Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

OSTEOPOROSIS

Disusun Oleh:

Edi Aluk

NIM. 14061172020

Pembimbing Kepaniteraan Klinik:

Kolonel CKM dr. Deddy Firmansyah, Sp. OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

RUMAH SAKIT TK.II KARTIKA HUSADA

KUBU RAYA

2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Osteoporosis adalah kelainan tulang dengan karakteristik penurunan kekuatan
tulang yang dapat meningkatkan risiko fraktur. Osteoporosis ditandai oleh
keabnormalan dari massa tulang dan kerusakan struktur tulang, kombinasi tersebut
menyebabkan kerapuhan tulang dan risiko fraktur lebih tinggi dibandingkan pada
orang normalnya.3,4

Pada tahun 2014, sebanyak 54 juta orang dewasa di Amerika Serikat yang
berusia 50 tahun atau lebih mengalami osteoporosis dan penurunan massa tulang
(osteopenia). Kejadian osteoporosis meningkat seiring dengan peningkatan usia oleh
karena kehilangan progesifitas jaringan tulang. Secara global, osteoporosis adalah
penyakit tulang yang paling umum yang diperkirakan mempengaruhi lebih dari 200
juta orang diseluruh dunia. Diperkirakan sebanyak 75 juta orang di Eropa, Amerika
Serikat dan Japan menderita osteoporosis.5,6

Osteoporosis tidak memiliki gejala (asimptomatik) sampai adanya fraktur.


Osteoporosis didiagnosis secara radiografi berdasarkan bone mineral density (BMD)
dari penilaian dual energy x-ray absorptiometry (DEXA). Prognosis untuk
osteoporosis adalah baik jika kehilangan massa tulang dideteksi lebih awal dan
intervensi yang tepat dapat dilakukan.5

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Tulang1


Tulang adalah jaringan hidup yang strukturnya dapat berubah apabila
mendapat tekanan. Seperti jaringan ikat lain, tulang terdiri atas sel-sel, serabut-
serabut, dan matriks. Tulang bersifat keras oleh karena matriks ekstraselularnya
mengalami kalsifikasi, dan mempunyai derajat elastisitas tertentu akibat adanya
serabut-serabut organik.
Tulang dibedakan menjadi dua jenis, yakni tulang kompakta dan tulang
spongiosa. Perbedaan antara kedua jenis tulang tadi ditentukan oleh banyaknya
bahan padat dan jumlah serta ukuran ruangan yang ada di dalamnya. Semua
tulang memiliki kulit luar dan lapisan substansia spongiosa di sebelah dalam,
kecuali apabila masa substansia spongiosa diubah menjadi cavitas medullaris
(rongga sumsum).

Gambar 2.1 Anatomi Tulang Manusia1

3
2.1.1. Klasifikasi Tulang Berdasarkan Bentuk
a) Tulang Panjang
Pada tulang ini, panjangnya lebih besar daripada lebarnya.
Tulang ini mempunyai corpus berbentuk tubular, diafisis, dan biasanya
dijumpai epifisis pada ujung-ujungnya. Selama masa pertumbuhan,
diafisis dipisahkan dari epifisis oleh kartilago epifisis. Bagian diafisis
yang terletak berdekatan dengan kartilago epifisis disebut metafisis.
Corpus mempunyai cavitas medullaris di bagian tengah yang berisi
sumsum tulang. Bagian luar corpus terdiri atas tulang kompakta yang
diliputi oleh selubung jaringan ikat yaitu periosteum. Ujung-ujung
tulang panjang terdiri atas tulang spongiosa yang dikelilingi oleh
selapis tipis tulang kompakta. Facies artikularis ujung-ujung tulang
diliputi oleh kartilago hialin. Tulang-tulang panjang yang ditemukan
pada ekstremitas antara lain tulang humerus, femur, ossa metacarpi,
ossa metatarsal dan phalanges.

Gambar 2.2 Histologi Tulang Panjang1

b) Tulang Pendek
Tulang pendek ditemukan pada tangan dan kaki. Contoh jenis
tulang ini antara lain os Schapoideum, os lunatum dan talus.
Tulang ini terdiri atas tulang spongiosa yang dikelilingi oleh

4
selaput tipis tulang kompakta. Tulang-tulang pendek diliputi
periosteum dan facies articularis diliputi oleh kartilago hialin.
c) Tulang Pipih
Bagian dalam dan luar tulang ini terdiri atas lapisan tipis tulang
kompakta, disebut tabula, yang dipisahkan oleh selaput tipis tulang
spongiosa, disebut diploe. Scapula termasuk di dalam kelompok
tulang ini walaupun bentuknya iregular. Selain itu tulang pipih
ditemukan pada tempurung kepala seperti os frontale dan os
parietale.
d) Tulang Iregular
Tulang-tulang iregular merupakan tulang yang tidak termasuk di
dalam kelompok yang telah disebutkan di atas (contoh, tulang
tengkorak, vertebrae, dan os coxae). Tulang ini tersusun oleh
selapis tipis tulang kompakta di bagian luarnya dan bagian
dalamnya dibentuk oleh tulang spongiosa.
e) Tulang Sesamoid
Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang ditemukan pada
tendon-tendon tertentu, tempat terdapat pergeseran tendon pada
permukaan tulang. Sebagian besar tulang sesamoid tertanam di
dalam tendon dan permukaan bebasnya ditutupi oleh kartilago.
Tulang sesamoid yang terbesar adalah patella, yang terdapat pada
tendon musculus quadriceps femoris. Contoh lain dapat ditemukan
pada tendo musculus flexor pollicis brevis dan musculus flexor
hallucis brevis, fungsi tulang sesamoid adalah mengurangi friksi
pada tendon, dan merubah arah tarikan tendon.

