Anda di halaman 1dari 38

Nama : Mustika Farundina

Kelas : Keperawatan 4B
Tugas Medikal Bedah III (Resume)
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem muskuloskeletal : fraktur dan dislokasi
1. Jelaskan secara singkat tentang anatomi dan fisiologi dari sistem muskuloskleteal
Sistem musculoskeletal merupakan suatu system yang dibentuk oleh tulang, sendi dan otot.
 Tulang (system skelet) ada 206 tulang dalam tubuh manusia, terbagi 4 kategori :
1. Tulang panjang
Tulang ini agak melengkung tujuannya agar kuat menahan beban dan tekanan. Contohnya humerus, radius, ulna, femur,
tibia, dan fibula.
 Bagian tulang panjang
Diafisis : bagian tengah tulang berbentuk silinder dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan besar
Matafisis : bagian tulang yang melebar dekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau
tulang spongiosa yang mengandung sumsum merah. Sumsum merah terdapat juga dibagian epifisis dan diafisis tulang.
Pada anak-anak sumsum merah mengisi sebagian besar bagian dalam tulang panjang tetapi kemudian diganti olah
sumsum kuning setelah dewasa.
Epifisis : lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Bagian ini akan menghilang pada
tulang dewasa. Bagian epifisis yang letaknya dekat sendi tulang panjang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan
memanjang tulang terhenti.
2. Tulang pendek
Parbandingan tebal dan panjang hampir sama, terdapat pada pergelangan tangan dan kaki, bentuknya seperti kubus.
3. Tulang pipih : iga, tengkorak, panggul dan scapula. Bentuknya pipih berfungsi untuk perlindungan.
4. Tulang tak teratur, tulang pada wajah dan vertebra.
Tulang diliputi dibagian luar oleh membrane fibrus padat dinamakan periosteum yang memberi nutrisi ke tulang dan
memungkinnya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligament. Periosteum mengandung saraf, pembuluh
darah dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblas yang merupakan sel pembentuk
tulang. Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-sel tulang terdiri atas :
Osteoblast : yang berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98%
kolagen dan 2% substansi dasar (glukosaminoglikan/asam polisakarida dan proteoglikan)
Osteosit : adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang yang terletak dalam osteon (unit matriks
tulang)
Osteoklast : adalah multinuclear yng berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remodelling tulang.
Jaringan tulang mempunyai vaskularisasi yang sangat baik. Tulang kanselus menerima asupan darah yang sangat banyak
melalui pembuluh metafisis dan epifisis. Pembuluh periosteum mangangkut darah ke tulang kompak melalui kanal
Volkmann ang sangat kecil. Selain itu, ada arteri nutrient yang menembus periosteum dan memasuki rongga meduar
melalui foramina. Arteri nutrient memasok darah ke sumsum dan tulang.
 Pembentukan tulang
Ossifikasi adalah proses dimana matriks tulang terbentuk dan pengerasan mineral ditimbun dalam serabut kolagen dalam
suatu lingkungan elektronegatif.
model dasar ossifikasi :
1. Intramembran : tulang tumbuh di dalam membrane, terjadi pada tulang wajah
dan tengkorak.
2. Endokondal : pembentukan tulang rawan terlebih dahulu kemudian
mengalami resorpsi dan diganti oleh tulang. Kebanyakan tulang terbentuk dan
mengalami penyembuhan melalui ossifikasi endokondal.
 Pemeliharaan tulang
Factor yang mengatur pembentukan dan resorpsi tulang :
1. Stress terhadap tulang
2. Vitamin D, meningkatkan jumlah kalsium dengan meningkatkan penyerapan
kalsium dari saluran pencernaan.
3. Hormone paratiroid dan kalsitonin
4. Hormone paratiroid mengatur konsentrasi kalsium dalam darah. Kalsitonin
meningkatkan penimbunan kalsium dalam tulang.
 Sistem Persendian
Tulang dalam tubuh dihubungkan satu sama lain dengan sendi atau artikulasi yang memungkinkan berbagai macam gerakan.
Ada 3 macam sendi yaitu :
Sendi sinartrosis merupakan sendi yang tidak dapat digerakkan misalnya pada persambungan tulang tengkorak.
Sendi amfiartrosis seperti sendi pada vertebra dan simfisis pubis yang memungkinkan gerakan terbatas.
Sendi diartrosis adalah sendi yang dapat digerakkan secara bebas
Pada sendi yang dapat digerakkan, ujung persendian tulang ditutupi oleh tulang rawan hialin yang halus. Persendian
tulang tersebut dikelilingi oleh selubung fibrus kuat kapsul sendi. Kapsul dilapisi oleh membrane, sinovium, yang mensekresi
cairan pelumas dan peredam getaran ke dalam kapsul sendi.
Ligamen, mengikat tulang dalam sendi. Ligamen dan tendon otot yang melintasi sendi, menjaga stabilitas sendi. Bursa
adalah suatu kantung yang berisi cairan sinovial, biasanya merupakan bantalan bagi pergerakan tendon, ligamen dan tulang di
siku, lutut dan beberapa sendi lainnya.
 Sistem Otot
Otot mrpk jaringan peka rangsang baik berupa rangsangan kimia, listrik maupun mekanik untuk menimbulkan aksi potensial.
Ada 3 jenis otot :
1. Otot skelet
2. Otot jantung
3. Otot polos
 Otot Skelet
1. Kira-kira 40% tubuh adalah otot rangka dan 5-10% lainya adalah otot polos
atau otot jantung
2. Otot dihubungkan oleh tendon atau aponeurosis ke tulang, jaringan ikat atau
kulit
3. Otot bervariasi ukuran dan bentuknya bergantung aktivitas yang dibutuhkan
4. Otot tubuh tersusun oleh kelompok sel otot yang paralel (fasikuli) yang
terbungkus dalam jaringan fibrus dinamakan epimisium atau fasia
5. Otot mengandung sebagian besar mioglobulin yang berkontraksi lebih lambat
dan lebih kuat
6. Tiap sel otot (serabut otot) mengandung myofibril. Yang tersusun atas
sekelompok sarkomer (aktin dan myosin) yang merupakan unit kontraktil otot
skelet
 Otot berfungsi sebagai :
1) Pergerakan
2) Membentuk postur
3) Produksi panas karna adanya kontraksi dan relaksasi
 Otot Jantung
Hanya pd lapisan tengah dinding jantung, disebut juga miokardium.
Strukurnya menyerupai otot lurik, tersusun atas serabut lurik yg bercabang cabang dan saling berhubungan satu dg yg lainnya.
Setiap sel otot jantung mempunyai satu atau dua inti yg terletak dbagian tengah sarkoplasma. Tidak berstria, hanya
mempunyai satu inti dan juga tidak dibawah pengaruh kesadaran, dan bersifat otonom.
 Otot Polos
Jaringan otot polos mempunyai serabut serabut (fibril)yg homogen. (tdk bergaris)
Bentuk selnya dibag.tengah agak bundar dan ujungnya meruncing. Dlm setiap sel otot polos terdpt satu inti sel yg terletak
ditengah dan bentuknya pipih. Otot polos berkontraksi secara reflex dan dibawah pengaruh syaraf otonom shg disebut otot
involunter.
2. Jelaskan pengertian,etiologi,tanda dan gejala,patofisioligi dari fraktur dan dislokasi
1. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000).
Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
(Soedarman, 2000). Pendapat lain menyatakan bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit
masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson, M. A, 1992).

Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah
biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.
Manifestasi Klinik
1) Deformitas
2) Bengkak/edema
3) Echimosis (Memar)
4) Spasme otot
5) Nyeri
6) Kurang/hilang sensasi
7) Krepitasi
8) Pergerakan abnormal
9) Rontgen abnormal
Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
2. Definisi Dislokasi
Dislokasi merupakan masalah pada tulang berupa bergesernya tulang dari sendi atau posisi yang semestinya. Dislokasi
dapat terjadi pada sendi manapun, tetapi yang sering mengalaminya adalah sendi bahu, jari, siku, lutut, dan panggul. Sendi
yang pernah mengalami dislokasi memiliki factor risiko lebih besar untuk mengalami dislokasi berulang (Legiran, 2017).
Dislokasi adalah gangguan lengkap dalam hubungan normal dua tulang di mana tidak ada lagi kontak dari permukaan
artikular. Dislokasi biasanya disebabkan oleh trauma, biasanya ada kerusakan pada ligamen, kapsul sendi dan jaringan lunak.
Arah dislokasi digambarkan oleh posisi tulang distal (misalnya, pada dislokasi anterior bahu, humerus dislokasi anterior
terhadap skapula) (Nur Rachmat, 2015).
Etiologi
 Cedera Olahraga
 Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta
olahraga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam,
volley. Pemain basket dan keeper pemain sepak bola paling sering mengalami
dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari
pemain lain.
 Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga (Lasmi, HK. 2014).
 Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
 Terjatuh
 Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.
 Patologis
 Terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang merupakan komponen vital
penghubung tulang.
 Kongenital (terjadi sejak lahir, akibat kesalahan pertumbuhan, paling sering terlihat
pada pinggul) (Lasmi, HK. 2014).
Manifestasi Klinik
 Nyeri akut
 Perubahan kontur sendi
 Perubahan panjang ekstremitas
 Kehilangan mobilitas abnormal
 Perubahan sumbu tulang deformitas
 Kekakuan
 Pembengkakan
 Deformitas pada persendian
(Pramudhito. 2014).
Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital yang mengakibatkan kekenduran
pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi
dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan
dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan
panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi,
perlu dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai (Diana, Restu. 2017).
Cedera akibat olahraga dikarenakan beberapa hal seperti tidak melakukan exercise sebelum olahraga memungkinkan
terjadinya dislokasi, dimana cedera olahraga menyebabkan terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi sehingga
dapat merusak struktur sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya terjadinya kompresi jaringan tulang yang terdorong ke depan
sehingga merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi akibatnya tulang berpindah dari posisi normal. Keadaan
tersebut dikatakan sebagai dislokasi (Diana, Restu. 2017).
Begitu pula dengan trauma kecelakaan karena kurang kehati-hatian dalam melakukan suatu tindakan atau saat
berkendara tidak menggunakan helm dan sabuk pengaman memungkinkan terjadi dislokasi. Trauma kecelakaan dapat
kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi sehingga dapat merusak struktur sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya
terjadinya kompres jaringan tulang yang terdorong ke depan sehingga merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi
akibatnya tulang berpindah dari posisi normal yang menyebabkan dislokasi (Diana, Restu. 2017).

