Anda di halaman 1dari 26

Anatomi & Fisiologi Sistem

Empedu
Cairan empedu adalah cairan yang dihasilkan oleh
hepatosit di hati. Cairan empedu dari masing-
masing lobus hati disekresikan ke duktus
hepatikus kanan dan kiri yang kemudian bersatu
menjadi duktus hepatikus kommunis. Dari duktus
hepatikus kommunis cairan empedu akan dialirkan
ke duktus sistikus menuju ke kandung empedu.
Kandung empedu memiliki sfingter yang unik,
karena memudahkan cairan empedu masuk dan
menahan alirannya keluar. Sfingter ini disebut
katup spiral Heister. Di dalam kandung empedu
cairan empedu disimpan dan dipekatkan.
Pengsekresian cairan empedu ke duodenum terjadi
karena melalui dua tahap; kontraksi kandung empedu
dan relaksasi ampulla vater. Kontraksi kandung
empedu distimulasi oleh enzim kolesistokinin. Enzim
ini dilepaskan oleh mukosa intestinal sebagai respon
atas adanya protein dan lemak di dalam usus kecil.
Sedangkan relaksasi ampulla vater distimulasi oleh
gelombang peristaltik yang mendekat.
Cairan empedu merupakan cairan nonenzim yang
terdiri dari komponen-komponen: (1) garam empedu
yang berperan dalam pencernaan lemak, (2) pigmen
empedu, seperti bilirubin dan biliverdin yang
merupakan produk sisa dari degradasi hemoglobin,
dan (3) kolesterol.
Definisi
Cholelithiasis adalah adanya atau
pembentukan batu empedu. Batu tersebut
bisa berada dalam kandung empedu
(cholecystolithiasis) atau dalam saluran
empedu (choledocolithiasis).
Epidemiologi
Kasus batu empedu sering ditemui di
Amerika Serikat, yaitu mengenai 20%
penduduk dewasa. Batu empedu relatif jarang
terjadi pada usia dua dekade pertama.
Insiden batu empedu sangat tinggi pada
orang Amerika asli, diikuti oleh orang kulit
putih, dan akhirnya orang Afro-Amerika.
Wanita lebih sering mengalami batu
kolesterol daripada pria, terutama selama
tahun-tahun reproduktif, ketika insidensi batu
empedu pada wanita 2 3 kali lebih banyak
dibandingkan pria.
Cont
Di negara Barat, 80% batu empedu adalah
batu kolesterol, tetapi angka kejadian batu
pigmen meningkat akhir-akhir ini.
Sebaliknya di Asia Timur, lebih banyak batu
pigmen dibanding dengan batu kolesterol,
tetapi angka kejadian batu kolesterol sejak
1965 makin meningkat.
Patofisiologi
Batu empedu pada hakekatnya merupakan
endapan satau atau lebih komponen empedu, yaitu
kolesterol, protein, asam lemak, dan fosfolipid.
Batu empedu memiliki komposisi yang terutama
terbagi atas tiga jenis: pigmen, kolesterol, dan batu
campuran.
Batu empedu, terutama batu kolesterol, hampir
selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Kalau
batu kandung empedu ini berpindah ke dalam
saluran empedu ekstrahepatik, disebut batu
saluran empedu sekunder atau koledokolitiasis
sekunder.
Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari
batu kandung empedu, tetapi ada juga yang
terbentuk primer di dalam saluran empedu
ekstrahepatik maupun intrahepatik. Batu saluran
empedu primer harus memenuhi kriteria sebagai
berikut; ada masa asmtomatik setelah
kolesistektomi, morfologik cocok dengan batu
empedu primer, tidak ada striktur pada duktus
koledokus atau tidak ada sisa duktus sistikus yang
panjang. Morfologik batu primer saluran empedu
antara lain bentuknya ovoid, lunak, rapuh, seperti
lumpur atau tanah, dan berwarna coklat muda
sampai coklat gelap.
Perubahan komposisi empedu
kemungkinan merupakan faktor
terpenting dalam pembentukan batu
empedu. Sejumlah penyelidikan
