Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

OLEH
NI LUH EKA SUGIARSANI, S.Kep
C2221073

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Anatomi Fisiologi
Sistem musculoskeletal terdiri dari tulang, sendi, otot dan struktur pendukung
lainnya (tendon, ligament, fasia dan bursae). Pertumbuhan dan perkembangan struktur ini
terjadi selama masa kanak-kanak dan remaja (Noor, Zairin. 2016)
1. Tulang
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan dan otot
menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan dan fungsi sistem musculoskeletal sangat
bergantung pada sistem tubuh lain. Struktur tulang memberi perlindungan terhadap
organ vital, termasuk otak, jantung dan paru-paru. Kerangka tulang merupakan
kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang
memungkinkan tubuh bergerak. Jenis tulang, yaitu (Muttaqin, Arif. 2012 ):
a. Tulang Panjang
Tulang panjang (misal: femur, humerus) bentuknya silindris dan berukuran panjang
seperti batang (diafisis) tersusun atas tulang kompakta, dengan kedua ujungnya
berbentuk bulat (epifisis) tersusun atas tulang kanselus. Tulang diafisis memiliki
lapisan luar berupa tulang kompakta yang melindungi sebuah rongga tengah yang
disebut kanal medulla yang mengandung sumsum kuning. Sumsum kuning terdiri
dari lemak dan pembuluh darah, tetapi suplai darah atau eritrositnya tidak banyak.
Tulang epifisis terdiri dari tulang spongiosa yang mengandung sumsum merah yang
isinya sama seperti sumsum kuning dan dibungkus oleh selapis tipis tulang
kompakta. Bagian luar tulang panjang dilapisi jaringan fibrosa kuat yang disebut
periosteum. Lapisan ini kaya dengan pembuluh darah yang menembus tulang.
Periostenum memberi nutrisi tulang dibawahnya melalui pembuluh darah. Jika
periostenum robek, tulang di bawahnya akan mati. Periostenum berperan untuk
pertambahan kekebalan tulang melalui kerja osteoblas. Periostenum berfungsi
protektif dan merupakan tempat pelekatan tendon.Periostenum tidak ditemukan
pada permukaan sendi.
b. Tulang Pendek
Tulang pendek (misal: ruas-ruas tulang belakang, tulang pergelangan tangan, tulang
pergelangan kaki) bentuknya hampir sama dengan tulang panjang, tetapi bagian
distal lebih kecil dari pada bagian proksimal, serta berukuran pendek dan kecil.
Berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah merah dan sel darah putih.
c. Tulang Pipih
Tulang pipih (misal: sternum, kepala, scapula, panggul, tulang dada, tulang belikat)
bentuknya gepeng, berisi sel-sel pembentuk darah merah dan putih, dan melindungi
organ vital dan lunak dibawahnya. Tulang pipih terdiri dari 2 lapis tulang kompakta
dan di bagian tengahnya terdapat lapisan spongiosa. Tulang ini juga dilapisi oleh
periostenum yang dilewati oleh dua kelompok pembuluh darah menembus tulang
untuk menyuplai tulang kompakta dan tulang spongiosa.
d. Tulang Tidak Beraturan
Tulang tidak beraturan (misal: vertebra, telinga tengah) mempunyai bentuk yang
unik sesuai fungsinya. Tulang tidak beraturan terdiri dari tulang spongiosa yang
dibungkus oleh selapis tipis tulang kompakta. Tulang ini diselubungi periostenum
kecuali pada permukaan sendinya seperti tulang pipih. Periostenum ini memberi
dua kelompok pembuluh darah untuk menyuplai tulang kompakta dan spongiosa.
e. Tulang Sesamoid
Tulang sesamoid (misal: patella) merupakan tulang kecil yang terletak disekitar
tulang yang berdekatan dengan persendian, berkembang bersama tendon dan
jaringan fasia.
f. Tulang Pipa
Tulang pipa bentuknya bulat, panjang, dan tengahnya berongga. Contoh tulang pipa
yaitu: tulang paha, tulang lengan atas, tulang jari tangan. Fungsi tulang ini adalah
sebai tempat pembentukan sel darah merah (Brunner & Suddart. 2012).
Struktur Tulang
Tersusun oleh jaringan tulang kompakta (kortikal) dan kanselus (trabekular atau
spongiosa). Tulang kompakta terlihat padat. Akan tetapi jika diperiksa dengan
makroskop terdiri dari system havers. System havers terdiri dari kanal havers. Sebuah
kanal havers mengandung pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe, lamela
(lempengan tulang yang mengelilingi kanal sentral), kaluna (ruang diantara lamella
yang mengandung sel-sel tulang atau osteosit dan saluran limfe), dan kanalikuli (saluran
kecil yang menghubungkan lacuna dan kanal sentral). Saluran ini mengandung
pembuluh limfe yang membawa nutrient dan oksigen ke osteosit.
Sel – sel penyusun tulang terdiri dari :
a. Osteoblas berfungsi menghasilkan jarinagan osteosid dan menyekresi sejumlah
besar fosfatase alkali yang berperan penting dalam pengendapan kalsium dan fosfat
kedalam matriks tulang.
b. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
c. Osteoklas adalah sel-sel berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks
tulang dapat diabsorbsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecah
matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan
fosfat terlepas kedalam darah.

