OLEH
NI LUH EKA SUGIARSANI, S.Kep
C2221073
2. Sendi
Pergerakan tidak mungkin terjadi jika kelenturan dalam rangka tulang tidak ada.
Kelenturan dimungkinkan oleh adanya persendian. Sendi adalah suatu ruangan, tempat
satu atau dua tulang berada saling berdekatan. Fungsi utama sendi adalah memberikan
pergerakan dan fleksibilitas dalam tubuh. Bentuk persendian ditetapkan berdasarkan
jumlah dan tipe pergerakannya, sedangkan klasifikasi sendi berdasarkan pada jumlah
pergerakan yang dilakukan (Santoso, Agus. W Budi & Schunke Michael. 2013)
Menurut (Santoso, Agus. W Budi & Schunke Michael. 2013) klasifikasinya, sendi
terdiri dari :
a. Sendi sinartrosis (sendi yang tidak bergerak sama sekali). Contohnya satura tulang
tengkorak.
b. Sendi amfriartosis (sendi bergerak terbatas) contohnya pelvik, simfisis, dan tibia.
c. Sendi diartrosis/sinoval (sendi bergerak bebas). Contohnya siku, lutut, dan
pergelangan tangan.
Berdasarkan strukturnya, sendi dibedakan atas:
a. Fibrosa
Sendi ini tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang yang satu dengan yang
lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung pibrosa. Contohnya, sutura tulang
tengkorak perlekatan tulang tibia dan fibula bagian distal.
b. Kartilago
Sendi yang ujung-ujung tulungnya terbungkus oleh tulang rawan hialin, disokong
oleh ligament dan hanya dapat sedikit bergerak. Sendi ini terbagi menjadi 2, yaitu :
1) Sinkondrosisàsendi-sendi yang seluruh persendiannya diliputi oleh tulang
rawan hialin. Contohnya, sendi-sendi kostokondral.
2) Simfisisàsendi yang tulang-tulangnya memiliki suatu hubungan fibrokartilago
dan selapis tipis tulang rawan hialin yang menyelimuti permukaan sendi.
Contohnya, simfisis pubis dan sendi tulang punggung.
c. Sendi synovial
Sendi tubuh yang dapat digerakan serta memiliki rongga sendi dan permukaan
sendi yang dilapisi tulang rawan hialin. Sendi ini adalah jenis sendi yang paling
umum dalam tubuh dan berasal dari kata sinovium yang merupakan membran yang
menyekresi cairan synovial untuk lumbrikasi dan absorpsi syok.
Kondrosit merupakan satu-satunya sel hidup di dalam tulang rawan sendi.
Kondrosit ini dipengaruhi oleh faktor anabolik dan faktor katabolik dalam
mempertahankan keseimbangan sintesis dan degradasi. Faktor katabolik utama
diperankan oleh sitoksin interkeukin 1 beta, dan tumor nekrosis faktor alfa.
Sedangkan faktor anabolik diperankan oleh transforming growth factor (TGF beta)
dan insulin-like growth factor 1 (IGF 1). Dalam menjaga keseimbangan atau
homeostasis apabila terjadi osteoarthritis kondrosit akan meningkatkan aktivitas
sitokinin yang menyebabkan dikeluarkannya mediator inflamasi dan matriks
metalloproteinase (MMP).
3. Otot
Otot skeletal secara volunter dikendalikan oleh system syaraf pusat dan perifer.
Penghubung antara saraf motorik perifer dan sel-sel otot dikenal sebagai motor end-
plate.
Otot dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
a. Otot rangka (lurik)
Diliputi oleh kapsul jaringan ikat. Lapisan jaringan ikat yang membungkus otot
disebut fasia otot atau episium. Otot ini terdiri dari berkas-berkas sel otot kecil yang
dibungkus lapisan jaringan ikat yang disebut perimisium. Sel otot ini dilapisi
jaringan ikat yang disebut endomisium.
b. Otot visceral (polos)
Terdapat pada saluran pencernaan, saluran perkemihan, dan pembuluh darah. Otot
ini dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan kontraksinya tidak dibawah kontrol
keinginan.
c. Otot jantung
Ditemukan hanya pada jantung dan kontraksinya diluar kontrol atau diluar
keinginan. Otot berkontraksi jika ada rangsangan dari adenosine trifosfat (ATP) dan
kalsium.