5
Gambar 2.3 Klasifikasi Tulang Berdasarkan Bentuk1
2.1.2. Fisiologi Tulang
a) Menopang Tubuh
Sistem kerangka adalah sistem yang memberikan bentuk pada
tubuh juga menopang jaringan lunak dan sebagai titik perlekatan
tendon dari sebagian besar otot.
b) Proteksi
Sistem kerangka melindungi sebagian besar organ dalam tubuh
yang sangat penting untuk berlangsungnya kehidupan, seperti otak
yang dilindungi oleh tulang cranial, vertebrae yang melindungi
sistem saraf dan tulang costa yang melindungi jantung dan
paruparu.
c) Mendasari Gerakan
Sebagian besar dari otot melekat pada tulang, dan ketika otot
berkontraksi, maka otot akan menarik tulang untuk melakukan
pergerakan
d) Homeostasis Mineral (penyimpanan dan pelepasan)

6
Jaringan tulang menyimpan beberapa mineral khususnya kalsium
dan fosfat yang berkontribusi untuk menguatkan tulang. Jaringan
tulang menyimpan 99% dari kalsium dalam tubuh. Apabila
diperlukan, kalsium akan dilepaskan dari tulang ke dalam darah
untuk menyeimbangkan krisis keseimbangan mineral dan
memenuhi kebutuhan bagian tubuh yang lain.
e) Memproduksi Sel Darah
Sumsum tulang merah adalah tempat dibentuknya sel darah merah,
beberapa limfosit, sel darah putih granulosit dan trombosit.
f) Penyimpanan Trigliserid
Sumsum tulang kuning sebagian besar terdiri dari sel adiposa yang
menyimpan trigliserid
2.1.3. Pertumbuhan Tulang
Proses pembentukan tulang disebut osifikasi (ossi = tulang, fikasi =
pembuatan) atau disebut juga osteogenesis. Semua tulang berasal dari
mesenkim, tetapi dibentuk melalui dua cara yang berbeda. Tulang
berkembang melalui dua cara, baik dengan mengganti mesenkim atau
dengan mengganti tulang rawan. Sususan histologis tulang selalu
bersifat sama, baik tulang itu berasal dari selaput atau dari tulang
rawan.
a) Osifikasi membranosa
Osifikasi membranosa adalah osifikasi yang lebih sederhana
diantara dua cara pembentukan tulang. Tulang pipih pada tulang
tengkorak, sebagian tulang wajah, mandibula, dan bagian medial
dari klavikula dibentuk dengan cara ini. Juga bagian lembut yang
membantu tengkorak bayi dapat melewati jalan lahirnya yang
kemudian mengeras dengan cara osifikasi membranosa.

7
Gambar 2.4 Osifikasi Intramembranosa1
b) Osifikasi Endokondral
Pembentukan tulang ini adalah bentuk tulang rawan yang
terjadi pada masa fetal dari mesenkim lalu diganti dengan tulang
pada sebagian besar jenis tulang. Pusat pembentukan tulang yang
ditemukan pada corpus disebut diafisis, sedangkan pusat pada
ujung-ujung tulang disebut epifisis. Lempeng rawan pada masing-
masing ujung, yang terletak di antara epifisis dan diafisis pada
tulang yang sedang tumbuh disebut lempeng epifisis. Metafisis
merupakan bagian diafisis yang berbatasan dengan lempeng
epifisis. Penutupan dari ujung-ujung tulang atau dikenal dengan
epifise line rerata sampai usia 21 tahun, hal tersebut karena pusat
kalsifikasi pada epifise line akan berakhir seiring dengan
pertambahan usia.
Massa tulang bertambah sampai mencapai puncak pada usia
30-35 tahun setelah itu akan menurun karena disebabkan
berkurangnya aktivitas osteoblas sedangkan aktivitas osteoklas

8
tetap normal. Secara teratur tulang mengalami turn over yang
dilaksanakan melalui 2 proses yaitu modeling dan remodeling.
Pada keadaan normal jumlah tulang yang dibentuk remodeling
sebanding dengan tulang yang dirusak. Ini disebut positively
coupled jadi masa tulang yang hilang nol. Apabila tulang yang
dirusak lebih banyak terjadi kehilangan masa tulang ini disebut
negatively coupled yang terjadi pada usia lanjut. Dengan
bertambahnya usia terdapat penurunan masa tulang secara linier
yang disebabkan kenaikan turn over pada tulang sehingga tulang
lebih rapuh. Pengurangan ini lebih nyata pada wanita, tulang yang
hilang kurang lebih 0,5 sampai 1% per tahun dari berat tulang pada
wanita pasca menopouse dan pada pria diatas 70 tahun,
pengurangan tulang lebih mengenai bagian trabekula dibanding
dengan korteks.

Gambar 2.5 Osifikasi Endokondral1

9
2.2. Osteoporosis
2.2.1 Definisi
Osteoporosis adalah kelainan tulang dengan karakteristik penurunan
kekuatan tulang yang dapat meningkatkan risiko fraktur. Menurut World
Health Organization (WHO), karakteristik osteoporosis yaitu memiliki T-
score kurang dari atau sama dengan -2,5 standar deviasi pada femoral
neck atau lumbar spine atau adanya fragility fracture.2,3
Osteoporosis ditandai oleh keabnormalan dari massa tulang dan
kerusakan struktur tulang, kombinasi tersebut menyebabkan kerapuhan
tulang dan risiko fraktur lebih tinggi dibandingkan pada orang
normalnya.4,5

