Anda di halaman 1dari 59

PERENCANAAN

LAPISAN PERKERASAN
IR. AKHMAD, ST.MT
Perkerasan jalan adalah kontruksi yang di bangun di atas lapisan tanah dasar (subgrade) yang
berfungsi untuk menopang bahan lalulintas. Jenis ko ntruksi perkerrasan ajalan adalah apada
umumnya ada dua jenis yaitu:

 Perkerasan Lentur (Flexible Pavement), dan


 Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Selain dari pada kedua itu, sekarang telah banyak digunakan jenis gabungan (composite pavement),
yaitu perpaduan antara lentur dan kaku.
CONTENT

• Metode Perencanaan
• Sistem Perencanaan Jalan Baru
• Pertimbangan Perencanaan
• Lapisan Perkerasan Lentur
• Lapis Perkerasan Kaku
A. METODE PERENCANAAN

Perencanaan kontruksi atau tebal lapisan perkerasan jalan, dapat dilakukan


dengan banyak cara (metoda), Dalam buku ini digunakan metoda
perencanaan sebagai berikut :
 Untuk perkerasan lentur digunakan cara bina marga. Dengan “Metoda
Analisa Komponen”SKBI : 2.3.26.1987 / SNI 03 – 1732 – 1989
 Untuk perkerasan kaku digunakan cara NAASRA (National Association of
Australian State Road Authorities), yang disesuaikan dengan kondisi
Indonesia oleh BINA Marga dalam SKBI : 2.3.28.1988 dan “Pavement
Design” (A Guide to the Structural Design of Road Pavements), NAASRA,
1987
A. METODE PERENCANAAN

Gambar 1. Bagan Alir Sistem Perencanaan Untuk Jalan Baru


B. SISTEM PERENCANAAN BARU

Tahapan atau system perencanaan tebal perkerasan untuk

jalan baru secaa ideal seperti pada gambar 1. untuk pemilihan

tebal perkerasan dilakukan secara ekonomis tetapi harus dapat

mengantisipasi perkembangan lalu-lintas dan dampak

lingkungan disamping prediksi mengenai komposisi

penmpilannya.
C. PERTIMBANGAN PERENCANAAN
Pertimbangan Kontruksi dan Pemeliharaan

Faktor yang dipertimbangkan adalah:

a. Perluasan dan Jenis Drainase

b. Penggunaan Kontruksi Berkotak – kotak

c. Ketersediaan peralatan khususnya perakatan : pencampuran material,


penghamparan dan pemadatan.

d. Penggunaan Kontruksi Bertahap

e. Penggunaan Stabilitas

f. Kebutuhan dari segi lingkungan dan keamanan pemakai.

g. Pertimbangan social dan strategi pemeliharaan.

i. Resiko resiko yang mungkin terjadi


C. PERTIMBANGAN PERENCANAAN
Pertimbangan Lingkungan

a. Kelembapan: Secara umum berpengaruh terhadap penamppilan perkerasan

sedangkan kekakuan / kekuatan material yang lepas dan tanah dasar, tergantung dari

kadar air materialnya.

Gambar 2. Pergerakan Air pada Kontruksi Perkerasan Jalan.


C. PERTIMBANGAN PERENCANAAN
b. Suhu Lingkungan: pengaruhnya cukup besar pada penampilan permukaan
dengan aspal yang kaku dan regas pada temperature rendah dan
sebaliknya akan lunak dan visko pada suhu tinggi

• Evaluasi Lapisan Tanah Dasar (Subgrage)


Daya dukung lapisan tanah dasar adalh hal yang sangat penting dalam merencanakan tebal lapisan
perkerasan, jadi tujuan evaluasi lapisan tanah dasar ini untuk mngestimasi nilai daya dukung subgrade
yang akan digunakan dalam perencanaan.

Faktor Pertimbangan Untuk Estimasi Daya Dukung


a. Urutan pekerjaan tanah
b.Penggunaan kadar air pada lapisan pemadatan (kompaksi) dan kepadatan lapangan yang
dicapai
c. Perubahan kadar air selama usia pelayanan
d. Variabilitas tanah dasar.
e. Ketebalan lapisan perkerasan total yang dapat diterima lapisan lunak yang ada di bawah
lapisan tanah dasar.
C. PERTIMBANGAN PERENCANAAN
Pengukuran Daya Dukung Subgrade

a. California Bearing Ratio

b. Parameter Elastis

c. Modulus Reaksi Tanah Dasar(k)

Tabel 1. Pengukuran Daya Dukung yang Digunakan


C. PERTIMBANGAN PERENCANAAN
California Bearing Ratio

1. Pengujian CBR Insitu (ditempat)


dilakukan untuk mendapatkan nilaiCBR yang
diperlukan ntuk mengetahui daya dukung
lapisan ana dasar. Untukjalan baru metode ini
tidak praktis.

2. Metode Penetrasi (Cone Penetratioon)


dapat digunakan sebagai oengganti metode
CBR . Metode ini terdiri dari 2 metode yaitu:

- DCP (Dynamic Cone Penetration) nilai


dari metode ini dapat dikorelasikan seperti pada
grafik gambar 3 untuk mendapatkan nilai CBR.

- Sondir (Static Cone Penetration) nilaidari Gambar 3. Korelasi Nilai DCP dan CBR
metode ini dapat dikorelasikan seperti pada
gambar 4, untuk mendapatkan nilai CBR.
C. PERTIMBANGAN PERENCANAAN

Gambar 4. Korelasi Nilai qc dan CBR


C. PERTIMBANGAN PERENCANAAN
Modulus Reaksi Tanah Dasar (k)

Modulus “k” ini dapat ditentukan dari pengujian


pembebanan plat (Plat Loading Test) yang dapat
digunakan untuk evaluasi daya dukung lapisan tanah
dasar (Subgrade). Modulus “k” ini dapat langsung
dimasukkan ke proses perencanaan perkerasana kaku.
Nilai CBR dapat diperoleh dari hubungan dengan nilai k
tersebut dari gambar 5.

Parameter Elastis

Tata cara yang digunakan untuk menentukan nilai


CBR desain dilakukan dengan pengujian laboratorium
terhadap contoh tanah dari lapangan yang diperkirakan
nilai kepadatan dan kadar air lapisan tanah dasar Gambar 5.Korelasi Hubungan antara nilai (k) dan CBR
tersebut.
C. PERTIMBANGAN PERENCANAAN
Pengambilan Nilai CBR Perkiraan
Pendekatan ini digunakan jika tidak dapat diperoleh nilai CBR, khususnya untuk jalan dengan lalu
lintas rendah dimana tidak disarankan penelitian atau untuk tahap awal perencanaan suau jalan. Nilai
CBR perkiraan dapat dilihat pada table 2.

Tabel 2. Tipikal Pekerasan Nilai CBR Desain

Material Perkerasan
Material perkerasan dapat diklasifikasikan menjadi 4 sehubungan dengan sifatnya yaitu:
a. Material berbutir lepas b. Material Terikat
c. Aspal d. Beton Semen.
C. PERTIMBANGAN PERENCANAAN
Tabel 3. Kategori Material Perkerasan dan
Karakteristik

Kegagalan lapisan perkerasan aspal yang


paling umum adalah deformasi akibat stabilitas
yang kurang dan retak akibat kelelahan.
C. PERTIMBANGAN PERENCANAAN
Tabel 4. Perkiraan Nilai Karakteristik dan Elastisitas.
C. PERTIMBANGAN PERENCANAAN
Lalu Lintas Rencana
Kondisi lalulontas rencana menentukan pelayanan adalah:
- Jumlah Sumbu yang Lewat
- Beban Sumbu
-Kofigurasi Sumbu
Untuk semua jenis perkerasan, penampilan dipengaruhi terutama oelh kendaraan yang lewat.
1. Konfigurasi Sumbu Equivalen
Kerusakan akibat kendaraan tegantung pada:
- Jarak Sumbu - Jumlahroda/sumbu dan - Beban Sumbu
Untuk kebutuhan perencanaan kendaraan yang diperhitungkan adalah empat jenis sebagai berikut:
- Sumbu tunggal roda tunggal - Sumbu tandem roda ganda
- Sumbu tunggal roda ganda - Sumbu triple roda ganda
2. Lajur Rencana
Pembangunan lapisana perkerasan yang abru atau pelapisan tambahan akan dilaksanakan pada
2 lajur atau lebih yang kemungkinan bias berbeda kebutuhannya terhadap ketebalan lapisan, tetapi
untuk praktisnya akan dibuat sama, untuk itu dibutuhkanjalur rencana yaitu jalur yang menerima beban
terbesar.
C. PERTIMBANGAN PERENCANAAN
3. Usia Rencana