Fungsi Otot Skeletal
Fungsi otot skeletal adalah mengontrol pergerakan, mempertahankan postur tubuh
dan menghasilkan panas.
a. Eksitabilitas adalah kesanggupan sel untuk menerima dan merespons stimulus.
Stimulus biasanya dihantarkan oleh nuerotransmiter yang dikeluarkan oleh neuron
dan respons yang distransmisikan dan dihasilkan oleh potensial aksi pada membran
plasma dari sel otot.
b. Kontraktibilitas adalah kesanggupan sel untuk merespons stimulus dengan
memendek secara paksa.
c. Ekstensibilitas adalah kesanggupan sel untuk merespons stimulus dengan
memperpanjang dan memperpendek serat otot saat relaksasi ketika berkontraksi dan
memanjang jika rileks.
d. Elastisitas adalah kesanggupan sel untuk menghasilkan waktu istirahat yang lama
setelah memendek dan memanjang (Brunner & Suddart. 2012).
B. Definisi Penyakit
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2012).
Fraktur adalah diskontiunitas jaringan tulang yang banyak disebabkan karena kekerasan
yang mendadak atau tidak atau kecelakaan (Suddarth, 2012:2353).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Carpenito 2013:43)
C. Epidemologi
Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma akibat tekanan yang berlebihan pada
tulang melebihi kapasitas tulang tersebut. Secara epidemiologi, fraktur lebih sering terjadi
pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1. Insiden fraktur femur.
Fraktur di Indonesia menjadi penyebab kematian terbesar ketiga dibawah penyakit
jantung koroner dan tuberculosis Kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang sering
menjadi berita utama di berbagai media. Sebagaimana diketahui, masyarakat modern
menjadikan alat transportasi sebagai kebutuhan primer. Di Indonesia, mobilitas yang
tinggi dan faktor kelalaian manusia menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan
lalu lintas. Menurut Depkes RI 2011, dari sekian banyak kasus fraktur di indonesia,
fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi
diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang dengan kasus fraktur
ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang mengalami fraktur pada tulang femur,
14.027 orang mengalami fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia,9702 orang
mengalami fraktur pada tulang-tulang kecil di kaki dan 336 orang mengalami fraktur
fibula.
Kejadian fraktur di Provinsi Bali cukup tinggi. Data registrasi Dinas Kesehatan (Dinkes)
Provinisi Bali tahun 2011, didapatkan data fraktur sebanyak 3.065 kasus (8,9%) dari
seluruh penyakit yang dirawat di Rumah Sakit di Bali. Data dari Dinkes Provinisi Bali
pada tahun 2015 yang menderita fraktur dari Bulan Januari - Desember 2015 penderita
fraktur sebanyaak 1.589 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2015).
Penanganan fraktur terbagi menjadi dua jenis yaitu secara konservatif (tanpa
pembedahan) dan dengan pembedahan. Tindakan pembedahan salah satunya pemasangan
Open Reduction Internal Fixation (ORIF) sebagai alat fiksasi atau penyambung tulang
yang patah. Dengan tujuan agar fragment dari tulang yang patah tidak terjadi pergeseran
dan dapat menyambung lagi dengan baik. Setelah dilakukan tindakan post operasi ORIF
salah satu masalah keperawatan yang muncul yaitu gangguan mobilitas fisik (Muttaqin,
2011).
D. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan
bermotor.Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada
anak-anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan. (Doenges, 2013:627)
Menurut Carpenito (2013:47) adapun penyebab fraktur antara lain:
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
Menurut (Doenges, 2013:627) adapun penyebab fraktur antara lain:
1. Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa
misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur
2. Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat kejadian kekerasan.
3. Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal(kongenital,peradangan,
neuplastik dan metabolik).
