Anda di halaman 1dari 17

CHOLEDOCHOLITHIASIS

I. PENDAHULUAN

Choledocholithiasis adalah adanya batu dalam saluran empedu dan merupakan suatu kondisi umum
dan bisa menimbulkan berbagai komplikasi. Pada umumnya komposisi utama batu adalah
kolesterol.1,2,3

Letak batu di saluran empedu yaitu di : saluran empedu utama atau di duktus choledochus
(choledocholithiasis), di saluran sistikus (sistikolitiasis) jarang sekali ditemukan dan biasanya
bersamaan dengan batu di dalam kandung empedu, dan di saluran empedu intrahepatal
(intrahepatolitiasis) atau hepatolitiasis.4

Sebagian besar batu yang terletak di duktus choledochus berasal dari kandung empedu, tetapi batu
tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran
empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. Choledocholithiasis biasanya disertai
dengan kalkulus cholecystitis. Batu yang ada dapat tunggal atau ganda, berbentuk bulat atau oval.
Batu dapat terletak di ampula vateri.4,5

Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu
empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Namun, sering menimbulkan gejala
sumbatan sebagian (partial obstruction), dan menimbulkan gejala kolik. Pada dasarnya dilatasi
saluran empedu sangat bergantung pada berat atau tidaknya obstruksi yang terjadi. Pada penderita-
penderita yang mengalami obstruksi parsial baik disebabkan oleh batu duktus choledochus, tumor
papilla vateri atau cholangitis sklerosis, kadang-kadang tidak memperlihatkan pelebaran saluran
empedu sama sekali, tetapi mungkin saja dijumpai pelebaran yang berkala. Bila menimbulkan gejala
sumbatan, akan timbul tanda cholestasis ekstrahepatal. Di samping itu dapat terjadi infeksi, timbul
gejala cholangitis, dan cairan empedu menjadi kental dan berwarna coklat tua (biliary mud). Dinding
dari duktus choledochus menebal dan mengalami dilatasi disertai dengan ulserasi pada mukosa
terutama di sekitar letak batu dan di ampula vateri.4,5,7

II. INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI

Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika Serikat yang mengenai 20% penduduk dewasa.
Setiap tahunnya, beberapa ratus ribu orang yang menderita penyakit ini menjalani pembedahan
saluran empedu. Batu empedu relatif jarang terjadi pada usia dua dekade pertama. Namun, ada
sumber menyatakan bahwa jumlah wanita usia 20 - 50 tahun yang menderita batu empedu kira-kira
3 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Setelah usia 50 tahun, rasio penderita batu empedu hampir
sama antara pria dan wanita. Insidensi batu empedu meningkat sering bertambahnya usia. Faktor
ras dan familial tampaknya berkaitan dengan semakin tinggi pada orang Amerika asli, diikuti oleh
orang kulit putih, dan akhirnya orang Afro-Amerika. Batu saluran empedu primer lebih banyak
ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara barat.3,5,8

III. ETIOLOGI

Batu Empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang dibentuk pada bagian
saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa
kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa lama,
empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan mulai membentuk batu. Akan
tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan
terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu.3,8

IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Kandung empedu normal berbentuk kista berdinding tipis menempel pada bagian bawah dan medial
dari lobus kanan hepar. Kadang-kadang intrahepatik. Duktus sistikus berhubungan dengan kandung
empedu dan bersama duktus hepatikus membentuk duktus choledochus.7

Duktus choledochus berjalan ke arah kaudal akhirnya berhubungan dengan duktus


pankreatikus dan berakhir pada papilla vateri di dalam duodenum. Duktus pankreatikus
biasanya bergabung dengan duktus choledochus proksimal dari papilla. Kecuali distal, duktus
biliaris mempunyai jaringan elastik lain dari pada dinding otot. Di distal ada otot (oddi’s)
sphincter melibatkan duktus dalam area pendek tepat proksimal dari papilla.7

Fungsi kandung empedu tempat penyimpangan dan pemekatan empedu. Kontraksi kandung
empedu dan relaksasi sphincter oddi diketengahi oleh hormon cholecystokinin yang
disebabkan oleh dinding duodenum sebagai reaksi dari lemak intramural dan asam amino.7

V. PATOGENESIS DAN TIPE BATU

Pada umumnya batu empedu dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :10
1. Tipe kolesterol
2. Tipe pigmen empedu
3. Tipe campuran

Untuk batu saluran empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor, yaitu:5,10
1) Batu kolesterol di mana komposisi kolesterol melebihi 70%. Terjadinya batu kolesterol
adalah akibat gangguan hati yang mengekskresikan kolesterol berlebihan hingga kadarnya di
atas nilai kritis kelarutan kolesterol dalam empedu.
2) Batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang mengandung Ca-bilirubinate
sebagai komponen utama. Tipe pigmen biasanya adalah akibat proses hemolitik atau infestasi
Escherichia coli atau Ascaris lumbricoides ke dalam empedu yang dapat mengubah bilirubin
diglukuronida menjadi bilirubin bebas yang mungkin dapat menjadi kristal kalsium bilirubin.
3) Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi.
Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol : 1) hipersaturasi
kolesterol dalam kandung empedu, 2) percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol dan 3)
gangguan motilitas kandung empedu dan usus.5

Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan
faktor diet. Kelebihan aktifitas enzim β-glucuronidase bakteri dan manusia (endogen)
memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur.
Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi yang akan
mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim β-glucuronidase bakteri berasal dari kuman
E. coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone
yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak.5

Beberapa faktor risiko terjadinya batu empedu antara lain jenis kelamin, umur, hormon
wanita, infeksi (cholecystitis), kegemukan, kehamilan, terapi hormon, kehilangan berat badan
yang cepat, penyakit crohn, trigliserida darah yang meningkat serta faktor genetik.3,10

VI. DIAGNOSIS
VI.1. Gambaran Klinis

Choledocholithiasis yang tanpa kelainan atau sebagai batu tersembunyi (silent stone) tidak
memberikan gejala sama sekali. Bila menimbulkan tanda sumbatan baru memberikan gejala ikterus
cholestatic. Pada umumnya ikterusnya ringan, dan sifatnya sementara, karena yang sering
menimbulkan sumbatan sebagian, jarang menimbulkan sumbatan lengkap.4