2. Sendi
Pergerakan tidak mungkin terjadi jika kelenturan dalam rangka tulang tidak ada.
Kelenturan dimungkinkan oleh adanya persendian. Sendi adalah suatu ruangan, tempat
satu atau dua tulang berada saling berdekatan. Fungsi utama sendi adalah memberikan
pergerakan dan fleksibilitas dalam tubuh. Bentuk persendian ditetapkan berdasarkan
jumlah dan tipe pergerakannya, sedangkan klasifikasi sendi berdasarkan pada jumlah
pergerakan yang dilakukan (Santoso, Agus. W Budi & Schunke Michael. 2013)
Menurut (Santoso, Agus. W Budi & Schunke Michael. 2013) klasifikasinya, sendi
terdiri dari :
a. Sendi sinartrosis (sendi yang tidak bergerak sama sekali). Contohnya satura tulang
tengkorak.
b. Sendi amfriartosis (sendi bergerak terbatas) contohnya pelvik, simfisis, dan tibia.
c. Sendi diartrosis/sinoval (sendi bergerak bebas). Contohnya siku, lutut, dan
pergelangan tangan.
Berdasarkan strukturnya, sendi dibedakan atas:
a. Fibrosa
Sendi ini tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang yang satu dengan yang
lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung pibrosa. Contohnya, sutura tulang
tengkorak perlekatan tulang tibia dan fibula bagian distal.
b. Kartilago
Sendi yang ujung-ujung tulungnya terbungkus oleh tulang rawan hialin, disokong
oleh ligament dan hanya dapat sedikit bergerak. Sendi ini terbagi menjadi 2, yaitu :
1) Sinkondrosisàsendi-sendi yang seluruh persendiannya diliputi oleh tulang
rawan hialin. Contohnya, sendi-sendi kostokondral.
2) Simfisisàsendi yang tulang-tulangnya memiliki suatu hubungan fibrokartilago
dan selapis tipis tulang rawan hialin yang menyelimuti permukaan sendi.
Contohnya, simfisis pubis dan sendi tulang punggung.
c. Sendi synovial
Sendi tubuh yang dapat digerakan serta memiliki rongga sendi dan permukaan
sendi yang dilapisi tulang rawan hialin. Sendi ini adalah jenis sendi yang paling
umum dalam tubuh dan berasal dari kata sinovium yang merupakan membran yang
menyekresi cairan synovial untuk lumbrikasi dan absorpsi syok.
Kondrosit merupakan satu-satunya sel hidup di dalam tulang rawan sendi.
Kondrosit ini dipengaruhi oleh faktor anabolik dan faktor katabolik dalam
mempertahankan keseimbangan sintesis dan degradasi. Faktor katabolik utama
diperankan oleh sitoksin interkeukin 1 beta, dan tumor nekrosis faktor alfa.
Sedangkan faktor anabolik diperankan oleh transforming growth factor (TGF beta)
dan insulin-like growth factor 1 (IGF 1). Dalam menjaga keseimbangan atau
homeostasis apabila terjadi osteoarthritis kondrosit akan meningkatkan aktivitas
sitokinin yang menyebabkan dikeluarkannya mediator inflamasi dan matriks
metalloproteinase (MMP).
3. Otot
Otot skeletal secara volunter dikendalikan oleh system syaraf pusat dan perifer.
Penghubung antara saraf motorik perifer dan sel-sel otot dikenal sebagai motor end-
plate.
Otot dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
a. Otot rangka (lurik)
Diliputi oleh kapsul jaringan ikat. Lapisan jaringan ikat yang membungkus otot
disebut fasia otot atau episium. Otot ini terdiri dari berkas-berkas sel otot kecil yang
dibungkus lapisan jaringan ikat yang disebut perimisium. Sel otot ini dilapisi
jaringan ikat yang disebut endomisium.
b. Otot visceral (polos)
Terdapat pada saluran pencernaan, saluran perkemihan, dan pembuluh darah. Otot
ini dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan kontraksinya tidak dibawah kontrol
keinginan.
c. Otot jantung
Ditemukan hanya pada jantung dan kontraksinya diluar kontrol atau diluar
keinginan. Otot berkontraksi jika ada rangsangan dari adenosine trifosfat (ATP) dan
kalsium.
Fungsi Otot Skeletal
Fungsi otot skeletal adalah mengontrol pergerakan, mempertahankan postur tubuh
dan menghasilkan panas.
a. Eksitabilitas adalah kesanggupan sel untuk menerima dan merespons stimulus.
Stimulus biasanya dihantarkan oleh nuerotransmiter yang dikeluarkan oleh neuron
dan respons yang distransmisikan dan dihasilkan oleh potensial aksi pada membran
plasma dari sel otot.
b. Kontraktibilitas adalah kesanggupan sel untuk merespons stimulus dengan
memendek secara paksa.
c. Ekstensibilitas adalah kesanggupan sel untuk merespons stimulus dengan
memperpanjang dan memperpendek serat otot saat relaksasi ketika berkontraksi dan
memanjang jika rileks.
d. Elastisitas adalah kesanggupan sel untuk menghasilkan waktu istirahat yang lama
setelah memendek dan memanjang (Brunner & Suddart. 2012).

B. Definisi Penyakit
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2012).
Fraktur adalah diskontiunitas jaringan tulang yang banyak disebabkan karena kekerasan
yang mendadak atau tidak atau kecelakaan (Suddarth, 2012:2353).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Carpenito 2013:43)
C. Epidemologi
Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma akibat tekanan yang berlebihan pada
tulang melebihi kapasitas tulang tersebut. Secara epidemiologi, fraktur lebih sering terjadi
pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1. Insiden fraktur femur.
Fraktur di Indonesia menjadi penyebab kematian terbesar ketiga dibawah penyakit
jantung koroner dan tuberculosis Kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang sering
menjadi berita utama di berbagai media. Sebagaimana diketahui, masyarakat modern
menjadikan alat transportasi sebagai kebutuhan primer. Di Indonesia, mobilitas yang
tinggi dan faktor kelalaian manusia menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan
lalu lintas. Menurut Depkes RI 2011, dari sekian banyak kasus fraktur di indonesia,
fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi
diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang dengan kasus fraktur
ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang mengalami fraktur pada tulang femur,
14.027 orang mengalami fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia,9702 orang
mengalami fraktur pada tulang-tulang kecil di kaki dan 336 orang mengalami fraktur
fibula.
Kejadian fraktur di Provinsi Bali cukup tinggi. Data registrasi Dinas Kesehatan (Dinkes)
Provinisi Bali tahun 2011, didapatkan data fraktur sebanyak 3.065 kasus (8,9%) dari
seluruh penyakit yang dirawat di Rumah Sakit di Bali. Data dari Dinkes Provinisi Bali
pada tahun 2015 yang menderita fraktur dari Bulan Januari - Desember 2015 penderita
fraktur sebanyaak 1.589 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2015).
Penanganan fraktur terbagi menjadi dua jenis yaitu secara konservatif (tanpa
pembedahan) dan dengan pembedahan. Tindakan pembedahan salah satunya pemasangan
Open Reduction Internal Fixation (ORIF) sebagai alat fiksasi atau penyambung tulang
yang patah. Dengan tujuan agar fragment dari tulang yang patah tidak terjadi pergeseran
dan dapat menyambung lagi dengan baik. Setelah dilakukan tindakan post operasi ORIF
salah satu masalah keperawatan yang muncul yaitu gangguan mobilitas fisik (Muttaqin,
2011).
D. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan
bermotor.Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada
anak-anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan. (Doenges, 2013:627)
Menurut Carpenito (2013:47) adapun penyebab fraktur antara lain:
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2.  Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
Menurut (Doenges, 2013:627) adapun penyebab fraktur antara lain:
1. Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa
misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur
2. Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat kejadian kekerasan.
3. Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal(kongenital,peradangan,
neuplastik dan metabolik).