Fraktur
Impuls ke
ke otak
otak Ansietas
Impuls
Hambatan Mobilitas Fisik
Persepsi nyeri
Pergeseran
Laserasi Kulit fragmen tulang
Nyeri Akut
vasodilatasi
oedema
F. Manifestasi klinis
1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak
2. Nyeri pembengkakan
3. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari kamar
mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, trauma
olah raga)
4. Gangguan fungsi anggota gerak
5. Deformitas
6. Kelainan gerak
7. Krepitasi atau dating dengan gejala-gejala lain
(Zairin Noor, 2016)
G. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur (Chairuddin, 2012):
1. Klasifikasi etiologis
a. Fraktur traumatic
b. Fraktur patologis terjadi pada tulang karena adanya kelainan atau penyakit yang
menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan) dan dapat
terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan.
c. Fraktur stress terjadi karena adanya stress yang kecil dan berulang-ulang pada
daerah tulang yang menopang berat badan. Fraktur stress jarang sekali ditemukan
pada anggota gerak atas.
2. Klasifikasi klinis
a. Fraktur tertutup (simple fraktur), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (compound fraktur), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, karena adanya perlukaan di kulit.
c. Fraktur dengan komplikasi, missal malunion, delayed, union, nonunion, infeksi
tulang.
3. Klasifikasi radiologis
a. Lokalisasi: diafisal, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan dislokasi
b. Konfigurasi: fraktur tranversal, fraktur oblik, fraktur spiral, fraktur segmental,
fraktur komunitif, fraktur baji biasa pada vertebra karena trauma, fraktur avulse,
fraktur depresi, fraktur pecah, fraktur epifisis
c. Menurut ekstensi: fraktur total, fraktur tidak total, fraktur buckle atau torus,
fraktur garis rambut, fraktur green stick
d. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya: tidak bergeser,
bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over-riding, impaksi)
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu:
1. Derajat I:
a. Luka <1 cm
b. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
c. Fraktur sederhana, tranversal, atau kominutif ringan
d. Kontaminasi minimal
2. Derajat II:
a. Laserasi >1 cm
b. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap, avulsi
c. Fraktur kominutif jaringan
d. Kontaminasi sedang
3. Derajat III:
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
H. Gejala klinis
Manifestasi klinis fraktur menurut Brunner & Suddarth (2012) adalah nyeri, hilangnya
fungsi, deformitas, pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan
perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya.
Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat/teraba ) ektermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan
ektermitas normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
2. Pada fratur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat di atas ada di bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melengkupui satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm(1-2 inci)
3. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
4. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahanyang mengikuti fraktur.
L. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
K. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan pada pasien dengan fraktur yaitu :
1. Tindakan konservatif
a. Imobilisasi
Adalah mempertahankan reposisi selama masa penyembuhan patah tulang
misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan
kedudukan yang baik.
b. Rehabilitasi
Adalah proses pemulihan kembali fungsi tulang yang dapat dilakukan dengan
fisiotherapy aktif dan pasif.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Gips merupakan alat imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak sesuai kontur
tubuh dimana gips ini dipasang. Tujuan pemakaian gips adalah untuk
mengimobilisasi bagian tubuh dalam posisi tertentu dan memberikan tekanan
yang merata pada jaringan lunak yang terdapat didalamnya.
Jenis-jenis gips :
a. Gips lengan pendek, memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak
tangan, melingkar erat didasar ibu jari.
b. Gips lengan panjang, memanjang setinggi lipat ketiak sampai disebelah
proksimal lipatan telapak tangan.
c. Gips tungkai pendek, memanjang dari bawah lutut sampai dasar jari kaki.
d. Gips tungkai pendek, memanjang dari perbatasan sepertitiga atas dan tengah
paha sampai dasar jari kaki.
e. Gips berjalan, gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat.
f. Gips tubuh, melingkar di batang tubuh.
g. Gips spika,melibatkan sebagian tubuh dan satu atau dua ekstremitas
h. Gips spika bahu, jaket tubuh yang melingkari batang tubuh bahu dan siku
i. Gips spika pinggul, melingkari batang tubuh dan satu ektremitas bawah.
j. Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan
untuk meminimalkan spasme otot ; untuk mereduksi, mensejajarkan dan
mengimobilisasi fraktur, traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang
diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik. Secara umum traksi dilakukan
dengan menempatkan beban dengan tali pada ektremitas pasien. Tempat tarikan
disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang
tulang yang patah.