3. Buat pathway fraktur dan dislokasi sampai menemukan masalah keperawatan


1. Pathway Fraktur
2. Pathway Dislokasi
4. Sebutkan dan jelaskan pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan pasien fraktur dan dislokasi
 Penatalaksanaan Fraktur
Penatalaksaan fraktur Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke posisi semula dan mempertahankan
posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang. Cara pertama penangan adalah proteksi saja tanpa reposisi atau
imobilisasi, misalnya menggunakan mitela. Biasanya dilakukan pada fraktur iga dan fraktur klavikula pada anak. Cara kedua
adalah imobilisasi luar tanpa reposisi, biasanya dilakukan pada patah tulang tungkai bawah tanpa dislokasi. Cara ketiga adalah
reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan imobilisasi, biasanya dilakukan pada patah tulang radius distal. Cara
keempat adalah reposisi dengan traksi secara terus-menerus selama masa tertentu. Hal ini dilakukan pada patah tulang yang
apabila direposisi akan terdislokasi di dalam gips. Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi
luar. Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif diikuti dengan pemasangan fiksator tulang secara operatif. Cara ketujuh
berupa reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna yang biasa disebut dengan ORIF (Open Reduction Internal
Fixation). Cara yang terakhir berupa eksisi fragmen patahan tulang dengan prostesis (Sjamsuhidayat dkk, 2010)
 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan
gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral.
Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari
karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang
dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
(1) Bayangan jaringan lunak.
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus
ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
(2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang
mengalami kerusakan akibat trauma.
(3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
(4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu
struktur tulang yang rusak.
Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk
tulang.
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST),
Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
(3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
(6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

 Penatalaksanaan Dislokasi
MEDIS
1) Farmakologi
a) Pemberian obat-obatan : analgesik non narkotik
 Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi, sakit kepala,
nyeri pinggang. Efek samping dari obat ini adalah agranulositosis. Dosis:
sesudah makan, dewasa: sehari 3×1 kapsul, anak: sehari 3×1/2 kapsul.
 Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan atau sedang, kondisi akut atau kronik termasuk nyeri
persendian, nyeri otot, nyeri setelah melahirkan. Efek samping dari obat ini adalah mual, muntah, agranulositosis,
aeukopenia. Dosis: dewasa; dosis awal 500mg lalu 250mg tiap 6 jam (Irena. 2016).
2) Pembedahan
a) Operasi ortopedi
Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang mengkhususkan pada
pengendalian medis dan bedah para pasien yang memiliki kondisi-kondisi
arthritis yang mempengaruhi persendian utama, pinggul, lutut dan bahu
melalui bedah invasif minimal dan bedah penggantian sendi. Prosedur
pembedahan yang sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan
Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and
Fixation).Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortopedi dan
indikasinya yang lazim dilakukan :
 Reduksi Terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu
dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah.
 Fiksasi Interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat, paku dan pin logam.
 Graft Tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan,
untuk menstabilisasi atau mengganti tulang yang berpenyakit.
 Amputasi : penghilangan bagian tubuh.
 Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan artroskop(suatu alat yang memungkinkan ahli bedah mengoperasi
dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka.
 Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
 Penggantian sendi: penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau sintetis.
 Penggantian sendi total: penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendidengan logam atau sintetis (Irena.
2016).
NON MEDIS
1) Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi
jika dislokasi berat (Irena. 2016).
2) RICE
R : Rest (istirahat)
I : Ice (kompres dengan es)
C : Compression (kompresi / pemasangan pembalut tekan)
E : Elevasi (meninggikan bagian dislokasi)
 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic yang dapat menunjang diagnose sebagai berikut:
1. Sinar – X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostic noninvasif untuk membantu menegakkan diagnose medis.
Pada pasien dislokasi sendi ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi dimana tulang dan sendi berwarna
putih.
2. CT Scan
CT- scan yang pemeriksaan sinar –X yang lebih canggih dengan bantuan computer, sehingga memperoleh gambar
lebih detail dan dapat dibuat gambaran secara 3 dimensi. Pada pasien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi dimana
sendi tidak berada pada tempatnya.
3. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang, magnet dan frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-
X atau bahan radio aktif, sehingga dapat diperoleh gambaran tubuh (terutama jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti
halnya CT-Scan pada pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi.
(Naryana. 2015).
5. Buat Asuhan Keperawatan pasien fraktur dan dislokasi secara singkat (Pengkajian,diagnosa,intervensi)
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian
tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
b) Keluhan Utama
c) Riwayat Penyakit Sekarang
d) Riwayat Penyakit Dahulu
e) Riwayat Penyakit Keluarga
f) Riwayat Psikososial
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
c. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
d. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi
tulang)

