Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Kolelitiasis

Definisi lainnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus.


Kolelitiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk
suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.

Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam


kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya.
Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam
kandung empedu. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan kanan, yang berawal di
sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke belakang vena
kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran empedu
dan kandung empedu. Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi
utama hati. Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati
yang mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai dilepaskan ke
dalam usus.

B. Etiologi

1. Kantong empedu berisi kolesterol yang berlebihan

Biasanya, kantong empedu berisi kandungan yang cukup untuk memecah


kolesterol yang dikeluarkan dari hati. Namun jika hati mengeluarkan
kolesterol lebih banyak dari yang dapat dipecah kantong empedu,
kolesterol tersebut akan mengkristal dan menjadi batu di kantung empedu.

2. Cairan empedu mengandung bilirubin yang berlebihan


Bilirubin merupakan kandungan hasil pemecahan sel darah merah.
Beberapa penyakit menyebabkan hati memproduksi lebih banyak
bilirubin. Penyakit ini misalnya sirosis dan infeksi bilier. Bilirubin yang
berlebihan dapat menyebabkan batu empedu.

3. Kantong empedu tidak dapat kosong secara sempurna

Hal ini membuat cairan empedu menjadi lebih pekat dan mengeras,
sehingga membentuk batu empedu.

C. Faktor Resiko

Menurut Nian Afrian (2015) penyebab kolelitiasis adalah :

1. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dengan
pria. Ini dikarenakan oleh hormoneosterogen berpengaruh terhadap
peningkatan ekskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan yang
meningkatkan kadar esterogen juga meningkatkan risiko terkena
kolelitiasis. Penggunaan pil dan kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen)
dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan
aktivitas pengosongan kandung empedu.
2. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan orang dengan usia yang lebih muda.
3. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka
kadar kolesterol dalam kandung empedu tinggi, dan juga mengurangi
garam empedu serta mengurangi kontraksi / penggosongan kandung
empedu.
4. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gastrointestinal) mengakibtkan gangguan terhadap unsur kimia
dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung
empedu.
5. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
6. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan risiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu
lebih sedikit berkontraksi.
7. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah diabetes,
anemia, sel sabit, trauma, dan ileus pralitik.
8. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan / nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga risiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu
mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di
dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu
(kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan
dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar
melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.
Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu,
sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan
batu empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan.
Infeksi bisa merambat ke saluran empedu sampai ke kantong empedu.
Penyebab paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa
terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong empedu sehingga
cairan yang berada di kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu.
Infeksi tersebut misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di
kantong empedu dapat menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan
pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam. Namun, infeksi lebih sering timbul
akibat dari terbentuknya batu dibanding penyebab terbentuknya batu.

D. Patofisiologis

Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap:

1. Pembentukan empedu yang supersaturasi

2. Nukleasi atau pembentukan inti batu

3. Berkembang karena bertambahnya pengendapan

Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam


pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan
kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama
lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal
kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai
inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam
empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam
empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik
(Garden, 2007).

Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal
kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu
pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri,
fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain
diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan (Hunter, 2007; Garden,
2007).
E. Manifestasi Klinik

1. Perubahan warna urin dan feses

Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat
gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak
kelabu, dan biasanya pekat yang disebut "clay-colored" (Ignatavicius,
2006).

2. Ikterus

Perubahan warna kulit, membran mukosa lain dan sklera menjadi warna
kuning (Ignatavicius, 2006).

3. Rasa nyeri

Pasien mungkin akan merasa nyeri pada abdomen kanan atas yang dapat
menjalar ke punggung dan bahu kanan di- sertai dengan mual dan muntah,
dan akan merubah posisinya secara terus-menerus untuk mengurangi
intensitas nveri (Black, 1997)

4. Defisiensi vitamin

Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorbsi vitamin yang larut


dalam lemak (yaitu vitamin A, D, E dan K).

F. Klasifikasi

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di


golongkankan atas 3 (tiga) golongan (Bateson, 1991; Lesmana, 2006;
Bhangu, 2007).