Jenis-jenis traksi :
1) Traksi kulit buck
Traksi yang paling sederhana ini paling tepat bila dipasang pada anak muda
untuk jangka waktu yang pendek. Indikasi yang paling sering untuk jenis
traksi ini adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum
lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut.
2) Traksi kulit Bryant
Sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang
paha.
3) Traksi rangka seimbang
Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah
tulangpada korpus femoralis orang dewasa, mempergunakan traksi skeletal
dengan beberapa katrol dan bantalan khusus.
4) Traksi Russell
Traksi Russell ini biasanya digunakan untuk fraktur panggul dimana paha
akan disokong oleh bebat.
Secara umum traksi ada dua macam yaitu :
a) Skin traction yaitu tarikan pada kulit
b) Skeletal traction yaitu tarikan pada tulang
Pada skin traction menggunakan pita(jarang digunakan karena dapat
merusak kulit) tujuannya untuk menurunkan nyeri akibat spasme otot,
pemberat digunakan untuk mencegah kerusakan kulit.Beban pada skin
traction maksimal 5 kilogram.
2. Tindakan Operatif
a. ORIF (Open Reduction with Internal fixation)
Merupakan tindakan insisi pada tempat yang mengalami cedera dan ditentukan
sepanjang bidang anatomic menuju tempat yang mengalami fraktur.
Keuntungannya yaitu reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
Indikasi dari ORIF :
1) Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi.
Misalnya : Fraktur talus, fraktur collom femur.
2) Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
Misalnya : fraktur avulasi, fraktur dislokasi
3) Fraktur yang dapat direposisi sulit dipertahankan
Misalkan : fraktur pergelangan kaki
4) Fraktur intra-articuler
Misalnya : fraktur patela
h. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan kepala dan leher
a) Kepala dan rambut
Bentuk mesochepal, rambut hitam, kulit kepala bersih
b) Mata
Bentuk mata simetris,kunjungtiva anemis, sclera tidak ikterik,
reflek pupil isokor.
c) Telinga
Bentuk simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan
pendengaran.
d) Hidung
Bentuk simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada nodul.
e) Mulut
Mukosa mulut basah, tidak ada perdaran pada rongga mulut, tidak
ada nodul, tidak ada perdarahan pada gusi.
f) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar kelenjar tyroid, tidak ada kekakuan
leher, tidak ada nyeri menelan.
g) Dada
Inspeksi : bentuk dada simetris, tidak ada jejas
Perkusi : sonor seluluh lapang paru
Palpasi : taktil fremitus normal
Auskultasi : vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan
h) Abdomen
Inspeksi : bentuk datar, simetris, tidak ada jejas.