10
Tabel 2.1 Definisi Osteoporosis menurut WHO berdasarkan perhitungan
BMD oleh DXA2
Definisi Bone Mineral Density T-Score
Measurement
Normal BMD dalam 1 SD dari T-Score ≥-1
kepadatan tulang rata-
rata untuk wanita
dewasa muda
Low bone mass BMD 1–2,5 SD di T-Score antara -1 dan -2,5
(osteopenia) bawah rata-rata untuk
wanita dewasa muda
Osteoporosis BMD ≥2,5 SD di bawah T-Score ≤-2,5
rata-rata normal untuk
wanita dewasa muda
Severe or BMD ≥2,5 SD di bawah T-Score ≤-2,5 dengan
established rata-rata normal untuk fragility fracture
osteoporosis wanita dewasa muda
pada pasien yang telah
mengalami fraktur ≥1

2.2.2. Epidemiologi
Pada tahun 2014, sebanyak 54 juta orang dewasa di Amerika Serikat
yang berusia 50 tahun atau lebih mengalami osteoporosis dan penurunan
massa tulang (osteopenia). Kejadian osteoporosis meningkat seiring
dengan peningkatan usia oleh karena kehilangan progesifitas jaringan
tulang. Pada wanita, hilangnya fungsi ovarium pada menopause
mempercepat kehilangan densitas tulang sehingga paling sering wanita
terdiagnosa osteoporosis di usia 70-80 tahun.3,6

11
Menurut National Osteoporosis Foundation (NOF), 9,9 juta penduduk
Amerika menderita osteoporosis dan sebanyak 43,1 juta memiliki bone
mineral density (BMD) yang rendah. Di Amerika Serikat, sebanyak 2 juta
kejadian fraktur disebabkan oleh osteoporosis, dengan 432.000 rawat
inap, 2,5 juta rawat jalan dan 180.000 rawat inap di panti jompo. Secara
global, osteoporosis adalah penyakit tulang yang paling umum yang
diperkirakan mempengaruhi lebih dari 200 juta oang diseluruh dunia.
Diperkirakan sebanyak 75 juta orang di Eropa, Amerika Serikat dan
Japan menderita osteoporosis.5

Gambar 2.6 Prevalensi Osteoporosis di Indonesia


Berdasarkan data di atas terlihat bahwa prevalensi osteoporosis pada
perempuan trennya meningkat seiring bertambahnya usia. Hal ini
disebabkan karena menopause, dimana kadar hormon estrogen yang
turun. Prevalensi osteoporosis pada perempuan meningkat lebih tinggi
pada pemeriksaan tulang selain spine L1-L4, femur neck dan total femur.
Sedangkan pada laki-laki, prevalensi osteoporosis trendnya juga
meningkat seiring bertambahnya usia, akan tetapi tidak sebesar pada
perempuan. Prevalensi osteoporosis pada perempuan pemeriksaan tulang
any site empat kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki.7

12
2.2.3. Etiologi5,6
Berdasarkan etiologi, osteoporosis dikategorikan sebagai primary atau
secondary.

1) Primary Osteoporosis
Primary osteoporosis dibagi kedalam osteoporosis juvenile dan
idiopatik. Osteoporosis idiopatik dapat dibagi menjadi osteoporosis
postmenopausal (tipe I) dan osteoporosis age-associated atau senile (tipe
II). Osteoporosis postmenopausal adalah osteoporosis primer akibat
defisiensi dari estrogen. Osteoporosis senile adalah osteoporosis primer
akibat dari penuaan tulang dan defisiensi kalsium.
Tabel 2.2 Tipe-tipe dari primary osteoporosis
Tipe Primary Karakteristik
Osteoporosis
Osteoporosis  Biasanya terjadi pada anak-anak atau
Juvenile dewasa muda
 Fungsi gonad normal
 Onset usia biasanya 8-14 tahun
 Tanda karakteristik adanya nyeri tulang
mendadak dan atau fraktur setelah trauma
Osteoporosis
Idiopatik
Osteoporosis  Terjadi pada wanita dengan defisiensi
Postmenopausal estrogen
(Tipe I)  Ditandai dengan kehilangan masa tulang
yang cepat terutama dari tulang trabekular
 Sering terjadi fraktur pada lengan bawah
distal dan tulang vertebra

13
Age-assoaciated or  Terjadi pada wanita dan pria karena BMD
senile osteoporosis secara bertahap menurun seiring
(Tipe II) bertambahnya usia
 Kehilangan massa tulang yang terkait
dengan penuaan
 Fraktur terjadi pada tulang kortikal dan
trabekular
 Sering terjadi fraktur pada pergelangan
tangan, tulang belakang dan pinggul

2) Secondary Osteoporosis
Secondary osteoporosis terjadi ketika ada penyakit yang mendasarinya,
defisiensi atau obat-obatan penyebab osteoporosis. Sepertiga dari wanita
postmenopause, kebanyakan pria dan wanita premenopause memiliki
kehilangan massa tulang yang dikarenakan oleh hiperkalsiuria yang
menjadi penyebab penting pada secondary osteoporosis, dan hal ini dapat
di tatalaksana dengan diuretik thiazid.
Tabel 2.3 Penyebab Secondary Osteoporosis
Penyebab Contoh
Genetik/Kongenital  Hiperkalsiuria ginjal
 Cystic fibrosis
 Ehlers-Danlos syndrome
 Glycogen storage disease
 Gaucher disease
 Marfan syndrome
 Menkes steely hair syndrome
 Riley-Day syndrome
 Osteogenesis imperfecta

14
 Hemochromatosis
 Homocystinuria
 Hypophosphatasia
 Idiopathic hypercalciuria
 Porphyria
 Hypogonadal states
Keadaan Hipogonad  Androgen insensitivity
 Anorexia nervosa/bulimia nervosa
 Female athlete triad
 Hyperprolactinemia
 Panhypopituitarism
 Premature menopause
 Turner syndrome
 Klinefelter syndrome
Kelainan Endokrin  Cushing syndrome
 Diabetes mellitus
 Akromegali
 Insufisiensi adrenal
 Defisiensi estrogen
 Hyperparathyroidism
 Hyperthyroidism
 Hypogonadism
 Pregnancy
 Prolactinoma
Keadaan Defisiensi  Defisiensi kalsium
 Defisiensi magnesium
 Defisiensi protein

