KOLELITIASIS
b. Etiologi
Etiologi dari batu empedu belum diketahui secara pasti, tetapi
beberapa mekanisme yang diduga menjadi penyebab terbentuknya batu
empedu yaitu perubahan susunan empedu akibat gangguan metabolisme,
stasis empedu, dan infeksi pada kandung empedu (Brunikardi et al.,
2015). Komposisi cairan empedu normal mengandung 70% garam
empedu, 22% fosfolipid, 4% kolesterol, 3% protein, dan 0,3% bilirubin
(Price & Wilson, 2013).
Batu empedu terbentuk akibat stasis dari cairan empedu, yang
terjadi ketika empedu tidak di kosongkan sepenuhnya dari kantung
empedu, yang mengakibatkan empedu berubah menjadi seperti lumpur
dan akhirnya berubah menjadi batu. Obstruksi pada bilier atau saluran
empedu juga dapat menyebabkan batu empedu seperti striktur bilier dan
kanker pancreas. Jenis batu empedu bermacam-macam tergantung dari
penyebabnya masing masingnya. Penyebab batu empedu paling sering
adalah pengendapan kolesterol akibat peningkatan kadar kolesterol yang
kemudian akan terbentuk batu kolesterol (Gustawan, 2007)
Batu kolesterol adalah jenis batu yang paling banyak ditemukan
yaitu sebanyak 90% dari semua penderita batu empedu mengalami jenis
batu kolesterol. Bentuk kedua adalah batu berpigmen, batu ini terbentuk
akibat dari peningkatan kadar bilirubin yang tersimpan dalam kantung
empedu akibat dari peningkatan kerusakan sel darah merah dalam
pembulu darah. Bentuk ketiga adalah batu campuran yang merupakan
kombinasi dari kalsium karbonat atau kalsium fosfat, kolesterol dan
cairan empedu. Bentuk keempat adalah batu kalsium, batu ini biasanya
ditemukan pada pasien hiperkalsemia dan biasanya ditemukan bersamaan
dengan batu ginjal (Gustawan, 2007).
Faktor Resiko terjadinya batu empedu adalah sebagai berikut :
- Usia
Umur menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya batu empedu.
Penyakit batu empedu jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun.
Pada bayi dan anakanak, batu yang paling umur terjadi adalah batu
pigmen, dimana hal ini berhubungan dengan hemolysis atau penyakit
kronis seperti kistik fibrosis, thalassemia mayor, dan anemia sel
sabit. Risiko untuk terkena kolelithiasis sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia >40 tahun cendrung
menderita empedu 4-10 kali lebih berisiko dibanding dengan usia
yang lebih muda (Shaffer, 2006)
- Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan faktor risiko yang berpengaruh untuk batu
empedu, dimana wanita memiliki risiko 2 kali lipat terkena batu
empedu dibandingkan dengan pria. Hal ini dikarenakan akibat
hormone estrogen, yang berpengaruh terhadap peningkatan eksresi
kolesterol oleh kantung empedu. Kehamilan juga ditemukan
berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Batu empedu lebih
sering ditemukan pada wanita-wanita multipara (paritas 4 atau lebih)
(Reshetnyak, 2012)
- Obesitas
Pada obesitas terjadi perubahan pada metabolism kolesterol dimana
akan meningkatkan sekresi kolesterol dan juga gangguan motilitas
kandung empedu, yang memicu terbentuknya batu (Getachew, 2008)
- Diabetes Melitus
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolik yang disebabkan
oleh kekurangan insulin, yang secara klinis berdampak pada
peningkatan gula atau glukosa dalam darah. Pada penderita diabetes
mellitus terjadi efek pathogenesis berupa peningkatan kadar
kolesterol, hipomotilitas, dan peningkatan nukleasi sehingga dapat
meningkatkan risiko terbentuknya batu empedu (Purnomo, 2008)
- Merokok
Kadar estrogen diduga menjadi penyebab meningkatnya risiko
terbentuknya batu empedu pada wanita yang merokok, Merokok
diduga berhubungan dengan peningkatan degradasi estrogen di hati
dan penurunan estrogen di urin pada wanita menopause, tetapi
berdasarkan pengamatan tidak ada perbedaan kadar estrogen antar
perokok dan bukan perokok pada wanita menopause. Pada laki laki ,
merokok dikaitkan dengan kadar estrogen endogen (Todoroki,
2010).
c. Patofisiologi
Terdapat tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu
kolesterol yakni sebagai berikut :
- Hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu
- Percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol
- Gangguan motilitas kandung empedu dan usus
Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis
empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktifitas enzim
βglucuronidase bakteri dan manusia (endogen) memegang peran kunci
dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur. Hidrolisis
bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi
yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim β-
glucuronidase bakteri berasal dari kuman E. coli dan kuman lainnya di
saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone yang
konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan
rendah lemak. Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung
empedu dan jarang pada saluran empedu lainnya. Batu empedu
menyebabkan obstruksi duktus sistikus sehingga meningkatkan tekanan
diduktus biliaris dan kontraksi peristaltik sehingga akan muncul rekasi
mual, muntah, anoreksi, serta terjadi peningkatan suhu tubuh (Smeltzer et
al., 2010).
d. Manifestasi Klinis
Sebagian besar gejala yang timbul apabila batu menyumbat aliran
empedu, yang sering terjadi karena batu kecil melewati ke dalam duktus
koledokus. Penderita batu empedu sering memiliki gejala kolesistitis akut
atau kronik. Bentuk akut ditandai oleh nyeri hebat mendadak pada
epigastrium atau abdomen kuadran kanan atas, nyeri menyebar
kepunggung dan bahu kanan. Penderita dapat berkeringan banyak atau
berjalan mondar-mandir atau berguling kekanan dan kekiri diatas tempat
tidur. Nausea dan muntah sering terjadi. Nyeri dapat berlangsung berjam-
jam atau dapat kambuh kembali setelah remisi parsial. Gejala kolesistitis
kronik mirip dengan akut tetapi beratnya njri dan tanda-tanda fisik kurang
nyata. Pasien sering memiliki riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri
ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama (Price & Wilson, 2013).
e. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik Menurut Price &Wilson (2013)
adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien dilakukan pemeriksaan darah yaitu bilirubin, tes
fungsi hati, dan enzim pankreatik. Hasil yang diperoleh,
diantaranya :
- Meningkatnya serum kolesterol
- Meningkatnya fosfolipid
- Menurunnya ester kolesterol
- Meningkatnya protrombin serum time
- Tes fungsi hati ; meningkatnya bilirubin total lebih dari
3mg/dL, transaminase (serum glumatic-pyruvic transaminase
dan serum glutamic-oxaloacetic transaminase) meningkat pada
pasien choledocholithiasis dengan komplikasi cholangitis,
pankreatitis atau keduanya.
- Menurunnya urobilirubin.
- Jumlah darah ; meningkatnya sel darah putih sebagai tanda
adanya infeksi atau inflamasi, tapi penemuan ini non-spesifik.
- Meningkatnya serum amylase/lipase, bila pankreas terlibat
yaitu pankreatitis akut akibat komplikasi choledocholithiasis
atau bila ada batu di duktus utama.
- Kultur darah ; seringkali positif pada cholangitis.
- Leukosit : 12.000 – 15.000 /iu (N : 5000 – 10.000 iu).
- Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
- Amilase serum meningkat.( N: 17 – 115 unit/100ml).
- Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun
karena obstruksi sehingga menyebabkan penurunan absorbsi
vitamin K.(cara Kapilar : 2 – 6 mnt).
2. Foto polos abdomen : memperlihatkan densitas kalsifikasi pada
kandung empedu, cabang-cabang saluran empedu (batu empedu),
pankreas, hati.
3. USG (Ultrasonografi) : Metode untuk mendeteksi batu empedu,
dapat diandalkan untuk mendeteksi dilatasi saluran empedu dan
massa padat, kista, abses, kelainan struktur
4. CT-Scan : Pada hati,kandung empedu, pankreas, dan limpa dapat
menunjukkan batu, massa padat, kista abses, kelainan struktur
5. MRI : pemakaian hampir sama seperti CT-Scan tetapi kepekaan
lebih tinggi sehingga dapat mendeteksi aliran darah dan sumbatan
pembuluh darah
6. Kolesistografi Oral : Proses konjugasi dan ekresi zat warna oleh
hati memungkinkan terlihatnya kandung empedu dan saluran
empedu sehingga batu empedu akan terlihat
7. Kolangiogram transhepatika perkutan (THC) : Zat warna yang
diberikan melalui suntikan perkutan dimasukkan ke dalam saluran
empedu untuk membantu membedakan duktus intrahepatik dan
penyebab obstruksi bilier atau kolestasis.