1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol) (Bhangu, 2007). Batu kolestrol murni
merupakan hal yang jarang ditemui dan prevalensinya kurang dari 10%.
Biasanya merupakan soliter, besar, dan permukaannya halus. Empedu
yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari
90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan
batu kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol
berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu,
senyawa organik dan inorganik lain. Kolesterol dilarutkan di dalam
empedu dalam daerah hidrofobik micelle, sehingga kelarutannya
tergantung pada jumlah relatif garam empedu dan lesitin. Ini dapat
dinyatakan oleh grafik segitiga, yang koordinatnya merupakan persentase
konsentrasi molar garam empedu, lesitin dan kolesterol (Hunter, 2007).
Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam empat tahap:
a. Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
b. Pembentukan nidus.
c. Kristalisasi/presipitasi.
d. Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan
senyawa lain yang membentuk matriks batu.
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang
mengandung < 20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat) Berwarna coklat
atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-
bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk
akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat
disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier,
dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E.
Coli, kadar enzim B- glukoronidase yang berasal dari bakteri akan
dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium
mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari
penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara
infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu
pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang
terinfeksi (Townsend, 2004; Alina, 2008).
b. Batu pigmen hitam. Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak
berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak
terekstraksi (Lesmana, 2006). Batu pigmen hitam adalah tipe batu
yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau
sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat
polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas.
Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu
dengan empedu yang steril (Doherty, 2010).
3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-
50% kolesterol. Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung
kalsium. Batu ini sering ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita
kolelitiasis. batu ini bersifat majemuk, berwarna coklat tua. Sebagian besar
dari batu campuran mempunyai dasar metabolisme yang sama dengan batu
kolesterol (Garden, 2007).
G. Pengkajian

1. Anamnesis
a. Identitas atau biodata pasien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,
status perkawinan, pekerjaan, pendidikan tanggal masuk rumah sakit
nomor registrasi dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
Tentang keluhan yang dirasakan pasien pada saat perawat melakukan
pengkajian pada kontak pertama dengan pasien.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu Penyakit kronis atau menular dan
menurun seperti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis.
2) Riwayat kesehatan sekarang Diisi tentang perjalanan penyakit
pasien, dari pertama kali mengurangi keluhan (diobati dengan obat
apa, dibawa ke puskesmas atau ke pelayanan kesehatan lain),
sampai dibawa kerumah sakit dan menjalani perawatan.
3) Riwayat kesehatan keluarga Adakah penyakit keturunan dalam
keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, kelainan kongenita
hidrosefalus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada
pasien.

2. Pemeriksaan Fisik

H. Pemeriksaan penunjang

Menurut Suratun dan Lusianah (2010) pemeriksaan penunjang kolelitasis :

1. Pemeriksaan sinar X abdomen

a. Ultrasonografi

Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai


prosedur diagnostic pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan
dengan cepat serta akurat dan dapat digunakan pada penderita disfungsi
hati dan icterus.

b. Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintografi

Dalam prosedur ini preparat radioaktif disuntikkan secara intravena.


Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat
disekresikan ke dalam system bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian
saluran empedu untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan
percabangan bilier

c. Kolesistografi
Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu
untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta
mengosongkan isinya. Media kontras yang mengandung iodium yang
disekresikan oleh hati dan dipekatkan dalam kandung empedu diberikan
kepada pasien. Kandung empedu yang normal akan terisi oleh bahan
radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu, bayanganny akan tampak
pada foto rontgen.

2. Pemeriksaan laboratorium

a. Darah lengkap : leukositosis sedang (akut)


b. Bilirubin dan amylase serum : meningkat
c. Enzim hati serum : AST (SGOT) ; ALT (SGPT) ; LDH agak
meningkat ; alkalin fosfat dan 5-nukleotidase : ditandai peningkatan
obstruksi bilier.
d. Kadar protrombin : menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus
menurunkan absorpsi vitamin K.
e. Kalangopankreatografi retrograde ndoskopik (ERCP) :
memeprlihatkan percabangan bilier dengan kanulasi duktus koledukus
melalui duodenum.
f. Kolangiografi transhepatik perkutaeus : pembedaan gambaran dengan
fluoroskopi antara penyakit kandung empedu dan kanker pankreas
(bila ikterik ada)
g. Scan CT : dapat menyatakan kista kandung empedu, diatasi duktus
empedu, dan membedakan antara iketrik obstruksi/ non obstruksi.
h. Scan hati (dengan zat radioaktif) : menunjukkan obstruksi per-
cabangan bilier
i. Foto abdomen (multiposisi) : menyatakan gambaran radiologi
(klarifikasi) batu empedu, kalrifikasi dinding atau pembesaran
kandung empedu.
j. Foto dada : menunjukkan pernapasan yang menyebabkan penyebaran
nyeri
I. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medik

Menurut Brunner dan Suddarth (2013) penatalaksanaan medis kolelitasis :

1) Terapi Nutrisi Diet segera setelah operasi biasanya berupa cairan


rendah lemak dengan protein dan karbohidrat tinggi dilanjutkan
denngan makanan padat yang lembut, hindari 20 telur, krim, babi,
maknan gorengan, keju, sayuran pembentukan gas, dan alkohol.

