Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR DISLOKASI HIP FEMUR

Disusun Oleh :
Kirana Nandhito Indra Putra
SN201157

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
KOLELITIASIS

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Batu empedu merupakan deposit kristal padat yang terbentuk dikandung empedu
dimana batu empedu dapat bermigrasi ke saluran empedu sehingga dapat menimbulkan
komplikasi dan dapat mengancam jiwa (Stinton, 2012).
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah pir yang terletak di
bagian sebelah dalam hati (scissura utama hati) di antara lobus kanan dan lobus kiri hati.
Panjang kurang lebih 7,5 – 12 cm, dengan kapasitas normal sekitar 35-50 ml (Stinton,
2012).
Cholelitiasis adalah terdapatnya batu di dalam kandung empedu, yang terdiri dari
90% batu kolesterol dengan komposisi kolesterol lebih dari 50%, atau bentuk campuran
20-50% berunsurkan kolesterol dan predisposisi dari batu kolesterol adalah orang dengan
usia yang lebih dari 40 tahun, wanita, obesitas, kehamilan, serta penurunan berat badan
yang terlalu cepat. (Cahyono, 2014)
2. Klasifikasi
Menurut Nian Afrian (2015) Kolelitiasis digolongkan atas 3 golongan:
a. Batu Kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3
faktor utama:
- Supersaturasi kolesterol
- Hipomotilitas kandung empedu
- Nukleasi atau pembentukan nidus cepat
b. Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium- bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk
akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan
oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit.
Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-
glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas
dan asam glukoronat.
c. Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya
akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi
3. Etiologi
Menurut Nian Afrian (2015) penyebab kolelitiasis adalah:
a. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dengan pria. Ini
dikarenakan oleh hormoneosterogen berpengaruh terhadap peningkatan ekskresi
kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan yang meningkatkan kadar esterogen
juga meningkatkan risiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil dan kontrasepsi dan
terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu
dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
b. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang dengan usia yang lebih muda.
c. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu tinggi, dan juga mengurangi garam empedu
serta mengurangi kontraksi / penggosongan kandung empedu.
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gastrointestinal) mengakibtkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan
dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
f. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
g. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah diabetes,
anemia, sel sabit, trauma, dan ileus pralitik
h. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi
untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan / nutrisi yang melewati intestinal.
Sehingga risiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung
empedu.
4. Manifestasi klinis
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2013) tanda dan gejala kolelitiasis adalah:
a. Sebagian bersifat asimtomatik
b. Nyeri tekan kuadran kanan atas atau midepigastrik samar yang menjalar ke
punggung atau region bahu kanan
c. Sebagian klien rasa nyeri bukan bersifay kolik melainkan persisten
d. Mual dan muntah serta demam
e. Icterus obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa ke
dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat
kulit dan membrane mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan
gejala gatal-gatal pada kulit.
f. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh
pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “clay
colored”
g. Regurgitas gas: flatus dan sendawa
h. Defisiensi vitamin obstruksi aliran empedu juga akan membantu absorbsi vitamin
A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu klien dapat memperlihatkan gejala
defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi atau sumbatan bilier berlangsumg
lama. Penurunan jumlah vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang
normal.
5. Komplikasi
Menurut (Meylinda, 2020) tanda dan gejala kolelitiasis adalah:
a. Kolesistis
Kolesistitis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu
tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung
empedu
b. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang
menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi
terhalang oleh sebuah batu empedu.
c. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung
empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang
berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus
sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang normal.
Kolesistektomi bersifat kuratif.
d. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat
membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.
6. Patofisiologi dan Pathway
Patofisiologi, Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk
mengeluarkan kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun
sebagai garam empedu. Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen
kolesterol yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya
kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu sisanya diangkut dalam lipoprotein,
dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh.
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi garam
empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersamasama ke dalam empedu. Jika konsentrasi
kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi
mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal
kolesterol monohidrat yang padat.
Batu empedu kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori dan pemasukan
lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan penumpukan di dalam tubuh
sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu.
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi di saluran
empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan garam bilirubin kalsium. Bilirubin
adalah suatu produk penguraian sel darah merah.
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu
campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung >50%
kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10%
sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung <20% kolesterol. Faktor yang
mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu,
pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kaslium dalam
kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di
dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid
membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi
(supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan
berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk
dalam kandung empedu, kemudian lama-kelamaan kristal tersebut bertambah ukuran,
beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, billiary
statis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu kandung
empedu. Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama:
1) Supersaturasi kolesterol
2) Hipomotilitas kandung empedu
3) Nukleasi/pembentukan nidus cepat
Pathway Kolelitiasis Gangguan kontraksi kandung Infeksi bakteri dalam
empedu, spasme sfingter Oddi, saluran empedu
hormone kehamilan
Perubahan sekresi ( perlambatan pengosongan
empedu kandung empedu) Unsur sel/bakteri,
mukus, meningkatkan
Stasis bilier viskosita empedu
Sekresi empedu jenuh
kolesterol oleh hati Supersaturasi progresif
Resiko infeksi
Perubahan unsur kimia
Endapan kolesterol dalam
kandung empedu Kerusakan integritas
Pengendapan kulit