15
 Defisiensi vitamin D
 Bariatric surgery
 Celiac disease
 Gastrectomy
 Malabsorpsi
 Malnutrisi
 Parenteral nutrition
 Primary biliary cirrhosis
Penyakit Inflamasi  Inflammatory bowel disease
 Ankylosing spondylitis
 Rheumatoid arthritis
 Systemic lupus erythematosus
Kelainan Hematologi  Hemochromatosis
dan Neoplasma  Hemophilia
 Leukemia
 Limpoma
 Multiple myeloma
 Sickle cell anemia
 Systemic mastocytosis
 Thalassemia
 Metastatic disease
Medis  Antikonvulsan
 Obat antipsikotik
 Obat antiretroviral
 Inhibitor aromatase
 Obat-obat kemoterapi/transplan :
cyclosporine, tacrolimus, platinum

16
compounds, cyclophosphamide,,
ifosfamide, high dose methotrexate
 Furosemide
 Glukokortikoid dan kortikotropin :
prednison (>5 mg/hari selama >3 bulan)
 Heparin (jangka lama)
 Terapi hormonal/endokrin : GnRH
agonis, LHRH analog,
depomedroxyprogesterone, excessive
thyroxine
 Lithium
 Selective serotonin reuptake inhibitors
(SSRIs)
Miscellaneous  Alcoholism
 Amyloidosis
 Asidosis metabolik kronik
 Gagal jantung kronik
 Depresi
 Empisema
 Gagal ginjal kronik atau end-stage
 Penyakit hati kronik
 HIV/AIDS
 Idiopatik skoliosis
 Immobility
 Multiple skelorosis
 Ochronosis
 Transplantasi organ

17
 Kehamilan/laktasi
 Sarkoidosis
 Weightlessness

2.2.4. Faktor Risiko7,8


Faktor risiko osteoporosis terbagi menjadi 2, yaitu :

1) Faktor risiko yang dapat diubah


a) Kurang aktivitas fisik
Malas bergerak atau berolahraga akan menghambat proses
osteoblasnya. Selain itu, kepadatan massa tulang akan berkurang.
b) Asupan kalsium rendah
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon
yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain termasuk yang
ada di tulang.
c) Kekurangan protein
d) Kekurangan paparan sinar matahari
e) Kurang asupan vitamin D
f) Konsumsi minuman tinggi kafein dan tinggi alkohol
Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan
tulang keropos, rapuh dan rusak. Hal ini disebabkan kafein dan alkohol
menghambat proses pembentukan massa tulang karena kafein dan
alkohol bersifat toksin bagi tubuuh. Akibatnya, kalsium untuk
membentuk tulang terbuang bersama dengan air seni.
g) Kebiasaan merokok
Perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin
didalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan
tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen

18
dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang tidak
kuat dalam menghadapi proses pelapukan.
h) Hormon estrogen rendah
i) Konsumsi obat kortikosteroid
2) Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a) Riwayat keluarga
b) Jenis kelamin perempuan
c) Usia
d) Ras Asia dan Kaukasia
e) Menopause
f) Ukuran badan
Berbagai faktor risiko ada untuk osteoporosis. National Osteoporosis
Foundation (NOF) telah mengkategorikan faktor-faktor risiko ini menjadi dua
kategori: tidak dapat dimodifikasi dan dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak
dapat dimodifikasi sebagai berikut:
 Riwayat patah tulang saat dewasa
 Riwayat fraktur pada kerabat tingkat pertama
 Ras kulit putih
 Usia lanjut
 Perempuan
 Demensia
 Kesehatan yang buruk
Faktor risiko yang berpotensi dimodifikasi meliputi:
 Merokok
 Berat badan rendah (<127 lb)
 Defisiensi estrogen seperti yang disebabkan oleh menopause dini (usia
<45 tahun) atau ovariektomi bilateral dan amenore premenopause yang
berkepanjangan (> 1 tahun)

19
 Asupan kalsium yang rendah
 Alkoholisme
 Gangguan penglihatan meskipun koreksi yang memadai
 Jatuh berulang
 Aktivitas fisik yang tidak memadai
 Kesehatan atau kelemahan yang buruk

2.2.5. Patogenesis5

Semakin diakui bahwa terlibat berbagai mekanisme patogenetik yang


berinteraksi dalam perkembangan osteoporosis.

a) Perubahan dalam pembentukan tulang dan resorpsi tulang


Ciri osteoporosis adalah berkurangnya massa tulang yang disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan pembentukannya.
Dalam kondisi fisiologis, pembentukan dan resorpsi tulang dalam keadaan
yang seimbang. Perubahan pada salah satu, yaitu peningkatan resorpsi
tulang atau pembentukan tulang dapat menyebabkan osteoporosis.
Osteoporosis dapat disebabkan oleh kegagalan dalam pembentukan
tulang dan puncak dari massa tulang saat dewasa muda dan oleh tulang
yang keropos dikemudian hari. Keroposnya tulang yang cepat dapat
disebabkan oleh status hormonal, seperti yang terjadi pada wanita
perimenopause, pada pria dan wanita lanjut usia, dan dapat terjadi secara
sekunder terhadap berbagai keadaan penyakit dan penggunaan obat-
obatan.
Penuaan dan kehilangan fungsi gonad adalah dua faktor penting yang
berkontribusi terhadap perkembangan osteoporosis. Penelitian telah
menunjukkan bahwa keroposnya tulang pada wanita meningkat dengan
cepat pada tahun-tahun pertama setelah menopause. Kurangnya hormon
gonad diperkirakan dapat meningkatkan sel-sel progenitor osteoklas.

