Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

KOLELITIASIS

1. Landasan Teoritis Kolelitiasis


a. Pengertian
Kolelitiasis merupakan inflamasi akut atau kronik dari kandung
empedu, biasanya berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut
pada duktus kistik yang menyebabkan adanya distensi pada kandung
empedu (william, 2005). Kolelitiasis kepada penyakit batu empedu yang
dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam ductus
koledokus, atau pada keduanya. Batu empedu sebagian besar terbentuk di
dalam kandung empedu (kolesistolitiasis), apabila batu ini berpindah
kedalam saluran empedu atau ductus koledokus disebut koledokolitiasis.
Sebagian besar batu ductus koledokus (koledokolitiasis) berasal dari
kandung empedu, akan tetapi bisa terbentuk primer di dalam saluran
empedu ekstrahepatik maupun intrahepatik (Wibowo, 2009).

b. Etiologi
Etiologi dari batu empedu belum diketahui secara pasti, tetapi
beberapa mekanisme yang diduga menjadi penyebab terbentuknya batu
empedu yaitu perubahan susunan empedu akibat gangguan metabolisme,
stasis empedu, dan infeksi pada kandung empedu (Brunikardi et al.,
2015). Komposisi cairan empedu normal mengandung 70% garam
empedu, 22% fosfolipid, 4% kolesterol, 3% protein, dan 0,3% bilirubin
(Price & Wilson, 2013).
Batu empedu terbentuk akibat stasis dari cairan empedu, yang
terjadi ketika empedu tidak di kosongkan sepenuhnya dari kantung
empedu, yang mengakibatkan empedu berubah menjadi seperti lumpur
dan akhirnya berubah menjadi batu. Obstruksi pada bilier atau saluran
empedu juga dapat menyebabkan batu empedu seperti striktur bilier dan
kanker pancreas. Jenis batu empedu bermacam-macam tergantung dari
penyebabnya masing masingnya. Penyebab batu empedu paling sering
adalah pengendapan kolesterol akibat peningkatan kadar kolesterol yang
kemudian akan terbentuk batu kolesterol (Gustawan, 2007)
Batu kolesterol adalah jenis batu yang paling banyak ditemukan
yaitu sebanyak 90% dari semua penderita batu empedu mengalami jenis
batu kolesterol. Bentuk kedua adalah batu berpigmen, batu ini terbentuk
akibat dari peningkatan kadar bilirubin yang tersimpan dalam kantung
empedu akibat dari peningkatan kerusakan sel darah merah dalam
pembulu darah. Bentuk ketiga adalah batu campuran yang merupakan
kombinasi dari kalsium karbonat atau kalsium fosfat, kolesterol dan
cairan empedu. Bentuk keempat adalah batu kalsium, batu ini biasanya
ditemukan pada pasien hiperkalsemia dan biasanya ditemukan bersamaan
dengan batu ginjal (Gustawan, 2007).
Faktor Resiko terjadinya batu empedu adalah sebagai berikut :
- Usia
Umur menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya batu empedu.
Penyakit batu empedu jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun.
Pada bayi dan anakanak, batu yang paling umur terjadi adalah batu
pigmen, dimana hal ini berhubungan dengan hemolysis atau penyakit
kronis seperti kistik fibrosis, thalassemia mayor, dan anemia sel
sabit. Risiko untuk terkena kolelithiasis sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia >40 tahun cendrung
menderita empedu 4-10 kali lebih berisiko dibanding dengan usia
yang lebih muda (Shaffer, 2006)
- Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan faktor risiko yang berpengaruh untuk batu
empedu, dimana wanita memiliki risiko 2 kali lipat terkena batu
empedu dibandingkan dengan pria. Hal ini dikarenakan akibat
hormone estrogen, yang berpengaruh terhadap peningkatan eksresi
kolesterol oleh kantung empedu. Kehamilan juga ditemukan
berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Batu empedu lebih
sering ditemukan pada wanita-wanita multipara (paritas 4 atau lebih)
(Reshetnyak, 2012)
- Obesitas
Pada obesitas terjadi perubahan pada metabolism kolesterol dimana
akan meningkatkan sekresi kolesterol dan juga gangguan motilitas
kandung empedu, yang memicu terbentuknya batu (Getachew, 2008)
- Diabetes Melitus
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolik yang disebabkan
oleh kekurangan insulin, yang secara klinis berdampak pada
peningkatan gula atau glukosa dalam darah. Pada penderita diabetes
mellitus terjadi efek pathogenesis berupa peningkatan kadar
kolesterol, hipomotilitas, dan peningkatan nukleasi sehingga dapat
meningkatkan risiko terbentuknya batu empedu (Purnomo, 2008)
- Merokok
Kadar estrogen diduga menjadi penyebab meningkatnya risiko
terbentuknya batu empedu pada wanita yang merokok, Merokok
diduga berhubungan dengan peningkatan degradasi estrogen di hati
dan penurunan estrogen di urin pada wanita menopause, tetapi
berdasarkan pengamatan tidak ada perbedaan kadar estrogen antar
perokok dan bukan perokok pada wanita menopause. Pada laki laki ,
merokok dikaitkan dengan kadar estrogen endogen (Todoroki,
2010).