Cedera tulang belakang, puasa Kehamilan multipel Anemia hemolitik Bakteri (kolangitis,
berkepanjangan, atau pemberian diet Sirosis hepatis kolesistisis)
nutrisi total parenteral (TPN, Total Peningkatan kadar
parental nutrition), dan penurunan berat progestoren Bilirubin tak Penurunan
badan yang b.d kalori & pembatasan terkonjugasi pembentukan misel
lemak (mis. diet, vagotomi, dan operasi Statis bilier
bypass lambung) Kalsium bilirubinat Kalsium palmitat
Penyakit crhon Penurunan dan stearat
Reseksi usus garam empedu
Batu pigmen
Obesitas, resistensi insulin,
Batu kolestrol
diabetes melitus tipe II,
hipertensi, dan hiperlipidemia
Batu empedu
Peningkatan Ikterus
sekresi kolestrol Oklusi dan
obstruksi dari batu
c. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan Umum : Umumnya berada pada keadaan berat
- TTV : meliputi nadi, tekanan darah, suhu, dan pola pernapasan
- Head To Toe :
a. Kepala
Inspeksi: kesimetrisan kepala, kebersihan rambut dan kulit
kepala, kekuatan rambut, lesi, dan hematoma
Palpasi: ada edema atau tidak, adanya nyeri tekan atau tidak.
b. Mata
Inspeksi : Kesimetrisan mata, pemeriksaan konjungtiva,
sklera, refleks cahaya, ukuran pupil
Palpasi: Pemeriksaan edema di palpebra
c. Hidung
Inspeksi: kesimetrisan, adanya sekret atau tidak, terpasang
NGT atau tidak
Palpasi: pemeriksaan adanya benjolan atau massa di dalam
hidung
d. Telinga
Inspeksi: Kesimetrisan, adanya sekret atau tidak, ada atau
tidaknya pengeluaran darah atau cairan dari telinga
Palpasi: Pemeriksaan adanya edema dibagian telinga
e. Mulut
Inspeksi: Kesimetrisan, pemeriksaan mukosa bibir, lidah,
adanya gigi berlubang atau tidak, caries atau tidak,
pemeriksaan tonsil, kesulitan menelan atau tidak.
f. Leher
Palpasi : Pemeriksaan adanya pembesaran kelenjar getah
bening atau kelenjar thyroid, biasanya ada kaku kuduk
g. Paru-paru
Inspeksi: menilai kesimetrisan dinding dada
Palpasi: menilai getaran paru saat mengucapkan “tujuh-
tujuh” dan menilai pengangkatan dada kiri dan kanan sama
atau berbeda
Perkusi: menilai paruparu dengan cara mengetuk
Auskultasi: mendengarkan suara paru-paru, apakah ada
bunyi tambahan.
h. Jantung
Inspeksi: melihat denyut ictus kordis tampak atau tidak
Palpasi: meraba denyut ictus kordis teraba pada SIC V
disebelah 1 jari medial linea midklavikularis sinistra
(kondisi normal)
Perkusi: menentukan batas jantung
Auskultasi: mendengarkan suara jantung, apakah ada bunyi
tambahan.
i. Abdomen
Inspeksi: melihat keadaan perut
Palpasi : meraba hepar dan limfe apakah mengalami
pembesaran atau tidak
Perkusi: mengetuk di seluruh kuadran permukaan abdomen
Auskultasi: mendengarkan bising usus klien
j. Ekstremitas
Mengobservasi keadaan kedua ekstremitas atas dan bawah.
Menilai kekuatan otot, gangguan pada ekstremitas, adanya
lesi atau luka, dan alat yang terpasang pada ekstremitas
k. Kulit
Mengobservasi keadaan kulit seperti sianosis, turgor, adanya
luka, lecet dan kerusakan yang terjadi pada kulit. Penilaian
pengisian kapilar refill.
l. Genitalia
Kaji apakah klien terpasang kateter atau tidak dan gangguan
lain yang dirasakan
dengan kerusakan jaringan adekuat atau - Panjangnya episode nyeri (5) komprehensif dengan teknik PQRST
potensial yang digambarkan sebagai - Mengerang dan menangis (5) b. Gunakan strategi komunikasi
kerusakan awitan tiba-tiba atau lambat - Ekspresi wajah nyeri (5) terapeutik untuk mengetahui
yang dapat diantisipasi dengan durasi - Kehilangan nafsu makan (5) c. Berikan informasi mengenai nyeri,
kurang dari 3 bulan - Berkeringat berlebihan (5) seperti penyebab nyeri, berapa lama