20
Defisiensi estrogen menyebabkan peningkatan ekspresi RANKL oleh
osteoblas dan penuruanan pelepasan OPG, meningkatnya RANKL
menghasilkan perekrutan preosteoklas dalam jumlah tinggi sebagai
peningkatan aktivitas, kekuatan dan umur osteoklas dewasa.
Defisiensi Estrogen
Defisiensi estrogen tidak hanya mempercepat keroposnya tulang pada
wanita postmenopause tetapi juga berperan dalam keroposnya tulang pada
pria. Kekurangan estrogen dapat menyebabkan resorpsi tulang yang
berlebihan disertai dengan pembentukan tulang yang tidak memadai.
Osteoblas, osteosit, dan osteoklas semuanya mengekspresikan reseptor
estrogen. Selain itu, estrogen mempengaruhi tulang secara tidak langsung
melalui sitokin dan faktor pertumbuhan lokal. Keadaan yang penuh
dengan estrogen dapat meningkatkan apoptosis osteoklas melalui
peningkatan produksi transformasi growth factor (TGF) –beta.
Dengan tidak adanya estrogen, sel T mempromosikan rekrutmen,
diferensiasi, dan kelangsungan hidup osteoklas melalui interleukin-1 (IL-
1), IL-6, dan tumor necrosis factor (TNF) –alpha. Sebuah studi murine, di
mana indung telur tikus dikeluarkan atau dilakukan operasi palsu,
menemukan bahwa kadar CFU IL-6 dan granulosit-makrofag jauh lebih
tinggi pada tikus yang diovariektomi. Temuan ini memberikan bukti
bahwa estrogen menghambat sekresi IL-6 dan bahwa IL-6 berkontribusi
pada perekrutan osteoklas dari garis sel monosit, sehingga berkontribusi
terhadap osteoporosis.
IL-1 juga telah terbukti terlibat dalam produksi osteoklas. Produksi IL-
1 meningkat dalam sel mononuklear sumsum tulang dari tikus yang
diovariektomi. Pemberian antagonis reseptor IL-1 pada hewan-hewan ini
mencegah tahap akhir dari kehilangan tulang yang disebabkan oleh
hilangnya fungsi ovarium, tetapi hal tersebut tidak mencegah tahap awal
dari kehilangan tulang.

21
Sel T juga menghambat diferensiasi dan aktivitas osteoblas dan
menyebabkan apoptosis prematur osteoblas melalui sitokin seperti IL-7.
Akhirnya, defisiensi estrogen membuat tulang peka terhadap efek hormon
paratiroid (PTH).
Penuaan
Berbeda dengan kehilangan tulang pascamenopause, yang
berhubungan dengan aktivitas osteoklas yang berlebihan, kehilangan
tulang yang menyertai penuaan dikaitkan dengan penurunan progresif
dalam pasokan osteoblas secara proporsional dengan permintaan.
Setelah dekade ketiga kehidupan, resorpsi tulang melebihi
pembentukan tulang dan menyebabkan osteopenia dan, dalam situasi yang
parah dapat menyebabkan osteoporosis. Wanita kehilangan 30-40% dari
tulang kortikal mereka dan 50% dari tulang trabekuler mereka selama
hidupnya, dibandingkan dengan pria, yang kehilangan 15-20% dari tulang
kortikal mereka dan 25-30% dari tulang trabekuler.
Defisiensi Kalsium
Kalsium, vitamin D, dan PTH membantu mempertahankan
homeostasis tulang. Kekurangan kalsium dalam makanan atau gangguan
penyerapan kalsium dalam usus karena penuaan atau penyakit dapat
menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder. PTH dikeluarkan sebagai
respons terhadap kadar kalsium serum yang rendah.
Ini meningkatkan resorpsi kalsium dari tulang, mengurangi ekskresi
kalsium di ginjal, dan meningkatkan produksi 1,25-dihidroksivitamin D
(1,25 [OH] 2 D) diginjal, yaitu suatu bentuk hormon aktif vitamin D yang
mengoptimalkan penyerapan kalsium dan fosfor, menghambat sintesis
PTH, dan memainkan peran kecil dalam resorpsi tulang.

22
2.2.2. Manifestasi Klinis
Osteoporosis tidak memiliki gejala (asimptomatik) sampai adanya fraktur.
Terdapat banyak fraktur vertebra yang tidak menunjukkan gejala. Hal tersebut
biasanya terdiagnosa secara insidental pada saat dilakukannya pemeriksaan
radiografi dada atau perut. Manifestasi klinis fraktur vertebra simptomatik
meliputi nyeri dan berkurangnya tinggi badan.9
2.2.3. Diagnosis5,10
Pemeriksaan terdiri dari pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk
menetapkan nilai-nilai dasar dan untuk mencari penyebab sekunder potensial
osteoporosis, bersama dengan pengukuran kepadatan mineral tulang (BMD)
untuk menilai kehilangan tulang dan memperkirakan risiko patah tulang.
Biopsi tulang dapat diindikasikan dalam situasi tertentu.
Radiografi konvensional digunakan untuk evaluasi osteoporosis kualitatif
dan semiquantitatif; morfometri menilai adanya fraktur. Metode pencitraan
kuantitatif yang umum digunakan adalah dual-energy x-ray absorptiometry
(DXA) dan pemindaian computed tomography (QCT) kuantitatif. Di Amerika
Serikat, kriteria diagnostik dan pengobatan untuk osteoporosis saat ini hanya
didasarkan pada pengukuran QCT dan tulang belakang DXA atau skor T-
pinggul.
Osteoporosis didiagnosis secara radiografi berdasarkan bone mineral
density (BMD) dari penilaian dual energy x-ray absorptiometry (DEXA).
Walaupun penilaian kuantitatif calcaneal ultrasonography dan peripheral
DEXA dapat juga memprediksi risiko fraktur, namun modalitas ini tidak
berkorelasi cukup baik dengan central DEXA dalam mendiagnosa
osteoporosis. Kriteria WHO tidak dapat diterapkan pada laki-laki dengan usia
lebih dari 50 tahun, anak-anak atau wanita premenopause. Untuk kelompok
ini, International Society for Clinical Densitometry merekomendasikan
penggunaan z score (usia dan jenis kelamin).

23
Tabel 2. Kriteria Diagnostik untuk Osteoporosis dan Osteopenia pada
Wanita Postmenopause dan Laki-laki Tua lebih dari 50 tahun.
Kategori Bone mass (BMD berdasarkan
DEXA)
Normal BMD spinal atau hip dikisaran 1,0
SD dibawah rata-rata wanita dewasa
muda (T-Score ≥ -1,0)
Low bone mass (osteopenia) BMD spinal atau hip dikisaran 1,0-
2,5 SD dibawah rata-rata wanita
dewasa muda (T-Score < 1,0 dan > -
2,5)
Osteoporosis BMD spinal atau hip ≥ 2,5 SD
dibawah rata-rata wanita dewasa
muda (T-Score ≤ -2,5)
Severe/established osteoporosis BMD ≥ 2,5 SD dibawah rata-rata
wanita dewasa muda dan adanya
satu atau lebih fragility fracture.
BMD = bone mineral density; DEXA = dual energy x-ray absorptiometry;
SDs = standard deviations.

DXA saat ini merupakan standar kriteria untuk evaluasi BMD.


Dibandingkan dengan alat skrining lainnya (misalnya, calcaneal quantitative
ultrasonography, the Simple Calculated Osteoporosis Risk Estimation
[SCORE]), DXA telah terbukti efektif dan hemat biaya. DXA tidak sesensitif
pemindaian quantitative computed tomography (QCT) untuk mendeteksi
kehilangan tulang trabekuler awal, tetapi memberikan biaya yang sebanding,
dan tidak ada persyaratan khusus untuk melakukannya serta paparan radiasi
dijaga agar tetap minimum. DXA digunakan untuk menghitung BMD di
lumbar spine, hip, dan tulang paha proksimal. Peripheral DXA digunakan

24
untuk mengukur BMD di pergelangan tangan; mungkin paling berguna dalam
mengidentifikasi pasien dengan risiko patah tulang sangat rendah yang tidak
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.

Gambar 2.7 Contoh DXA scan pada tulang pinggul kiri5


Foto Polos
Penurunan kepadatan tulang dapat dinilai dengan penurunan ketebalan
kortikal dan hilangnya tulang trabekula pada tahap awal radiografi.
Radiografi polos direkomendasikan untuk menilai integritas kerangka
secara keseluruhan. Secara khusus, dalam pemeriksaan osteoporosis,
radiografi polos dapat diindikasikan jika fraktur sudah diduga atau jika
pasien telah kehilangan ketinggian lebih dari 1,5 inci. Dapat dilakukan
radiografi dari daerah yang terkena pada pasien yang memiliki gejala.
Radiografi tulang belakang lateral dapat dilakukan pada pasien tanpa
gejala yang dicurigai mengalami fraktur tulang belakang, pada pasien
dengan kehilangan tinggi tanpa adanya gejala lain, atau pada pasien
dengan nyeri pada tulang belakang torakal atau lumbalis atas.

25
Temuan radiografi dapat menunjukkan adanya osteopenia, atau
keropos tulang, tetapi tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis
osteoporosis. Osteopenia dicurigai melalui lebar kortikal yang kurang dari
lebar medulernya. Radiografi juga dapat menunjukkan fraktur atau kondisi
lain, seperti osteoartritis, penyakit diskus, atau spondilolistesis.

Gambar 2.8 Multipel vertebra crush fraktur5

2.2.4. Tatalaksana5
Pedoman praktik klinis dari American College of Physicians tentang
pengobatan untuk mencegah patah tulang pada pria dan wanita dengan kepadatan
tulang rendah atau osteoporosis. Termasuk enam rekomendasi: dua rekomendasi
kuat, berdasarkan bukti kualitas tinggi atau sedang, dan empat yang lemah,
berdasarkan pada bukti berkualitas rendah.
Dua rekomendasi kuat adalah sebagai berikut:

1. Dokter harus menawarkan pengobatan farmakologis kepada wanita yang


diketahui dengan osteoporosis untuk mengurangi risiko patah tulang

26
pinggul dan tulang belakang; alendronate, risedronate, asam zoledronic,
atau denosumab dapat digunakan.
2. Pada wanita pascamenopause, estrogen atau estrogen plus progestogen
atau raloxifene tidak boleh digunakan untuk pengobatan osteoporosis.
Keempat rekomendasi yang lemah adalah sebagai berikut:

1) Pada wanita dengan osteoporosis, pengobatan farmakologis harus


berlangsung selama 5 tahun; obat generik harus digunakan bila
memungkinkan.
2) Pemantauan kepadatan mineral tulang (BMD) selama 5 tahun pengobatan
pada wanita dengan osteoporosis tidak disarankan, karena bukti
menunjukkan bahwa risiko patah tulang dapat dikurangi terlepas dari
perubahan BMD.
3) Untuk wanita berusia 65 dan lebih tua yang menderita osteopenia dan
berisiko tinggi patah tulang, keputusan untuk mengobati harus
mempertimbangkan preferensi pasien, profil risiko patah tulang, manfaat,
bahaya, dan harga obat.
4) Pada pria dengan osteoporosis yang diketahui secara klinis, dokter harus
menawarkan terapi bifosfonat untuk mengurangi risiko patah tulang
belakang; bukti kurang pada pemantauan BMD pada pria.