c. Patofisiologi
Terdapat tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu
kolesterol yakni sebagai berikut :
- Hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu
- Percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol
- Gangguan motilitas kandung empedu dan usus
Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis
empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktifitas enzim
βglucuronidase bakteri dan manusia (endogen) memegang peran kunci
dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur. Hidrolisis
bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi
yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim β-
glucuronidase bakteri berasal dari kuman E. coli dan kuman lainnya di
saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone yang
konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan
rendah lemak. Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung
empedu dan jarang pada saluran empedu lainnya. Batu empedu
menyebabkan obstruksi duktus sistikus sehingga meningkatkan tekanan
diduktus biliaris dan kontraksi peristaltik sehingga akan muncul rekasi
mual, muntah, anoreksi, serta terjadi peningkatan suhu tubuh (Smeltzer et
al., 2010).

d. Manifestasi Klinis
Sebagian besar gejala yang timbul apabila batu menyumbat aliran
empedu, yang sering terjadi karena batu kecil melewati ke dalam duktus
koledokus. Penderita batu empedu sering memiliki gejala kolesistitis akut
atau kronik. Bentuk akut ditandai oleh nyeri hebat mendadak pada
epigastrium atau abdomen kuadran kanan atas, nyeri menyebar
kepunggung dan bahu kanan. Penderita dapat berkeringan banyak atau
berjalan mondar-mandir atau berguling kekanan dan kekiri diatas tempat
tidur. Nausea dan muntah sering terjadi. Nyeri dapat berlangsung berjam-
jam atau dapat kambuh kembali setelah remisi parsial. Gejala kolesistitis
kronik mirip dengan akut tetapi beratnya njri dan tanda-tanda fisik kurang
nyata. Pasien sering memiliki riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri
ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama (Price & Wilson, 2013).
e. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik Menurut Price &Wilson (2013)
adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien dilakukan pemeriksaan darah yaitu bilirubin, tes
fungsi hati, dan enzim pankreatik. Hasil yang diperoleh,
diantaranya :
- Meningkatnya serum kolesterol
- Meningkatnya fosfolipid
- Menurunnya ester kolesterol
- Meningkatnya protrombin serum time
- Tes fungsi hati ; meningkatnya bilirubin total lebih dari
3mg/dL, transaminase (serum glumatic-pyruvic transaminase
dan serum glutamic-oxaloacetic transaminase) meningkat pada
pasien choledocholithiasis dengan komplikasi cholangitis,
pankreatitis atau keduanya.
- Menurunnya urobilirubin.
- Jumlah darah ; meningkatnya sel darah putih sebagai tanda
adanya infeksi atau inflamasi, tapi penemuan ini non-spesifik.
- Meningkatnya serum amylase/lipase, bila pankreas terlibat
yaitu pankreatitis akut akibat komplikasi choledocholithiasis
atau bila ada batu di duktus utama.
- Kultur darah ; seringkali positif pada cholangitis.
- Leukosit : 12.000 – 15.000 /iu (N : 5000 – 10.000 iu).
- Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
- Amilase serum meningkat.( N: 17 – 115 unit/100ml).
- Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun
karena obstruksi sehingga menyebabkan penurunan absorbsi
vitamin K.(cara Kapilar : 2 – 6 mnt).
2. Foto polos abdomen : memperlihatkan densitas kalsifikasi pada
kandung empedu, cabang-cabang saluran empedu (batu empedu),
pankreas, hati.
3. USG (Ultrasonografi) : Metode untuk mendeteksi batu empedu,
dapat diandalkan untuk mendeteksi dilatasi saluran empedu dan
massa padat, kista, abses, kelainan struktur
4. CT-Scan : Pada hati,kandung empedu, pankreas, dan limpa dapat
menunjukkan batu, massa padat, kista abses, kelainan struktur
5. MRI : pemakaian hampir sama seperti CT-Scan tetapi kepekaan
lebih tinggi sehingga dapat mendeteksi aliran darah dan sumbatan
pembuluh darah
6. Kolesistografi Oral : Proses konjugasi dan ekresi zat warna oleh
hati memungkinkan terlihatnya kandung empedu dan saluran
empedu sehingga batu empedu akan terlihat
7. Kolangiogram transhepatika perkutan (THC) : Zat warna yang
diberikan melalui suntikan perkutan dimasukkan ke dalam saluran
empedu untuk membantu membedakan duktus intrahepatik dan
penyebab obstruksi bilier atau kolestasis.

f. Penatalaksaan Medis dan Keperawatan


1. Penatalaksanaan Medis
a) Tatalaksana Non Bedah
 Disolosi
Terapi ini merupakan terapi jangka panjang
menggunakan urodisol, dimana urodisol akan
melarutkan batu kolesterol yang ada di kandung
empedu. Urodisol menurunkan saturasi kolesterol
empedu dengan menghambat sekresi kolesterol. Terapi
garam empedu mempunya indikasi tertentu, dimana
batu empedu harus dalam ukuran <5mm dan tidak
terdapat kandungan kalsium, dan tidak ada hambatan
aliran empedu dari kandung empedu ke saluran empedu
(Wibowo, 2017).
 Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Metode ini menggunakan dua cara yakni terapi oral
asam empedu dan fragmentasi batu empedu. Tujuan
dari terapi ESWL adalah terbentuknya fragmen-
fragmen yang berukuran kecil <3mm yang dapat
melewati duktus sistikus dan duktus koledukus
sehingga dapat dibuang ke duodenum. Fragmen yang
tersisa dikandung empedu dilarutkan oleh urodisol
yang diberikan beberapa minggu sebelum dan bersama
dengan ESWL, dan dilanjutkan beberapa bulan sampai
batu tidak terlihat lagi (Wibowo, 2017)
b) Tatalaksana Bedah
Pasien dengan batu simptomatik dapat dibedakan menjadi
dua kategori yaitu: yang memiliki kolik bilier dan yang
memiliki komplikasi. Kolesistektomi laparoskopik
dianjurkan untuk pasien dengan batu empedu simptomatik.
Kolesistektomi atau pengangkatan kandung empedu
merupakan salah satu prosedur abdominal yang paling
umum dan merupakan prosedur definitive untuk batu
empedu simptomatik. Kolesistektomi terbuka merupakan
penatalaksanaan yang aman dan efektif untuk kolesistitis
akut dan kronik (Chari, 2017).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pengobatan paliatif untuk pasien ini adalah dengan
menghindari makanan yang kandungan lemak tinggi. Manajemen
terapi :
- Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
- Observasi keadaan umum dan pemeriksaan tanda-tanda
vital
- Pemasangan infus terkait program cairan elektrolit dan
glukosa untuk menghindari syok (kolaborasi)
- Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (Kolaborasi).
g. WOC

Cedera tulang belakang, puasa Kehamilan multipel Anemia hemolitik Bakteri (kolangitis,
berkepanjangan, atau pemberian diet Sirosis hepatis kolesistisis)
nutrisi total parenteral (TPN, Total Peningkatan kadar
parental nutrition), dan penurunan berat progestoren Bilirubin tak Penurunan
badan yang b.d kalori & pembatasan terkonjugasi pembentukan misel
lemak (mis. diet, vagotomi, dan operasi Statis bilier
bypass lambung) Kalsium bilirubinat Kalsium palmitat
Penyakit crhon Penurunan dan stearat
Reseksi usus garam empedu

Batu pigmen
Obesitas, resistensi insulin,
Batu kolestrol
diabetes melitus tipe II,
hipertensi, dan hiperlipidemia
Batu empedu

Peningkatan Ikterus
sekresi kolestrol Oklusi dan
obstruksi dari batu

Intervensi bedah, Obstruksi duktus sistikus


Intervensi litotripsi, Pola nafas tidak efektif atau duktus biliaris
Intervensi endoskopik
Tekanan di duktus biliaris akan
meningkat dan peningkatan
Respons kontraksi peristaltik
Preoperatif Pascaoperatif lokal saraf

Respon psikologis Port de entree Gangguan Respons


Nyeri
Misinterpretasi perawatan dan pasca bedah gastrointestinal sistemik
penatalaksanaan pengobatan
Kerusakan
Resiko infeksi Mual, muntah, Peningkatan
jaringan
Kecemasan anoreksia suhu tubuh
pascabedah
pemenuhan
informasi Sumber : Hipertemi
Intake nutrisi Price, 2013
Kelelahan, malaise, dan cairan
pemakaian energi tidak adekuat
berlebihan pasca nyeri
Penurunan Resiko
Ketidakseimbangan cairan tubuh ketidakseimbangan
Intoleransi aktivitas
nutrisi kurang dari cairan dan elektrolit
kebutuhan

(Sumber : Smeltzer et al, 2010).


2. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Nursalam (2011) pengkajian merupakan suatu upaya
pengumpulan data secara lengkap identitas sampai ke evaluasi status
kesehatan.
Pengkajian identitas pasien meliputi : nama inisial, umur, jenis
kelamin, suku bangsa, agama, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah
sakit, cara masuk, diagnosa medis, alasan rawat, keluhan utama
a. Riwayat Kesehatan
- Keluhan Utama
Keluhan utama : sakit perut sisi kanan atas, nyeri yang berpindah-
pindah menjalar kadang sampai pundak, mual, muntah, perut
terasa kembung, kulit berwarna kuning (apabila batu empedu
menghalangi saluran empedu), suhu badan tinggi (demam).
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Data dapat diperoleh dari kronlogis kejadian sampai muncul
masalah dan keluhan utama. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri
perut kanan atas yang dapat menyebar ke punggung dan bahu
kanan. Selain itu pasien juga mengalami mual, muntah, kembung
dan flatus.
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu dikaji apakah pasien sebelumnya memiliki riwayat ginjal,
kebiasaan makan makanan berlemak, konsumsi minum putih,
aktivitas yang sedikit. Riwayat pernah dirawat di rumah sakit,
pernah mengalami operasi, serta riwayat penggunaan obat-obatan
sebelumnya.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga klien apakah memiliki riwayat
Diabetes Melitus, Hipertensi, serta penyakit menular.
b. Pengkajian 11 fungsional gordon
- Pola Persepsi – Manajemen Kesehatan
Biasanya pasien datang setelah merasakan keluhan nyeri
abdomen. Pada pola ini menggambarkan persepsi, pemeliharaan
dan penanganan kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan, dan
penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun tujuan,
pengetahuan tentang praktek kesehatan.
- Pola Nutrisi
Pada penderita batu empedu biasanya hal yang perlu dikaji ialah
kebiasaan makan makanan yang berlemak dan berkolesterol
tinggi. Pada pola ini menggambarkan masukan Nutrisi, balance
cairan dan elektrolit, nafsu makan, pola makan, diet, fluktuasi BB
dalam 6 bulan terakhir, kesulitan menelan, mual/muntah,
Kebutuhan jumlah zat gizi, masalah /penyembuhan kulit,
makanan kesukaan. Pada pasien post operasi akan mengalami
nyeri dan biasanya terjadi perubahan nafsu makan yang menurun.
- Pola Eliminasi
Menggambarkan karakteristik BAB/BAK dengan mengkaji
kebiasaan defekasi atau kebiasaan berkemih, serta masalah
sebelum dan saat dirawat di RS serta penggunaan alat bantu
eliminasi di RS.
- Pola Tidur dan Istirahat
Pola tidur menggambarkan, istirahat dan persepasi tentang
energy. Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama
tidur, insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh
letih. Pasien post operasi biasanya kesulitan untuk tidur dan
beristirahat karena merasakan nyeri.
- Pola Kognitif Perseptual
Pasien kolelitiasis biasanya tidak memiliki masalah dalam
penglihatan, pendengaran, dan pembauan. Pasien post
laparatskopi biasanya mengeluhkan nyeri pada daerah bekas
operasi, nyeri yang dirasakan biasanya mengganggu aktivitas
pasien
- Pola Konsep Diri dan Persepsi Diri
Pola ini menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi
terhadap kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain
gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan ide diri sendiri.
Pada umumnya pasien mengalami gangguan konsep diri, biasanya
pasien merasa sudah tidak bisa melaksanakan perannya
sebagaimana mestinya. Pasien merasakan cemas dan takut kalau
ditinggal pasangan.Merasa tidak berdaya dan berguna lagi.
- Pola Peran dan Hubungan
Pola ini menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran
pasien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal
pasien Pekerjaan, tempat tinggal, tidak punya rumah, tingkah laku
yang passive/agresif teradap orang lain, masalah keuangan dll.
- Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang actual atau
dirasakan terkait reproduksi.
- Pola Koping- Toleransi Stress
Selama dirawat klien biasanya didukung oleh keluarga lain
yang berdekatan rumah, maupun berjauhan, karena klien tidak
memiliki kemampuan finansial selama dirawat dirumah sakit
- Pola Keyakinan dan Nilai
Penderita cedera kepala tidak dapat beribadah dengan baik.
Hal ini di karenakan penderita mengalami penurunan kesadaran

c. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan Umum : Umumnya berada pada keadaan berat
- TTV : meliputi nadi, tekanan darah, suhu, dan pola pernapasan
- Head To Toe :
a. Kepala
Inspeksi: kesimetrisan kepala, kebersihan rambut dan kulit
kepala, kekuatan rambut, lesi, dan hematoma
Palpasi: ada edema atau tidak, adanya nyeri tekan atau tidak.

b. Mata
Inspeksi : Kesimetrisan mata, pemeriksaan konjungtiva,
sklera, refleks cahaya, ukuran pupil
Palpasi: Pemeriksaan edema di palpebra
c. Hidung
Inspeksi: kesimetrisan, adanya sekret atau tidak, terpasang
NGT atau tidak
Palpasi: pemeriksaan adanya benjolan atau massa di dalam
hidung
d. Telinga
Inspeksi: Kesimetrisan, adanya sekret atau tidak, ada atau
tidaknya pengeluaran darah atau cairan dari telinga
Palpasi: Pemeriksaan adanya edema dibagian telinga
e. Mulut
Inspeksi: Kesimetrisan, pemeriksaan mukosa bibir, lidah,
adanya gigi berlubang atau tidak, caries atau tidak,
pemeriksaan tonsil, kesulitan menelan atau tidak.
f. Leher
Palpasi : Pemeriksaan adanya pembesaran kelenjar getah
bening atau kelenjar thyroid, biasanya ada kaku kuduk
g. Paru-paru
Inspeksi: menilai kesimetrisan dinding dada
Palpasi: menilai getaran paru saat mengucapkan “tujuh-
tujuh” dan menilai pengangkatan dada kiri dan kanan sama
atau berbeda
Perkusi: menilai paruparu dengan cara mengetuk
Auskultasi: mendengarkan suara paru-paru, apakah ada
bunyi tambahan.
h. Jantung
Inspeksi: melihat denyut ictus kordis tampak atau tidak
Palpasi: meraba denyut ictus kordis teraba pada SIC V
disebelah 1 jari medial linea midklavikularis sinistra
(kondisi normal)
Perkusi: menentukan batas jantung
Auskultasi: mendengarkan suara jantung, apakah ada bunyi
tambahan.
i. Abdomen
Inspeksi: melihat keadaan perut
Palpasi : meraba hepar dan limfe apakah mengalami
pembesaran atau tidak
Perkusi: mengetuk di seluruh kuadran permukaan abdomen
Auskultasi: mendengarkan bising usus klien
j. Ekstremitas
Mengobservasi keadaan kedua ekstremitas atas dan bawah.
Menilai kekuatan otot, gangguan pada ekstremitas, adanya
lesi atau luka, dan alat yang terpasang pada ekstremitas
k. Kulit
Mengobservasi keadaan kulit seperti sianosis, turgor, adanya
luka, lecet dan kerusakan yang terjadi pada kulit. Penilaian
pengisian kapilar refill.
l. Genitalia
Kaji apakah klien terpasang kateter atau tidak dan gangguan
lain yang dirasakan

2. Perumusan Diagnosa Keperawatan


a. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif berhubungan dengan trauma
kepala
b. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan Sekresi yang
tertahan
c. Resiko Infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh
primer
(NANDA, 2018)
3. Outcome (Luaran) dan Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi Keperawatan


1. Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang Status Nutrisi : Asupan nutrisi 1.
dari Kebutuhan Tubuh (0002) (NOC,2016) Aktivitas :
(NANDA, 2018) Indikator :  Tentukan stats gizi pasien dan
Defenisi : asupan nutrisi tidak cukup - Asupan kalori (5) kemampuan untuk memenuhi
untuk memenuhi kebutuhan - Asupan protein (5) kebutuhan gizi
metabolik - Asupan lemah (5)  Identifikasi adanya alergi/
Batasan Karakteristik : - Asupan karbohidrat (5) intoleransi makanan
- Kram Abdomen - Asupan serat (5)  Instruksikan pasien mengenai
- Nyeri abdomen - Asupan protein (5) kebutuhan nutrisi
- Penurunan BB dari 20% - Asupan mineral (5)  Tentukan jumlah kalori dan nutrisi
rentang ideal Keterangan : yang dibutuhkan untuk memenuhi
- Kerapuhan kapiler 5 : sepenuhnya adekuat persyaratan gizi
- Diare  Kolaborasi pengaturan diet yang
- Bising usus hiperaktif diperlukan
- Tonus otot menurun  Anjurkan pasien terkait dengan
- Membran mukosa pucat kebutuhan diet untuk kondisi sakit
- Ketidakmampuan memakan
makanan  Monitor kalori dan asupan
- Penurunan nafsu makan makanan
 Monitor kecenderungan terjadinya
penurunan dan kenaikan berat
badan
2.
Aktivitas :
 Pantau kadar elektrolit yang
abnormal
 Monitor perubahan status paru
atau jantung yang menunjukkan
kelebihan cairan/dehidrasi
 Dapatkan spesimen laboratorium
untuk pemantauan perubahan
cairan/ elektrolit
 Berikan cairan, yang sesuai
 Pastikan bahwa larutan IV yang
mengandung elektrolit diberikan
dengan aliran yang konstan
 Jaga pencatatan intake dan
output yang akurat
Nyeri Akut (00132) (NANDA, 2018) Tingkat Nyeri (NOC, 2016) 1. Manajemen Nyeri (NIC, 2016)
Defenisi : Pengalaman sensori dan Kriteria hasil : Aktivitas :
emosional tidak menyenangkan berkaitan - Nyeri yang dilaporkan (5) a. Lakukan pengkajian nyeri

dengan kerusakan jaringan adekuat atau - Panjangnya episode nyeri (5) komprehensif dengan teknik PQRST

potensial yang digambarkan sebagai - Mengerang dan menangis (5) b. Gunakan strategi komunikasi

kerusakan awitan tiba-tiba atau lambat - Ekspresi wajah nyeri (5) terapeutik untuk mengetahui

dengan intensitas ringan sampai berat, - Agitasi (5) pengalaman nyeri

yang dapat diantisipasi dengan durasi - Kehilangan nafsu makan (5) c. Berikan informasi mengenai nyeri,

kurang dari 3 bulan - Berkeringat berlebihan (5) seperti penyebab nyeri, berapa lama

Batasan Karakteristik : Keterangan : nyeri akan dirasakan dan diantisipasi

- Perubahan selera makan 1: Berat dari ketidaknyamanan akibat

- Diaforesis 5 : Tidak ada prosedur.