Batu empedu Pembedahan


(Laparaskopi)

Obstruksi Obstruksi duktus Kolesistisis akut Kolesistisis


duktus sistikus koledokus kronis

Distensi Gangguan Gangguan Dispepsia,


Penyerapan
kandung absorpsi Eliminasi intoleransi
empedu vitamin A, D, bilirubin lemak,
E, K indirek nyeri ulu
hati,
(tergonjugasi flatulen
Ruptur kandung ) oleh darah.
Penyerapan Urin Fases Interfensi
empedu bilirubin gelap dempu pembedahan
Fundus indirek oleh l
kandung darah.
Penurunan peristaltik Inflamasi
empedu
Ikterus
Gangguan Bersifat iritasi
epigastrium : Makanan tertahan saluran cerna
Pruritus
rasa penuh , dilambung
nyeri, samar,
kuadran kanan Suratun dan
atas Nyeri Akut Resiko deficit nutrisi
Lusianah (2010)
7. Penatalaksanaan
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2013) penatalaksanaan pada kolelitiasis meliputi:
a. Penanganan Non bedah
1) Disolusi Medis
Oral dissolution therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obat-
obatan oral. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non
operatif diantaranya batu kolestrol diameternya
2) ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon
ekstraksi melalui muara yang sudah besar menuju lumen duodenum sehingga batu
dapat keluar bersama tinja. Untuk batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu
atau batu yang terletak di atas saluran empedu yang sempit diperlukan prosedur
endoskopik tambahan sesudah sfingerotomi seperti pemecahan batu dengan
litotripsi mekanik dan litotripsi laser
3) ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah pemecahan batu dengan
gelombang suara.
b. Penanganan bedah
1) Kolesistektomi laparaskopik
Indikasi pembedahan karena menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu
dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2cm. kelebihan yang diperoleh klien
luka operasi kecil (2- 10mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.
2) Kolesistektomi terbuka
Kolesistektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara mengangkat
kandung empedu dan salurannya dengan cara membuka dinding perut (Sahputra,
2016). Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan klien dengan
kolelitiasis sitomatik.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab akibat dari masalah
klien sekarang, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga
nantinya bisa ditentukan masalah yang terjadi dan bagian mana yang terdapat
masalah.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini data yang berasal dari riwayat terdahulu klien apakah ada
bawaan seperti hipertensi, gagal-ginjal diabetes militus, juga bisa dari riwayat
penyakit keluarga, shingga bisa menunjang kesehatan yang lebih tepat.