E. Patofisiologi dan Pathway


Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu
karena trauma langsung, misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan
menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot, misalnya: patah tulang patella
karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih
dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorpsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang
sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi
ini dinamakan sindrom kompartemen.
Tulang berisfat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah
serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medulla tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini mestimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian
inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Bruner &
Sudarth, 2012).
Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen


tulang
Prosedur pembedahan
Perubahan jaringan sekitar
Pelepasan mediator
nyeri (histamine, Kurang terpapar informasi
Pergeseran fragmen tulang prostaglandin, mengenai prosedur pembedahan
bradikinin, serotonin,
dll)
Ancaman kematian
Deformitas
Ditangkap reseptor nyeri
Kritis situasional
Gg. fungsi ekstremitas perifer

Impuls ke
ke otak
otak Ansietas
Impuls
Hambatan Mobilitas Fisik

Persepsi nyeri
Pergeseran
Laserasi Kulit fragmen tulang
Nyeri Akut

Kerusakan Integritas Pelepasan mediator


jaringan imflamasi

vasodilatasi

Resiko Infeksi Peningkatan aliran darah

Peningkatan permeabilitas kapiler

Kebocoran cairan ke intertisiel

oedema
F. Manifestasi klinis
1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak
2. Nyeri pembengkakan
3. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari kamar
mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, trauma
olah raga)
4. Gangguan fungsi anggota gerak
5. Deformitas
6. Kelainan gerak
7. Krepitasi atau dating dengan gejala-gejala lain
(Zairin Noor, 2016)

G. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur (Chairuddin, 2012):
1. Klasifikasi etiologis
a. Fraktur traumatic
b. Fraktur patologis terjadi pada tulang karena adanya kelainan atau penyakit yang
menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan) dan dapat
terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan.
c. Fraktur stress terjadi karena adanya stress yang kecil dan berulang-ulang pada
daerah tulang yang menopang berat badan. Fraktur stress jarang sekali ditemukan
pada anggota gerak atas.
2. Klasifikasi klinis
a. Fraktur tertutup (simple fraktur), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (compound fraktur), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, karena adanya perlukaan di kulit.
c. Fraktur dengan komplikasi, missal malunion, delayed, union, nonunion, infeksi
tulang.
3. Klasifikasi radiologis
a. Lokalisasi: diafisal, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan dislokasi
b. Konfigurasi: fraktur tranversal, fraktur oblik, fraktur spiral, fraktur segmental,
fraktur komunitif, fraktur baji biasa pada vertebra karena trauma, fraktur avulse,
fraktur depresi, fraktur pecah, fraktur epifisis
c. Menurut ekstensi: fraktur total, fraktur tidak total, fraktur buckle atau torus,
fraktur garis rambut, fraktur green stick
d. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya: tidak bergeser,
bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over-riding, impaksi)
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu:
1. Derajat I:
a. Luka <1 cm
b. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
c. Fraktur sederhana, tranversal, atau kominutif ringan
d. Kontaminasi minimal
2. Derajat II:
a. Laserasi >1 cm
b. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap, avulsi
c. Fraktur kominutif jaringan
d. Kontaminasi sedang
3. Derajat III:
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.

H. Gejala klinis
Manifestasi klinis fraktur menurut Brunner & Suddarth (2012) adalah nyeri, hilangnya
fungsi, deformitas, pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan
perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya.
Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat/teraba ) ektermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan
ektermitas normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
2. Pada fratur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat di atas ada di bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melengkupui satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm(1-2 inci)
3. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
4. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahanyang mengikuti fraktur.

L. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

b.  Kompartement Syndrom


Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di
otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan
hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada
otot. Gejala – gejalanya mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka,
rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen,
rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia.
Komplikasi ini terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang
hasta (radius atau ulna).
c.  Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini
terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan
mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan
dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang
menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup
dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor),
tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan  nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang
kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu
kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan
menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi
dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya
sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan
hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang
bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban
f. Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
g. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang
dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi
yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka,
luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur
terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur
dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis
yang lebih besar
2.  Komplikasi Dalam Waktu Lama
a.   Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
supai darah ke tulang.
b.   Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi,  cacat diisi  oleh  jaringan  fibrosa. Kadang-
kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor – faktor yang dapat
menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan
lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat
patologis.
c.  Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan
deformitas, angulasi atau pergeseran.
J. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang biasa dilakukan pada penderita fraktur diantaranya :
1. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi dan luasnya ftraktur atau trauma yang terjadi pada tulang.
Hasil yang ditemukan pada pemeriksaan tampak gambar patahan tulang.
2. CT-Scan
Untuk melihat rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan
tumor jaringan tulang atau cidera ligamen atau tendon.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging)
Untuk melihat abnormalitas (misalkan : Tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak
melalui tulang) jaringan lunak seperti tendon, otot, tulang rawan.
4. Angiografi
Untuk melihat struktur vascular dimana sangat bermanfaat untuk mengkaji perfusi
arteri.
5. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk melihat kadar hemoglobin. Hasil yang ditemukan biasanya lebih rendah bila
terjadi pendarahan karena trauma.
6. Pemeriksaan sel darah putih
Untuk melihat kehilangan sel padasisi luka dan respon inflamasi terhadsp cedera.
Hasil yang ditemukan pada pemeriksaan yaitu leukositosis.

K. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan pada pasien dengan fraktur yaitu :
1. Tindakan konservatif
a. Imobilisasi
Adalah mempertahankan reposisi selama masa penyembuhan patah tulang
misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan
kedudukan yang baik.
b. Rehabilitasi
Adalah proses pemulihan kembali fungsi tulang yang dapat dilakukan dengan
fisiotherapy aktif dan pasif.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Gips merupakan alat imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak sesuai kontur
tubuh dimana gips ini dipasang. Tujuan pemakaian gips adalah untuk
mengimobilisasi bagian tubuh dalam posisi tertentu dan memberikan tekanan
yang merata pada jaringan lunak yang terdapat didalamnya.
Jenis-jenis gips :
a. Gips lengan pendek, memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak
tangan, melingkar erat didasar ibu jari.
b. Gips lengan panjang, memanjang setinggi lipat ketiak sampai disebelah
proksimal lipatan telapak tangan.
c. Gips tungkai pendek, memanjang dari bawah lutut sampai dasar jari kaki.
d. Gips tungkai pendek, memanjang dari perbatasan sepertitiga atas dan tengah
paha sampai dasar jari kaki.
e. Gips berjalan, gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat.
f. Gips tubuh, melingkar di batang tubuh.
g. Gips spika,melibatkan sebagian tubuh dan satu atau dua ekstremitas
h. Gips spika bahu, jaket tubuh yang melingkari batang tubuh bahu dan siku
i. Gips spika pinggul, melingkari batang tubuh dan satu ektremitas bawah.
j. Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan
untuk meminimalkan spasme otot ; untuk mereduksi, mensejajarkan dan
mengimobilisasi fraktur, traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang
diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik. Secara umum traksi dilakukan
dengan menempatkan beban dengan tali pada ektremitas pasien. Tempat tarikan
disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang
tulang yang patah.
Jenis-jenis traksi :
1) Traksi kulit buck
Traksi yang paling sederhana ini paling tepat bila dipasang pada anak muda
untuk jangka waktu yang pendek. Indikasi yang paling sering untuk jenis
traksi ini adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum
lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut.
2) Traksi kulit Bryant
Sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang
paha.
3) Traksi rangka seimbang
Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah
tulangpada korpus femoralis orang dewasa, mempergunakan traksi skeletal
dengan beberapa katrol dan bantalan khusus.
4) Traksi Russell
Traksi Russell ini biasanya digunakan untuk fraktur panggul dimana paha
akan disokong oleh bebat.
Secara umum traksi ada dua macam yaitu :
a) Skin traction yaitu tarikan pada kulit
b) Skeletal traction yaitu tarikan pada tulang
Pada skin traction menggunakan pita(jarang digunakan karena dapat
merusak kulit) tujuannya untuk menurunkan nyeri akibat spasme otot,
pemberat digunakan untuk mencegah kerusakan kulit.Beban pada skin
traction maksimal 5 kilogram.
2. Tindakan Operatif
a. ORIF (Open Reduction with Internal fixation)
Merupakan tindakan insisi pada tempat yang mengalami cedera dan ditentukan
sepanjang bidang anatomic menuju tempat yang mengalami fraktur.
Keuntungannya yaitu reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
Indikasi dari ORIF :
1) Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi.
Misalnya : Fraktur talus, fraktur collom femur.
2) Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
Misalnya : fraktur avulasi, fraktur dislokasi
3) Fraktur yang dapat direposisi sulit dipertahankan
Misalkan : fraktur pergelangan kaki
4) Fraktur intra-articuler
Misalnya : fraktur patela

b. OREF (Open Reduction with eksternal Fixation)


Reduksi terbuka dengan alat fiksasi eksternal dengan mempergunakan kanselosa
screw dengan metil metaklirat (akrilik gigi) atau fiksasi eksternal dengan jenis-
jenis lain misalnya dengan mempergunakan screw schanz.
Keuntungannya yaitu darah sedikit yang hilang, mudah membersihkan luka,
sesegera mungkin ambulasi dan latihan tubuh yang nyeri.
Indikasi dari OREF : fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang
hebat, fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoartrosisi, fraktur yang miskin
jaringan ikat.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas lengkap pasien dan keluarga sebagai penanggung jawab pasien.
Identitas mencakup nama, usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat rumah, status perkawinan, pendidikan terakhir,
Pekerjaan pasien, nama orang tua/ suami/ istri, nomor register.
b. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan:
1) Provoking incident: Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.
2) Quality of pain: Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
pasien.Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region: Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: Seberapa jauh rasa nyeriyang dirasakan pasien,
bisa berdasarkan skala nyeri ataupasien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor yang
mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai di bawa ke
RS.
d. Riwayat kesehatan dulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang yang menyebabkan fraktur patologis yang sering
sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki
sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
e. Riwayat kesehatan keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan pasien, meliputi : jumlah anggota keluarga ,
masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan.
f. Pola fungsi Gordon
1) Pola persepsi dan management
Pola ini akan menjelaskan bagai mana pasien patah tulang atau fraktur
mengatasi penyakit yang di deritanya, apakah langsung di bawa kerumah
sakit atau tidak.
2) Pola nutrisi dan metabolic
Kaji bagaimana pola makan pasien, apakah mengalamai mual/ muntah
atau tidak,
3) Pola eliminasi
Kaji bagaimana pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eleminasi
urin, distensi abdomen. Biasanya pasien fraktur tidak mengalami
eliminasi.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kaji bagaimana pasien menjalani aktivitas, sehari-hari. Biasanya aktivitas
dan latihan klien akan terganggu karena nyeri yang dirasakan saat
melakukan pergerakan.
5) Pola kognitif dan perceptual
Kaji tingkat kesaaran pasien, apakah pasien mengalami gangguan
pengelihatan, pendengaran, peraba,penciuman, dan kaji bagai mana pasien
dalam berkomunikasi.
6) Pola istirahat dan tidur
Kaji perubahan pola tidur pasien selama sehat dan sakit, berapa lama
pasien tidur dalam sehari. Biasanya tidur dan istirahat pasien terganggu
karena nyeri yang dirsakan oleh pasien.
7) Pola persepsi diri dan konsep diri
Kaji bagai mana pasien memandang dirinya dengan penyakit atau kondisi
yang di deritanya, apakah pasien merasa rendah diri. Biasanya pasien
sering merasa cemas akan penyakitnya.
8) Pola peran dan hubungan
Kaji bagaiman peran funngsi pasien dalam keluarga sebelum dan selama
dirawat di rumah sakit. Dan bagai man hubungan social pasiendengan
masyarakat. Biasanya pasien merasa tidak mampu menjadi perannya
selama menjalani perawatan di rumah sakit.
9) Pola reproduksi dan seksual
Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan. Apakah ada
perubahan kepuasan pada pasien. Biasanya pasien akan mengalami
gangguan pada hubungan dengan pasangan karena sakit yang di deritanya
10) Pola koping dan toleransi
Kaji apa yang biasanya dilakukan pasien saat ada masalah, apakah
menggunakan obat- obatan atau dengan curhat dengan keluarga atau
saudara. Biasanya pasien akan sering bertanya-tanya karena cemas
memikirkan penyakitnya serta pengobatannya.
11) Pola nilai dan keyakinan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap pasien menghadapi
penyakitnya. Apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan
pasien. Pasien biasanya melakukan ibadah dari tempat tidur sesuai
keyakinannya, karena pasien dirumah sakit menggunakan infuse dan
lainnya.
g. Keadaan umum
Umumnya pada pasien patah tulang datang dengan keluhan nyeri pada lokasi
yang mengalami patahan,

h. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan kepala dan leher
a) Kepala dan rambut
Bentuk mesochepal, rambut hitam, kulit kepala bersih
b) Mata
Bentuk mata simetris,kunjungtiva anemis, sclera tidak ikterik,
reflek pupil isokor.
c) Telinga
Bentuk simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan
pendengaran.
d) Hidung
Bentuk simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada nodul.
e) Mulut
Mukosa mulut basah, tidak ada perdaran pada rongga mulut, tidak
ada nodul, tidak ada perdarahan pada gusi.
f) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar kelenjar tyroid, tidak ada kekakuan
leher, tidak ada nyeri menelan.
g) Dada
Inspeksi : bentuk dada simetris, tidak ada jejas
Perkusi : sonor seluluh lapang paru
Palpasi : taktil fremitus normal
Auskultasi : vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan
h) Abdomen
Inspeksi : bentuk datar, simetris, tidak ada jejas.
Auskultasi : peristaltic usus normal 20x/ mnt
Pekusi : suara tympani
Palpasi : turgor kulit elastic, tidak ada nyeri tekan
i) Genetalia
Bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang kateter.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik
2. Hambatan mobilitas Fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini
4. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tekanan pada tonjolan tulang
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang proses penyakit
6. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.

C. INTERVENSI

N DIAGNOSA TUJUAN (NOC ) INTERVENSI ( NIC)


O
1 Nyeri akut NOC NIC
Definisi : pengalaman sensori Outcome untuk  Pemberian analgetik
dan emosional tidak mengukur penyelesaian  Pemberian anastesi
menyenangkan yang muncul dari diagnosis
 Pengurangan
akibat kerusakan jaringan  Kontrol nyeri
aktual atau potensial atau yang kecemasan
di gambarkan sebagai  Manajemen nyeri  Manajemen
kerusakan (International lingkungan:
Association fot the Study of Outcome tambahan kenyamanan
Pain); awitan yang tiba-tiba untuk mengukur
 Pemberian obat
atau lambat dari intensitas karakteristik :
ringan hingga berat dengan  Tingkat kecemasan  Pemberian obat :
akhir yang dapat di antisipasi intramuskular (IM)
 Nafsu makan
atau diprediksi.  Pemberian obat :
 Kepuasan klien :
Batasan karakteristik : intravena (IV)
 Ekspresi wajah nyeri manajemen nyeri  Pemberian obat : oral
 Keluhan tentang  Kepuasan klien :  Manajemen nyeri
intensitas kontrol gejala
menggunakan standar  Status kenyamanan Pilihan intervensi
tambahan :
skala nyeri  Status kenyamanan
 Biofeedback
 Keluhan tentang : fisik
 Peningkatan
karakteristik nyeri  Tingkat
mekanika tubuh
dengan menggunakan ketidaknyamanan
 Terapi latihan :
standar instrumen  Pergerakan
ambulasi
nyeri  Keparahan mual &
 Terapi latihan :
 Laporan tentang muntah
keseimbangan
perilaku nyeri/  Nyeri : respon
 Terapi latihan :
perubahan aktivitas psikologis
pergerakan sendi
 Perilaku distraksi tambahan
 Terapi latihan :
 Perubahan posisi untuk  Nyeri : efek yang
kontrol otot
menghindari nyeri mengganggu
 Terapi musik
 Perubahan selera  Tidur
 Terapi relaksasi
makan  Kontrol gejala
 Monitor ttv
 Keparahan gejala
Faktor berhubungan :  Terapi oksigen
 Agen cedera biologis  Pengaturan posisi
 Agen cedera fisik  Tanda-tanda vital

