GEOMETRIK JALAN
IR. AKHMAD, ST, MT, IPM
CONTENT
• Jarak Pandang
Perencanaan geometrik jalan merupakan suatu perencanaan rute dari suatu ruas jalan secara
lengkap, menyangkut beberapa komponen jalan yang dirancang berdasarkan kelengkapan data
yang didapat dari suatu hasil survey lapangan, kemudian dianalisis berdasarkan acuan
perencanaan yang berlaku.
Kelengkapan data dasar yang harus disiapkan sebelum melakukan perhitungan / perencanaan,
yaitu:
Peta Planimetri dan peta lainnya (geologi dan tataguna lahan,
Kriteria Perencanaan.
Elemen dalam perencanaan geometrik jalan terdiri dari alinemen horisontal, alinemen vertical,
potongan melintang dan penggambaran.
Ketentuan Jarak Pandang dan beberapa pertimbangan yang diperlukan sebelum memulai
perencanaan, selain didasarkan pada teoritis, juga untuk praktisnya.
A. JARAK PANDANG
Jarak pandang henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap
pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat
adanya halangan di depan. Setiap titik disepanjang jalan harus memenuhi
ketentuan jarak pandang henti.
Jarak pandang henti diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi
adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm yang diukur dari permukaan jalan.
A. JARAK PANDANG
A.1 JARAK PANDANG HENTI (Jh)
Rumus - 2 Rumus - 3
Rumus - 1
Dimana :
VR = Kecepatan rencana (km/jam)
T = Waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = Percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2
fp = Koefisien gesek memanjang antara ban kendaraan dengan perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,28 –
0,45 fp akan semakin kecil jika kecepatan (VR) semakin tinggi dan sebaliknya (menurut Bina Marga
1997, fp = 0,35 – 0,55).
L = Landai jalan dalam % (dibagi 100)
A. JARAK PANDANG
A.1 JARAK PANDANG HENTI (Jh)
Lokasi atau daerah untuk mendahului harus disebar di sepanjang jalan dengan
jumlah panjang minimum 30 % dari panjang total ruas jalan yang direncanakan
B. ALINEMEN HORISONTAL
Pada perencanaan alinemen horizontal, umumnya akan ditemui dua jenis bagian
jalan, yaitu bagian lurus dan bagian lengkung atau umum disebut tikungan yang
terdiri dari tiga jenis tikungan yang digunakan, yaitu :
Lingkaran (Full Circle = FC)
Spiral – Lingkaran – Spiral (Spiral – Circle – Spiral = S-C-S)
Spiral – Spiral (S-S)
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.1 BAGIAN LURUS
Panjang maksimum bagian lurus, dapat ditempuh dalam waktu ≤ 2,5 menit
(sesuai VR), dengan pertimbangakan keselamatan pengemudi akibat kelelahan.
Dimana:
Rmin = jari-jari tikungan minimum, (m)
Rumus – 7a VR = kecepatan kendaraan rencana, (km/jam)
emak = superelevasi maksimum, (%)
fmak = koefisien gesekan melintang maksimum
D = derajat lengkung
Rumus – 7b
Dmak = derajat maksimum
Untuk pertimbangan perencanaan, digunakan emak = 10 % dan fmak sesuai gambar -2 yang hasilnya
dibulatkan. Untuk berbagai variasi kecepatan dapat digunakan tabel – 4 (lihat tabel – 7).
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.2 TIKUNGAN
Dimana:
Rumus – 8a: Δ = Sudut tikungan
O = Titik pusat lingkaran
Tc = Panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke CT
Rumus – 8b: Rc = Jari-jari lingkaran
Lc = Panjang busur lingkaran
EC = Jarak luar dari PI ke busur lingkaran
Rumus – 8c:
Gambar - 3 : Komponen FC
Lengkung peralihan dibuat untuk menghindari tedadinya perubahan alinemen yang tiba-
tiba clari bentuk lurus ke bentuk lingkaran (R = ꝏ R = Rc), jadi lengkung peralihan ini
diletakkan antara bagian lurus dan bagian lingkaran (circle), yaitu pada sebelum clan sesudah
tlungan berbentuk busur lingkaran.
Lengkung peralihan dengan bentuk spiral (clothoid) banyak digunakan juga oleh Bina
Marga. Dengan adanya lengkung peralihan, maka tikungan menggunakan jenis S-C-S.
Panjang lengkung peralihan (Ls), menurut Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar
Kota, 1997, diarnbil nilai yang terbesar dari tiga persamaan berikut :
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.2 TIKUNGAN
Berdasarkan waktu tempuh maksimum (3 detik), untuk
melintasi lengkung peralihan, maka panjang lengkung :
Rumus – 9a:
Gambar – 4 : Komponen S – C – S
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.2 TIKUNGAN
Rumus-rumus yang digunakan sebagai berikut:
Rumus 10a
Rumus 10b
Rumus 10c
Rumus 10d
Rumus 10e
Rumus 10f
Rumus 10g
Rumus 10h
Rumus 10i
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.2 TIKUNGAN
Jika diperoleh Lc < 25 m, maka sebaiknya tidak digunakan bentuk S-C-S, tetapi
digunakan lengkung S-S, yaitu lengkung yang terdiri dari dua lengkung peralihan. Jika p yang
dihitung dengan rumus (10j), maka ketentuan tikungan yang digunakan bentuk FC.
Rumus – 10j:
Untuk : Ls = 1,0 m, maka p = p’ dan k = k’
Untuk : Ls = Ls, maka p = p’ x Ls dan k = k’ x Ls
Nilai p’ dan k’, dapat diambil dari tabel – 6.
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.2 TIKUNGAN
B.2.4. Bentuk Lengkung Peralihan S-S
Untuk bentuk spiral-spiral ini berlaku rumus, sebagai berikut:
Rumus – 11a:
Rumus – 11b:
Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal pada bagin
jalan yang lures sampai ke kemiringan penuh (superelevasi) packa bagian lengkung.
Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear (lihat
Gambar – 7 diawali dari bentuk normal ( ) sampai awal lengkung peralihan
(TS) yang berbentuk ( ) pada bagian lurus jalan, lalu dilanjutkan sampai
superelevasi penuh (……..I…….) pada akhir bagian lengkung peralihan (SC).
Pada tikungan FC, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear (lihat gambar –
8), diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 Ls sampai dengan bagian lingkaran
penuh sepanjang 1/3 Ls.
Gambar – 6 : Perubahan kemiringan Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan pada bagian
melintang pada tikungan
spiral.
Superelevasi tidal( diperlukan jika radius ( R ) cukup besar, untuk itu cukup lereng luar diputar sebesar lereng normal (LP),
atau bahkan tetap lereng normal (LN). (lihat tabel – 7, contoh dibuat untuk VR = 60 km/jam).
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.3 PENCAPAIAN SUPERELEVASI
Tabel – 7: Panjang lengkung peralihan minimum dan superelevasi yang diperlukan untuk emak = 10% dan fmak = 0,153
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.4 LANDAI RELATIF
Kemiringan melintang atau kelandaian pada penampang jalan peralihan disebut landai relatif.
Persentase kelandaian ini peralihan disebut landai relatif. Persentase kelandaian ini disesuaikan
dengan kecepatan rencana dan jumlah lajur yang ada.
Untuk praktis, dapat digunakan besaran pada tabel – 8 atau dihitung dengan rumus :
Rumus – 12:
Gambar – 8 : Metode pencapaian superelevasi Gambar – 9 : Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe
pada tikungan tipe FC (contoh untuk tikungan ke SS (contoh untuk tikungan ke kanan).
kiri).
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.5 DIAGRAM SUPERELEVASI
B.5.2. Diagram
Pembuatan diagram superelevasi antara cara AASHTO dan cara Bina Marga ada sedikit
perbedaan, yaitu :
Cara AASHTO, penampang melintang sudah mulai berubah pada titik TS,
Cara Bina Marga, penampang melintang pad titik TS masih berupa penampang melintang
normal seperti pada gambar – 7, 8 dan 9
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.6 PELEBARAN DI TIKUNGAN
Untuk praktis, besaran lobar untuk pelebaran di tikungan, pada tabel - 9 dapat digunakan.
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.7 DAERAH BEBAS SAMPING DI TIKUNGAN
Jarak pandang pengemudi pada lengkung horisontal (di tikungan), adalah pandangan
bebas pengemudi dari halangan benda-benda di sisi jalan (daerah bebas samping).