Gejala batu empedu yang dapat dipercaya adalah kolik bilier (cholecystitis akut sering disertai
sumbatan batu dalam duktus sistikus), suatu nyeri yang sangat spesifik. Sekitar ¾ penderita
mengeluh nyeri yang letaknya di perut kanan atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari
12 jam. Lokasi nyeri bisa juga di kiri dan prekordial. Pada saat serangan timbul kolik empedu yang
intermiten, sehingga membuat gelisah penderita. Kadang-kadang sifat nyeri tersebut menetap yang
menjalar ke punggung dan di daerah scapula kanan, sering disertai muntah. Pada palpasi teraba
nyeri tekan di epigastrium dan perut kanan atas.4,5,8

Penderita dapat berkeringat banyak atau berjalan mondar-mandir atau berguling ke kanan dan ke
kiri di atas tempat tidur. Pasien sering memiliki riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati,
atau flatulen yang berlangsung lama.8

Beberapa faktor risiko terjadinya batu empedu antara lain jenis kelamin, umur, hormon wanita,
infeksi (cholecystitis), kegemukan, kehamilan, terapi hormon, kehilangan berat badan yang cepat,
penyakit crohn, trigliserida darah yang meningkat serta faktor genetik.3,10

VI. DIAGNOSIS
VI.1. Gambaran Klinis

Choledocholithiasis yang tanpa kelainan atau sebagai batu tersembunyi (silent stone) tidak
memberikan gejala sama sekali. Bila menimbulkan tanda sumbatan baru memberikan gejala ikterus
cholestatic. Pada umumnya ikterusnya ringan, dan sifatnya sementara, karena yang sering
menimbulkan sumbatan sebagian, jarang menimbulkan sumbatan lengkap.4

Gejala batu empedu yang dapat dipercaya adalah kolik bilier (cholecystitis akut sering disertai
sumbatan batu dalam duktus sistikus), suatu nyeri yang sangat spesifik. Sekitar ¾ penderita
mengeluh nyeri yang letaknya di perut kanan atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari
12 jam. Lokasi nyeri bisa juga di kiri dan prekordial. Pada saat serangan timbul kolik empedu yang
intermiten, sehingga membuat gelisah penderita. Kadang-kadang sifat nyeri tersebut menetap yang
menjalar ke punggung dan di daerah scapula kanan, sering disertai muntah. Pada palpasi teraba
nyeri tekan di epigastrium dan perut kanan atas.4,5,8

Penderita dapat berkeringat banyak atau berjalan mondar-mandir atau berguling ke kanan dan ke
kiri di atas tempat tidur. Pasien sering memiliki riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati,
atau flatulen yang berlangsung lama.8

Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena
itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi biliaris
berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal. Di
samping adanya regurgitasi gas berupa flatus dan sendawa.3

VI.2. Pemeriksaan Fisik

Tanda murphy positif ditemukan pada pemeriksaan fisik. Kulit atau mata menguning merupakan
suatu tanda penting untuk obstruksi biliaris. Dan pada choledocholithiasis atau pankreatitis sering
ditemukan pula adanya ikterus, feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak
kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “clay-colored”. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urin berwarna sangat gelap. Selain tanda-tanda tersebut, jika didapatkan demam dan
menggigil, maka diagnosa yang dipertimbangkan adalah cholangitis ascendes.3,11

VI.3. Pemeriksaan Radiologis

Manfaat pemeriksaan radiologi intervensional, diantaranya :1


Digunakan pemeriksaan endoscopic retrograde cholangiopancreatography dan percutaneous
transhepatic cholangiography.
Radiologi intervensional memiliki keakuratan yang sangat tinggi untuk mendeteksi
choledocholithiasis dan sebagai akses dalam memberikan terapi.
Merupakan suatu tatacara yang invasif dengan risiko terjadinya pankreatitis, hemoragik dan
sepsis.

Pemeriksaan untuk menunjukkan lokasi batu dalam saluran empedu, antara lain:6
a. CT Scan Abdominal
b. Endoscopic retrograde cholangiography (ERCP)
c. Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP)
d. Percutaneous transhepatic cholangiogram (PTCA)

VI.3.a. Ultrasonografi

Batu empedu yang terletak di dalam saluran empedu utama (duktus choledochus) akan
menyebabkan timbulnya sumbatan dengan segala gejala-gejalanya. Tetapi bila batunya kecil belum
tentu menyebabkan sumbatan, oleh karena itu sulit dideteksi. Hanya saja batu kecil tersebut dapat
menimbulkan tanda peradangan, atau menimbulkan kolik. Visualisasi batu yaitu dikelilingi oleh
echogenic, ukurannya antara 2 sampai > 20 mm dan bayangannya mungkin lebih sulit untuk
didapatkan daripada batu pada kandung empedu. Selain itu, harus curiga meningkatnya jumlah batu
empedu khususnya jika multipel dan berukuran kecil.4,12

Batu yang terletak di dalam saluran empedu utama yang mengakibatkan sumbatan, secara USG akan
tampak pelebaran saluran empedu. Letak saluran empedu secara anatomi di depan dan berjalan
sejajar dengan vena porta, sehingga tampaknya seperti ada dua saluran. Diameter saluran empedu
yang normal kurang dari 3 mm, dan diameter saluran empedu utama yang kurang dari 8 mm.
Saluran empedu yang melebar diameternya akan melebihi ukuran normal. Untuk usia dekade di atas
60 tahun dilatasi saluran empedu > 6 mm + 1 mm, dan > 10 mm post-cholecystectomy. Pada
choledocholithiasis, akan tampak pelebaran duktus choledochus dan juga tampak massa gema padat
dengan densitas meninggi disertai bayangan akustik. Selain daripada itu juga terlihat dilatasi saluran
empedu intrahepatik dan pembesaran kandung empedu. Gambaran USG demikian merupakan
tanda khas dari cholestacys ekstrahepatal.4,12

Pelebaran saluran empedu merupakan tabung (tubulus) yang anekoik (cairan) dengan dinding
hiperekoik yang berkelok-kelok dan sering berlobulasi. Kadang-kadang berkonfluensi membentuk
gambaran stellata yang tidak terdapat pada vena porta. Pada dinding bawah bagian posteriornya
mengalami penguatan akustik (acoustic enhancement). Bila kita ragu-ragu apakah suatu duktus
choledochus melebar atau tidak, maka pemeriksaan dilakukan setelah penderita diberi makan lemak
terlebih dahulu. Pada keadaan obstruksi duktus choledochus, maka setelah fatty meal tersebut akan
terlihat lebih lebar; sedangkan pelebaran fisiologik, misalnya pada usia tua, di mana elastisitas
dinding saluran sudah berkurang, maka diameternya akan menjadi lebih kecil. Prosedur ini akan
memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga
kandung empedunya berada dalam keadaan distensi.3,7