 Agen cedera kimiawi


2 Hambatan mobilitas fisik NOC NIC
Outcome untuk
Definisi : mengukur penyelesaian  peningkatan
Katerbatasan dalam dari diagnosis mekanika tubuh
pergerakan fisik mandiri dan  Ambulasi  manajemen
terarah pada tubuh atau satu  Pergerakan lingkungan
ekstremitas atau lebih Outcome tambahan  peningkatan latihan
(sebutkan tingkatannya) untuk mengukur  perawatan tirah
0     Mandiri total karakteristik : baring
1     Memerlukan penggunaan  Adaptasi terhadap  terapi latihan; tirah
peralatan atau perlengkapan disabilitik fisik baring
2     Memerlukan bantuan dari  Pergerakan sendi  terapi latihan;
orang lain untuk membantu  Kemampuan mobilitas
mengawasi atau mengajari berpindah (pergerakan) sendi
3     Memerlukan bantuan dari  Penampilan  pengaturan posisi
orang lain dan peralatan mekanik tubuh  bantuan perawatan
4     Ketergantungan total diri
 Posisi tubuh :
berinisiatif sendiri Pilihan intervensi
 koordinasi tambahan
Factor yang berubungan pergerakan  terapi aktivitas
 Intoleransi aktivitas  perawatan gifs;
 Ansietas Outcome yang berkaitan pemeliharaanpencega
 Indeks masa tubuh diatas dengan faktor yang han jatuh
berhubungan atau
persentil ke-75 sesuai usia  perawatan kaki
 Kepercayaan budaya outcome mencengah  manajemen
 toleransi terhadap
terkait aktivitas sesuai usia pengobatan
 Penurunan kekuatan otot aktifitas  pengekangan fisik
 Penurunan ketahanan  tingkat kecemasan  relaksasiotot
tubuh  tingkat progresif
 Fisik tidak bugar ketidaknyamanan  penegecekan kulit
 Kaku sendi atau  partisipasi latihan  pembidaian
kontraktur  reaksi terhadap sisi
 Kurang dukungan yang terkena
lingkungan dampak
 Nyeri  pergerakan sendi:
 Malnutrisi pergelangan kaki
 pergerakan sendi
Kondisi terkait lutut
 Hilangnya integritas  pengetahuan:
struktur tulang aktifitas yang
 Gangguan musculoskeletal disarankan
 Gangguan neuromuscular  respon pengobatan
 Program pembatasan  motivasi
pergerakan  status neurologi;
 Keengganan untuk pusat control
memulai pergerakan motorik.
 Gaya hidup yang kurang  tingkat nyeri
gerak atau disuse atau  kebugaran fisik
melemah  berat badan; masa
 Gangguan sensori tubuh
perceptual
3 Ansietas NOC NIC
Definisi : perasaan tidak Outcome untuk  Bimbingan
nyaman atau kekhawatiran mengukur penyelesaian antisipasif
yang samar disertai respon dari diagnosis  Pengurangan
otonom (sumber sering kali  Tingkat kecemasan kecemasan
tidak spesifik atau tidak  Tingkat kecemasan  Teknik menenangkan
diketahui oleh individu) social  Peningakatan koping
perasaan takut yang  Manajemen
disebabkan oleh antisipasi Outcome tambahan
demensia
terhadap bahaya. Hal ini untuk mengukur
 Manajemen
merupakan isyarat batasan karakteristik
demensia :
kewaspadaan yang  Tingkat agitasi
memandikan,
memperingatkan individu  Kontrol
akan adanya bahaya dan keceemasan diri keluyuran
memampukan individu untuk  Kontinensi usus  Bantuan pemeriksaan
bertindak menghadapi  Konsentrasi  Menghadirkaan diri
ancaman  Koping  Terapi relaksasi
Batasan karakteristik  Pembuatan  Penggurangan stresss
Perilaku keputusan relokasi
 Agitasi  Tingkat delirium  Peningkatan
 Gelisah  Kontrol diri keamanan
 Gerakan ekstra terhadap distorsi  Perawatan
 Insomnia pemikiran penggunaan zat
 Kontak mata yang  Risiko terlarang
buruk kecendrungan  Terapi validasi
 Melihat sepintas perilaku melarikan
 Mengekpresikan diri Pilihan intervensi
kekhawatiran karena  Tingkat kelelahan tambahan
perubahan dalam  Tingkat rasa takut  Manajemen alergi
peristiwa hidup  Tingkat  Bantuan kontrol
 Penurunan hiperaktivitas marah
produktivitas  Memproses  Teraapi bantuan
 Perilaku mengintai informasi hewan
 Tampak waspada  Kontrol mual dan  Terapi kesenian
muntah  Manajemen asma
Afektif  Latihan autogenic
 Keparahan mual
 Berfokus pada diri dan muntah  Manajemen prilaku :
sendiri menyakiti diri
 Status neurologic :
 Distress Otonomik  Biofeedback
 Gelisah  Keluyuran yang  Persiapan melahirkan
 Gugup aman  Konseling
 Kesedihan yang  Fungsi sensori ;  Intervensi krisis
mendalam taktil  Pengalihan
 Ketakutan  Tidur  Pencegahan
 Menggemerutukan  Tanda-tanda vital melarikan diri
gigi  Dukungan emosional
 Menyesaal Outcome yang berkaitan  Manajemen energy
 Peka dengan faktor yang  Manajemen
 Perasaan tidak adekuat berhubungan atau lingkungan
 Putusa asa outcome mencengah  Peningkatan latihan
 Ragu  Pemulihan  Konseling genetic
 Sangat khawatir terhadap kekerasan
 Fasilitasi proses
 Senang berlebihan  Penerimaan : berduka
status kesehatan
 Imajinasi terbimbing
Fisiologis  Adaptasi terhadap
 Perawatan kehamilan
 Gemetar disabilitas fisik
resiko tinggi
 Peningkatan keringat  Menahan diri dari
 Hypnosis
 Peningkatan agresifitas
 Peresepan obat
ketegangan  Adaptasi anak  Fasilitasi meditasi
 Suara bergetar terhadap  Terapi music
 Tremor perawatan di  Manajemen sindrom
 Tremor tangan rumah sakit pre menstruasi
 Kepuasan klien ;  Relaksasi otot
 Wajah tegang pengajaran prrogresif
 Kepuasan klien  Terapi Reminiscence
keberlanjutan  Manajemen
Factor yang berhubungan perawaatan teknologi reproduksi
 Konflik tentang tujuan  Kepuasan klien ;  Fasilitasi hypnosis
hidup Perawatan diri
 Hubungan psikologis  Dukungan kelompok
interpersonal  Status kenyamanan  Pengajaran :
 Stressor ; lingkungan, fisik, individu,
 Ancaman kematian psikospritual, preoperative,
 Ancaman pada status sossiokultural peresepan obat-
terkini  Tingkat dimensia obatan,
 Kebutuhan yang tidak  Resolusi berduka prosedur/perawatan.
dipenuhi  Prilaku imunisasi  Konsultasi melalui
 Konflik nilai  Kontrol diri telepon
terhadap impuls  Terapi trauma: Anak
 Keparahan infeksi  Perawatan
 Keseimbangan inkotinensia urine :
gaya hidup enuresis
 Peulihan terhadap  Fasilitasi kunjungan
pengabaian
 Kelekatan orang  Monitor tanda-tanda
tua-bayi vital
 Kesejahteraan
pribadi
 Pengaturan
psikososial :
perubahan
kehidupan
 Adaptasi relokasi
 Kesadaran diri
 Harga diri
 Identitas seksual
 Keterampilan
interaksi social
 Kesehatan spiritual
 Tingkat stresss