b. Pola Gordon
1) Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pada klien bisa timbul ketidakadekuatan akan terjadi pada dirinya dan harus
menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya.
Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan
obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian
alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak.
2) Pola Nutrisi dan Metabolik
Pada klien harus mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat baik
dari sayur sayuran maupun buah buhan, serta dianjurkan mengkonsumsi makanan
dan minuman yang rendah lemak.
3) Pola Eliminasi
Pada klien, biasanya terdapat gangguan pada pola eliminasi, dikarenakan terdapat
gangguan pada usus untuk proses pencernaan makanan, tapi walaupun begitu
perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya, warna,
bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
4) Pola Tidur dan Istirahat
Pada klien timbul rasa nyeri, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan
kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya
tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan
obat tidur.
5) Pola Aktivitas dan Latihan
Pada klien karena timbulnya nyeri, maka semua bentuk kegiatan klien, seperti
memenuhi kebutuhan sehari hari menjadi berkurang. Misalnya makan, mandi,
berjalan sehingga kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
6) Pola Hubungan dan Peran
Pada klien akan kehilangan sementara peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap, klien biasanya merasa
rendah diri terhadap perubahan dalam penampilan, klien dapat juga mengalami
emosi yang tidak stabil.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pada klien, merassakan rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dengan keadaan yang sekarang.
8) Pola Kognitif - Perceptual
Pada klien daya rabanya tidak berkurang, lebih banyak merespon kerasa nyrei
yang timbul. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Klien lebih
berfokus pada rasa nyrei dan ketidak nyamanan yang sedang dialami.
9) Pola Reproduksi Seksual
Pada klien, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap dan keterbatasan karena rasa nyeri atau ketidak nyamanan yang
dialami klien.
10) Pola Mekanisme Koping
Pada klien timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yang sekarang Mekanisme
koping yang klien tidak efektif, sehingga mengandalkan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan kpoing klien.
11) Pola Nilai dan Keyakinan
Keyakianan klien supaya bisa melaksanakan atau memenuhi kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi.

c. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan umum. Pemeriksaan tingkat kesadaran, tanda–tanda vital yaitu
tekanan darah, nadi, RR, dan suhu.
2) Pemeriksaan Fisik Head To Toe
a) Kulit. Warna kulit apakah normal, pucat atau sianosis, rash lesi, bintik–bintik,
ada atau tidak. Jika ada seperti apa, warna, bentuknya ada cairan atau tidak,
kelembaban dan turgor kulit baik atau tidak.
b) Kepala. Simetris pada tulang, rambut kering. Adakah terdapat luka jejas
c) Wajah. Adakah terdapat luka jejas.
d) Mata. Pada anak dengan glomerulus nefritis akut biasanya nampak edema
pada kelopak mata, konjungtiva anemis, pupil anisokor, dan skelera anemis
e) Telinga. Bentuk, ukuran telinga, kesimetrisan telinga, warna, ada serumen
atau tidak, ada tanda – tanda infeksi atau tidak, palpasi adanya nyeri tekan
atau tidak
f) Hidung. Bentuk, posisi, lubang, ada lendir atau tidak, lesi, sumbatan,
perdarahan tanda–tanda infeksi, adakah pernapasan cuping hidung atau tidak
dan nyeri tekan.
g) Mulut. Warna mukosa mulut dan bibir, tekstur, lesi dan stomatitis. Langit–
langit keras (palatum durum) dan lunak, tenggorokan, bentuk dan ukuran
lidah, lesi, sekret, kesimetrisan bibir dan tanda–tanda sianosis.
h) Dada. Kesimetrisan dada, adakah retraksi dinding dada, adakah bunyi napas
tambahan (seperti ronchi, wheezing, crackels), adakah bunyi jantung
tambahan seperti (mur mur), takipnea, dispnea, peningkatan frekuwensi,
kedalaman (pernafasan kusmaul).
i) Abdomen. Inspeksi perut tampak membesar, palpasi ginjal adanya nyeri
tekan, palpasi hepar, adakah distensi, massa, dengarkan bunyi bising usus,
palpasi seluruh kuadran abdomen. Biasanya pada Kolelitiasis terdapat nyeri
pada perut bagian kanan atas
j) Genitalia dan rectum. Lubang anus ada atau tidak. Pada laki–laki inspeksi
uretra dan testis apakah terjadi hipospadia atau epispadia, adanya edema
skrotum atau terjadinya hernia serta kebersihan preputium. Sedangkan Pada
wanita inspeksi labia dan klitoris adanya edema atau massa, labia mayora
menutupi labia minora, lubang vagina, adakah secret atau bercak darah.
k) Ekstremitas. Inspeksi pergerakan tangan dan kaki, kaji kekuatan otot, palpasi
ada nyeri tekan, benjolan atau massa.
d. Pemeriksaaan Penunjang (Diagnostik/ Laboratorium)
1) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien kolelitiasis menurut (Sandra
Amelia,2013) adalah:
a) Pemeriksan sinar-X abdomen, dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan
penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang
lain. Namun, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup klasifikasi
untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-X.
b) Ultrasinografi, pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan
kolesistografi oral karena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan dapat
dilakukam pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang
mengalami dilatasi.
c) Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintografi. Koleskintografi
menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan secara intravena. Preparat
ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat diekskresikan ke dalam
sistem bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk
mendapatkan gambar kandung empedu dan percabangan bilier.
d) ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography), pemeriksaan ini
meliputi insersi endoskop serat-optim yang fleksibel ke dalam eksofagus
hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanul dimasukkan ke
dalam duktus koledokus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras
disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk memingkinkan visualisasi
langsung struktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledokus
bagian distal untuk mengambil empedu.
e) Kolangiografi Transhepatik Perkutan, pemeriksaan dengan cara
menyuntikkan bahan kontras langsung ke dalam percabangan bilier. Karena
konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan itu relatif besar, maka semua
komponen pada sistem bilier (duktus hepatikus, duktus koledokus, duktus
sistikus dan kandung empedu) dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas.
f) MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography), merupakan teknik
pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrumen,
dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur
yang terang karena mempunyai intensitassinyal tinggi, sedangkan batu
saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikelilingi
empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok untuk
mendiagnosis batu saluran empedu.
2) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada klien kolelitiasis menurut (Sandra
Amelia,2013) adalah:
a) Darah lengkap : leukositosis sedang (akut)
b) Bilirubin dan amylase serum : meningkat
c) Enzim hati serum : AST (SGOT) ; ALT (SGPT) ; LDH agak meningkat ;
alkalin fosfat dan 5-nukleotidase : ditandai peningkatan obstruksi bilier.
d) Kadar protrombin : menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus
menurunkan absorpsi vitamin K.
e) Kalangopankreatografi retrograde ndoskopik (ERCP) : memeprlihatkan
percabangan bilier dengan kanulasi duktus koledukus melalui duodenum.
f) Kolangiografi transhepatik perkutaeus : pembedaan gambaran dengan
fluoroskopi antara penyakit kandung empedu dan kanker pankreas (bila
ikterik ada)
g) Scan CT : dapat menyatakan kista kandung empedu, diatasi duktus empedu,
dan membedakan antara iketrik obstruksi/ non obstruksi.
h) Scan hati (dengan zat radioaktif) : menunjukkan obstruksi per-cabangan bilier
i) Foto abdomen (multiposisi) : menyatakan gambaran radiologi (klarifikasi)
batu empedu, kalrifikasi dinding atau pembesaran kandung empedu.
j) Foto dada : menunjukkan pernapasan yang menyebabkan pe-nyebaran nyeri

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut, b.d agen pencedera biologis (D.0077)
b. Resiko deficit nutrisi b.d infeksi (D.0036)
c. Resiko infeksi b.d penyakit kronis (D. 0142)
d. Gangguan Eliminasi b.d penurunan kapasitas kandung kemih (D. 0040)