VI.3.b. Foto Polos Abdomen

Pada foto polos abdomen kadang-kadang ditemukan batu yang radioopak. Batu radioopak
merupakan batu pigmen hitam yang bisa dideteksi oleh x-ray, sedangkan batu pigmen coklat tampak
radiolusen dan tidak bisa dideteksi dengan sinar x-ray. Batu berpigmen hitam biasanya ditemukan
pada kandung empedu dan batu berpigmen coklat lebih sering terlihat di saluran empedu. Oleh
karena itu, dilakukan ERCP yang tampak jelas adanya batu di duktus choledochus. Demikian pula PTC
dapat membantu menentukan diagnosis, yaitu akan tampak batu radiolusen di duktus choledochus.
Sering pula ditemukan gambaran batu di kandung empedu. Sebagaimana diketahui sebagian besar
di duktus choledochus berasal dari kandung empedu yang mengalami migrasi.4,14

VI.3.c. Computed Tomography (CT)

CT sensitif dalam mendeteksi kalsifikasi, dilatasi biliaris, menentukan komposisi batu, dan kadang-
kadang kurang sensitif daripada US untuk kalkulus yang memiliki keuntungan visualisasi pada bagian
distal biliaris ketika dikaburkan oleh US. CT bisa juga mendeteksi dengan akurat adanya tumor
obstruktif.7,16

Gambaran CT untuk choledocholithiasis yaitu :12


Target sign, lebih rendah dan berada di sekelilingi empedu atau mukosa.
Rim sign : densitas batu berada diluar garis kulit yang tipis.
Crescent sign
Kalsifikasi batu : sayangnya hanya 20% batu yang memiliki densitas tinggi.

Rata-rata 20% choledocholithiasis terjadi bersama kasus-kasus ikterus obstruksi pada orang dewasa.
10% populasi didapatkan adanya batu empedu di dalam kandung empedu, akan tetapi batu ini tidak
diartikan penyebabnya adalah obstruksi saluran. Dalam keadaan tertentu, 1% sampai 3% pasien
dengan choledocholithiasis tidak memiliki batu dalam kandung empedu.18

VI.3.d. Pemeriksaan Cholecystography

Cholecystography sukar menemukan batu di duktus choledochus. Oral cholecystography ditemukan


pertama kali 70 tahun yang lalu dan banyak diadakan perubahan kontras nontoxic iodinated organic
compound diberikan oral yang diserap di dalam usus kecil, diekskresi oleh hati dan dipekatkan di
dalam empedu memberikan kesempatan untuk menemukan batu kandung empedu yang tidak
mengapur sebelum operasi.4,7

Intravenous cholecystography dikerjakan sebagai pengganti oral cholecystography. Bahan kontras


dipergunakan adalah iodipamide (biligrafin yang mengandung iodine 50%).7

VI.3.e. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

ERCP terutama digunakan untuk mendiagnosa dan mengobati penyakit-penyakit saluran empedu
termasuk batu empedu. Sampai saat ini, endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
menjadi kriteria standar untuk diagnosis dan terapi choledocholithiasis. Karena ERCP merupakan
pedoman tehnik diagnostik untuk visualisasi lithiasis traktus biliaris. Bagaimanapun ini merupakan
teknik yang invasif dan dihubungkan dengan kelahiran maupun kematian.3,19,20

ERCP merupakan kombinasi antara sebuah endoskopi (panjang,fleksibel, pipa bercahaya) dengan
prosedur fluoroskopi yang menggunakan sinar X pada biliaris memberikan efek yang sama seperti
MRCP, tetapi keuntungan yang didapatkan pada sesuai dengan prosedur terapi seperti sfingterotomi
dengan pengangkatan batu dan penempatan biliaris. ERCP dikerjakan dengan menyuntikkan bahan
kontras di bawah fluoroskopi melalui jarum sempit, gauge berada di dalam parenkim hati. Ini
penting, keuntungannya memungkinkan operator mengadakan drainage empedu, bila perlu biopsi
jarum (needle biopsy). Drainage dari kumpulan cairan dan menempatkan eksternal dan internal
drainage stents dapat dikerjakan secara perkutan.7,16,20

Pemeriksaan ERCP memerlukan waktu sekitar 30 menit hingga 2 jam. Sebaiknya untuk prosedur
yang aman dan akurat, perut dan duodenum harus dikosongkan. Tidak boleh makan atau minum
apapun setelah tengah malam sebelum malam melakukan prosedur, atau untuk 6 hingga 8 jam
sebelumnya, tergantung dari waktu sesuai dengan prosedur dan juga operator harus mengetahui
adanya alergi atau tidak, khususnya terhadap iodine.20

VI.3.f. Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP)

MRCP adalah sebuah teknik pencitraan terbaru yang memberikan gambaran sama seperti ERCP
tetapi tanpa menggunakan zat kontras medium, instrument, dan radiasi ion. Pada MRCP saluran
empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal tinggi
sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikelilingi
empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran
empedu. MRCP merupakan non-invasif dan tidak menyebabkan kematian, memberikan indikasi yang
terbatas terhadap yang diamati.5,19

MRCP memainkan peranan penting atau fundamental untuk diagnosis pasien yang memiliki
kemungkinan kecil adanya choledocholithiasis, situasi ini sama seperti ERCP yang mengalami
kegagalan untuk mendeteksi choledocholithiasis. Sebagai tambahan, MRCP juga memiliki peranan
penting untuk mengkonfirmasi adanya eliminasi choledocholithiasis yang spontan sesudah ERCP dan
sfingterotomi dan pasien suspek choledocholithiasis dengan pembedahan gastritis atau kandung
empedu.19

VI.3.g. Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC)

PTC mungkin merupakan pilihan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan pemeriksaan ERCP
(misalnya, dengan pembedahan gastritis atau obstruksi batu CBD bagian distal atau kurang
berpengalamannya operator) dan juga pada pasien dengan penyakit batu intrahepatik yang ekstensif
dan cholangiohepatitis. Maka diperlukan needle yang panjang dan besar untuk dimasukkan ke dalam
duktus intrahepatik dan cholangiografi. Kontraindikasi untuk PTC yaitu tidak terjadi koagulopati dan
ukuran duktus intrahepatik yang normal menyulitkan pemeriksaan ini. Antibiotik propipaktik
direkomendasikan untuk faktor risiko cholangitis. Angka kecacatan rata-rata 10 %, dan kematian 1%.
Komplikasi PTC adalah perdarahan, luka pada duktus, kebocoran kandung empedu, dan cholangitis.
Keberhasilan pemeriksaan ini antara 75-85%.21