 Kontrol gejala
4 Kerusakan Integritas NOC NIC
jaringan Outcome untuk Perawatan area sayatan :
Definisi : kerusakan pada mengukur penyelesaian  Pemberian obat :
epidermis dan/ atau dermis dari diagnosis : kulit
 Manajemen
Batasan Karakteristik : Integritas
pengobatan
 Benda asing menusuk jaringan : kulit &
 Manajemen tekanan
membrane mukosa
permukaan kulit Perawatan Luka tekan :
Outcome tambahan
 Pencegahan luka
 Gangguan integritas untuk mengukur
tekan
kulit batasan karakteristik :
 Manajemen pruritus
 Respon alergi:
 Kemerahan  Perawatan kulit :
local
Faktor yang berhubungan : pengobatan topical
 Penyembuhan luka
Perawatan Luka :
Eksternal : bakar
 Akses  Perawatan luka : luka
 Agen Cedera kimiawi
hemodialysis bakar
 Ekskresi
 Penyembuhan luka  Perawatan luka :
 Hipertermia drainase tertutup
: primer
 Hipotermia  Irigasi luka
 Penyembuhan luka
 Kelembapan  Perawatan tirah
: sekunder
 Lembap baring
 Tekanan pada tonjolan  Terapi latihan :
tulang Outcome yang berkaitan ambulasi
 Sekresi  Kontrol infeksi
dengan faktor yang
Internal  Perlindungan infeksi
 Gangguan volume berhubungan atau
 Manajemen nutrisi
cairan outcome menengah :
 Monitor tanda-tanda
 Nutrisi tidak adekuat  Posisi tubuh : vital
 Factor psikogenik berinisiatif sendiri
Populasi berisiko  Pemulihan luka
 Usia ekstrem bakar
Kondisi terkait  Status sirkulasi
 Gangguan metabolism  Keseimbangan
 Gangguan pigmentasi cairan
 Gangguan sensasi  Keparahan cairan
 Gangguan turor kulit berlebihan
 Perubahan hormonal  Konsekuensi
 Gangguan sirkulasi imobilitas :
 Terapi radiasi fisiologi
 Trauma vaskular  Respon
pengobatan
 Status neurologi :
perifer
 Status nutrisi
 Kontrol risiko :
hipertermia
 Kontrol risiko :
hipotermia
 Perawatan diri ;
mandi dan
kebersihan
 Fungsi sensori :
taktil
 Termoregulasi
 Perfusi jaringan :
perifer
5 Ketidakefektifan perfusi NOC NIC
jaringan perifer  Monitor asam basa
Outcome untuk
 Tes laboratorium di
Definisi mengukur penyelesaian samping tempat tidur
Penurunan oksigen yang  Perawatan sirkulasi;
dari diagnosis :
mengakibatkan kegagalan insufisiensi vena
pengiriman nutrisi kejaringan  Perfusi jaringan;  Perawatan gawat
pada tingkat kapiler darurat
perifer
 Management
Faktor yang berubungan elektrolit/cairan
Outcome tambahan  Monitor cairan
 Perubahan afinitas
hemoglobin terhadap untuk mengukur  Perawatan kaki
oksigen  Managemen nutrisi
batasan karakteristik :
 Penurunan konsentrasi  Terapi oksigen
hemoglobin dalam darah  Ambulasi  Manajemen sensai
 Keracunan enzim  Status sirkulasi perifer
 Gangguan pertukaran  Koordinasi  Pengaturan posisi
 Hipervolemia  Pengecekan kulit
pergerakan
 Hipoventilasi  Pengajaran proses
 Tingkat nyeri penyakit
 Hipovolemia
 Keparahan  Monitor tanda-tanda
 Gangguan transport
penyakit perifer vital
oksigen melalui alveoli
dan membrane kapiler  Fungsi sensori;
 Gangguan aliran arteri taktil Pilihan intervensi
tambahan
atau vena  Perfudi jaringan
 Ketidak sesuaian antara  Pencegahan emboli
 Tanda-tnda vital  Peningkatan latihan
ventilasi dan alirn darah  Penyembuhan  Terapi latihan;
luka; primer ambulasi
Batasan karakteristik  Penyembuhan  Terapi latihan;
keseimbangan
Subjektif luka; sekunder
 Terapi latihan;
Perubahan sensasi Outcome yang berkaitan
mobilitas
dengan faktor yang (pergerakan) sendi
Objektif  Terapi latihan: otoy
Perubahan karakteristik kulit berhubungan atau
 Pemasangan infuse
Bruit outcome menengah :  Terapi intravena
Perubahan tekanan darah pada
 Koagulasi darah  Pemberian obat
ekstremitas
 Partisipasi latihan  Managemen
Klaudikasi
 Pengetahuan; pengobatan
Kelambatan penyembuhan
Nadi arteri lemah manajemen  Manajemen nyeri
Edema penyakit kronis  Phlebotomy; sampel
Tanda human positif  Pengetahuan; darah vena
Kulit pucat saat elevasi, dan proses penyakit  Pengaturan suhu
tidak kembali saat diturunkan  Keparahan cidera
Diskolorasi kulit fisik
Perubahan suhu kulit  Manajemen diri;
penyakit arteri
Nadi lemah atau tidak teraba perifer
 Berat badan; masa
tubuh
6 Resiko Infeksi NOC NIC
Definisi : rentan mengalami Outcome untuk Manajemen penyakit
invasi dan multiplikasi berhubungan dengan menular
organisme patogenik yang faktor risiko: Kontrol infeks
dapat mengganggu kesehatan.  Status imunitas Kontrol infeksi:
Faktor Risiko :  Perilaku imunitas intraoperative
 Kurang pengetahuan  Pengetahua: Perlindungan infeksi
untuk menghindari manajemen  Manajemen
pemajanan pathogen. penyakit akut pengobatan
 Malnutrisi  Pengetahuan:  Peresepan obat
 Obesitas manajemen  Terapi nutrisi
 Gangguan integritas kulit panyakit kronik  Manajemen nutrisi
 Gangguan peristalsis  Respon  Monitor nutrisi
 Merokok pengobatan  Identifikasi risiko
 Stasis cairan tubuh  Status nutrisi  Perawatan luka
Populasi resiko  Status nutrisi: Pemilihan intervensi
 Terpajan pada wabah asupan nutrisi tambahan
Kondisi terkait  Kesehatan mulut  Memandikan
 Perubahan pH sekresi  Perilaku berhenti  Monitor elektrolit
 Penyakit kronis merokok  Manajemen
 Pemulihan lingkungan
 Penurunan kerja siliaris pembedahan:  Peningkatan latihan
 Leukopenia penyembuhan  Mengatur posisi
 Imunosupresi  Pemulihan  Monitor tanda-tanda
 Prosedur invasive pembedahan: vital
segera setelah  Perawatan luka: tidak
operasi sembuh
 Integritas jaringan:  Irigasi luka
kulit & membran
mukosa
 Penyembuhan
luka: primer
 Penyembuhan
luka: sekunder