3. Perencanaan keperawatan
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi TTD
DX
1. Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyrei (I.08238)
asuhan keperawatan selama …. Observasi :
Pasien menyatakan nyeri hilang a.Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,
berkurang atau menurun dengan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
kriteria hasil: b. Identifikasi skala nyeri
Tingkat Nyeri (L.08066) c. Identifikasi respons nyeri non verbal
a. Keluhan nyeri menurun d. Identifikasi faktor yang memperberat
b. Meringis menurun dan memperingan nyeri
c. Sikap protektif menurun d. e. Identifikasi pengetahuan dan
Gelisah menurun keyakinan tentang nyeri
e. Kesulitan tidur menurun f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
f. Menarik diri menurun respon nyeri
g. Berfokus pada diri sendiri g. Identifikasi pengaruh nyeri pada
menurun kualitas hidup
h. Diaforesis menurun h. Monitor keberhasilan terapi
i. Perasaan depresi (tertekan) komplementer yang sudah diberikan
menurun i. Monitor efek samping penggunaan
j. Perasaan takut mengalami analgetik
cedera berulang menurun Terapeutik :
k. Anoreksia menurun a. Berikan teknik nonfarmakologis
l. Perineum terasa tertekan untuk mengurangi rasa nyeri
m. Uterus teraba membulat b. kontrol lingkungan yang
menurun memperberat rasa nyeri
n. Ketegangan otot menurun c. fasilitasi istirahat dan tidur
o. Pupil dilatasi menurun d. pertimbangkan jenis dan sumber
p. Muntah menurun nyeri dalam pemilihan strategi
q. Mual menurun meredakan nyeri
r. Frekuensi nadi membaik Edukasi :
s. Pola nafas membaik a. jelaskan penyebab, periode, dan
t. Tekanan darah membaik pemicu nyeri
u. Proses berfikir membaik b. jelaskan strategi meredakan nyeri
v. Fungsi berkemih membaik c. anjurkan memonitor nyeri secara
w. Prilaku membaik mandiri
x. Nafsu makan membaik d. anjurkan menggunakan analgetik
y. Pola tidur membaik secara tepat
e. ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
2 Setelah dilakukan tindakan Manajemen eliminasi urin (I.04152)
asuhan keperawatan selama … Observasi
diharapkan cemas dapat teratasi. a. Identifikasi tanda dan gejala
Dengan kriteria hasil: retensi/inkontensia urin
Eliminasi Urin (L.04043) b. Identifikasi factor yang
a. Sensasi berkemih meningkat menyebabkan inkontensia urin
b. Desakan berkemih menurun c. Monitor eliminasi urin
c. Distensi kandung kemih Teraputik
menurun a. Catat waktu dan haluan
d. Berkemih tidak tuntas berkemih
menurun b. Batasi asupan cairan jika perlu
e. Volume resiko urin menurun c. Ambil sampel urin tengah/kultur
f. Urin menetes menurun Edukasi
g. Nocturia menurun a. Ajarkan tanda dan gejala infeksi
h. Mengompol menurun saluran kemih
i. Enuresis menurun b. Ajarkan mengukur cairan
j. Dysuria menurun haluaran saluran kemih
k. Frekuensi BAK membaik c. Mengambil spess urin
l. Karakteristik urino membaik d. Mengenali tanda berkemih dan
waktu yang tepat untuk
berkemih
e. Ajarkan modalitas penguatan
otot – otot panggul/berkemih
f. Anjurkan minum yang cukup
tidak ada kontra indikasi
Kolaborasi
a. Supostorial uretra

3 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I.03119)