VI.4. Pemeriksaan Laboratorium

Tes laboratorium sangat membantu, tetapi memberikan hasil yang tidak spesifik untuk diagnosis
choledocholithiasis. Karena pasien dengan choledocholithiasis tidak menimbulkan gejala atau sering
asimptomatik sehingga hasil tes laboratorium normal berarti tidak ditemukan kelainan. Pada pasien
dilakukan pemeriksaan darah yaitu bilirubin, tes fungsi hati, dan enzim pankreatik. Hasil yang
diperoleh, diantaranya : 3,4,5,6,21,23

o Meningkatnya serum kolesterol


o Meningkatnya fosfolipid
o Menurunnya ester kolesterol
o Meningkatnya protrombin serum time
o Tes fungsi hati ; meningkatnya bilirubin total lebih dari 3mg/dL, transaminase (serum glumatic-
pyruvic transaminase dan serum glutamic-oxaloacetic transaminase) meningkat pada pasien
choledocholithiasis dengan komplikasi cholangitis, pankreatitis atau keduanya.
o Menurunnya urobilirubin
o Jumlah darah ; meningkatnya sel darah putih sebagai tanda adanya infeksi atau inflamasi, tapi
penemuan ini non-spesifik.
o Meningkatnya serum amylase/lipase, bila pankreas terlibat yaitu pankreatitis akut akibat
komplikasi choledocholithiasis atau bila ada batu di duktus utama.
o Kultur darah ; seringkali positif pada cholangitis.

VII. KOMPLIKASI
Choledocholithiasis paling sering disebabkan adanya obstruksi traktus biliaris. Rata-rata 15% pasien
choledocholithiasis, ditemukan batu pada salurannya. Komplikasi cholelithiasis kadang-kadang
dalam bentuk cholangitis, abses hati, pankreatitis atau sirosis biliaris. Ditegakkannya sebuah
diagnostik yang tepat merupakan penting sekali sebelum diusahakan terapi dalam bentuk apapun.19

Batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan
masalah, atau dapat menyebabkan timbulnya komplikasi. Komplikasi yang paling sering terjadi
adalah infeksi kandung empedu (cholecystitis) dan obstruksi duktus sistikus atau duktus
choledochus. Obstruksi seperti ini dapat bersifat sementara, intermiten, atau permanen. Kadang-
kadang, batu dapat menembus dinding kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat,
sering menyebabkan terjadinya peritonitis, atau menyebabkan ruptur dinding kandung empedu.8

VIII. PENATALAKSANAAN

Penderita choledocholithiasis yang mengalami kolik perlu diberi spasmoanalgetik untuk mengurangi
nyeri atau serangan kolik. Bila memperlihatkan peradangan, dapat diberi antibiotik.4

Selanjutnya batu perlu dikeluarkan, dapat secara pembedahan atau endoskopi sfingterotomi.
Pembedahan pengangkatan batu dari duktus choledochus (choledocholitotomi), yang diharapkan
dapat menyembuhkan sekitar 95% kasus. Karena bila tidak dikeluarkan akan timbul serangan kolik
dan peradangan berulangkali, yang nantinya dapat memperburuk kondisi penderita. Batu di dalam
saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon-ekstraksi melalui muara yang sudah
besar menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan melalui
mulut bersama skopnya.4,8

Pengobatan paliatif untuk pasien ini adalah dengan menghindari makanan yang kandungan lemak
tinggi. Manajemen terapi : 3,8
Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein.
Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut
Observasi keadaan umum dan pemeriksaan tanda vital
Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

IX. PROGNOSIS

Pada choledocholithiasis sendiri tidak perlu dihubungkan dengan meningkatnya kematian atau
ditandai dengan kecacatan. Bagaimanapun, bisa disebabkan karena adanya komplikasi. Jadi
prognosis choledocholithiasis tergantung dari ada/tidak dan berat/ringannya komplikasi. Namun,
adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu yang berada di dalam saluran biliaris sehingga
dapat mengancam jiwa. Walaupun demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta
tepat, hasil yang didapatkan biasanya sangat baik.6,21,23,24

DAFTAR PUSTAKA

1. Gore-Levine. Choledocholithiasis. In : High-Yield Imaging Gastrointestinal [serial on the internet].


Elsevier Inc ; 2011 [Cited 2/15/2011]. Available from :
http://www.expertconsulbook.com/expertconsult/ob/book.do?

2. Verma D, Kapadia A, Eisen Glenn M, Adler D G. EUS vs MRCP for detection of Choledocholithiasis.
the American Society for Gastrointestinal Endoscopy 2006;Vol.64,No.2:248-254.

3. Anonym (No Name). Kolelitiasis/Koledokolitiasis. [Cited 2/15/2011]. Available from:


http://www.forumsains.com/kesehatan/kolelitiasiskoledokolitiasis/?wap2

4. Hadi Sujono. GASTROENTERONOLOGI. Bandung : Penerbit P.T. Alumni. 1999.p.778-781

5. Lesmana Laurentius A. Penyakit Batu Empedu. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
Keempat - Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2006.p.479-481.

6. Vorvick Linda, Zieve David. Choledocholithiasis. Washington ; U.S. National Library of Medicine
NIH (National Institutes of Health) [serial on the internet]. 2008 [Cited 2/15/2011]. Available from :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/00274.htm

7. Ekayuda Iwan. RADIOLOGI DIAGNOSTIK EDISI KEDUA. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2005.p.279;465-466.

8. Hartanto Huriawati, Susi Natalia, Wulansari Pita, Mahanani DA,editors. PATOFISIOLOGI : Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2003.p.502-503.

9. No Name. Bile duct. The Internet Encyclopedia of Science;[Cited 24/02/2011]. Available from :
http//www.daviddarling.info/encyclopedia/B/bile_duct.html

10. Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, Wardhani Ika W, Setiowulan Wiwiek,editors.
KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN, Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001.p.510.

11. No Name. Gallstone. Wikipedia, the free encyclopedia [serial on the internet]. [Cited
24/02/2011]. Available from : http://en.wikipedia.org/wiki/choledocholithiasis.

12. Gailard Frank. Choledocholithiasis. [Cited 24/02/2011]. Available from :


http://radiopaedia.org/articles/choledocholithiasis

13. Azman L, Aliabadi Piran, Holman Leonard B. Choledocholithiasis. The BrighamRAD Teaching Case
Database [ Serial online in the internet ]. November,1995 [ Cited 5/03/2011 ]. Available from :
http://brighamrad.harvard.edu/Cases/bwh/hcache/99/full.html.

