yang
Gejala dan Tanda Minor harus dilaporkan( mis. Rasa sakit yang tidak
Subyektif hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
 Paratesia hilangnya rasa)
 Nyeri ektremitas
Obyektif
 Edema Kolaborasi
 Penyembuhan luka
lambat - Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
 Indeks ankle-brachial - Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika
<0,90 perlu
 Bruit femoral

Kondisi Terkait:
 Tromboflebitis
 Diabetes militu
 Anemia
 Gagal jantung kongenital
 Thrombosis arteri
 Varises
 Thrombosis vena dalam
 Sindrom kompartmen
53

6 Risiko Infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi


dengan trauma. (D.0142) keperawatandiharapkan tingkat infeksi SIKI (I.14539)
Definisi: Observasi
menurun dengan Kriteria Hasil:
Berisiko mengalami peningkatan - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
terserang organisme patogenik SLKI (L.14137) dan sistematik
Faktor Risiko: Terapiutik
 Penyakit kronis (mis. - Batasi jumlah pengunjung
- Demam dari meningkat (1) menjadi
diabetes mellitus) - Cuci tangan sebelum daan sesudah
 Efek prosedur invasive menurun (5) kontak dengan pasien dan lingkungan
 Malnutrisi - Kemerahan dari meningkat (1) pasien
 Peningkatan paparan - Pertahankan teknik aseptik
menjadi menurun (5)
organisme pathogen Edukasi
lingkungan - Nyeri dari meningkat (1) menjadi - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ketidakadekuatan menurun (5) - Ajarkan cuci tangan dengan benar
pertahanan tubuh primer - Bengkak dari meningkat (1) menjadi - Ajarkan cara memerikasa kondisi luka
 Gangguan peristaltic atau luka oprasi
 Kerusakan integritas kulit menurun (5) - Anjurkan meningkatkan asupan cairan
 Perubahan sekresi pH - Periode malaise dari meningkat (1) Kolaborasi
 Statis cairan menjadi menurun (5) - Kolaborasi dalam pemberian obat antibiotik
 Ketidakadekuatan
- Kadar sel darah putih dari memburuk
pertahanan tubuh
sekunder (1) menjadi membaik (5)
 Penurunan hemoglobin
 Imunosupresi
 Leukopenia
 Ketuban pecah sebelum
waktunya
54

 Supresi respon inflamasi


 Vaksinasi tidak adekuat

Kondisi klinis terkait


 AIDS
 Luka bakar
 Penyakit paru obstruktif
kronik
 Diabetes mellitus
 Tindakan invasive
 Kondis penggunaan
terapi steroid
 Penyalahgunaan obat
 Ketuban pecah sebelum
waktunya (KPWS)
 Kanker
 Gagal ginjal
 Imunosupresi
 Lymphedema
 Leukositopenia
 Gangguan fungsi hati

Sumber: Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018) dan Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018)
55

D. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan, dengan tujuan untuk

memenuhi kebutuhan klien secara optimal, (Setiadi, 2012).

E. Evaluasi

Setelah perawat melakukan implementasi selanjutnya akan dilakukan

penilaian atau perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien

sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara berkesinambungan.

Tujuanya untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang sesuai

dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).


DAFTAR PUSTAKA

Black, J & Wilk, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang
Diharapkan (R. Nampira (ed.)). Salemba Emban Patria.
Helmi, Z. (2013). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Salemba Medika.
Lukman & Ningsih, N. (2013). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Salemba Medika.
Mary, D., Jackson, D., Keogh, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah (Ed 1). Rapha Publishing.
Mutaqin, A. (2012). Buku Saku Gangguan Muskuluskeletal Aplikasi pada Praktik Klinik
Keperawatan. Salemba Medika.
Nurarif, A.H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA Jilid 3 (Revisi). Mediaction Publishing.
Saputra, L., Dwisang, E., L. (2012). Anatomi Fisiologi Paramedik. Binarupa Aksara Publisher.
Setiadi. (2012). Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan; Teori dan Praktik.
Graha Ilmu.
Smeltzer, C., S. (2016). Keperawatan Medikal Bedah ( Handbook for Brunner & Suddarth’s
textbook of Medical Surgical Nursing) (Edisi 12). EGC.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018) dan Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018)

Wiarto, G. (2017). Nyeri Tulang Sendi. Gosyen Publishing.


Wijaya, A.S. & Putri, Y. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai