Anda di halaman 1dari 60

PERENCANAAN

GEOMETRIK JALAN
IR. AKHMAD, ST, MT, IPM
CONTENT

• Jarak Pandang
Perencanaan geometrik jalan merupakan suatu perencanaan rute dari suatu ruas jalan secara
lengkap, menyangkut beberapa komponen jalan yang dirancang berdasarkan kelengkapan data
yang didapat dari suatu hasil survey lapangan, kemudian dianalisis berdasarkan acuan
perencanaan yang berlaku.
Kelengkapan data dasar yang harus disiapkan sebelum melakukan perhitungan / perencanaan,
yaitu:
 Peta Planimetri dan peta lainnya (geologi dan tataguna lahan,
 Kriteria Perencanaan.

Elemen dalam perencanaan geometrik jalan terdiri dari alinemen horisontal, alinemen vertical,
potongan melintang dan penggambaran.

Ketentuan Jarak Pandang dan beberapa pertimbangan yang diperlukan sebelum memulai
perencanaan, selain didasarkan pada teoritis, juga untuk praktisnya.
A. JARAK PANDANG

Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh


seorang pengemudi pada saat mengemudi sedemikian rupa,
sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan pengemudi dapat melakukan sesuatu
(antisipasi) untuk menghindari bahaya tersebut dengan
aman.
A. JARAK PANDANG
A.1 JARAK PANDANG HENTI (Jh)

Jarak pandang henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap
pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat
adanya halangan di depan. Setiap titik disepanjang jalan harus memenuhi
ketentuan jarak pandang henti.

Jarak pandang henti diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi
adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm yang diukur dari permukaan jalan.
A. JARAK PANDANG
A.1 JARAK PANDANG HENTI (Jh)

Jarak pandang henti terdiri dari 2 elemen, yaitu :


 Jarak tanggap (Jht), adalah jarak yang dibutuhkan oleh pengemudi sejak
pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti
sampai saat pengemudi menginjak rem.
 Jarak Pengereman (Jhr), adala jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan
kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
A. JARAK PANDANG
A.1 JARAK PANDANG HENTI (Jh)

Rumus-rumus yang digunakan :

Rumus - 2 Rumus - 3
Rumus - 1
Dimana :
VR = Kecepatan rencana (km/jam)
T = Waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = Percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2
fp = Koefisien gesek memanjang antara ban kendaraan dengan perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,28 –
0,45 fp akan semakin kecil jika kecepatan (VR) semakin tinggi dan sebaliknya (menurut Bina Marga
1997, fp = 0,35 – 0,55).
L = Landai jalan dalam % (dibagi 100)
A. JARAK PANDANG
A.1 JARAK PANDANG HENTI (Jh)

Tabel – 1: Jarak Pandang Henti (Jh) Minimum yang dihitung berdasarkan


persamaan (rumus – 2).
A. JARAK PANDANG
A.1 JARAK PANDANG MENDAHULUI (Jd)
Jarak pandang mendahului adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan mendahului kendaraan lain di
depannya dengan aman sampai kendaraan tersebut kembali ke lajur semula (lihat gambar – 1 dibawah).

Gambar – 1 : Proses gerakan mendahului (2/2 TB)


Jarak pandang mendahuhului diukur berdasarkan asumsi tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi
halangan adalah 105 cm.
A. JARAK PANDANG
A.1 JARAK PANDANG MENDAHULUI (Jd)
Rumus-rumus yang digunakan:
Rumus - 4 Dimana:
d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu (m)
d2 = Jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan
Rumus – 5a kembali lajur semula (m)
d3 = Jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan
Rumus – 5b yang datang arah berlawanan setelah proses mendahului
selesai (m)
d4 = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang dating dari arah
berlawanan.
T1 = Waktu dalam detik, (2,12 + 0,026 VR)
T2 = Waktu kendaraan berada di jalur lawan dalam detik (6,56 +
0,048 VR)
Rumus – 5c a = Percepatan rata-rata dalam km/jam/detik (2,052 + 0,036 VR)
m = Perbedaan kecepatan dari kendaraan yang menyiap dan
kendaraan yang disiap (biasanya diambil 10-15 km/jam)
A. JARAK PANDANG
A.1 JARAK PANDANG MENDAHULUI (Jd)
Tabel – 2 : Panjang jarak pandang mendahului berdasarkan VR.

Lokasi atau daerah untuk mendahului harus disebar di sepanjang jalan dengan
jumlah panjang minimum 30 % dari panjang total ruas jalan yang direncanakan
B. ALINEMEN HORISONTAL

Pada perencanaan alinemen horizontal, umumnya akan ditemui dua jenis bagian
jalan, yaitu bagian lurus dan bagian lengkung atau umum disebut tikungan yang
terdiri dari tiga jenis tikungan yang digunakan, yaitu :
 Lingkaran (Full Circle = FC)
 Spiral – Lingkaran – Spiral (Spiral – Circle – Spiral = S-C-S)
 Spiral – Spiral (S-S)
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.1 BAGIAN LURUS

Panjang maksimum bagian lurus, dapat ditempuh dalam waktu ≤ 2,5 menit
(sesuai VR), dengan pertimbangakan keselamatan pengemudi akibat kelelahan.

Tabel – 3 : Panjang bagian lurus maksimum


B. ALINEMEN HORISONTAL
B.2 TIKUNGAN

B.2.1 Jari-jari Minimum


Kendaraan pada saat melalui tikungan dengan kecepatan (V) akan menerima gaya sentrifugal yang
menyebabkan kendaraan tidak stabil. Untuk mengimbangi gaya sentrifugal tersebut, perlu dibuat suatu
kerniringan melintang jalan pada tikungan.yanz disebut superelevasi (e).
Pada saat kendaraan melalui daerah superelevasi, akan terjadi gesekan arah melintang jalan
antara ban kendaraan dengan permukaan aspal yang menimbulkan gaya gesekan melintang.
Perbandingan gaya gesekan melintang dengan gaya normal disebut koefisien gesekan melintang (f).

Rumus umum lengkung horizontal adalah :


Dimana:
R = jari-jari lengkung (m)
Rumus – 6a Rumus – 6b D = derajat lengkung (°)
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.2 TIKUNGAN
Untuk menghindari terjadinya kecelakaan, maka untuk kecepatan tertentu dapat dihitung jari-jari
minimum untuk superelevasi maksimum dan koefisien gesekan maksimum.

Dimana:
Rmin = jari-jari tikungan minimum, (m)
Rumus – 7a VR = kecepatan kendaraan rencana, (km/jam)
emak = superelevasi maksimum, (%)
fmak = koefisien gesekan melintang maksimum
D = derajat lengkung
Rumus – 7b
Dmak = derajat maksimum

Untuk pertimbangan perencanaan, digunakan emak = 10 % dan fmak sesuai gambar -2 yang hasilnya
dibulatkan. Untuk berbagai variasi kecepatan dapat digunakan tabel – 4 (lihat tabel – 7).
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.2 TIKUNGAN

Gambar – 2 : Grafik nilai (f), untuk emak = 6%, 8% dan 10%


(menurut AASHTO)
Tabel – 4 : Panjang jari-jari minimum (dibulatkan) untuk emak = 10%
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.2 TIKUNGAN
B.2.2. Bentuk Busur Lingkaran (FC)
FC (Full Circle), adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian suatu lingkaran saja. Tikungan FC hanya
digunakan untuk R (jari-jari tikungan) yang besar agar tidak terjadi patahan, karena dengan R kecil maka
diperlukan superelevasi yang besar.

Dimana:
Rumus – 8a: Δ = Sudut tikungan
O = Titik pusat lingkaran
Tc = Panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke CT
Rumus – 8b: Rc = Jari-jari lingkaran
Lc = Panjang busur lingkaran
EC = Jarak luar dari PI ke busur lingkaran
Rumus – 8c:

Tabel – 5 : Jari-jari tikungan yang tidak memerlukan lengkung

Gambar - 3 : Komponen FC

Lihat Tabel - 7, contoh untuk VR = 60 km/jam


B. ALINEMEN HORISONTAL
B.2 TIKUNGAN

B.2.3. Lengkung Peralihan

Lengkung peralihan dibuat untuk menghindari tedadinya perubahan alinemen yang tiba-
tiba clari bentuk lurus ke bentuk lingkaran (R = ꝏ R = Rc), jadi lengkung peralihan ini
diletakkan antara bagian lurus dan bagian lingkaran (circle), yaitu pada sebelum clan sesudah
tlungan berbentuk busur lingkaran.

Lengkung peralihan dengan bentuk spiral (clothoid) banyak digunakan juga oleh Bina
Marga. Dengan adanya lengkung peralihan, maka tikungan menggunakan jenis S-C-S.

Panjang lengkung peralihan (Ls), menurut Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar
Kota, 1997, diarnbil nilai yang terbesar dari tiga persamaan berikut :
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.2 TIKUNGAN
 Berdasarkan waktu tempuh maksimum (3 detik), untuk
melintasi lengkung peralihan, maka panjang lengkung :
Rumus – 9a:

 Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal, digunakan


rumus Modiftkasi Shortt, sebagai benikut :
Rumus – 9b:

 Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian :


Rumus – 9c:
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.2 TIKUNGAN

Gambar – 4 : Komponen S – C – S
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.2 TIKUNGAN
Rumus-rumus yang digunakan sebagai berikut:

Rumus 10a

Rumus 10b

Rumus 10c

Rumus 10d

Rumus 10e
Rumus 10f
Rumus 10g
Rumus 10h
Rumus 10i
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.2 TIKUNGAN

Jika diperoleh Lc < 25 m, maka sebaiknya tidak digunakan bentuk S-C-S, tetapi
digunakan lengkung S-S, yaitu lengkung yang terdiri dari dua lengkung peralihan. Jika p yang
dihitung dengan rumus (10j), maka ketentuan tikungan yang digunakan bentuk FC.

Rumus – 10j:
Untuk : Ls = 1,0 m, maka p = p’ dan k = k’
Untuk : Ls = Ls, maka p = p’ x Ls dan k = k’ x Ls
Nilai p’ dan k’, dapat diambil dari tabel – 6.
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.2 TIKUNGAN
B.2.4. Bentuk Lengkung Peralihan S-S
Untuk bentuk spiral-spiral ini berlaku rumus, sebagai berikut:
Rumus – 11a:

Rumus – 11b:

Untuk menentukan Øs, dapat menggunakan rumus – 10c.


Rumus – 11c:

p, k, Ts, dan Es, dapat menggunakan rumus-rumus – 10d – 10g.

Gambar – 5 : Komponen S-S


B. ALINEMEN HORISONTAL
B.2 TIKUNGAN
B.2.4. Bentuk Lengkung Peralihan S-S
Tabel – 6 : besaran p’ dan k’
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.3 PENCAPAIAN SUPERELEVASI

 Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal pada bagin
jalan yang lures sampai ke kemiringan penuh (superelevasi) packa bagian lengkung.
 Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear (lihat
Gambar – 7 diawali dari bentuk normal ( ) sampai awal lengkung peralihan
(TS) yang berbentuk ( ) pada bagian lurus jalan, lalu dilanjutkan sampai
superelevasi penuh (……..I…….) pada akhir bagian lengkung peralihan (SC).
 Pada tikungan FC, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear (lihat gambar –
8), diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 Ls sampai dengan bagian lingkaran
penuh sepanjang 1/3 Ls.
Gambar – 6 : Perubahan kemiringan  Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan pada bagian
melintang pada tikungan
spiral.
 Superelevasi tidal( diperlukan jika radius ( R ) cukup besar, untuk itu cukup lereng luar diputar sebesar lereng normal (LP),
atau bahkan tetap lereng normal (LN). (lihat tabel – 7, contoh dibuat untuk VR = 60 km/jam).
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.3 PENCAPAIAN SUPERELEVASI
Tabel – 7: Panjang lengkung peralihan minimum dan superelevasi yang diperlukan untuk emak = 10% dan fmak = 0,153
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.4 LANDAI RELATIF
Kemiringan melintang atau kelandaian pada penampang jalan peralihan disebut landai relatif.
Persentase kelandaian ini peralihan disebut landai relatif. Persentase kelandaian ini disesuaikan
dengan kecepatan rencana dan jumlah lajur yang ada.
Untuk praktis, dapat digunakan besaran pada tabel – 8 atau dihitung dengan rumus :
Rumus – 12:

Tabel – 8 : Landai relative maksimum (untuk 2/2 TB)


B. ALINEMEN HORISONTAL
B.5 DIAGRAM SUPERELEVASI
B.5.1. Metode
Metoda untuk melakukan superelevasi yaitu merubah lereng potongan melintang, dilakukan dengan bentuk profil dari tepi
perkerasan yang dibundarkan, tetapi disarankan cukup untuk mengambil garis lurus saja.

Ada tiga cara untuk mendapatkan superelevasi yaitu :


 memutar perkerasan jalan terhadap profit sumbu,
 memutar perkerasan jalan terhadap tepi jalan sebelah dalam,
 memutar perkerasan jalan terhadap tepi jalan sebelah luar

Gambar – 7 : Metode pencapaian superelevasi pada


tikungan tipe SCS (contoh untuk tikungan ke kanan).
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.5 DIAGRAM SUPERELEVASI

Gambar – 8 : Metode pencapaian superelevasi Gambar – 9 : Metode pencapaian superelevasi pada tikungan tipe
pada tikungan tipe FC (contoh untuk tikungan ke SS (contoh untuk tikungan ke kanan).
kiri).
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.5 DIAGRAM SUPERELEVASI
B.5.2. Diagram

Pembuatan diagram superelevasi antara cara AASHTO dan cara Bina Marga ada sedikit
perbedaan, yaitu :
 Cara AASHTO, penampang melintang sudah mulai berubah pada titik TS,
 Cara Bina Marga, penampang melintang pad titik TS masih berupa penampang melintang
normal seperti pada gambar – 7, 8 dan 9
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.6 PELEBARAN DI TIKUNGAN

Pelebaran perkerasan atau jalur lalu-lintas di tikungan, dilakukan untuk


mempertahankan kendaraan tetap pada lintasannya (lajurnya) sebagaimana pada bagian lures.
Hal ini terjadi karena pada kecepatan tertentu kendaraan pada tikungan cenderung untuk keluar
lajur akibat posisi rods depan dan rods belakang yang tidak sama, yang tergantung dari ukuran
kendaraan.
Penentuan lebar pelebaran jalur lalu-lintas di tikungan ditinjau dari elemen-elemen :
keluar lajur (off tracking) dan kesukaran dalam mengemudi di tikungan.
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.5 PELEBARAN DI TIKUNGAN
Tabel – 9 : Pelebaran di tikungan per lajur (m) untuk lebar jalur 2 x (B) m, 2 arah atau 1 arah.

Untuk praktis, besaran lobar untuk pelebaran di tikungan, pada tabel - 9 dapat digunakan.
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.7 DAERAH BEBAS SAMPING DI TIKUNGAN

Jarak pandang pengemudi pada lengkung horisontal (di tikungan), adalah pandangan
bebas pengemudi dari halangan benda-benda di sisi jalan (daerah bebas samping).
 Daerah bebas samping di tilcungan adalah ruang untuk menjamin kebebasan pandang di
tikungan sehingga Jh dipenuhi.
 Daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan kemudahan pandangan di tikungan
dengan membebaskan obyek-obyek penghalang sejauh E (m), diukur dari garis tengah lajur
daLam sampai obyek penghalang pandangan sehingga persyaratan Jh dipenuhi (lihat gambar
– 10 dan 11).
 Daerah bebas samping di tikungan dthitung berdasarkan rumus-rumus sebagai berikut :
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.7 DAERAH BEBAS SAMPING DI TIKUNGAN

Gambar – 10 : Daerah bebas samping ditikungan, Gambar – 11 : Daerah bebas samping ditikungan,
untuk Jh < Lt untuk Jh > Lt

Jika Jh < Lt : Jika Jh > Lt :


Rumus – 13: Rumus – 14:
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.7 DAERAH BEBAS SAMPING DI TIKUNGAN

Tabel – 10, menampilkan nilai E dalam satuan meter, yang dihitung menggunakan
persamaan rumus – 13 dengan pembulatan-pembulatan untuk Jh < Lt.

