Anda di halaman 1dari 17

KOLELITIASIS

I. Konsep Dasar Medik


A. Definisi
Kolelitiasis merupakaan keadaan inflamasi akut/kronis dengan menimbulkan
distensi kandung empedu yang nyeri, biasanya disertai batu empedu yang terjepit dalam
duktus sistikus.
Kolelitiasis merupakaan keadaan yang membuat 10%-25% pasien harus
mengalami pembedahan kandung empedu. Bentuk yang akut paling sering ditemukan
diantara wanita yang berusia pertengahan. Bentuk kronis diantara manula. Kolelitasis
dengan penanganan yang baik mempunyai prognosis yang cukup baik(Kowalak , 2011).
Penyebabnya adalah :
1. Batu empedu (penyebab paling sering)
2. Aliran darah yang buruk/tidak terdapat pada kandung empedu
3. Metabolism kolesterol dan garam empedu yang abnormal.

Kolelitiasis /batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu,
bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan fosfolipid(Price dan Wilson
2005).

Kolelitiasis (kalkulus/kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kantung


empedu, batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi.
Batu empedu tidak lasim dijumpai pada anak-anak dan dewasa mudah tetapi insidennya
semakin sering pada individu berusia di atas 40 tahun, sesudah itu insiden Kolelitiasis
semakin meningkat hingga suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun
satu dari 3 orang akan memiliki batu empedu (Brunner 2003).

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di


golongkankan atas 3 (tiga) golongan:

1) Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol
diperlukan 3 faktor utama:
a. Supersaturasi kolesterol
b. Hipomotilitas kandung empedu
c. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
2) Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung
<20%kolesterol. Jenisnya antara lain:
a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen
cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu.
Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur,
operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu,
khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri
akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium
mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari
penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi
bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen
cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
b. Batu pigmen hitam
Dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama
terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu
ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung
empedu dengan empedu yang steril.
3) Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%
kolesterol (Price, 2000). Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak
berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.1
Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien.
B. Anatomi dan fisiologi

Cairan empedu mengalir dari hati melalui duktus hepatikus kiri dan kanan yang
selanjutnya bergabung membentuk duktus, hepatikus umum. Saluran ini kemudian
bergabung dengan sebuah saluran yang berasal dari kandung empedu (duktus sistikus)
untuk membentuk saluran empedu umum. Duktus pankreatikus bergabung dengan
saluran empedu umum dan masuk kedalam duodenum. Sebelum makan garam-garam
empedu menumpuk didalam kandung empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir
dari hati. Makanan didalam duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal
saraf sehinggah kandung empedu terkontraksi.sebagai akibatnya empedu yang mengalir
dari hati. Makanan didalam duodenum memicu serangkaian hormonal dan sinyal saraf
sehingga kandung empedu berkontraksi sebagai akibatnya, empedu mengalir kedalam
duodenum dan bercampur dengan makanan.

Empedu memiliki 2 fungsi penting:

1. Membantu pencernaan dan penyerapan lemak


2. Berperan dalam pembuangan ,limpah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang
berasal dari pengfhancuran sel darah merah dan kelebuhan koresterol

Secara spesifik empedu berperan dalam berbagai proses berikut:

a. Garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut
dalam lemak untuk membantu proses penyerapan
b. Garam empedu merangsan pelepasan air oleh usus besar untuk membantu
menggerakan isinya
c. Bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang kedalam empedu sebagai limbah dari
sel darah merah yang dihancurkan
d. Obat dan limbah lain dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh
e. Berbagai protein yang berperan dalam fungsi empedu dibuang didalam tubuh.

C. Etiologi

Etiologi batu empedu msih belum diketahui secara pasti, adapun faktor
prediposisi terpenting, yaitu: gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung kemih.

Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam


pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekresi
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap
dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk
membentuk batu empedu.

Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi


progresif, perubahan komposisi kimia dan pengendapan unsur-unsur tersebut. Gangguan
kontraksi kandung empedu atau spasme spingteroddi, atau keduanya dapat menyebabkan
statis, factor hormonal (hormone kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan
pengosongan kandung empedu.

Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.
Mucus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan
sebagai pusat presipitasi/pengendapan.

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan
untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
a. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 2-3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.
Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko
terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen)
dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan
aktivitas pengosongan kandung empedu.
b. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia> 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
c. Obesitas
Kondisi obesitas akan meningkatkan metabolism umum, resistensi insulin,
diabetes militus tipe II, hipertensi dan hyperlipidemia berhubungan dengan
peningkatan sekresi kolesterol hepatica dan merupakan faktor resiko utama
untuk pengembangan batu empedu kolesterol.
d. Obat-obatan
Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk pengobatan kanker
prostat meningkatkan risiko batu empedu kolesterol. Clofibrate dan obat fibrat
hipolipidemik meningkatkan pengeluaran kolesterol hepatic melalui sekresi
bilier dan tampaknya meningkatkan resiko batu empedu kolesterol. Analog
somatostatin muncul sebagai faktor predisposisi untuk batu empedu dengan
mengurangi pengosongan kantung empedu.
e. Diet
Duet rendah serat akan meningkatkan asam empedu sekunder (seperti asam
desoksikolat) dalam empedu dan membuat empedu lebih litogenik.
Karbohidrat dalam bentuk murni meningkatkan saturasi kolesterol empedu.
Diet tinggi kolesterol meningkatkan kolesterol empedu.
f. Infeksi Bilier
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memgang peranan sebagian pada
pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan
pembentukan mucus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler
sebagai pusat presipitasi.

D. Manifestasi klinis
1. Rasa nyeri dan kolik biler
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan
mungkin akan teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolir
biler disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar
kepunggung/bahu kanan: rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah.
2. Icterus
Obstruksi pengaliran getah empedu kedalam duodenum akan menimbulkan
gejalah yang khas yaitu, getah empedu yang tidak lagi dibawah kedalam
duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan
membrane mukosa berwarna kuning.
3. Perubahan warna urin dan feses
Ekskresi pigmen empudu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap.
Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan
biasanya pekat.
4. Defisiensi vitamin
Obstruksi aliran empedu yang mengganggu obsorpsi vit. A, B, E dan K yang larut
dalam lemak, defidiensi vit K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.
5. Menggigil yang berkaitan dengan demam
6. Demam dengan derajat rendah (yang terjadi sekunder karena inflamasi)
E. Patofisiologi
Pada Kolelitiasis inflamasi kandung empedu biasanya terjadi setelah batu empedu
yang terjepit didalam duktus sistukus, kalau aliran empedu tersumbat kandung empedu
akan mengalami inflamasi dan distensi. Pertumbuhan bakteri biasanya Escherichia coli,
bisa turut menimbulkan inflamasi. Edema kandung empedu (kadang-kadang duktus
sistikus) menyumbat aliran empedu dan keadaan ini dapat menimbulkan iritasi kimia
pada kandung empedu. Sel-sel pada dinding kantung empedu dapat kekurangan oksigen
dan mati ketika organ yang mengalami distensi tersebut menekan pembuluh darah dan
mengganggu aliran darah. Sel-sel yang mati akan mengelupas sehinggah kandung
empedumelekat pada struktur disekitarnya.

Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat ion ini adalah
bilirubinat, karonat,fosfat, asam lemak (pigmen atau bilirubin) pada kondisi normal akan
terkonjugasi karena adanya enzim glokuronil transferasi tersebut yang akan
mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut ino disebabkan oleh
karena bilirubin tidak terkonjugasi tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak,
sehinggah lama-kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang dapat
menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.

F. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatis umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat
terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan
ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar
bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus
koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut. Enzim hati AST
(SGOT), ALT (SGPT), LDH agak meningkat. Kadar protrombin menurun bila
obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan absorbs vitamin K.
2) Pemeriksaan sinar-X abdomen
Pemeriksaan sinar-X abdomen bisa dilakukan jika ada kecurigaan akan
penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain.
3) Foto polos abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.
Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium
tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung
empedu yang membesar atau hidropis, kandung empedu kadang terlihat sebagai
massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam
usus besar di fleksura hepatika.
4) Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan icterus. Prosedur
ini akan memberikan hasil paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam
harinya sehingga kandung empedunya dalam keadaan distensi. Penggunaan ultra
sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstrahepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding
kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh
peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal
kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara didalam usus. Dengan USG
punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu lebih jelas daripada di
palpasi biasa.
5) Kolesistografi
Kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan
cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan
ukuran batu. Kolesistografi oral dapat digunakan untuk mendeteksi batu empedu
dan mengkaji kemempuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi, serta mengosongkan isinya.Media kontras yang
mengandung iodium yang diekresikan oleh hati dan dipekatkan dalam kandung
empedu diberikan kepada pasien. Kandung empedu yang normal akan terisi oleh
bahan radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu, bayangannya akan nampak pada
foto rontgen. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah,
kehamilan, kadar bilirubin serum diatas 2mg/dl, obstruksi pilorus, ada reaksi
alergi terhadap kontras, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tertentu
tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih
bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.
6) Endoscopic Retrograde Cholangiopnacreatography (ERCP)
Pemeriksaan ERCP memungkinkan visualisasi struktur secara langsung
yang hanya dapat dilihat pada saat melakukan laparotomi. Pemeriksaan ini
meliputi insersi endoskop serat-optik yang fleksibel ke dalam esophagus hingga
mencapai duodenum pasrs desenden.ERCP memungkinkan visualisasi langsung
struktur ini dan memudahkan akses ke dalam duktus koledokus bagian distal
untuk mengambil batu empedu.
7) Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC)
Pemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan bahan kontras secara
langsung ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang
disuntikkan relative besar, maka semua komponen dalam system bilier tersebut,
yang mencakup duktus hepatikus dalam hati, keseluruhan panjang doktus
koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu, dapat dilihat garis bentuknya
dengan jelas.
8) Computed Tomografi (CT)
CT scan juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk
menentukan adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan koledokolitiasis.
G. Penatalaksanann
Keperawatan non farmakologi dan medis farmakologi

1. Terapi konservatif
a) Pendukung diit: cairan rendah lemak
b) Cairan infus: menjaga kestabilan asupan cairan
c) Anolgetik: meringankan rasa nyeri yang timbul akibat gejala penyakit
d) Antibiotic: mencegah adanya infeksi pada saluran kemih
e) Istirahat
2. Farmako therapy
Pemberian asam ussodeoksikolat dan kenodioksikolatdigunakan untuk melarutkan
batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari koresterol
3. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk didalm susu skim
4. Exraeorposeal shock wave lithotripsy(eslol)
Prosedur nonanvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang (sepeated shock
wafer) yang diarahkan kepada batu empedu didalam kandung empedu atau doktur
koledokur dengan maksud untuk mencegah batu tersebut menjadi sejumlah
pigmen
5. Litotripsi intrakorpareal
Batu yang ada dalam kandung empedu dapat dipecah dengan menggunakan
gelombang
6. Pendarahan (kekurangan vit. K)
- Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala: kecenderungan keluarga untuk terjadi empedu, adanya
kehgamilan/melahirkan riwayat DM, penyakit usus, diskrasias darah.
H. Komplikasi
1. Kolesistisis
Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu
tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu.
2. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang
menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi
terhalang oleh sebuah batu empedu.

3. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung
empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan
dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak
dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang normal. Kolesistektomi bersifat
kuratif.
4. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat
membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.