D. Implementasi

Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang sudah dibuat.

E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
berhasil dicapai. Evaluasi bisa bersifat formatif yaitu dilakukan terus-menerus untuk menilai
setiap hasil yang telah di capai.Dan bersifat sumatif yaitu dilakukan sekaligus pada akhir dari
semua tindakan keparawatan yang telah dilakukan.Melalui SOAP kita dapat mengevaluasi
kembali.

NO DIAGNOSA EVALUASI
KEPERAWATAN
1 Nyeri akut b.d agen cidera S : Berisikan respon pasien selama dilakukan asuhan
fisik
keperawatan

O : Berisikan hasil dari pelaksanaan asuhan

keperawatan

A: Berisikan tentang apakah tujuan tercapai atau

tidak
P : Berisikan tentang apabila tujuan belum tercapai
maka harus kembali dilakukan asuhan keperawatan
2 Hambatan mobilitas Fisik S : Berisikan respon pasien selama dilakukan asuhan
berhubungan dengan
keperawatan
penurunan kekuatan otot
O : Berisikan hasil dari pelaksanaan asuhan

keperawatan

A : Berisikan tentang apakah tujuan tercapai atau

tidak

P : Berisikan tentang apabila tujuan belum tercapai


maka harus kembali dilakukan asuhan keperawatan
3 Ansietas berhubungan dengan S : Berisikan respon pasien selama dilakukan asuhan
ancaman pada status terkini
keperawatan

O : Berisikan hasil dari pelaksanaan asuhan

keperawatan

A: Berisikan tentang apakah tujuan tercapai atau

tidak

P : Berisikan tentang apabila tujuan belum tercapai


maka harus kembali dilakukan asuhan keperawatan
4 Kerusakan integritas jaringan S : Berisikan respon pasien selama dilakukan asuhan
berhubungan dengan tekanan
keperawatan
pada tonjolan tulang
O : Berisikan hasil dari pelaksanaan asuhan

keperawatan

A: Berisikan tentang apakah tujuan tercapai atau

tidak

P : Berisikan tentang apabila tujuan belum tercapai


maka harus kembali dilakukan asuhan keperawatan
5 Ketidakefektifan perfusi S : Berisikan respon pasien selama dilakukan asuhan
jaringan perifer berhubungan
keperawatan
dengan kurang pengetahuan
O : Berisikan hasil dari pelaksanaan asuhan
tentang proses penyakit
keperawatan

A: Berisikan tentang apakah tujuan tercapai atau

tidak

P : Berisikan tentang apabila tujuan belum tercapai


maka harus kembali dilakukan asuhan keperawatan
6 Resiko infeksi berhubungan S : Berisikan respon pasien selama dilakukan asuhan
dengan gangguan integritas
keperawatan
kulit.
O : Berisikan hasil dari pelaksanaan asuhan

keperawatan

A: Berisikan tentang apakah tujuan tercapai atau

tidak

P : Berisikan tentang apabila tujuan belum tercapai


maka harus kembali dilakukan asuhan keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Saku Gangguan Musculoskeletal: Aplikasi Pada Praktik
Klinik Keperawatan. EGC: Jakarta.
Noor, Zairin. 2016. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal, Edisi 2.Salemba Medika:
Jakarta.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis,
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus. Mediaction:
Yogyakarta.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis,
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus, Edisi 1.
Mediaction: Yogyakarta.
Rasjad, Chairuddin. 2012. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Edisi 3. Yarsif Watampone:
Yogyakarta.
Santoso, Agus. W Budi & Schunke Michael. 2013. Promotheus Atlas Anatomi Manusia:
Anatomi Umum Dan Sistem Gerak. EGC: Jakarta.
Brunner & Suddart. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12. Jakarta : ECG
Herdman, T. Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan klasifikasi 2015-2017.
Edisi 10. Jakarta : EGC
Carpenitto, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa :
Monica Ester, Edisi 8. EGC : Jakarta.
Doengoes, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
perencanaan Keperawatan dan masalah kolaboratif. Alih Bahasa : I Made Kanosa, Edisi
III. EGC Jakarta.
Hinchliff, Sue. (1996). Kamus Keperawatan. Edisi; 17. EGC : Yakarta.
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/614/2/BAB%20I..pdf

Anda mungkin juga menyukai