3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan: Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi
dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas
trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan imobilasasi bagian Mengurangi nyeri dan mencegah


yang sakit dengan tirah baring, malformasi.
gips, bebat dan atau traksi

2. Tinggikan posisi ekstremitas Meningkatkan aliran balik vena,


yang terkena. mengurangi edema/nyeri.

3. Lakukan dan awasi latihan gerak Mempertahankan kekuatan otot dan


pasif/aktif. meningkatkan sirkulasi vaskuler.

4. Lakukan tindakan untuk Meningkatkan sirkulasi umum,


meningkatkan kenyamanan menurunakan area tekanan lokal dan
(masase, perubahan posisi) kelelahan otot.

5. Ajarkan penggunaan teknik Mengalihkan perhatian terhadap


manajemen nyeri (latihan napas nyeri, meningkatkan kontrol terhadap
dalam, imajinasi visual, aktivitas nyeri yang mungkin berlangsung
dipersional) lama.

6. Lakukan kompres dingin selama Menurunkan edema dan mengurangi


fase akut (24-48 jam pertama) rasa nyeri.
sesuai keperluan.

7. Kolaborasi pemberian analgetik Menurunkan nyeri melalui


sesuai indikasi. mekanisme penghambatan rangsang
nyeri baik secara sentral maupun
perifer.

Evaluasi keluhan nyeri (skala, Menilai perkembangan masalah klien.


petunjuk verbal dan non verval,
perubahan tanda-tanda vital)

b. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin dapat
mempertahankan posisi fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh
menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas Memfokuskan perhatian, meningkatakan
rekreasi terapeutik (radio, koran, rasa kontrol diri/harga diri, membantu
kunjungan teman/keluarga) sesuai menurunkan isolasi sosial.
keadaan klien.
Meningkatkan sirkulasi darah
2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif muskuloskeletal, mempertahankan tonus
pada ekstremitas yang sakit maupun yang otot, mempertahakan gerak sendi,
sehat sesuai keadaan klien. mencegah kontraktur/atrofi dan
mencegah reabsorbsi kalsium karena
imobilisasi.

3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan Mempertahankan posis fungsional


trokanter/tangan sesuai indikasi. ekstremitas.

4. Bantu dan dorong perawatan diri Meningkatkan kemandirian klien dalam


(kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan perawatan diri sesuai kondisi
klien. keterbatasan klien.

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan


5. Ubah posisi secara periodik sesuai pernapasan (dekubitus, atelektasis,
keadaan klien. penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat, men-
cegah komplikasi urinarius dan
konstipasi.

6. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000- Kalori dan protein yang cukup diperlukan
3000 ml/hari. untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh.

7. Berikan diet TKTP. Kerjasama dengan fisioterapis perlu


untuk menyusun program aktivitas fisik
secara individual.

8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai Menilai perkembangan masalah klien.


indikasi.

9. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien


dan program imobilisasi.

c. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan
kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi
terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tempat tidur yang Menurunkan risiko kerusakan/abrasi


nyaman dan aman (kering, kulit yang lebih luas.
bersih, alat tenun kencang,
bantalan bawah siku, tumit).

2. Masase kulit terutama daerah Meningkatkan sirkulasi perifer dan


penonjolan tulang dan area meningkatkan kelemasan kulit dan
distal bebat/gips. otot terhadap tekanan yang relatif
konstan pada imobilisasi.

3. Lindungi kulit dan gips pada Mencegah gangguan integritas kulit


daerah perianal dan jaringan akibat kontaminasi fekal.

Menilai perkembangan masalah klien.


4. Observasi keadaan kulit,
penekanan gips/bebat terhadap
kulit, insersi pen/traksi.
d. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur
invasif/traksi tulang
Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Lakukan perawatan pen steril dan Mencegah infeksi sekunderdan


perawatan luka sesuai protokol mempercepat penyembuhan luka.