Auskultasi : peristaltic usus normal 20x/ mnt
Pekusi : suara tympani
Palpasi : turgor kulit elastic, tidak ada nyeri tekan
i) Genetalia
Bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang kateter.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik
2. Hambatan mobilitas Fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini
4. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tekanan pada tonjolan tulang
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang proses penyakit
6. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
C. INTERVENSI
Kontrol gejala
4 Kerusakan Integritas NOC NIC
jaringan Outcome untuk Perawatan area sayatan :
Definisi : kerusakan pada mengukur penyelesaian Pemberian obat :
epidermis dan/ atau dermis dari diagnosis : kulit
Manajemen
Batasan Karakteristik : Integritas
pengobatan
Benda asing menusuk jaringan : kulit &
Manajemen tekanan
membrane mukosa
permukaan kulit Perawatan Luka tekan :
Outcome tambahan
Pencegahan luka
Gangguan integritas untuk mengukur
tekan
kulit batasan karakteristik :
Manajemen pruritus
Respon alergi:
Kemerahan Perawatan kulit :
local
Faktor yang berhubungan : pengobatan topical
Penyembuhan luka
Perawatan Luka :
Eksternal : bakar
Akses Perawatan luka : luka
Agen Cedera kimiawi
hemodialysis bakar
Ekskresi
Penyembuhan luka Perawatan luka :
Hipertermia drainase tertutup
: primer
Hipotermia Irigasi luka
Penyembuhan luka
Kelembapan Perawatan tirah
: sekunder
Lembap baring
Tekanan pada tonjolan Terapi latihan :
tulang Outcome yang berkaitan ambulasi
Sekresi Kontrol infeksi
dengan faktor yang
Internal Perlindungan infeksi
Gangguan volume berhubungan atau
Manajemen nutrisi
cairan outcome menengah :
Monitor tanda-tanda
Nutrisi tidak adekuat Posisi tubuh : vital
Factor psikogenik berinisiatif sendiri
Populasi berisiko Pemulihan luka
Usia ekstrem bakar
Kondisi terkait Status sirkulasi
Gangguan metabolism Keseimbangan
Gangguan pigmentasi cairan
Gangguan sensasi Keparahan cairan
Gangguan turor kulit berlebihan
Perubahan hormonal Konsekuensi
Gangguan sirkulasi imobilitas :
Terapi radiasi fisiologi
Trauma vaskular Respon
pengobatan
Status neurologi :
perifer
Status nutrisi
Kontrol risiko :
hipertermia
Kontrol risiko :
hipotermia
Perawatan diri ;
mandi dan
kebersihan
Fungsi sensori :
taktil
Termoregulasi
Perfusi jaringan :
perifer
5 Ketidakefektifan perfusi NOC NIC
jaringan perifer Monitor asam basa
Outcome untuk
Tes laboratorium di
Definisi mengukur penyelesaian samping tempat tidur
Penurunan oksigen yang Perawatan sirkulasi;
dari diagnosis :
mengakibatkan kegagalan insufisiensi vena
pengiriman nutrisi kejaringan Perfusi jaringan; Perawatan gawat
pada tingkat kapiler darurat
perifer
Management
Faktor yang berubungan elektrolit/cairan
Outcome tambahan Monitor cairan
Perubahan afinitas
hemoglobin terhadap untuk mengukur Perawatan kaki
oksigen Managemen nutrisi
batasan karakteristik :
Penurunan konsentrasi Terapi oksigen
hemoglobin dalam darah Ambulasi Manajemen sensai
Keracunan enzim Status sirkulasi perifer
Gangguan pertukaran Koordinasi Pengaturan posisi
Hipervolemia Pengecekan kulit
pergerakan
Hipoventilasi Pengajaran proses
Tingkat nyeri penyakit
Hipovolemia
Keparahan Monitor tanda-tanda
Gangguan transport
penyakit perifer vital
oksigen melalui alveoli
dan membrane kapiler Fungsi sensori;
Gangguan aliran arteri taktil Pilihan intervensi
tambahan
atau vena Perfudi jaringan
Ketidak sesuaian antara Pencegahan emboli
Tanda-tnda vital Peningkatan latihan
ventilasi dan alirn darah Penyembuhan Terapi latihan;
luka; primer ambulasi
Batasan karakteristik Penyembuhan Terapi latihan;
keseimbangan
Subjektif luka; sekunder
Terapi latihan;
Perubahan sensasi Outcome yang berkaitan
mobilitas
dengan faktor yang (pergerakan) sendi
Objektif Terapi latihan: otoy
Perubahan karakteristik kulit berhubungan atau
Pemasangan infuse
Bruit outcome menengah : Terapi intravena
Perubahan tekanan darah pada
Koagulasi darah Pemberian obat
ekstremitas
Partisipasi latihan Managemen