Sedangkan tabel – 11 digunakan untuk Jh > Lt, yang dihitung dari persamaan rumus – 14,
tabel – 11a untuk Jh – Lt = 25 m dan tabel – 11b untuk Jh – Lt = 50 m.
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.7 DAERAH BEBAS SAMPING DI TIKUNGAN
Tabel – 10: E (m), untuk Jh < Lt VR (km/jam), Jh (m)
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.7 DAERAH BEBAS SAMPING DI TIKUNGAN
Tabel – 11a: E (m), untuk Jh > Lt VR (km/jam), Tabel – 11b: E (m), untuk Jh > Lt VR (km/jam),
(Jh – Lt = 25 m) (Jh – Lt = 50 m)
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.8 TIKUNGAN GABUNGAN
Pada perencanaan alinemen horisontal, kemungkinan akan ada / ditemui perencanaan
tikungan gabungan karena kondisi topografi pada route jalan yang akan direncanakan
sedemikian rupa sehingga terpaksa (tidak dapat dihindari) hangs dilakukan rencana taaingan
gabungan, yang terdiri dari tikungan gabungan searah dan tikungan gabungan berbalik.

B.8.1. Tikungan Gabungan Searah


R1 > 1,5 R2, tikungan gabungan searah yang harus dihindari, jika terpaksa dibuat
tikungan gabungan dan dua busur lingkaran (FC), disarankan seperti pada gambar 12a,12b, dan
12c.
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.8 TIKUNGAN GABUNGAN

Gambar – 12a : Tikungan gabungan searah, Gambar – 12b : Tikungan gabungan searah dengan
R1 ≤ 1,5 R2 sisipan garis lurus

Gambar – 12c : Tikungan gabungan searah dengan sisipan spiral


B. ALINEMEN HORISONTAL
B.8 TIKUNGAN GABUNGAN
B.8.2. Tikungan Gabungan Berbalik
Tikungan gabungan yang berbalik secara tiba-tiba, harus karena dalam kondisi ini pengemudi
sangat sulit untuk mempertahankan kendaraan pada lajurnya. Jika terpaksa dibuat tikungan gabungan dari
dua busur lingkaran (FC), disarankan seperti pada gambar 13a, 13b dan 13c.

Gambar – 13a : Tikungan Gambar – 13b : Tikungan gabungan Gambar – 13b : Tikungan gabungan
gabungan searah, R1 ≤ 1,5 searah dengan sisipan garis lurus searah dengan sisipan spiral
R2
B. ALINEMEN HORISONTAL
B.8 TIKUNGAN GABUNGAN

Tikungan gabungan yang berbalik, akan menemui kesukaran dalam pelaksanaan


(konstruksi) kemiringan melintang jalan, terutama pada konstruksi timbunan yang tinggi, tikungan
semacam ini sedapat mungkin harus dihindari.
C. ALINEMEN VERTIKAL

Alinemen vertikal adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap titik yang
ditinjau, berupa profit memanjang. Pada perencanaan alinemen vertikal akan ditemui kelandaian
positif. (tanjakan) dan kelandamempengaruhi perencanaan alinemen vertikalian negatif
(turunan), sehingga kombinasinya berupa lengkung cembung dan lengkung cekung. Disamping
kedua lengkung tersebut ditemui pula kelandaian = 0 (datar).

Kondisi tersebut dipengaruhi oleh keadaan topografi yang dilalui oleh route jalan
rencana. Kondisi topografi tidak saja berpengaruh pada perencanaan alinemen horisontal, tetapi
juga mempengaruhi perencanaan alinemen vertical.
C. ALINEMEN VERTIKAL
C.1 KELANDAIAN
Untuk menghitung dan merencanakan lengkung vertikal, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
 Karakteristik Kendaraan Pada Kelandaian
Hampir seluruh kendaraan penumpang dapat berjala.n baik dengan kelandaian 7 - 8 % tanpa ada perbedaan
dibandingkan pada bagian datar.
Pengamatan menunjukkan bahwa untuk mobil penumpang pada kelandaian 3 % hanya sedikit sekali
pengaruhnya dibandingkan dengan jalan datar. sedangkan untuk truk, kelandaian akan lebih besar pengaruhnya.
 Kelandaian Maksimum
Kelandaian maksimum yang ditentukan untuk berbagai variasi kecepatan rencana, dimaksudkan agar
kendaraan dapat bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti.
Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh mampu bergerak dengan
kecepatan tidak kurang dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.
Tabel – 12: Kelandaian maksimum yang di ijinkan
C. ALINEMEN VERTIKAL
C.1 KELANDAIAN
 Kelandaian Minimum
Pada jalan yang menggunakan kerb pada tepi perkerasannya, perlu dibuat kelandaian minimum 0,5 % untuk
keperluan kemiringan saluran samping, karena kemiringan melintang jalan. dengan kerb hanya cukup untuk
mengalirkan air ke samping

 Panjang Kritis suatu Kelandaian


Panjang kritis ini diperlukan sebagai batasan panjang kelandaian maksimurn agar pengurangan-
kecepatan kendaraan tidak lebili dari separuh VR. Lama perjalanan pada panjang kritis tidak lebih dari satu merit.

Tabel – 13: Panjang kritis (m)


C. ALINEMEN VERTIKAL
C.1 KELANDAIAN
 Lajur Pendakian Pada Kelandaian Khusus
Pada jalur jalan dengan rencana volume laiu-lintas yang tinggi, terutarna untuk tipe 212 TB, maka kendaraan
berat akan berjalan pada lajur pendakian dengan kecepatan di bawah VR, sedangkan kendaraan lain masih dapat
bergerak dengan VR, sebailmya dipertimbangkan untuk dibuat lajur tambahan pada bagian kiri dengan ketentuan
untuk jalan baru menurut MKJI didasarkan pada BSH (Biaya Siklus Hidup).
Penempatan lajur pendakian harus dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Berdasarkan MKJI (1997)
Penentuan lokasi lajur pendakian harus dapat dibenarkan secara ekonomis yang dibuat berdasarkan analisis
BSH, sebagaimana ditampilkan pada tabel – 14.

Tabel – 14: Lajur pendakian pada kelandaian khususjalan luar kota (2/2TB), usia rencana 23 tahun
C. ALINEMEN VERTIKAL
C.1 KELANDAIAN

Gambar – 14 : Lajur pendakian tipikal Gambar – 15 : Jarak antara dua lajur pendakian
C. ALINEMEN VERTIKAL
C.1 KELANDAIAN
a) Berdasarkan TPGJAK (1997)
Penentuan lokasi lajur pendakian harus dapat dibenarkan secara ekonomis yang dibuat berdasarkan analisis
BSH, sebagaimana ditampilkan pada tabel – 14.
 Disediakan pada jalan arteri atau kolektor,
 Apabila panjang kritis terlampaui, jalan memiliki VLHR > 15.000 smp/hari, dan persentase truk > 15 %,
 Lebar lajur pendakian sama dengan lebar lajur rencana,
 Lajur pendakian dirnulai 30 meter dari awal perubahan kelandaian dengan serongan sepanjang 45 meter dan
berakhir 50 meter sesudah puncak kelandaian dengan serongan sepanjang 45 m (lihat gambar – 14),
 Jarak minimum antara 2 lajur pendakian adalah 1,5 km (lihat gambar – 15)..

Tabel – 14: Lajur pendakian pada kelandaian khususjalan luar kota (2/2TB), usia rencana 23 tahun
C. ALINEMEN VERTIKAL
C.2 LENGKUNG VERTIKAL
Lengkung vertikal direncanakan untuk merubah secara bertahap perubahan dari dua macam kelandaian
arah memanjang pada setiap lokasi yang diperlukan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi goncangan
akibat perubahan kelandaian dan menyediakan jarak pandang henti yang cukup untuk keamanan dan
kenyamanan. Lengkung vertikal terdiri dari dua jenis, yaitu lengkung cembung dan lengkung cekung.

Gambar – 16 : Tipikal lengkung vertikal bentuk parabola


C. ALINEMEN VERTIKAL
C.2 LENGKUNG VERTIKAL
Rumus yang digunakan:
Rumus – 15a:

Rumus – 15b:

Rumus di atas untuk lengkung simetris.