menunjukkan bahwa hati penderita batu
empedu menyekresi empedu yang sangata
jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang
berlebihan ini mengendap dalam kandung
empedu untuk membentuk batu empedu.
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat
mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan komposisi kimia, dan
pengendapan unsur tersebut. Gangguan
kontraksi kandung empedu, atau spasme
sfingter Oddi, atau keduanya dapat
menyebabkan terjadinya stasis. Faktor
hormonal (terutama selama kehamilan) dapat
dikaitkan dengan perlambatan pengosongan
kandung empedu dan meyebabkan tingginya
insidensi dalam kelompok ini.
Faktor-faktor Predisposisi
Terbentuknya Batu Empedu
FAKTOR DEMOGRAFI DAN GENETIK
Batu empedu paling banyak ditemui pada suku
Indian di Chili.
Lebih banyak di jumpai di Eropa dan Amerika
daripada di Asia.
Paling rendah di Jepang.
Mutasi gen CYP7A1 terbukti menyebabkan
defisiensi enzim cholesterol 7-hydroxylase yang
berperan dalam katabolisme cholesterol dan
sintesis asam empedu. Defisiensi enzim ini
menyebabkan hiperkolesterolemia dan
meningkatnya kejadian batu empedu.
Mutasi gen MDR3 yang mengkode pompa
phospholipid pada membran kanalikuler pada
hepatosit, menyebabkan penurunan sekresi
phospholipid, mengakibatkan supersaturasi
kolesterol di dalam empedu. Dengan
demikian meningkatkan kemungkinan
terbentuknya batu empedu.
OBESITAS
Obesitas meningkatkan sekresi kolesterol
bilier.
PENURUNAN BERAT BEDAN
Mobilisasi kolesterol dari jaringan-jaringan
meningkatkan sekresi kolesterol bilier.
HORMON SEKS PEREMPUAN
Estrogen merangsang reseptor lipoprotein
hepatik sehingga meningkatkan uptake
kolesterol dari diet dan meningkatkan
sekresi kolesterol biliaris.
Estrogen alamiah dan sintesis, termasuk
kontrasepsi oral, menyebabkan penurunan
sekresi garam empedu dan penurunan
konversi kolesterol menjadi kolesterol ester.
UMUR TUA
Usia tua menyebabkan meningkatnya sekresi
kolesterol bilier, menurunnya sekresi garam
empedu.
HIPOMOTILITAS KANDUNG EMPEDU
MENYEBABKAN STASIS CAIRAN
EMPEDU, DAPAT TERJADI PADA;
Pemberian total parenteral nutrisi yang lama
Puasa
Kehamilan
Obat, seperti octreotide.
KLOFIBRATE
Meningkatkan sekresi kolesterol bilier.
Menurunnya sekresi asam empedu, antara lain
ditemui pada;
Primary billiary chirrosis
Kerusakan pada gen CYP7A1.
MENURUNNYA SEKRESI FOSFOLIPID
Kerusakan pada gen MDR3
LAIN-LAIN
Diet tinggi kalori dan tinggi lemak.
Trauma medulla spinalis
Manifestasi Klinis
Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi
tiga kelompok: pasien dengan batu
asimtomatik, pasien dengan batu empedu
simtomatik, dan pasien dengan komplikasi
batu empedu (kolesistitis akut, ikterus,
kolangitis, dan pankreatitis).
Gejala batu empedu yang dapat dipercaya adalah
kolik bilier. Keluhan ini didefinisikan sebagai nyeri
di perut atas berlangsung lebih dari 30 menit dan
kurang dari 12 jam. Biasanya lokasi nyeri di perut
kanan atas atau epigastrium tetapi bisa juga di kiri
dan prekordial.
Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan,
tetapi sepertiga kasus timbul tiba-tiba.
Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian
tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai
mual dan muntah.
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri
atau kolik di epigastrium dan perut kanan
atas akan disertai tanda sepsis, seperti
demam dan menggigil bila terjadi kolangitis.
Biasanya terdapat ikterus dan urin berwarna