asuhan keperawatan selama … Observasi :
status nutrisi pasien membaik a. Identifikasi status nutrisi
dengan kriteria hasil: b. Identifikasi alergi dan intoleransi
Status Nutrisi (L.03030) makanan
a. Porsi makanan yang dihabiskan c. Identifikasi makanan disukai
meningkat d. Identifikasi kebutuhan kalori dan
b. Berat badan membaik jenis nutrient
c. Indeks massa tubuh membaik e. Identifikasi perlunya penggunaan
d. Frekuensi makan membaik selang nasogastric
e. Nafsu makan membaik f. Monitor asupan makanan
g. Monitor berat badan
h. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
a. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
b. Fasilitas menentukan pedoman diet
c. Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
d. Berikan makanan tinggi seratuntuk
mencegah konstipasi
e. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
f. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
g. Hentikan pemberian makanan
melalui selang nasogastric jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi :
a. Anjarkan posisi duduk, jika perlu
b. Ajarkan diet yang deprogramkan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan, jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang di butuhkan, jika
perlu
4 Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (I.14539)
asuhan keperawatan selama … Observasi :
pasien tidak mengalami infeksi a. Monitor tanda dan gejala infeksi
dengan kriteria hasil: local dan sistemik
Tingkat Infeksi (l.14137) Terapeutik
a. Demam menurun a. Batasi jumlah pengunjung
b. Kemerahan menurun b. Berikan perawatan kulit pada area
c. Nyeri menurun edema
d. Bengkak menurun c. Cuci tangan sebelum dan sesudah
e. Vesikel menurun kontak dengan pasien dan
f. Cairan berbau busuk menurun lingkungan pasien
g. letargi d. Pertahankan teknik aseptic pada
h. Kebersihan tangan meningkat pasien beresiko tinggi
i. Kebersihan badan meningkat Edukasi :
j. Kadar sel darah putih membaik a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
k. Kultur area luka membaik b. Ajarkan cara mencuci tangan
l. Kadar sel darah putih membaik dengan benar
c. Ajarkan etika batuk
d. Jarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka oprasi
e. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
f. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian imunisasi,
jika perlu
4. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir proses keperawatan yang meliputi evaluasi proses
(formatif) dan evaluasi hasil (sumatif) dan mencakup penilaian hasil tindakan asuhan
keperawatan yang telah dilakukan (Martin dan Griffin, 2014).
Evaluasi formatif adalah evalusi yang dilakukan setelah perawat melakukan tindakan
keperawatan yang dilakukan terus menerus hingga mencapai tujuan. Evaluasi somatif
adalah evaluasi yang dilakukan setiap hari setelah semua tindakan sesuai diagnosa
keperawatan dilakukan. Evaluasi somatif terdiri dari SOAP (subjek, objektif, analisis dan
planing).
Subjek berisi respon yang diungkapkan oleh pasien dan objektif berisi respon
nonverbal dari pasien respon respon tersebut didapat setelah perawat melakukan tindakan
keperawatan. Analisis merupakan kesimpulan dari tindakan dalam perencanaan masalah
keperawatan dilihat dari kriteria hasil apakah teratasi, teratasi sebagiam atau belum
teratasi. Sedangkan planing berisi perencanaan tindakan keperawatan yang harus
dilakukan selanjutnya.
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan keberhasilan tujuan
tindakan yaitu tujuan tercapai apabila pasien menunjukan perubahan sesuai kriteria hasil
yang telah ditentukan, tujuan tercapai sebagian apabila jika klien menunjukan
perubuahan pada sebagian kriteria hasil yang telah ditetapkan, tujuan tidak tercapai jika
klien menunjukan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & suddarth. (2014). Keperawatan medikal-bedah edisi 8 vol 2. Jakarta: EGC
Cahyono, Suharjo. (2014). Batu Empedu. Yogyakarta: Kanisus
Meylinda, Eva (2020) Asuhan Keperawatan Pada Pasien Pre Dan Post Operasi
Cholelitiasis Yang Di Rawat Di Rumah Sakit. Samarinda
Nuari Afrian Nian, (2015). Buku ajar asuhan pada gangguan sistem gastrointestinal;
jakartam. TIM.
Nurarif H. Amin & Kusuma Hardi. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-
NOC. Mediaction Publishing.
PPNI (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018), Standar Intervrensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Smeltzer, Suzanne c. (2013). Keperawatan medikal bedah: buku saku dari brunner &
suddarth. Jakarta : EGC
Stinton LM, Shaffer EA. Epidemiology of gallbladder disease: Cholelithiasis and cancer.
Gut Liver. (2012);6(2):172–87.
Suratun dan Lusianah. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Gastrointestinal. TIM. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai