PEMBAHASAN
A. Definisi Kolelitiasis
B. Etiologi
Hal ini membuat cairan empedu menjadi lebih pekat dan mengeras,
sehingga membentuk batu empedu.
C. Faktor Resiko
1. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dengan
pria. Ini dikarenakan oleh hormoneosterogen berpengaruh terhadap
peningkatan ekskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan yang
meningkatkan kadar esterogen juga meningkatkan risiko terkena
kolelitiasis. Penggunaan pil dan kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen)
dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan
aktivitas pengosongan kandung empedu.
2. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan orang dengan usia yang lebih muda.
3. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka
kadar kolesterol dalam kandung empedu tinggi, dan juga mengurangi
garam empedu serta mengurangi kontraksi / penggosongan kandung
empedu.
4. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gastrointestinal) mengakibtkan gangguan terhadap unsur kimia
dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung
empedu.
5. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
6. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan risiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu
lebih sedikit berkontraksi.
7. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah diabetes,
anemia, sel sabit, trauma, dan ileus pralitik.
8. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan / nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga risiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu
mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di
dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu
(kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan
dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar
melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.
Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu,
sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan
batu empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan.
Infeksi bisa merambat ke saluran empedu sampai ke kantong empedu.
Penyebab paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa
terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong empedu sehingga
cairan yang berada di kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu.
Infeksi tersebut misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di
kantong empedu dapat menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan
pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam. Namun, infeksi lebih sering timbul
akibat dari terbentuknya batu dibanding penyebab terbentuknya batu.
D. Patofisiologis
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal
kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu
pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri,
fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain
diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan (Hunter, 2007; Garden,
2007).
E. Manifestasi Klinik
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat
gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak
kelabu, dan biasanya pekat yang disebut "clay-colored" (Ignatavicius,
2006).
2. Ikterus
Perubahan warna kulit, membran mukosa lain dan sklera menjadi warna
kuning (Ignatavicius, 2006).
3. Rasa nyeri
Pasien mungkin akan merasa nyeri pada abdomen kanan atas yang dapat
menjalar ke punggung dan bahu kanan di- sertai dengan mual dan muntah,
dan akan merubah posisinya secara terus-menerus untuk mengurangi
intensitas nveri (Black, 1997)
4. Defisiensi vitamin
F. Klasifikasi
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol) (Bhangu, 2007). Batu kolestrol murni
merupakan hal yang jarang ditemui dan prevalensinya kurang dari 10%.
Biasanya merupakan soliter, besar, dan permukaannya halus. Empedu
yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari
90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan
batu kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol
berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu,
senyawa organik dan inorganik lain. Kolesterol dilarutkan di dalam
empedu dalam daerah hidrofobik micelle, sehingga kelarutannya
tergantung pada jumlah relatif garam empedu dan lesitin. Ini dapat
dinyatakan oleh grafik segitiga, yang koordinatnya merupakan persentase
konsentrasi molar garam empedu, lesitin dan kolesterol (Hunter, 2007).
Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam empat tahap:
a. Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
b. Pembentukan nidus.
c. Kristalisasi/presipitasi.
d. Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan
senyawa lain yang membentuk matriks batu.
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang
mengandung < 20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat) Berwarna coklat
atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-
bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk
akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat
disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier,
dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E.
Coli, kadar enzim B- glukoronidase yang berasal dari bakteri akan
dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium
mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari
penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara
infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu
pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang
terinfeksi (Townsend, 2004; Alina, 2008).
b. Batu pigmen hitam. Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak
berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak
terekstraksi (Lesmana, 2006). Batu pigmen hitam adalah tipe batu
yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau
sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat
polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas.
Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu
dengan empedu yang steril (Doherty, 2010).
3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-
50% kolesterol. Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung
kalsium. Batu ini sering ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita
kolelitiasis. batu ini bersifat majemuk, berwarna coklat tua. Sebagian besar
dari batu campuran mempunyai dasar metabolisme yang sama dengan batu
kolesterol (Garden, 2007).
G. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas atau biodata pasien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,
status perkawinan, pekerjaan, pendidikan tanggal masuk rumah sakit
nomor registrasi dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
Tentang keluhan yang dirasakan pasien pada saat perawat melakukan
pengkajian pada kontak pertama dengan pasien.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu Penyakit kronis atau menular dan
menurun seperti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis.
2) Riwayat kesehatan sekarang Diisi tentang perjalanan penyakit
pasien, dari pertama kali mengurangi keluhan (diobati dengan obat
apa, dibawa ke puskesmas atau ke pelayanan kesehatan lain),
sampai dibawa kerumah sakit dan menjalani perawatan.
3) Riwayat kesehatan keluarga Adakah penyakit keturunan dalam
keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, kelainan kongenita
hidrosefalus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada
pasien.
2. Pemeriksaan Fisik
H. Pemeriksaan penunjang
a. Ultrasonografi
c. Kolesistografi
Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu
untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta
mengosongkan isinya. Media kontras yang mengandung iodium yang
disekresikan oleh hati dan dipekatkan dalam kandung empedu diberikan
kepada pasien. Kandung empedu yang normal akan terisi oleh bahan
radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu, bayanganny akan tampak
pada foto rontgen.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Penatalaksanaan Medik
2) Terapi Farmakologi
Dari apa yang dipaparkan pada pembahasan makalah diatas, penulis dapat mengambil
kesimpulan antara lain :
Saran
Berdasarkan hasil penyusunan makalah ini, maka dapat dibuat saran sebagai
berikut :
● Berikan penjelasan yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya dan untuk
mencegah terjangkitnya penyakit kolelitiasis dan mempercepat penyembuhan.
● Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan
hasil yang maksimal dan mencegah terjadinya komplikasi.
Sueta, Made A.D. (2014). Faktor-faktor terjadinya Batu Empedu di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusoda Makassar. Diunduh dari:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/11a08ac9fee42c758eba7bb6eb
00a3e5.pdf tanggal 8 Oktober 2019
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiD8Ja6h4rlA
hWTmuYKHR--AhsQFjAFegQIBRAC&url=http%3A%2F%2Feprints.umbjm.ac.id
%2F697%2F4%2F4.%2520BAB%25202.pdf&usg=AOvVaw0XabkHcQj8OSYIiZRM0Vuq