- Perilaku distraksi d. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen

- Skala nyeri dilaporkan nyeri

- Perilaku ekspresif e. Dorong pasien untuk memonitor

- Ekspresi wajah nyeri nyeri dan menangani nyerinya

- Sikap tubuh melindungi dengan tepat.


f. Kolaborasi dengan pasien, orang
- Putus Asa terdekat dan tim kesehatan lainnya
- Fokus menyempit untuk memilih dan
- Dilatasi pupil mengimplementasikan tindakan
- Fokus pada diri sendiri penurunan nyeri sesuai kebutuhan.
2. Pemberian Analgesik
Aktivitas :

1. Tentukan lokasi, karakteristik,


kualitas, dan keparahan nyeri
sebelum mengobati klien
2. Cek perintah pengobatan meliputi
obat, dosis, dan frekuensi obat
analgesik yang diresepkan
3. Cek adanya riwayat alergi obat
4. Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah pemberian
analgesik
5. Berikan analgesik sesuai dengan
waktu paruhnya
1. Resiko Infeksi (00004) NANDA, Kontrol resiko Kontrol Infeksi
2018 Indikator Aktivitas :
Defenisi : Rentan mengalami invasi  Memantau faktor resiko  Bersihkan lingkungan setelah
dan multiplikasi organism patogenik lingkungan (5) digunakan
yang dapat mengganggu kesehatan  Menentukan strategi control  Batasi kunjungan
Batasan Karakteristik resiko (5)  Gunakan sabun antimikroba
 Tidak cukup pengetahuan dalam  Menghindari paparan ancaman untuk mencuci tangan
menghindari paparan lingkungan keselamatan (5)  Cuci tangan sebelum dan sesudah
 Trauma  Menggunakan yankes sesuai tindakan keperawatan
 Peningkatan paparan lingkungan kebutuhan (5)  Tingkatkan intake nutrisi dna
terhadap patogen  Menggunakan sistem dukungan cairan
 Penyakit kronis pribadi untuk mengontrol resiko  Berikan antibiotik bila perlu
 Prosedur invasif (5)  Observasi dan laporkan tanda dan
 Tidak adekuat pertahanan  Mengenal perubahan status gejala infeksi seperti kemerahan,
sekunder (penurunan hb, kesehatan (5) panas, nyeri, tumor
leukopenia) Keterangan :  Catat dan laporkan hasil
 Tidak adekuat pertahanan tubuh 5 : secara konsisten menunjukkan laboratorium
primer (trauma jaringan)  Gunakan strategi untuk mencegah
infeksi nosokomial
 Istirahat yang adekuat
 Kaji warna kulit, turgor dan
tekstur, cuci kulit dengan hati-hati
 Pastikan teknik perawatan luka
yang tepat
 Berikan antibiotik sesuai aturan
 Ajari klien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi dan kalau
terjadi melaporkan pada perawat
 Ajarkan klien dan anggota
keluarga bagaimana mencegah
infeksi
Daftar Pustaka

Bulecheck, G. (2016). Nursing Intervention Classification (NIC) Edisi Bahasa


Indonesia. Editor bahasa indonesia : Intansari Nurjannah. Singapore :
Elsevier
Brunicardi, CF. Andersen, D.K, Billiar RT, Dunn LD. (2015).
Schwartz’sPrinciples of Surgery, 10th ed. United Stated: Mc Graw Hill
education
Chari RS, Shah SA. (2007). Sabiston Textbook of Surgery. Biliary System. 18th
ed. USA: Saunders.
Getachew, A(2008). Epidemiology of gallstone disease in Gondar University
Hospital, as seen in the department of radiology. Ethiopian Journal of
Health Development.22(2).
Heardman, H. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2018-2020. Alih Bahasa : Budi Anna Keliat. Jakarta : Kedokteran EGC
Moorhead, S. (2016). Nursing Outcome Classification (NOC) Edisi Bahasa
Indonesia. Editor bahasa indonesia : Intansari Nurjannah. Singapore :
Elsevier
Purnomo, HD. (2008). Diabetes Melitus : Hepatologi dan Endoskopi. Digestive.
Jurnal Gastroenterologi. Semarang : Universitas Diponegoro
Price & Wilson (2013). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Shaffer, EA (2006). Epidemiology of gallbladder stone disease. Best Pract Res
Clin Gastroenterol.20:981-996
Smeltzer. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Wibowo S, Semedi K, dkk. (2009). Editors. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat
De Jong. Saluran empedu dan hati. 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Todoroki, I. (2002). Original Paper : Biliary Disorders Cigarette Smoking ,
Alcohol Use , and Gallstone Risk in Japanese Men. 8582:177-183

Anda mungkin juga menyukai