14. Chris. Types of Gallstones – Cholesterol, Pigment and Mixed. Current Health Articles, Liver and
Gallbladder [ serial online on the internet ]. [Cited 07/03/2011] Available from :
http://www.healthhype.com/types-of-gallstones-cholesterol-pigment-and-mixed.html

15. No Name. X-ray opaque gallbladder stone [Serial on the internet]. 2006 [Cited 3/3/2011].
Available from : http://forsurgeons.net/general-surgery/x-ray-opaque-gallbladder-stone.

16. Conder G., Rendle J., Kidd S., Misra R.R. A-Z of Abdominal Radiology. London : Cambridge
University Press. 2009.p.57-63
17. No Name. Contrast – Enhanced Helical CT Choledocholithiasis [Serial on the internet]. [Cited
2/24/2011]. Available from : www.ajronline.org/cgi/content/full/181/1/125

18. Brant W.E, Helms C.A. FUNDAMENTALS OF DIAGNOSTIC RADIOLOGY SECOND EDITION.
Charlottesville-Durham : Lippincott Williams & Wilkins. 2007.p.41-44.

19. Calvo Mari M., Bujanda L, Calderon A, Heras I, Cabriada J.L, Bernal A, Orive V, Capelastegi A. Role
of Magnetic Resonance Cholangiopancreatography in Patients With Suspected Choledocholithiasis.
Mayo Clin Proc. 2002;77:422-428.

20. No Name. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography). In : Digestive Diseases A-Z


List. National Digestive Information Clearinghouse (The NIDDIC), NIDDK Health
Information;2004.p.1-3

21. Dandan Imad S, Soweid Assaad M, Ablad Firass. Choledocholithiasis. eMedicine


Gastroenterology-Biliary [serial on the internet]. 2009 [Cited 2/24/2011]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article

22. Joseph Nicholas. Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC). Radiography of the Biliary
System [Serial online on the internet]. 2007 [Cited 2/27/2011]. Available from :
http://www.ceessentials.net/article41.html

23. Joe Dr. Common Bile Duct Stone (Choledocholithiasis, Cholangitis, Obstructive Jaundice) [serial
on the internet]. [Cited 2/24/2011]. Available from :
http://www.virtualmedicalcentre.com/diseases.asp?did=191&title=Common-Bile-Duct-Stone-
(Choledocholithiasis,-Cholangitis,-Obstructive-Jaundice)

24. Gianawati Indah, Sulaiman Ali, Lesmana LA, Lalisang Toar JM, Abdullah Arman A. Diagnostic
Approach and Treatment of Choledocholithiasis. The Indonesian Journal of Gastroenterology
Hepatology and Digestive Endoscopy;Vol.5,Number 2. 2004;71-75

DEFENISI
Cholelithiasis adalah istilah medis untuk penyakit batu empedu. Batu empedu adalah batu
yang terbentuk di saluran empedu, biasanya di kantong empedu.
Batu empedu berkembang secara tersembunyi, dan mereka dapat asimtomatik selama
beberapa dekade. Migrasi batu empedu ke dalam saluran cystic dapat menghalangi aliran
empedu selama kontraksi kandung empedu. Hasil peningkatan tegangan dinding kandung
empedu menghasilkan jenis karakteristik nyeri (kolik bilier). Obstruksi duktus sistikus, jika
terus berlanjut selama lebih dari beberapa jam, dapat menyebabkan peradangan kandung
empedu akut (kolesistitis akut).
Gambar: Kolelitiasis dan Koledolitiasis
Choledocholithiasis mengacu pada adanya satu atau lebih batu empedu di duktus biliaris
komunis (common bile duct). Biasanya, ini terjadi ketika batu empedu melewati dari kandung
empedu ke dalam duktus biliaris komunis.
Sebuah batu empedu di duktus biliaris komunis dapat mempengaruhi distal di ampula Vater,
titik di mana saluran empedu dan saluran pankreas bergabung sebelum ke duodenum.
Obstruksi aliran empedu oleh batu di titik kritis ini dapat menyebabkan sakit perut dan
ikterus. Empedu stagnan di atas sebuah batu yang menghalangi saluran empedu sering
menjadi terinfeksi, dan bakteri dapat menyebar dengan cepat dari sistem duktus menuju hati
untuk memproduksi infeksi yang mengancam jiwa yang disebut kolangitis. Obstruksi saluran
pankreas oleh batu empedu di ampula Vater juga dapat memicu aktivasi enzim pencernaan
pankreas dalam pankreas itu sendiri, mengarah ke pankreatitis akut.

PATOFISIOLOGI
Pembentukan batu empedu terjadi karena zat tertentu dalam empedu yang hadir dalam
konsentrasi yang mendekati batas kelarutannya. Ketika empedu terkonsentrasi di kantong
empedu, dapat menjadi jenuh dengan zat ini, yang kemudian mengendap dari larutan sebagai
kristal mikroskopis. Kristal terjebak dalam mukus kandung empedu, kandung empedu
memproduksi endapan. Seiring waktu, kristal tumbuh, agregat, dan bersatu untuk membentuk
batu makroskopik. Oklusi saluran oleh endapan dan / atau batu menghasilkan komplikasi
penyakit batu empedu.

2 zat utama yang terlibat dalam pembentukan batu empedu adalah kolesterol dan kalsium
bilirubinate.
Batu empedu kolesterol
Lebih dari 80% dari batu empedu di Amerika Serikat mengandung kolesterol sebagai
komponen utama mereka. Sel-sel hati mengeluarkan kolesterol dalam empedu bersama
dengan fosfolipid (lesitin) dalam bentuk gelembung bermembran kecil yang sferis, disebut
vesikel unilamellar. Sel-sel hati juga mengeluarkan garam empedu, yang merupakan deterjen
kuat yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak makanan.