2) Terapi Farmakologi

a) Untuk menghancurkan batu : ursodiol/aktigal.


b) Efek samping : diare, bersifat hepatotoksik, pada fetus sehingga
kontraindikasi pada ibu hamil.
c) Mengurangi konten kolesterol dalam batu empedu :
chenodiol/chenix.
d) Untuk mengurangi gatal-gatal : cholestyramine (Questran)
e) Menurunkan rasa nyeri : analgesik.
f) Mengobati infeksi : antibiotik.
b. Penatalaksanaan Bedah

1) Kolesistektommi laparaskopi : dilakukan melalui insiasi atau tusukan


kecil yang dibuat menembus dinding abdomen di umbilikus. Rongga
abdomen ditiup dengan gas karbon monoksid untuk membantu
pemasangan endoskopi.

2) Kolesisitektomi : kantung empedu diangkat setelah asteri dan duktus


sistikus diligasi. Sebuah drain (penrose) ditempatkan dalam kandung
empedu dan dibiarkan menjulur ke luar lewat luka operasi untuk
mengalirkan darah, cairan serosanguinus dan getah empedu ke dalam
kasa absorben.
3) Minikolesistektomi : kantung empedu dikeluarkan melalui sebuah
insiasi kecil selebar 4cm.

4) Kolesistostomi (bedah atau perkutan) : kantung empedu dibuka, dan


batu, empedu, atau drainase purulent dikeluarkan.

5) Koledokostomi Inisiasi dilakukan pada duktus koledokus untuk


mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan biasanya dipasang
sebuah kateter ke dalam duktus tersebut untuk drainase getah empedu
sampai edema mereda. Kateter ini dihubungkan dengan selang
drainase.
Simpulan

Dari apa yang dipaparkan pada pembahasan makalah diatas, penulis dapat mengambil
kesimpulan antara lain :

Kolelitiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu


kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk
suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.

Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu diklasifikasikan


berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolestrol, batu pigmen, dan
batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolestrol (batu yang
mengandung >50% kolestrol) atau batu campuran ( batu yang mengandung
20-50% kolestrol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yag mana
mengandung <20% kolestrol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu
empedu antara lain adalah kantong empedu berisi kolestrol yang berlebihan,
cairan empedu mengandung bilirubin yang berlebihan, kantong empedu tidak
dapat kosong secara sempurna.

Saran

Berdasarkan hasil penyusunan makalah ini, maka dapat dibuat saran sebagai
berikut :

● Berikan penjelasan yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya dan untuk
mencegah terjangkitnya penyakit kolelitiasis dan mempercepat penyembuhan.
● Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan
hasil yang maksimal dan mencegah terjadinya komplikasi.

Universitas Sumatera Utara. Kolelitiasis. Diunduh dari:


https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456
789/34994/Chapter%2520II.pdf%3Fsequence%3D3%26isAllowed
%3Dy&ved=2ahUKEwiRipvi4YflAhUEfH0KHc4-
BhoQFjAAegQIARAB&usg=AOvVaw3pwzxD6lKQAgxoFTH2uUzs tanggal 7
Oktober 2019

Savitri, Tania (2018). Batu Empedu. Diunduh dari:


https://hellosehat.com/penyakit/batu-empedu-adalah/ tanggal 8 oktober 2019

Tutorial Kuliah Online (2009). Kolelitiasis. Diunduh dari:


http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/01/kolelitiasis.html tanggal 8 Oktober
2019

Sueta, Made A.D. (2014). Faktor-faktor terjadinya Batu Empedu di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusoda Makassar. Diunduh dari:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/11a08ac9fee42c758eba7bb6eb
00a3e5.pdf tanggal 8 Oktober 2019

https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiD8Ja6h4rlA
hWTmuYKHR--AhsQFjAFegQIBRAC&url=http%3A%2F%2Feprints.umbjm.ac.id
%2F697%2F4%2F4.%2520BAB%25202.pdf&usg=AOvVaw0XabkHcQj8OSYIiZRM0Vuq

Anda mungkin juga menyukai