Klaudikasi
Pengetahuan; pengobatan
Kelambatan penyembuhan
Nadi arteri lemah manajemen Manajemen nyeri
Edema penyakit kronis Phlebotomy; sampel
Tanda human positif Pengetahuan; darah vena
Kulit pucat saat elevasi, dan proses penyakit Pengaturan suhu
tidak kembali saat diturunkan Keparahan cidera
Diskolorasi kulit fisik
Perubahan suhu kulit Manajemen diri;
penyakit arteri
Nadi lemah atau tidak teraba perifer
Berat badan; masa
tubuh
6 Resiko Infeksi NOC NIC
Definisi : rentan mengalami Outcome untuk Manajemen penyakit
invasi dan multiplikasi berhubungan dengan menular
organisme patogenik yang faktor risiko: Kontrol infeks
dapat mengganggu kesehatan. Status imunitas Kontrol infeksi:
Faktor Risiko : Perilaku imunitas intraoperative
Kurang pengetahuan Pengetahua: Perlindungan infeksi
untuk menghindari manajemen Manajemen
pemajanan pathogen. penyakit akut pengobatan
Malnutrisi Pengetahuan: Peresepan obat
Obesitas manajemen Terapi nutrisi
Gangguan integritas kulit panyakit kronik Manajemen nutrisi
Gangguan peristalsis Respon Monitor nutrisi
Merokok pengobatan Identifikasi risiko
Stasis cairan tubuh Status nutrisi Perawatan luka
Populasi resiko Status nutrisi: Pemilihan intervensi
Terpajan pada wabah asupan nutrisi tambahan
Kondisi terkait Kesehatan mulut Memandikan
Perubahan pH sekresi Perilaku berhenti Monitor elektrolit
Penyakit kronis merokok Manajemen
Pemulihan lingkungan
Penurunan kerja siliaris pembedahan: Peningkatan latihan
Leukopenia penyembuhan Mengatur posisi
Imunosupresi Pemulihan Monitor tanda-tanda
Prosedur invasive pembedahan: vital
segera setelah Perawatan luka: tidak
operasi sembuh
Integritas jaringan: Irigasi luka
kulit & membran
mukosa
Penyembuhan
luka: primer
Penyembuhan
luka: sekunder
D. Implementasi
E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
berhasil dicapai. Evaluasi bisa bersifat formatif yaitu dilakukan terus-menerus untuk menilai
setiap hasil yang telah di capai.Dan bersifat sumatif yaitu dilakukan sekaligus pada akhir dari
semua tindakan keparawatan yang telah dilakukan.Melalui SOAP kita dapat mengevaluasi
kembali.
NO DIAGNOSA EVALUASI
KEPERAWATAN
1 Nyeri akut b.d agen cidera S : Berisikan respon pasien selama dilakukan asuhan
fisik
keperawatan
keperawatan
tidak
P : Berisikan tentang apabila tujuan belum tercapai
maka harus kembali dilakukan asuhan keperawatan
2 Hambatan mobilitas Fisik S : Berisikan respon pasien selama dilakukan asuhan
berhubungan dengan
keperawatan
penurunan kekuatan otot
O : Berisikan hasil dari pelaksanaan asuhan
keperawatan
tidak
keperawatan
tidak
keperawatan
tidak
tidak
keperawatan
tidak
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Saku Gangguan Musculoskeletal: Aplikasi Pada Praktik
Klinik Keperawatan. EGC: Jakarta.
Noor, Zairin. 2016. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal, Edisi 2.Salemba Medika:
Jakarta.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis,
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus. Mediaction:
Yogyakarta.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis,
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus, Edisi 1.
Mediaction: Yogyakarta.
Rasjad, Chairuddin. 2012. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Edisi 3. Yarsif Watampone:
Yogyakarta.
Santoso, Agus. W Budi & Schunke Michael. 2013. Promotheus Atlas Anatomi Manusia:
Anatomi Umum Dan Sistem Gerak. EGC: Jakarta.
Brunner & Suddart. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12. Jakarta : ECG
Herdman, T. Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan klasifikasi 2015-2017.
Edisi 10. Jakarta : EGC
Carpenitto, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa :
Monica Ester, Edisi 8. EGC : Jakarta.
Doengoes, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
perencanaan Keperawatan dan masalah kolaboratif. Alih Bahasa : I Made Kanosa, Edisi
III. EGC Jakarta.
Hinchliff, Sue. (1996). Kamus Keperawatan. Edisi; 17. EGC : Yakarta.
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/614/2/BAB%20I..pdf