I. Discharge Planing
1. Menganjurkan pasien untuk tidak beraktivitas yang berat – berat, seperti
mengangkat benda – benda yang terlalu berat, dan olaragah seperti jogging, push up,
atau mengangkat bueble dengan beban berat.
2. Menganjurkan pasien untuk tetap menjaga pola gizi, mengurangi makanan
berlemak/bersantan, perbanyak makanan serat atau sayuran.
3. Ingatkan pasien untuk meminum obat – obatan harian yang diperlukan untuk
proses peyembuhan.
4. Beritahu pasien untuk melakukan diet rendah lemak dan menghindari makanan
berlemak tinggi seperti susu, gorengan, alpukat, mentega dan cokelat.
II. Konsep Dasar Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : -
Jenis kelamin : wanita
Umur : 45 tahun
Tinggi badan :
Berat badan :
2. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Ds : riwayat penggunaan kontrasepsi (pil ) selama 20 tahun dan sering
mengkomsumsi makanan gorengan /lemak.
Do : -
3. Pola nutrisi dan metabolic.
Ds : mual muntah.
Do : -
4. Pola eliminasi.
Ds : urin berwarna gelap kecoklatan.
Do : -
5. Pola aktivitas dan latihan
Ds : cepat lelah.
Do : -
6. Pola istirahat dan tidur
Ds : kecemasan /asietas.
Do : -
7. Pola persepsi dan kognitif
Ds : kurang pengetahuan tentang penyakit yang dialami.
Do : -
8. Pola persepsi dan konsep diri
Ds : cemas/asietas
Do : -
9. Pola peran dan hubungna dengan sesame.
Ds : aktivitassehari-hari menurun
Peran dalam keluarga menurun.
Do : -
10. Pola reproduksi dan seksualitas
Ds : libido dan keterbatasan gerak menurun.
Do : -
11. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress.
Ds : khawatir.
Do : ketakutan atas penyakit.
12. Pola nilai dan kepercayaan.
Ds : tidak dapat melakukan ibadah dengan baik.
Do : -

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d agens cedera biologis
2. Resiko perdarahan b/d koagulopati inheren
3. Resiko kerusakan integritas kulit b/d gangguan pigmen tari
4. Disfungsi motilitas gastrointestinal b/d intoleransi makanan
5. Resiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan melalui rute normal.

C. Intervensi keperawatan

D i a g n o s a N O C N I C
1. Nyeri akut b/d dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan, pasien tidak lagi mengalami nyeri dengan kriteria hasil : Defenisi : pengurangan atau reduksi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien
obstruksi 1. Lakukan pengkajian
1. Ekspresi nyeri wajah
nyeri komprehensif
(210206)
yang meliputi lokasi,
dipertahankan pada
karakteristik,
skala 2 dan
onset/durasi,frekuensi
ditingkatkan pada
,kualiras, intensitas
skala 3
atau beratnya dan
faktor pencetus
2. Mual (210227)
2. Gali bersama faktor-
dipertahankan pada
faktor yang dapat
skala 2 ditingkatkan ke
menurunkan atau
skala 3
memperberat nyeri
3. Kehilangan nafsu
3. kendalikan faktor
makan (210215)
lingkungan yang
dipertahankan pada
dapat mempengaruhi
skala 3 ditingkatkan ke
respon pasien
skala 4
terhadap
4. Tak bisa berstirahat
ketidaknyamanan
(210208)
4. dukung istirahat/tidur
dipertahankan pada
yang adekuat untuk
skala 2 ditingkatkan ke
membantu penurunan
skala 3
nyeri

1= berat

2= cukup berat

3= ringan

5= tidak ada
2. Resiko pendarahan b/d koagulopati Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan, pasien tidak lagi mengalami perdarahan dengan kriteria hasil : Defenisi: pengurangan stimulus yang dapat mengakibatkan perdarahan pada pasien yang beresiko
inheren 1. Mencari informasi tentang 1. Monitor dengan ketat
terapi antikoagulasi resiko terjadinya
(310101) dipertahankan perdarahan pada
pada skala 3 ditingkatakan pasien
ke skala 2 2. monitor ttv ortostatik,
2. Mencari informasi tentang termaksud tekananan
cara kerja obat darah
antikoagulasi (310102) 3. instruksikan pada
dipertahankan pada skala 3 pasien yang masih
ditingkatkan pada skla 2 bisa berjalan untuk
3. Monitor tanda-tanda vital menggunakan sepatu
(310117) dipertahankan 4. lakukan prosedur
pada skala 3 ditingkatkan invasif bersamaan
ke skala 2 dengan pemberian
4. Berhenti menggunakan transfusi trombosit
alkohol (310121) (TC) atau plasma
dipertahankan pada skala 3 segar beku (FFP jika
ditingkatkan ke skala 2 dibutuhkan)

1= tidak pernah
menunjukan
2= jarang menunjukan
3= kadang-kadang
menunjukan
4= sering menunjukan
5= secara konsisten
menunjukan
3. Resiko kerusakan integritas kulit b/d gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan, , integritas kulit pasien kembali normal dengankriteria hasil : Defenisi : pengumpulan dan analisi data pasien untuk menjaga kulit dan integritas membrane mukosa
pigmentasi 1. Mengenali faktor resiko 1. Amati warna,
individu infeksi (192401) kehangatan,bengkak,
dipertahankan pada skala 2 pulsasi,tekstur,edema
ditingkatkan pada skala 3 dan ulserasi pada
2. Monitor faktor lingkungan ekstremitas
yang berhubungan dengan 2. Monitor kulit untuk
resiko infeksi ( 192409) adanya ruam dan
dipertahankan pada skala 3 lecet
ditingkatka pada skala 4 3. Monitor infeksi
3. mempertahankan daerah edema
lingkungan yang bersih 4. Anjurkan anggota
(192414) dipertahankan keluarga/pemberi
pada skala 3 ditingkatkan asuhan mengenai
ke skala 4 tanda-tanda
4. Mencuci tangan (192415) kerusakan kulit
dipertahankan pada skala 3 dengan tepat
ditingkatkan ke skala 4
1=tidak pernah menunjukan
2=jarang menunjukan
3=kadang-kadang menunjukan
4=sering menunjukan
5=secara konsisten
menunjukan
4. Disfungsi mobilitas gastrointestinal b/d intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan, mobilitas gastrointestinal kembali normal dengan kriteria hasil : Defenisi: pembentukan dan pemeliharaan teratur dalam eliminasi
makanan 1. Memantau munculnya 1. Catat tanggal buang
gejalah (160801) air besar terakhir
Dipertahankan pada skala 2 2. Ajarkan klien
ditingkatkan ke skala 3 mengenai makanan-
2. Memantau keparahan makanan tertetu yang
gejalah dipertahankan pada mendukung
skala 2 ditingkatkan ke keteraturan usus
skala 3 3. Berikan cairan hangat
3. Melakukan tindakan setelah makan dengan
pencegahan dipertahankan cara yang tepat.
pada skala 2 ditingkatkan
pada skala 3
4. Melakukan tindakan untuk
mengurangi gejalah
(160807) dipertahankan
pada skala 2 ditingkatkan
pada skala 3
1=tidak pernah menunjukan
2=jarang menunjukan
3=kadang-kadang menunjukan
4=sering menunjukan
5=secara konsisten
menunjukan
5. Resiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan, kekurangan volume cairan pasien teratasi dengan kriteria hasil : Defenisi: pengumpulan dan analisis data pasien dalam pengaturan keseimbangan cairan
rute normal 1. Frekuensi mual (210701) 1. Monitor berat badan
dipertahankan pada skala 2 2. Monitor asupan
ditingkatkan ke skala 3 pengeluaran
2. Intensitas mual (210702) 3. Tentukan apakah
dipertahankan pada skala 2 pasien mengalami
ditingkatkan ke skala 3 kehausan atau gejalah
3. Sekresi air ludah yang perubahan cairan
banyak (210710) (misalnya : pusing,
dipertahankan pada skala 2 sering berubah
ditingkatkan ke skala 3 pikiran,
4. Kehilangan berat badan melamun,ketakutan,
(210713) dipertahankan mudah
pada skala 2 ditingkatkan tersinggung,mual,ber
ke skala 3 kedut)
5. Intoleransi Bau (210712) 4. Monitor nilai kadar
dipertahankan pada skala 2 dan elektrolit urin
ditingkatkan ke skala 3 5. Monitor kadar serum
1= berat albumin dan protein
2=cukup berat total
3=sedang 6. Monitor kadar serum
4=ringan dan osmolalitas urin.
5=tidak ada

Anda mungkin juga menyukai