Daerah bebas samping di tilcungan adalah ruang untuk menjamin kebebasan pandang di
tikungan sehingga Jh dipenuhi.
Daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan kemudahan pandangan di tikungan
dengan membebaskan obyek-obyek penghalang sejauh E (m), diukur dari garis tengah lajur
daLam sampai obyek penghalang pandangan sehingga persyaratan Jh dipenuhi (lihat gambar
– 10 dan 11).
Daerah bebas samping di tikungan dthitung berdasarkan rumus-rumus sebagai berikut :
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.7 DAERAH BEBAS SAMPING DI TIKUNGAN
Gambar – 10 : Daerah bebas samping ditikungan, Gambar – 11 : Daerah bebas samping ditikungan,
untuk Jh < Lt untuk Jh > Lt
Tabel – 10, menampilkan nilai E dalam satuan meter, yang dihitung menggunakan
persamaan rumus – 13 dengan pembulatan-pembulatan untuk Jh < Lt.
Sedangkan tabel – 11 digunakan untuk Jh > Lt, yang dihitung dari persamaan rumus – 14,
tabel – 11a untuk Jh – Lt = 25 m dan tabel – 11b untuk Jh – Lt = 50 m.
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.7 DAERAH BEBAS SAMPING DI TIKUNGAN
Tabel – 10: E (m), untuk Jh < Lt VR (km/jam), Jh (m)
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.7 DAERAH BEBAS SAMPING DI TIKUNGAN
Tabel – 11a: E (m), untuk Jh > Lt VR (km/jam), Tabel – 11b: E (m), untuk Jh > Lt VR (km/jam),
(Jh – Lt = 25 m) (Jh – Lt = 50 m)
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.8 TIKUNGAN GABUNGAN
Pada perencanaan alinemen horisontal, kemungkinan akan ada / ditemui perencanaan
tikungan gabungan karena kondisi topografi pada route jalan yang akan direncanakan
sedemikian rupa sehingga terpaksa (tidak dapat dihindari) hangs dilakukan rencana taaingan
gabungan, yang terdiri dari tikungan gabungan searah dan tikungan gabungan berbalik.
Gambar – 12a : Tikungan gabungan searah, Gambar – 12b : Tikungan gabungan searah dengan
R1 ≤ 1,5 R2 sisipan garis lurus
Gambar – 13a : Tikungan Gambar – 13b : Tikungan gabungan Gambar – 13b : Tikungan gabungan
gabungan searah, R1 ≤ 1,5 searah dengan sisipan garis lurus searah dengan sisipan spiral
R2
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.8 TIKUNGAN GABUNGAN
Alinemen vertikal adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap titik yang
ditinjau, berupa profit memanjang. Pada perencanaan alinemen vertikal akan ditemui kelandaian
positif. (tanjakan) dan kelandamempengaruhi perencanaan alinemen vertikalian negatif
(turunan), sehingga kombinasinya berupa lengkung cembung dan lengkung cekung. Disamping
kedua lengkung tersebut ditemui pula kelandaian = 0 (datar).
Kondisi tersebut dipengaruhi oleh keadaan topografi yang dilalui oleh route jalan
rencana. Kondisi topografi tidak saja berpengaruh pada perencanaan alinemen horisontal, tetapi
juga mempengaruhi perencanaan alinemen vertical.
C. ALINEMEN VERTIKAL
C.1 KELANDAIAN
Untuk menghitung dan merencanakan lengkung vertikal, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
Karakteristik Kendaraan Pada Kelandaian
Hampir seluruh kendaraan penumpang dapat berjala.n baik dengan kelandaian 7 - 8 % tanpa ada perbedaan
dibandingkan pada bagian datar.
Pengamatan menunjukkan bahwa untuk mobil penumpang pada kelandaian 3 % hanya sedikit sekali
pengaruhnya dibandingkan dengan jalan datar. sedangkan untuk truk, kelandaian akan lebih besar pengaruhnya.
Kelandaian Maksimum
Kelandaian maksimum yang ditentukan untuk berbagai variasi kecepatan rencana, dimaksudkan agar
kendaraan dapat bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti.
Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh mampu bergerak dengan
kecepatan tidak kurang dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.
Tabel – 12: Kelandaian maksimum yang di ijinkan
C. ALINEMEN VERTIKAL
C.1 KELANDAIAN
Kelandaian Minimum
Pada jalan yang menggunakan kerb pada tepi perkerasannya, perlu dibuat kelandaian minimum 0,5 % untuk
keperluan kemiringan saluran samping, karena kemiringan melintang jalan. dengan kerb hanya cukup untuk
mengalirkan air ke samping
Tabel – 14: Lajur pendakian pada kelandaian khususjalan luar kota (2/2TB), usia rencana 23 tahun
C. ALINEMEN VERTIKAL
C.1 KELANDAIAN
Gambar – 14 : Lajur pendakian tipikal Gambar – 15 : Jarak antara dua lajur pendakian
C. ALINEMEN VERTIKAL
C.1 KELANDAIAN
a) Berdasarkan TPGJAK (1997)
Penentuan lokasi lajur pendakian harus dapat dibenarkan secara ekonomis yang dibuat berdasarkan analisis
BSH, sebagaimana ditampilkan pada tabel – 14.
Disediakan pada jalan arteri atau kolektor,
Apabila panjang kritis terlampaui, jalan memiliki VLHR > 15.000 smp/hari, dan persentase truk > 15 %,
Lebar lajur pendakian sama dengan lebar lajur rencana,
Lajur pendakian dirnulai 30 meter dari awal perubahan kelandaian dengan serongan sepanjang 45 meter dan
berakhir 50 meter sesudah puncak kelandaian dengan serongan sepanjang 45 m (lihat gambar – 14),
Jarak minimum antara 2 lajur pendakian adalah 1,5 km (lihat gambar – 15)..
Tabel – 14: Lajur pendakian pada kelandaian khususjalan luar kota (2/2TB), usia rencana 23 tahun
C. ALINEMEN VERTIKAL
C.2 LENGKUNG VERTIKAL
Lengkung vertikal direncanakan untuk merubah secara bertahap perubahan dari dua macam kelandaian
arah memanjang pada setiap lokasi yang diperlukan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi goncangan
akibat perubahan kelandaian dan menyediakan jarak pandang henti yang cukup untuk keamanan dan
kenyamanan. Lengkung vertikal terdiri dari dua jenis, yaitu lengkung cembung dan lengkung cekung.
Rumus – 15b:
Tidak ada dasar yang dapat digunakan untuk menentukan panjang lengkung cekung
vertical (L), akan tetapi ada empat kriteria sebagai pertimbangan yang daapt dihgunakan, yatu
• Jarak sinar lampu besar dari kendaraan (Gambar 19.a.b)
• Kenyamanan pengemudi
• Ketentuan Drainase
• Penampilam Secara Umum
Dengan bantuan gambar 19 a,b diatas, yaitu tinggi lampu besar kendaraan 0,60 dan sudut bias, maka
diperoleh hubungan praktis sebagai berikut :
C. ALINEMEN VERTIKAL
D. KOORDINASI ALINEMEN
Beberapa ketentuan atau syarat sebagai panduan yang dapat digunakan untuk
proses koordinasi alinemen, sebagai berikut :
Alinemen horizontal dan alinemen vertical terletak pada suatu phase, dimana alinemen
horizontal sedikit lebih panjang dari alinemen vertical (Gambar 5.21a), demikian pula
tikungan horizontal harus satu phase dengan tanjakan vertical.
D. KOORDINASI ALINEMEN
Gambar 5 2.1 : Alinemen horizontal dan vertical terletak pada suatu phase
Tikungan Tajam yang terletak diatas lengkung vertical cembung atau dibawah
lengkung vertical cekung harus dihindarkan, karena hal ini akan menghalangi
pandangan mata pengemudi pada saat memasuki tikungan pertama dan juga
jalan terkesan putus (Gambar 5.21b)
D. KOORDINASI ALINEMEN
Pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang, sebaiknya tidak dibuat
lengkung vertical cekung, karna pandangan pengemudi akan terhalang oleh
puncak alinemen vertical, sehingga sulit untuk memperkirakan alinemen di
balik puncak tersebut (Gambar 5.21c
D. KOORDINASI ALINEMEN
Lengkung vertical dua atau lebih pada satu lengkung horizontal, sebaikknya dihindarkan.
Tikungan tajam yang terletak diantara bagian jalan yang lurus dan panjang , harus
dihindarkan.
TERIMA KASIH…