a) Tatalaksana Non Farmakologi

Langkah-langkah pencegahan nonfarmakologis meliputi modifikasi faktor


gaya hidup, seperti meningkatkan latihan menahan beban dan penguatan otot,
yang dikaitkan dengan studi epidemiologi dengan tingkat patah tulang yang
lebih rendah, dan memastikan asupan kalsium dan vitamin D yang optimal
sebagai tambahan terhadap terapi anti-fraktur aktif.

b) Tatalaksana Farmakologi

27
Saat ini, tidak ada pengobatan yang dapat sepenuhnya membalikkan
osteoporosis. Intervensi dini dapat mencegah osteoporosis pada kebanyakan
orang. Untuk pasien dengan osteoporosis yang sudah menetap, intervensi
medis dapat menghentikan perkembangannya. Jika terdapat osteoporosis
sekunder, pengobatan untuk gangguan primer harus dilakukan.

Bifosfonat

Bifosfonat adalah agen yang paling umum digunakan untuk osteoporosis.


Bifosfonat dapat digunakan untuk perawatan dan pencegahan. Tersedia
pilihan oral dan intravena.

Alendronate (Fosamax) disetujui untuk pengobatan osteoporosis pada


pria, pada wanita pascamenopause, dan pada pasien dengan osteoporosis yang
diinduksi oleh glukokortikoid. Telah terbukti meningkatkan kepadatan
mineral tulang belakang dan pinggul pada wanita pascamenopause. Uji klinis
terkontrol yang dilakukan dengan baik menunjukkan bahwa alendronate
mengurangi tingkat patah tulang belakang, pinggul, dan pergelangan tangan
sebesar 50% pada pasien dengan osteoporosis. Dosis pengobatan alendronate
adalah 70 mg / minggu, harus diambil sambil duduk tegak dengan segelas
besar air setidaknya 30 menit sebelum makan di pagi hari.

Bifosfonat oral lainnya termasuk risedronate (Actonel) atau risedronate-


release-release (Atelvia), diberikan setiap hari, mingguan, atau bulanan.
Risedronate mengurangi fraktur vertebra sebanyak 41% dan fraktur
nonvertebra sebesar 39% selama 3 tahun.

Ibandronate (Boniva) adalah bifosfonat lain yang dapat diberikan secara


oral sebulan sekali dan juga tersedia sebagai formulasi intravena yang
diberikan setiap 3 bulan. Bifosfonat intravena adalah pilihan yang sangat baik
untuk pasien yang tidak toleran terhadap bifosfonat oral atau bagi mereka

28
yang memiliki masalah kepatuhan. Namun, ibandronate belum menunjukkan
kemanjuran pada fraktur nonvertebral pada uji klinis.

Selective estrogen receptor modulators

SERM dianggap memberikan efek menguntungkan dari estrogen tanpa


hasil yang berpotensi merugikan. Raloxifene (Evista) adalah SERM yang
diindikasikan untuk perawatan dan pencegahan osteoporosis pada wanita
pascamenopause. Dosis yang biasa diberikan adalah 60 mg oral setiap hari. Ini
juga dapat diberikan dalam kombinasi dengan kalsium dan vitamin D. Ini
adalah SERM pertama yang dipelajari untuk pencegahan kanker payudara,
dan mengurangi resorpsi tulang melalui reaksi pada reseptor estrogen.

Raloxifene telah terbukti mencegah kerapuhan tulang, dan data pada


wanita dengan osteoporosis telah menunjukkan bahwa agen ini menyebabkan
pengurangan 35% risiko patah tulang belakang. Itu juga telah terbukti
mengurangi prevalensi kanker payudara invasif. Namun, telah terbukti dapat
meningkatkan kejadian deep vein thrombosis, stroke, dan hot flashes.

Romosozumab

Romosozumab (Evenity) adalah antibodi monoklonal yang mengikat dan


menghambat sclerostin, dan dengan demikian keduanya meningkatkan
pembentukan tulang dan mengurangi resorpsi tulang. Romosozumab telah
disetujui oleh FDA pada 2019 untuk pengobatan osteoporosis pada wanita
pascamenopause yang berisiko tinggi untuk patah tulang. Telah terbukti
mengurangi tingkat patah tulang belakang pada wanita pascamenopause
dengan osteoporosis.

Romosozumab juga sedang diselidiki pada pria dengan osteoporosis.


Dalam uji klinis BRIDGE, BMD tulang belakang dan pinggul meningkat

29
secara signifikan setelah romosozumab selama 12 bulan dibandingkan dengan
plasebo.

Denosumab

Denosumab (Prolia) adalah antibodi monoklonal yang diarahkan pada


receptor activator of the nuclear factor–kappa B ligand (RANKL), yang
merupakan mediator kunci dari fase resorptif dari remodeling tulang. Hal ini
mengurangi resorpsi tulang dengan menghambat aktivitas osteoklas.
Denosumab disetujui oleh US Food and Drug Administration pada Juni 2010.

Dosis yang disetujui adalah 60 mg yang diberikan secara subkutan setiap


6 bulan. Denosumab dapat dipertimbangkan pada pasien tertentu dengan
insufisiensi ginjal, karena gangguan fungsi ginjal tidak secara signifikan
mempengaruhi metabolisme atau ekskresi obat.

Pada wanita pascamenopause dengan osteoporosis, denosumab


mengurangi insiden patah tulang belakang, nonvertebral, dan pinggul.
Denosumab juga meningkatkan massa tulang pada pria berisiko tinggi untuk
patah tulang yang menerima terapi kekurangan androgen untuk kanker prostat
nonmetastatik, dan pada wanita berisiko tinggi untuk fraktur yang menerima
terapi aromatase inhibitor adjuvant untuk kanker payudara.