Garam empedu dalam empedu melarutkan vesikel unilamellar untuk membentuk agregat
larut disebut misel campuran. Hal ini terjadi terutama di kantong empedu, di mana empedu
terkonsentrasi oleh reabsorpsi elektrolit dan air.
Dibandingkan dengan vesikel (yang dapat menyimpan hingga 1 molekul kolesterol untuk
setiap molekul lesitin), misel campuran memiliki daya tampung kolesterol yang lebih rendah
(sekitar 1 molekul kolesterol untuk setiap 3 molekul lesitin). Jika cairan empedu mengandung
proporsi kolesterol yang relatif tinggi, kemudian sebagai empedu terkonsentrasi, disolusi
bertahap dari vesikel dapat menyebabkan keadaan di mana kolesterol pada misel dan yang
tersisa di vesikel melebihi kapasitas. Pada titik ini, empedu sangat tersaturasi dengan
kolesterol, dan kristal kolesterol monohidrat dapat terbentuk.
Dengan demikian, faktor utama yang menentukan apakah batu empedu kolesterol akan
terbentuk adalah (1) jumlah kolesterol yang disekresikan oleh sel-sel hati, relatif terhadap
lecithin dan garam empedu, dan (2) tingkat konsentrasi dan tingkat stasis empedu di kandung
empedu.
Batu empedu kalsium, bilirubin, dan pigmen
Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif disekresi ke
empedu oleh sel-sel hati. Sebagian besar bilirubin dalam empedu adalah dalam bentuk
konjugat glukuronida, yang merupakan cukup larut dan stabil dalam air, tetapi sebagian kecil
terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi, seperti asam lemak, fosfat,
karbonat, dan anion lainnya, cenderung membentuk endapan tidak larut dengan kalsium.
Kalsium memasuki empedu bersama dengan elektrolit lain secara pasif.
Dalam situasi perputaran heme yang tinggi, seperti hemolisis kronis atau sirosis, bilirubin tak
terkonjugasi dapat hadir dalam empedu lebih tinggi dari konsentrasi normal. Kalsium
bilirubinate kemudian dapat mengkristal dari larutan dan akhirnya membentuk batu. Seiring
waktu, berbagai oksidasi menyebabkan bilirubin presipitat untuk mengambil warna hitam
pekat, dan batu yang terbentuk dengan cara ini disebut batu empedu pigmen hitam. Batu
pigmen hitam mewakili 10-20% dari batu empedu di Amerika Serikat.

Empedu biasanya steril, namun dalam beberapa kondisi yang tidak biasa (misalnya, di atas
striktur bilier), mungkin menjadi koloni oleh bakteri. Bakteri menghidrolisis bilirubin
terkonjugasi, dan hasil peningkatan bilirubin tak terkonjugasi dapat menyebabkan
pengendapan kristal kalsium bilirubinate.
Bakteri juga menghidrolisis lesitin untuk melepaskan asam lemak, yang juga dapat mengikat
kalsium dan endapan dari larutan. Batu yang dihasilkan memiliki konsistensi seperti tanah
liat dan disebut batu pigmen coklat. Tidak seperti kolesterol atau pigmen hitam batu empedu,
yang membentuk hampir secara eksklusif di kandung empedu, batu empedu pigmen coklat
sering membentuk de novo di saluran empedu. Batu empedu pigmen coklat yang biasa di
Amerika Serikat tetapi cukup umum di beberapa bagian Asia Tenggara, kemungkinan
berhubungan dengan serangan cacing hati.

Batu empedu mixed


Kolesterol batu empedu dapat menjadi koloni oleh bakteri dan dapat menimbulkan inflamasi
pada mukosa kandung empedu. Enzim litik dari bakteri dan leukosit menghidrolisis konjugat
bilirubin dan asam lemak. Akibatnya, dari waktu ke waktu, batu kolesterol dapat menumpuk
proporsi yang besar dari kalsium bilirubinate dan garam kalsium lainnya, memproduksi batu
empedu campuran. Batu-batu besar dapat berkembang menjadi pinggiran permukaan kalsium
menyerupai cangkang telur yang dapat terlihat di dataran film x-ray.

ETIOLOGI
Batu empedu kolesterol, batu empedu pigmen hitam, dan batu empedu pigmen coklat
memiliki patogenesis yang berbeda dan faktor risiko yang berbeda.
Batu empedu kolesterol
Kolesterol batu empedu berhubungan dengan jenis kelamin perempuan, keturunan Amerika
Eropa atau penduduk asli, dan bertambahnya usia. Faktor risiko lain meliputi: Obesitas,
Kehamilan, Kandung empedu yang stasis, Obat, dan Keturunan.
Sindrom metabolik pada obesitas trunkal, resistensi insulin, diabetes mellitus tipe II,
hipertensi, dan hiperlipidemia berhubungan dengan peningkatan sekresi kolesterol di hati dan
merupakan faktor risiko utama bagi perkembangan batu empedu kolesterol.

Batu empedu kolesterol lebih sering terjadi pada wanita yang telah mengalami kehamilan
kembar. Kemungkinan karena tingkat progesteron yang tinggi pada kehamilan. Progesteron
mengurangi kandung empedu kontraktilitas, yang menyebabkan retensi berkepanjangan dan
konsentrasi yang lebih besar dari empedu di kandung empedu.
Batu empedu pigmen hitam dan coklat
Batu empedu pigmen hitam terjadi tidak proporsional pada individu dengan pergantian heme
yang tinggi. Gangguan hemolisis yang berhubungan dengan batu empedu pigmen termasuk
anemia sel sabit, sferositosis herediter, dan beta-thalassemia. Pada sirosis, hipertensi portal
menyebabkan splenomegali. Hal ini, pada gilirannya, menyebabkan penyerapan sel darah
merah, yang mengarah ke peningkatan dalam pergantian hemoglobin. Sekitar setengah dari
semua pasien sirosis memiliki batu empedu pigmen.
Prasyarat untuk pembentukan batu empedu pigmen coklat termasuk stasis intraductal dan
kolonisasi kronis bakteri pada empedu. Di Amerika Serikat, kombinasi ini paling sering
ditemui pada pasien dengan striktur bilier pascaoperasi atau kista choledochal.
Penyakit Crohn, reseksi ileum, atau penyakit lain dari ileum menurunkan reabsorpsi garam
empedu dan meningkatkan risiko pembentukan batu empedu.

Penyakit lain atau keadaan yang mempengaruhi pembentukan batu empedu termasuk luka
bakar, penggunaan nutrisi parenteral total, kelumpuhan, perawatan ICU, dan trauma besar.
Hal ini disebabkan, secara umum, penurunan stimulasi enteral dari kantong empedu dengan
yang menghasilkan stasis empedu dan pembentukan batu.

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi batu empedu adalah tertinggi pada orang keturunan Eropa utara, dan pada populasi
Hispanik dan penduduk asli Amerika. Prevalensi batu empedu lebih rendah di Asia dan
Afrika Amerika.
Wanita lebih cenderung untuk mengembangkan batu empedu kolesterol daripada laki-laki,
terutama selama tahun-tahun reproduksi mereka, ketika kejadian batu empedu pada wanita
adalah 2-3 kali pada pria. Perbedaannya tampaknya terutama disebabkan estrogen, yang
meningkatkan sekresi empedu kolesterol.
Risiko pengembangan batu empedu meningkat dengan usia. Batu empedu jarang terjadi pada
anak-anak dengan tidak adanya anomali kongenital atau gangguan hemolitik. Dimulai saat
pubertas, konsentrasi kolesterol dalam empedu meningkat. Setelah usia 15 tahun, prevalensi
batu empedu di wanita AS meningkat sekitar 1% per tahun; pada pria, sekitar 0,5% per tahun.
Batu empedu terus membentuk seluruh masa dewasanya, dan prevalensinya terbesar pada
usia lanjut. Insiden pada wanita menurun pada menopause, tetapi pembentukan batu baru
pada pria dan wanita berlanjut pada laju sekitar 0,4% per tahun hingga akhir hidupnya.

GEJALA
Penyakit batu empedu dapat dianggap smemiliki 4 tahapan sebagai berikut:

- Keadaan lithogenic, di mana kondisi mendukung pembentukan batu empedu


- Batu empedu asimtomatik
- Batu empedu simtomatik, ditandai dengan episode kolik bilier
- komplikasi cholelithiasis

Gejala dan komplikasi penyakit batu empedu akibat dari efek yang terjadi di dalam kantong
empedu atau dari batu yang lepas dari kandung empedu menetap dalam saluran empedu.
Batu empedu asimtopmatik
Batu empedu dapat berada dalam kantong empedu selama puluhan tahun tanpa menyebabkan
gejala atau komplikasi. Pada pasien dengan batu empedu asimtomatik ditemukan secara
kebetulan, kemungkinan berkembangnya gejala atau komplikasi adalah 1-2% per tahun.
Dalam kebanyakan kasus, batu empedu tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan apapun.

Karena mereka sering terjadi, batu empedu sering hidup berdampingan dengan kondisi
pencernaan lainnya. Ada sedikit bukti untuk mendukung hubungan sebab akibat antara batu
empedu dan sakit perut kronis, sakit maag, distress postprandial, perut kembung, flatulensi,
konstipasi, atau diare.
Nyeri disebut kolik bilier terjadi bila batu empedu atau endapan kebetulan berdampak pada
duktus sistikus selama kontraksi kandung empedu, meningkatkan tegangan pada dinding
kandung empedu. Dalam kebanyakan kasus, nyeri sembuh lebih dari 30 sampai 90 menit
karena kantong empedu relaksasi dan obstruksi mereda.
Episode kolik bilier adalah sporadis dan tak terduga. Pasien melokalisasi nyeri pada
epigastrium atau kuadran kanan atas dan mungkin menggambarkan radiasi ke ujung scapular
kanan (tanda Collins). Rasa sakit mulai setelah makan (biasanya dalam waktu satu jam
setelah makan lemak), sering digambarkan sebagai intens dan tumpul, dan dapat berlangsung
dari 1-5 jam. Dari awal, meningkat rasa sakit terus-menerus selama sekitar 10 sampai 20
menit dan kemudian secara bertahap berkurang ketika kantong empedu berhenti kontraksi
dan batu jatuh kembali ke dalam kandung empedu. Rasa sakit adalah konstan secara alami
dan tidak berkurang dengan emesis, antasid, defekasi, flatus, atau perubahan posisi. Ini bisa
disertai dengan diaforesis, mual, dan muntah.
Gejala lain, sering dikaitkan dengan cholelithiasis, termasuk gangguan pencernaan, dispepsia,
bersendawa, perut kembung, dan intoleransi lemak. Namun, ini sangat spesifik dan terjadi
pada frekuensi yang sama pada individu dengan dan tanpa batu empedu; kolesistektomi
belum terbukti untuk memperbaiki gejala-gejala ini.

PEMERIKSAAN FISIK
Pasien dengan keadaan lithogenic atau batu empedu tanpa gejala tidak memiliki temuan
abnormal pada pemeriksaan fisik.
Untuk membedakan kolik bilier tanpa komplikasi dari kolesistitis akut atau komplikasi lain
sangat penting. Keduanya sering hadir dengan konstelasi yang sama gejala, dan pemeriksaan
fisik dapat membantu untuk membedakan keduanya.
Karena kandung empedu tidak meradang di kolik bilier tanpa komplikasi, nyeri kurang
terlokalisasi; pemeriksaan abdomen pasien pada dasarnya nyeri ringan tanpa nyeri rebound
atau guarding. Demam tidak ada.
Dalam kolesistitis akut, radang kandung empedu dengan iritasi peritoneal mengarah ke nyeri
yang terlokalisasi dengan baik pada kuadran kanan atas, biasanya dengan nyeri yang rebound
dan guarding. Meskipun tidak spesifik, tanda Murphy positif (jeda inspirasi pada palpasi yang
mendalam pada kuadran kanan atas selama inspirasi dalam) sangat memberi kesan
kolesistitis. Demam sering hadir, tapi mungkin tertinggal di belakang tanda-tanda atau gejala
lainnya.
Meskipun nyeri guarding yang volunter mungkin ada, tanda-tanda peritoneal tidak ada.
Takikardia dan diaforesis dapat hadir sebagai konsekuensi dari rasa sakit. Ini harus diatasi
dengan manajemen nyeri yang tepat.
Adanya demam, takikardia yang persisten, hipotensi, atau ikterus memerlukan penelusuran
untuk komplikasi cholelithiasis, termasuk kolesistitis, kolangitis, pankreatitis, atau penyebab
sistemik lainnya.
Dalam kasus kolesistitis akut, kolangitis, atau pankreatitis akut yang parah, bising usus sering
absen atau hypoactive. Choledocholithiasis dengan obstruksi saluran empedu menghasilkan
ikterus pada kulit dan scleral yang berkembang selama jam untuk hari karena bilirubin
terakumulasi.
Trias Charcot nyeri tekan yang parah pada kuadran kanan atas dengan ikterus dan demam
adalah karakteristik dari kolangitis.
Batu empedu pankreatitis akut sering ditandai dengan nyeri epigastrium. Pada kasus yang
berat, perdarahan retroperitoneal dapat menghasilkan ekimosis dari panggul dan ekimosis
periumbilikalis (tanda Cullen dan tanda Grey-Turner).

DIAGNOSIS BANDING
Appendicitis
Bile Duct Strictures
Bile Duct Tumors
Cholangiocarcinoma
Cholecystitis
Gallbladder Cancer
Gastritis and Peptic Ulcer Disease
Gastroenteritis
Pancreatic Cancer
Pancreatitis, Acute

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pada pasien yang diduga komplikasi batu empedu, tes darah harus mencakup sel darah
lengkap (CBC) menghitung dengan diferensial, fungsi hati panel, dan amilase dan lipase.
Kolesistitis akut berhubungan dengan leukositosis polimorfonuklear. Namun, hingga
sepertiga dari pasien dengan kolesistitis mungkin tidak memanifestasikan leukositosis. Pada
kasus yang parah, peningkatan ringan enzim hati dapat disebabkan oleh cedera inflamasi hati
yang berdekatan. Pasien dengan kolangitis dan pankreatitis memiliki nilai tes laboratorium
yang abnormal. Yang penting, satu nilai laboratorium yang abnormal tidak memastikan
diagnosis choledocholithiasis, kolangitis, atau pankreatitis.
Choledocholithiasis dengan obstruksi akut duktus biliaris komunis (CBD) awalnya
menghasilkan peningkatan akut pada kadar transaminase hati (aminotransferase aspartat dan
alanine), diikuti beberapa jam dengan kenaikan kadar serum bilirubin. Semakin tinggi kadar
bilirubin, semakin besar nilai prediktif untuk obstruksi CBD. Batu CBD hadir di sekitar 60%
dari pasien dengan kadar serum bilirubin lebih dari 3 mg / dL.
Foto Polos Abdomen
Radiografi abdomen tegak dan terlentang kadang-kadang membantu dalam menetapkan
diagnosis penyakit batu empedu.

Gambar: Foto Polos Abdomen Kolelitiasis

Hitam pigmen atau mixed batu empedu mungkin mengandung kalsium yang cukup untuk
tampil radiopak pada film polos. Temuan udara di saluran empedu pada film polos dapat
menunjukkan perkembangan fistula choledochoenteric atau ascending kolangitis dengan
organisme gas pembentuk. Kalsifikasi pada dinding kandung empedu (yang disebut porselen
kandung empedu) merupakan indikasi kolesistitis kronis yang parah.

Peran utama dari film polos dalam mengevaluasi pasien dengan dugaan penyakit batu
empedu adalah untuk menyingkirkan penyebab lain dari nyeri abdomen akut, seperti
obstruksi usus, perforasi viseral, batu ginjal, atau kalsifikasi pankreatitis kronis.
USG
Ultrasonografi adalah prosedur pilihan dalam mecurigai penyakit kandung empedu atau
empedu; itu adalah tes yang paling sensitif, spesifik, non-invasif, dan murah untuk
mendeteksi batu empedu. Selain itu, sederhana, cepat, dan aman dalam kehamilan, dan tidak
mengekspos pasien kepada radiasi berbahaya atau kontras intravena.
Gambar: USG Kolelitiasis
Ultrasonografi sangat berguna untuk mendiagnosis kolesistitis akut tanpa komplikasi. Fitur
sonografi dari kolesistitis akut termasuk kantong empedu penebalan dinding (> 5 mm), cairan
pericholecystic, kandung empedu distensi (> 5 cm), dan tanda Murphy sonografi. Keberadaan
beberapa kriteria meningkatkan akurasi diagnostik nya.
Batu empedu muncul sebagai fokus echogenic di kandung empedu. Mereka bergerak bebas
dengan perubahan posisi dan bayangan akustik.
CT Scan
Computed tomography (CT) scanning lebih mahal dan kurang sensitif dibandingkan
ultrasonografi untuk mendeteksi batu kandung empedu. CT scan sering digunakan dalam
pemeriksaan nyeri abdomen, karena menyediakan gambar yang sangat baik dari semua organ
abdomen. CT scan lebih unggul ultrasonografi untuk demonstrasi batu empedu di distal
duktus biliaris komunis. CT sangat berguna untuk mendeteksi batu intrahepatik atau
kolangitis piogenik berulang.

PENATALAKSANAAN
Pengobatan batu empedu tergantung pada tahap penyakit. Idealnya, intervensi dalam kondisi
lithogenic bisa mencegah pembentukan batu empedu, meskipun, saat ini, pilihan ini terbatas
pada beberapa keadaan khusus. Batu empedu tanpa gejala dapat dikelola dengan penuh harap.
Perawatan medis untuk batu empedu, digunakan sendiri atau dalam kombinasi, meliputi:
- Terapi garam empedu oral (asam ursodeoxycholic)
- Kontak pelarutan
- Extracorporeal Shockwave lithotripsy

Penatalaksanaan medis lebih efektif pada pasien dengan fungsi kandung empedu baik yang
memiliki batu-batu kecil (<1 cm) dengan kandungan kolesterol tinggi. Terapi garam empedu
mungkin diperlukan selama lebih dari 6 bulan dan memiliki tingkat keberhasilan kurang dari
50%.
Ursodeoxycholic acid (ursodiol) merupakan agen pelarutan batu empedu. Pada manusia,
administrasi jangka panjang asam ursodeoxycholic mengurangi kejenuhan kolesterol
empedu, baik dengan mengurangi sekresi kolesterol hati dan dengan mengurangi efek
deterjen garam empedu di kandung empedu (dengan demikian mempertahankan vesikel yang
memiliki daya tampung kolesterol tinggi). Desaturasi empedu mencegah kristal dan, pada
kenyataannya, memungkinkan ekstraksi bertahap kolesterol dari batu yang ada.
Pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi) umumnya diindikasikan pada pasien yang
mengalami gejala atau komplikasi batu empedu, kecuali usia pasien dan kesehatan umum
membuat risiko operasi menjadi penghalang. Dalam beberapa kasus kandung empedu
empiema, drainase nanah sementara dari kantong empedu (cholecystostomy) mungkin lebih
disukai untuk memungkinkan stabilisasi dan untuk mengizinkan kemudian kolesistektomi
dalam keadaan elektif.
Pada pasien dengan batu kandung empedu yang diduga bersamaan dengan batu duktus
biliaris komunis, ahli bedah dapat melakukan cholangiography intraoperatif pada saat
kolesistektomi. Saluran empedu dapat dieksplorasi menggunakan choledochoscope. Jika batu
duktus biliaris komunis ditemukan, mereka biasanya dapat diekstraksi intraoperatif. Atau,
ahli bedah dapat membuat fistula antara saluran empedu distal dan duodenum yang
berdekatan (choledochoduodenostomy), memungkinkan batu untuk melewati tanpa bahaya
ke dalam usus.

Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/175667-overview

Anda mungkin juga menyukai