2. Ajarkan klien untuk Meminimalkan kontaminasi.


mempertahankan sterilitas insersi
pen.

3. Kolaborasi pemberian antibiotika Antibiotika spektrum luas atau


dan toksoid tetanus sesuai spesifik dapat digunakan secara
indikasi. profilaksis, mencegah atau mengatasi
infeksi. Toksoid tetanus untuk
mencegah infeksi tetanus.

Leukositosis biasanya terjadi pada


4. Analisa hasil pemeriksaan proses infeksi, anemia dan
laboratorium (Hitung darah peningkatan LED dapat terjadi pada
lengkap, LED, Kultur dan osteomielitis. Kultur untuk
sensitivitas luka/serum/tulang) mengidentifikasi organisme
penyebab infeksi.

Mengevaluasi perkembangan
5. Observasi tanda- masalah klien.
tanda vital dan tanda-tanda
peradangan lokal pada luka.
 Pengkajian Dislokasi
Identifikasi Kebutuhan Dasar yang Mengalami Gangguan

Kategori dan Subkategori Masalah Normal


Fisiologis Biasanya frekuensi nafas Frekuensi nafas normal :
normal bila tidak terdapat 20x/mnt
Respirasi komplikasi. Tapi biasanya
pada saat kejadian pasien bisa
mengalami sesak
Perfusi jaringan perifer Frekuensi HR : 60-100
menurun, lemah atau x/menit
berkurang, akibat adanya TD : 120/80 mmHg
Sirkulasi
vasodilatasi pada bagian yang
cedera sehingga membuat
jaringan di perifer menurun
Tidak terjadi gangguan pada Frekuensi makan normal :
nutrisi dan cairan. Namun 2-3x sehari
Nutrisi & jika dislokasi terjadi pada Frekuensi minum : 8-12
Cairan bagian mandibula, bisa gelas/hari
menyebabkan susah dalam Tidak mual muntah
menelan
Eliminasi Untuk kebutuhan eliminasi Berkemih tidak disertai
biasanya agak sedikit nyeri disertai darah.
terganggu, akibat hambatan Berkemih maksimal 8-
mobilitas fisik yang dapat 10x/hari, BAB 1x/hari atau
membuat pasien tidak bisa 2-3 hari sekali
mandiri dalam proses BAB
dan BAK
Pada pasien dislokasi pasti Aktivitas normal tanpa
akan muncul diagnose hambatan apapun. Tidur
gangguan imobilitas fisik, sering insomnia pada
Aktivitas dan gangguan pola tidur yang umumnya tapi tidak kronis
Istirahat merupakan akibat dari
bergesernya sendi dari
tempatnya membuat pasien
sulit beraktivitas.
Dapat terjadi gangguan pada Persarafan tidak ada
persarafan yang berada di gangguan, fungsi perasa,
tempat dislokasi jika pada peraba, sentuhan, kesadaran
Neurosensori saat trauma terjadi, seseorang masih dalam keadaan
berusaha untuk normal
mengembalikan posisi sendi
ke tempat semula
Tidak ada gangguan pada Pada pria tidak ada
reproduksi dan seksualitas gangguan pada reproduksi
Reproduksi dan mungkin ada jika ada
dan kelainan khusus pada
Seksualitas system reproduksi.
Demikian juga pada
perempuan
Psikologis Nyeri dan Terdapat nyeri pada bagian Umumnya tidak ada rasa
Kenyamanan dislokasi yang bisa nyeri yang menyertai namun
mengganggu kenyamanan. tergantung dari factor
lainnya seperti dismenorhea
pada perempuan yang
membuat rasa nyeri dan
tidak nyaman

Pasien yang mengalami Tidak ada keluhan stress


dislokasi biasanya terjadi dan ansietas
Integritas Ego
ansietas dan gangguan pada
citra tubuh
Dislokasi congenital dapat Pertumbuhan dan
Pertumbuhan
membuat gangguan pada perkembangan psikis
dan
tumbuh dan kembang umumnya normal jika fisik
Perkembangan
tidak ada gangguan
Tidak terjadi gangguan pada Terperihala personal hygine
Kebersihan personal hygine yang baik dengan mandi 3-
diri 4x sehari, merawat kulit,
menyikat gigi dll.
Defisit pengetahuan tentang Memberikan penyuluhan
dislokasi dan hal-hal yang kesehatan pada penderita
dapat mencetuskan dislokasi Diabetes Mellitus. Dalam
hal ini diperlukan
kerjasama yang baik antara
Perilaku penderita DM dan
Penyuluhan keluarganya dengan para
dan pengelola/penyuluh
Pembelajaran yang dapat terdiri dari
dokter, perawat, ahli gizi
dan tenaga lain. Salah satu
penyuluhan yang dapat
diberikan yaitu mengubah
gaya hidup dengan
berolaharga
Interaksi Tidak terjadi gangguan pada Interaksi dengan keluarga,
Relasional
Sosial interaksi sosial tetangga, teman, dll baik
Pasien dengan dislokasi harus Aman terkendali
Keamanan dan di amankan karena dapat
Lingkungan
Proteksi beresiko jatuh atau cedera
lainnya

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut
2. Gangguan Mobilitas Fisik
3. Gangguan Citra Tubuh
4. Defisiensi Pengetahuan
5. Risiko Defisit Nutrisi
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN LUARAN KEPERAWATAN INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
.
1. Nyeri akut (D.0077) Tingkat nyeri Manajemen nyeri
Kategori : Psikologis Setelah dilakukan intervensi Observasi Observasi
Subkategori : Nyeri dan keperawatan selama 3 x 24 jam maka 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Untuk mengetahui daerah
kenyamanan tingkat nyeri menurun dengan kriteria durasi, frekuensi, kualitas, nyeri, kualitas nyeri, kapan
hasil: intensitas nyeri nyeri dirasakan.
Definisi 1. Keluhan nyeri cukup menurun 2. Identifikasi skala nyeri 2. Untuk mengetahui tingkat
Pengalaman sensorik atau emosi 2. Kesulitan tidur cukup menurun nyeri yang dirasakan sehingga
yang berkaitan dengan kerusakan 3. Perasaan takut mengalami cedera dapat membantu menentukan
jaringan aktual atau fungsional, berulang cukup menurun intervensi yang tepat
dengan onset mendadak atau lambat 3. Identifikasi respon nyeri non verbal 3. Untuk membantu
dan berintensitas ringan hingga mengevaluasi derajat nyeri
berat yang berlangsung kurang dari dan perubahannya
3 bulan. 4. Identifikasi faktor yang 4. Untuk mengurangi faktor
memperberat dan memperingan pemicu dan serta dapat
Penyebab: nyeri memperingan nyeri sehingga
1. Agen pencedera fisiologis (mis, memberikan rasa kenyamanan
inflamasi, iskemia, neoplasma) 5. Identifikasi pengaruh nyeri pada 5. Untuk mengetahui pengaruh
kualitas hidup nyeri dalam kualitas hidup
Gejala dan Tanda Mayor serta membuat kualitas hidup
Subjektif : meningkat
1. Mengeluh nyeri 6. Monitor efek samping penggunaan 6. Untuk menghindari terjadinya
Objektif : analgetik kesalahan dalam pemberian
1. Tampak meringis obat analgetik
Teraupetik Teraupetik
Gejala dan Tanda Minor 1. Berikan teknik nonfarmakologis 1. Untuk membuat klien merasa
Subjektif : untuk mengurangi rasa nyeri (mis. sedikit nyaman dan dapat
(Tidak tersedia) Tens, hypnosis, akupresur, terapi mengalihkan perhatian klien
Objektif : music, biofeedback, terapi pijat, terhadap nyeri sehingga dapat
- aromaterapi, teknik imajinasi membantu mengurangi nyeri
terbimbing, kompres hangat/dingin, yang dirasakan
terapi bermain)
2. Fasilitasi istrahat dan tidur 2. untuk memenuhi kualitas
istrahat dan tidur menjadi
teratur
3. Pertimbangkan jenis dan sumber 3. Untuk membantu pemilihan
nyeri dalam pemilihan strategi strategi dalam meredakan
meredakan nyeri nyeri dengan tepat
Edukasi Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan 1. untuk memberikan
pemicu nyeri pemahaman pada klien
tentang proses terjadinya nyeri
agar dapat mengurangi jika
terjadi kecemasan karena
ketidaktahuan
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 2. Untuk memberikan
pemahaman pada klien
bagaimana strategi dalam
meredakan nyeri dengan tepat
3. Anjurkan memonitor nyeri secara 3. Agar pasien tahu bagaimana
mandiri nyeri yang di rasakan serta
dapat membantu dalam proses
perawatan jika terjadi hal-hal