Kalsitonin

Kalsitonin -salmon (Fortical, Miacalcin) adalah hormon yang


menurunkan aktivitas osteoklas, sehingga menghambat kehilangan tulang
pascamenopause. Hal ini diindikasikan untuk perawatan wanita yang lebih
dari 5 tahun pasca menopause dan memiliki massa tulang yang rendah
dibandingkan dengan wanita premenopause yang sehat. Obat ini tersedia
dalam suntikan dan sebagai semprotan intranasal. Semprotan intranasal

30
diberikan sebagai semprotan harian tunggal yang tersedia dalam 200 IU obat.
Obat ini dapat diberikan secara subkutan, tetapi rute ini jarang digunakan.

Hasil dari uji klinis terkontrol tunggal menunjukkan bahwa kalsitonin


dapat menurunkan fraktur tulang belakang osteoporosis sekitar 30%. Dalam 2
tahun pertama, kalsitonin telah ditemukan meningkatkan kepadatan mineral
tulang belakang (BMD) sekitar 2%.

Hormone replacement therapy

Hormone replacement therapy (HRT) pernah dianggap sebagai terapi lini


pertama untuk pencegahan dan pengobatan osteoporosis pada wanita.
Meskipun HRT saat ini tidak direkomendasikan untuk pengobatan
osteoporosis, penting untuk disebutkan karena banyak pasien osteoporosis
dalam praktek yang khas masih menggunakannya untuk mengendalikan
gejala-gejala pascamenopause.

c) Tatalaksana Bedah

Tujuan dari perawatan bedah pada patah tulang osteoporosis adalah


mobilisasi yang cepat dan mengembalikan ke fungsi dan aktivitas yang
normal. Manajemen operatif tradisional fraktur kompresi vertebra jarang
terjadi dan biasanya dicadangkan untuk deformitas tulang belakang kasar atau
untuk gangguan neurologis yang terancam atau yang sudah ada.

Intervensi operasi termasuk dekompresi dan stabilisasi anterior dan


posterior dengan penempatan perangkat fiksasi internal seperti screws, plates,
cages, atau rods. Pencangkokan tulang secara rutin dilakukan untuk mencapai
penyatuan tulang. Tingkat kegagalan arthrodesis tulang belakang adalah
signifikan karena mencapai fiksasi perangkat keras yang memadai pada tulang
osteoporosis adalah sulit. Selain itu, pasien yang berusia lanjut memiliki
potensi osteogenik yang berkurang.

31
Vertebroplasti dan balon kyphoplasty diindikasikan pada pasien dengan
nyeri punggung parah yang tidak mampu dan berkepanjangan terkait dengan
kolaps vertebra. Kedua prosedur melibatkan injeksi semen akrilik (metil
metakrilat) ke dalam tubuh vertebral yang retak. Prosedur dilakukan di bawah
anestesi lokal dan dengan panduan fluoroskopi atau CT.

2.2.5. Prognosis5
Prognosis untuk osteoporosis adalah baik jika kehilangan massa tulang
dideteksi lebih awal dan intervensi yang tepat dapat dilakukan. Pasien dapat
meningkatkan bone mass density (BMD) dan mengurangi risiko patah tulang
dengan obat anti osteoporosis yang tepat. Selain itu, pasien dapat mengurangi
risiko jatuh dengan berpartisipasi dalam pendekatan beragam yang mencakup
rehabilitasi dan modifikasi lingkungan. Memburuknya status medis dapat
dicegah dengan manajemen nyeri yang tepat dan jika terdapat indikasi dapat
dilakukan orthotic devices.

32
BAB III
KESIMPULAN

Osteoporosis ditandai oleh keabnormalan dari massa tulang dan kerusakan


struktur tulang, kombinasi tersebut menyebabkan kerapuhan tulang dan risiko fraktur
lebih tinggi dibandingkan pada orang normalnya. Osteoporosis dikategorikan menjadi
dua jenis, yaitu osteoporosis primer dan sekunder. Osteoporosis bersifat
asimptomatik dan didiagnosis secara radiografi berdasarakan BMD dari penilaian
DEXA. Osteoporosis memiliki prognosis yang baik jika dideteksi lebih awal dan
intervensi yang tepat.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Tortora, G. J., & Derrickson, B. Principles of Anatomy & Physiology. USA:


John Wiley & Sons.Inc. 2017.
2. World Health Organization (WHO). WHO scientific group on the assessment
of osteoporosis at primary health care level: summary meeting report.
Available at: http://www.who.int/chp/topics/Osteoporosis.pdf. Accessed
February 23, 2015.

3. Ricci W, Ostrom RF. Orthopaedic Knowledge Update: Trauma 5. Lippincott


Williams & Wilkins; 2018.

4. Blom A, Warwick D, Whitehouse M. Apley & Solomon’s System of


Orthopaedics and Trauma. CRC Press; 2017.

5. Bethel, M. Osteoporosis. https://emedicine.medscape.com/article/330598-


overview# diakses tanggal 16 September 2019.
6. Fauci AS. Harrison’s principles of internal medicine 20th edition. Mcgraw-
hill New York; 2018.
7. Infodatin Kemenkes RI. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta; 2015
8. National Osteoporosis Foundation. https://www.nof.org/patients/what-is-
osteoporosis/ diakses pada tanggal 25 September 2019.
9. Manolagas, C.S. https://www.uptodate.com/contents/clinical-manifestations-
diagnosis-and-evaluation-of-osteoporosis-in-men diakses pada tanggal 26
september 2019
10. Bell, J., Prasad, H. https://radiopaedia.org/articles/osteoporosis-3 diakses pada
tanggal 26 September 2019.

34

Anda mungkin juga menyukai