gelap yang hilang timbul.
Diagnosis
Diagnosis cholelithiasis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium darah, dan pemeriksaan radiologi.
Pada anamnesis biasanya didapatkan data adanya
kolik bilier. Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan kelainan berupa pembesaran kandung
empedu atau nyeri tekan, tetapi biasanya
berhubungan dengan komplikasi seperti
kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau
umum, hidrops kandung empedu, empiema
kandung empedu, atau pankreatitis. Jika telah
terjadi kolesistitis akut dapat ditemui Murphys
sign positif
Pemeriksaan Penujang
USG
Foto polos abdomen
Kolesistography
Ct-scan
Penatalaksanaan
Penanganan profilaktik untuk batu empedu asimtomatik
tidak dianjurkan. Sebagian besar pasien dengan batu
asimtomatik tidak akan mengalami keluhan, dan jumlah,
besar, komposisi batu tidak berhubungan dengan
timbulnya keluhan selama pemantauan.
Cholelithiasis ditangani baik secara nonbedah maupun
dengan pembedahan. Tatalaksana nonbedah terdiri dari
lisis batu dan pengeluaran secara endoskopik. Selain itu,
dapat dilakukan pencegahan cholelithiasis pada orang
yang cenderung memiliki empedu litogenik dengan
mencegah infeksi dan menurunkan kadar kolesterol
serum dengan cara mengurangi asupan atau
menghambat sintesis kolesterol. Obat golongan statin
dikenal dapat menghambat sintesis kolesterol karena
menghambat enzim HMG-CoA reduktase.
Tatalaksana Bedah
Untuk batu kandung empedu simtomatik,
dilakukan kolesistektomi laparoskopik,
yaitu teknik pembedahan invasif minimal
di dalam rongga abdomen dengan
menggunakan pneumoperitoneum, sistem
endokamera dan instrumen khusus
melalui layar monitor tanpa menyentuh
langsung kandung empedunya.
Indikasi cholecystctomy elektif konvensional
maupun laparoskopik adalah cholelithiasis
asimtomatik pada penderita diabetes melitus
karena serangan cholesistitis akut dapat
menimbulkan komplikasi berat. Indikasi lain adalah
kandung empedu yang tidak terlihat pada
cholecystography oral, yang menandakan stadium
lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar,
berdiameter lebih dari 2 cm karena batu yang
besar lebih sering menimbulkan cholesistitis akut
dibanding batu yang kecil. Indikasi lain adalah
kalsifikasi kandung empedu karena dihubungkan
dengan kejadian karsinoma. Pada semua keadaan
tersebut dianjurkan cholecystectomy.
Komplikasi
dapat berupa kolesistitis akut yang dapat
menimbulkan perforasi dan peritonitis,
kolesistitis kronik, ikterus obstruktif,
kolangitis, kolangiolitis piogenik, fistel
bilioenterik, ileus batu empedu,
pankreatitis, dan perubahan keganasan.
Batu empedu dari duktus koledokus dapat
masuk ke dalam duodenum melalui papila
Vater dan menimbulkan kolik, iritasidan
stirktur papila Vater.
Prognosis
Kurang dari setengah pasien dengan batu
empedu menjadi simtomatik. Angka
mortalitas untuk suatu kolesistektomi
elektif adalah 0.5% dengan morbiditas
kurang dari 10%. Angka mortalitas untuk
suatu kolesistektomi darurat adalah 3-5%
dengan morbiditas 30-50%. Setelah
kolesistektomi, batu dapat kembali
terbentuk dalam saluran empedu.
DAFTAR PUSTAKA
R. Sjamsuhidayat, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah,
2005. Edisi 2; Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson.


Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC; 2005.

Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 2006.

Anda mungkin juga menyukai