yang tidak di inginkan
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis 4. Untuk mengurangi nyeri
untuk mengurangi rasa nyeri dengan anipulasi psikologi
Kolaborasi Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, 1. Untuk menghambat mediator
jika perlu. nyeri oleh reseptor nyeri di
syaraf pusat sehingga transmisi
rangsangan nyeri terhambat.
2. GANGGUAN MOBILITAS Pergerakan Sendi Dukunngan mobilisasi
FISIK D. 0054 Setelah dilakukan intervensi Observasi : Observasi :
Kategori : Fisiologis keperawatan selama 3 x 24 jam maka 1. Identifikasi adanya nyeri atau 1. Untuk mencegah tidak
Subkategori : Aktivitas /istirahat Pergerakan sendi meningkat dengan keluhan fisik lainya bertambahnya nyeri saat
kriteria hasil: dilakukan mobilisasi
Definisi : keterbatasn dalam gerak 1. Jari (kanan) sedang 2. Identifikasi toleransi fisik melalui 2. Untuk mengetahui respon
fisik dari satu atau lebih ekstermitas 2. Jari (kiri) cukup meningkat pergerakan pasien terhadap adanya
secara mandiri. 3. Pergelangan tangan (kanan) pergerakan
meningkat 3. Monitor kondisi umum selama 3. Untuk mengetahui keadaan
Penyebab : 4. Pergelangan tangan (kiri) cukup melakukan mobilisasi umum pasien saat melakukan
1. Kerusakan integritas struktur meningkat pergerakan
tulang 5. Siku (kanan) meningkat Terapeutik : Terapeutik :
2. Kekakuan sendi 6. Siku (kiri) cukup meningkat 1. Fasilitasi melakukan pergerakan, 1. Untuk melatih sendi dan tulang
3. Gangguan musculoskeletal 7. Bahu (kanan) meningkat jika perlu dalam melakukan pergerakan
4. Nyeri 8. Bahu (kanan) meningkat 2. Dengan adanya bantuan
5. Keengganan melakukan 9. Pergelangan kaki (kanan) meningkat 2. Libatkan keluarga untuk membantu keluarga dapat memandirikan
pergerakan 10. Pergelangan kanan (kiri) meningkat pasien dalam menigkatkan keluarga dan pasien
Gejala dan Tanda minor: pergerakan Edukasi
Subjektif Edukasi : 1. Agar pasien bisa mengetahui
1. Mengeluhsulit menggerakan 1. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan
ekstermitas mobilisasi 2. Untuk mencegah terjadinya
Objektif 2. Anjurkan melakukan mobilisasi kekakuan sendi
1. Rentang gerak (ROM) dini
menurun Pembidaian
Gejala dan tanda minor : Pembidaian Observasi :
Subjektif Observasi : 1. Untuk memenuhi kebutuhan
1. Nyeri saat bergerak 1. Identifikasi kebutuhan dilakukan pasien berdasarkan masalah
2. Enggan melakukan pergerakan pembidayan (mis.fraktur, dislokasi) 2. Pemilihan bidai yang tepat
3. Merasa cemassaat bergerak 2. Identifikasi material bidai yang dapat mempercepat proses
4. Sendi kaku sesuai (mis, lurus dan keras, penyembuhan
5. Gerakan tidak terkoordinasi panjang biday melewati dua sendi) Terapeutik
6. Grakan terbatas Terapeutik : 1. Agar cedera pada pasien tidak
7. Fisik lemah 1. Meminimalkan pergerakan bertambah parah
terutama pada bagian yang cedera 2. Untuk mencegah secara dini
2. Gunakan kedua tangan untuk bertambahnya geseran antar
menopang area cedera sendi dan tulang
Edukasi :
Edukasi : 1. Agar pasien mengetahui secara
1. Jelaskan tujuan dan langkah-lagkah jelas tindakan yang akan
prosedur sebelum pemasangan diberikan padanya
bidai

3. GANGGUAN CITRA TUBUH Citra Tubuh Promosi citra tubuh


D.0083 Setelah dilakukan intervensi Observasi : Observasi :
Kategori : Psikologi keperawatan selama 3 x 24 jam maka 1. Monitor frekuensi pernyataan kritik 1. Agar perawat dapat
Subkategori : Integritas Ego Citra tubuh meningkat dengan kriteria terhadap diri sendiri mengetahui persepsi pasien
hasil: tentang masalah yang terjadi
Definisi : Perubahan persepsi 1. Melihat bagian tubuh cukup pada dirinya
tentang penampilan, struktur, dan meningkat Terapeutik : Terapeutik :
fungsi fisik individu 2. Verbalisasi kecacatan bagian 1. Diskusiakn perubahan tubuh dan 1. Agar pasien bisa menerima
tubuh cukup sedang fungsinya adanya gangguan pada dirinya
Penyebab : 3. Verbalisasi perubahan gaya 2. Diskusikan perbedaan penampilan 2. Agar pasien tidak merasa
1. Perubahan struktur/bentuk tubuh hidup meningkat fisik terhadap harga diri kurang percaya diri terhadap
(mis. Amputasi, trauma, luka 4. Focus pada kekuatan masa lalu perubahan fisik
bakar, obesritas, jerawat) sedang 3. Diskusikan cara mengembangkan 3. Agar pasien tidak merasa putus
2. Perubahan fungsi tubuh (mis, harapan citra tubuh secara realistis asa terhadap adanya perubahan
proses penyakit, kehamilan, fisik
kelumpuhan) Edukasi : Edukasi :
3. Perubahan fungsi kognitif 1. Jelaskan kepada keluarga tentang 1. Untuk membantu proses
4. Ketidaksesuaian budaya, perawatan perubahan citra tubuh penyembuhan pasien
keyakinan dan sistem nilai 2. Anjurkan mengungkapkan 2. Agar perawat dapat
5. Transisi perkembangan gambaran diri terhadap citra tubuh mengetahui persepsi pasien
6. Gangguan psikososial terhadap dirinya
7. Efek tindakan/pengobatan (mis. 3. Anjurkan mengikuti kelompok 3. Agar pasien tida merasa
Pembedahan, kemoterapi, terapi pendukung (mis, kelompok sebaya) terisolasi
radiasi) 4. Latih fungsi tubuh yang dimiliki 4. Untuk mencegah terjadinya
kekakuan pada anggota gerak
Gejala da Tanda mayor : lainya
Subjektif : -
Objektif :
1. fungsi/struktur tubuh
berubah/hilang
Gejala dan Tanda minor :
Subjektif :
1. Mengungkapkan perasaan
negative tentang perubahan tubuh
Objektiv :
1. Menghindari atau mleihat
dan/atau menyentuh bagian tubuh
2. Hubungan sosial berubah
3. Respon Non verbal pada
perubahan dan persepsi tubuh
4. Fokus berlebihan pada perubahan
tubuh
4. DEFISIT PENGETAHUAN Tingkat Pengetahuan Edukasi Kesehatan
D.0111 Setelah dilakukan intervensi
Kategori : Perilaku keperawatan selama 3 x 24 jam maka Observasi Observasi
Sub Kategori : Penyuluhan dan Tingkat Pendidikan Meningkat dengan 1. Identifikasi kesiapan dan 1. Agar pasien dapat menerima
pembelajaran kriteria hasil: kemampuan menerima informasi informasi dengan baik
1. Pertanyaan tentang masalah 2. Identifikasi faktor-faktor yang 2. Agar bisa terjaganya hidup
Definisi : Ketiadaan atau kurangnya yang dihadapi cukup menurun dapat meningkatkan dan bersih dan sehat sehingganya
informasi kognitif yang berkaitan 2. Persepsi yang keliru terhadap menurunkan motivasi perilaku dapat membantu proses
dengan topic masalah cukup menurun hidup bersih dan sehat penyembuhan.
Terapeutik Terapeutik
Penyebab : 1. Berikan kesempatan untuk bertanya 1. Agar pasien tidak kekurangan
1. Kurang terpapar informasi informasi
2. Ketidaktahuan menemukan Edukasi Edukasi
sumber informasi 1. Ajarkan strategi yang dapat 1. Dapat membantu proses
digunakan untuk meningkatkan penyembuhan dan mencegah
Gejala dan Tanda Mayor : perilaku hidup bersih dan sehat terjadinya infeksi
Subjektif
1. Menanyakan masalah yang
dihadapi
Objektif :
-
Gejala dan Tanda minor :
Subjektif
(Tidak tersedia)
Objektif
-
5. RESIKO DEFISIT NUTRISI Status Nutrisi Pemberian makanan enteral
D.0032 Setelah dilakukan intervensi Observasi : Observasi
Kategori : Fisiologi keperawatan selama 3 x 24 jam maka 1. Periksa posisi nasogastrictube 1. Untuk memastikan NGT
Sub kategori : Nutrisi dan Cairan Status Nutrisi membaik dengan kriteria (NGT) dengan memeriksa resido terpasang dengan benar
hasil: lambung atau mengauskultasi
Definisi : Beresiko mengalami 1. Sikap terhadap makanan/minuman hembusan udara
asupan nutrisi tidak cukup untuk sesuai dengan tujuan kesehatan Terapeutik : Terapeutik :
memenuhi kebutuhan metabolism cukup meningkat 1. Gunakan tehnik bersih dalam 1. Untuk mencegah terjadinya
2. Pengetahuan tentang standar asuhan pemberian makanan via selang infeksi
Factor risiko nutrisi yang tepat cukup meningkat 2. Berikan tanda pada selang untuk 2. Agar selang NGT masuk
2. Ketidakmampuan menelan mempertahankan lokasi yang tepat dengan ukuran yang sesuai
makanan Edukasi Edukasi :
3. Ketidakmampuan mencerna 1. Jelaskan tujuan dan langkah- 1. Agar pasien dapat mengetahui
makanan langkah prosedur tindakan apa yang akan
4. Ketidakmampuan mengabsorbsi diberikan
makanan Kolaborasi : Kolaborasi :
5. Peningkatan kebutuhan 1. Pemilihan jenis dan jumlah 1. Untuk memenuhi kebutuhan
metabolism makanan enteral nutrisi pasien
6. Factor ekonomi (mis, financial
tidak mencukupi)
7. Factor psikologis (mis, stress,
keengganan untuk makan)

Anda mungkin juga menyukai