( g1 ± g2) = A = perbedaan aljabar untuk kelandaian, ( % ).
Kelandaian menaik (pendakian), diberi tanda ( + ), sedangkan kelandaian menurun (penurunan), diberi tanda ( - ).
Ketentuan pendakian atau penurunan ditinjau dari kiri.
Rumus – 16:
C. ALINEMEN VERTIKAL
C.2 LENGKUNG VERTIKAL
C.2.1. Lengkung Vertikal Cembung
Ketentuan tinggi menurut Bina Marga (1997) untuk lengkung cembung seperti pada tabel – 15.
Tabel – 15 : Ketentuan tinggi untuk jenis jarak pandang

a) Panjang L, berdasarkan Jh b) Panjang L, berdasarkan Jd


Rumus – 17a Rumus – 17c

Rumus – 17b Rumus – 17d


C. ALINEMEN VERTIKAL

Panjang lengkugn vertikal cembung (L), yang


diperoleh dari rumus 16 (c,d) pada umumnya akan
menghasilkan L lebih panjang dari pada jika
digunakan rumus 16 (a,b)
Gambar – 17.a : Untuk Jh <L
Untuk penghematan biaya, L dapat ditentukan
denga rumus 16(a,b) dengan konsekwensi
kendaraan pada daerah lengkung cembung tidak
dapat mendahului kendaraan di depannya, untuk
keamanan dipasang rambu (R9 dan R25)

Gambar – 17.b : Untuk Jh <L


C. ALINEMEN VERTIKAL
Gambar 18.b : Grafik
Lengkung Vertikal
Cembung berdasarkan
Jarak Pandang
Mendahului (Jd)

Gambar 18.a : Grafik Panjang Lengkung Vertikal


Cembung berdasarkan Jarak Pandang Henti (Jh)
C. ALINEMEN VERTIKAL
C.2.2. Lengkung Vertikal Cekung

Tidak ada dasar yang dapat digunakan untuk menentukan panjang lengkung cekung
vertical (L), akan tetapi ada empat kriteria sebagai pertimbangan yang daapt dihgunakan, yatu
• Jarak sinar lampu besar dari kendaraan (Gambar 19.a.b)
• Kenyamanan pengemudi
• Ketentuan Drainase
• Penampilam Secara Umum

Gambar 19.a: Untuk Jh < L Gambar 19.b: Untuk Jh > L


C. ALINEMEN VERTIKAL

Dengan bantuan gambar 19 a,b diatas, yaitu tinggi lampu besar kendaraan 0,60 dan sudut bias, maka
diperoleh hubungan praktis sebagai berikut :
C. ALINEMEN VERTIKAL
D. KOORDINASI ALINEMEN

Koordinasi alinemen pada perencanaan teknik jalan, diperlukan untuk menjamin


suatu perencanaan teknik jalan raya yang baik dan menghasilkan keamanan serta rasa
nyaman bagi pengemudi kendaraan (selaku pengguna jalan) yang melalui jalan tersebut.

Beberapa ketentuan atau syarat sebagai panduan yang dapat digunakan untuk
proses koordinasi alinemen, sebagai berikut :

 Alinemen horizontal dan alinemen vertical terletak pada suatu phase, dimana alinemen
horizontal sedikit lebih panjang dari alinemen vertical (Gambar 5.21a), demikian pula
tikungan horizontal harus satu phase dengan tanjakan vertical.
D. KOORDINASI ALINEMEN

Gambar 5 2.1 : Alinemen horizontal dan vertical terletak pada suatu phase

 Tikungan Tajam yang terletak diatas lengkung vertical cembung atau dibawah
lengkung vertical cekung harus dihindarkan, karena hal ini akan menghalangi
pandangan mata pengemudi pada saat memasuki tikungan pertama dan juga
jalan terkesan putus (Gambar 5.21b)
D. KOORDINASI ALINEMEN

Gambar 5 21b : Tikungan Terletak dibagian atas lengkung vertical cembung

Pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang, sebaiknya tidak dibuat
lengkung vertical cekung, karna pandangan pengemudi akan terhalang oleh
puncak alinemen vertical, sehingga sulit untuk memperkirakan alinemen di
balik puncak tersebut (Gambar 5.21c
D. KOORDINASI ALINEMEN
 Lengkung vertical dua atau lebih pada satu lengkung horizontal, sebaikknya dihindarkan.

 Tikungan tajam yang terletak diantara bagian jalan yang lurus dan panjang , harus
dihindarkan.
TERIMA KASIH…

Anda mungkin juga menyukai