Usia rencana adalah jangka waktu dalam tahun sampai perkerasan harus diperbaiki atau
ditingkatkan. Beberapa tipikal umur rencana yaitu:

- Lapisan perkerasan aspal baru 20-25 tahun

- Lapisan perkerasan kaku baru 20-40 tahun

- Lapisan tambahan (aspal 10-15), (batu pasir 10-20)tahun

4. Angka pertumbuhan lalu lintas

Jumlah lalulintas akan bertambahn naik pada keseluruhan usia rencana atau pada sebagian masa
tersebut.

5. Metode Perhitungan Lalulintas Rencana

Metode yang digunakan tergantung dari data lalulintas yang ada dan prosedur perencanaan yang
digunakan. Secara ideal data lalu lintas harus mencakup jumlah dan berat setiap jenis sumbu dalam
arus lalu lintas.
D. LAPISAN PERKERASAN LENTUR
Perencanaan kontruksi lapisan perkerasan lentur jalan yang akan diuraikan yaitu perkerasan
lentur untuk jalan baru dengan metode analisis komponen.

A. KARAKTERISTIK PERKERASAN LENTUR

- Bersifat Elatis jika menerima beban, sehingga dapat memberi kenyamanan bagi
pengguna jalan.

- Pada umumnya menggunakan bahan pengikat aspal.

- Seluruh lapisan ikut menanggung beban.

- Penyebaran teganagan ke lapisan tanah dasar sedemikian sehingga tidak marasuk


lapisan tanah dasar (Subgrade)

- Usia rencana maksimum 20 tahun (MKJI = 23 Tahun)

- Selama usia rencana diperlukan pemeliharaan secara berkala (routine maintenance)


D. LAPISAN PERKERASAN LENTUR

Gambar 6. Susunan Lapisan Perkerasan Lentur (Ideal)


B. LALU LINTAS RENCANA UNTUK PERKERASAN
1. Persentase Kendaraan Pada Jalur Rencana
Jalur Rencana (JR) merupakan jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang terdiri dari suatu laur atau lebih.

Tabel 5. Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan


D. LAPISAN PERKERASAN LENTUR
Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah ditentukan dari lebar
perkerasan seperti pada table 5

Tabel 6. Koefisien distribusi kendraan ( c) untuk kendaraan ringan


dan berat yang leeat pada jalur rencana
D. LAPISAN PERKERASAN LENTUR
2. Angka Ekuivalen (E) Beban Sumbu Kendraan
Angka ekivalen (E) masing masing golongan sumbu :
a. Angka ekivalen sumbu tunggal :

1.1

b. Angka ekivalen sumbu ganda


1.2

Tabel 7. Angka Ekivalen E Beban Sumbu Kendaraan


D. LAPISAN PERKERASAN LENTUR
3. Perhitungan Lalu Lintas
- Lintas Ekivalen Permukaan (LEP)
1.3
- Lintas Ekivalen Akhir (LEA)
1.4
- Lintas Ekivalen Tengah (LET)
1.5
- Lintas Ekivalen Rencana (LER)
1.6
1.7
D. LAPISAN PERKERASAN LENTUR
Dimana:
i = Perkembangan Lalu Lintas
j = Jenis Kendaraan
LHR = Lalu Lintas Harian Rencana
UR = Usia Rencana, (tahun)
FP = Faktor Penyesuaian

C. PERHITUNGAN DAYA DUKUNG DASAR TANAH

Perhitungan daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi. Daya
dukung tanah dasar diperoleh dari nilai CBR atau Plate Bearing Test, DCP, dll. Dari nilai CBR yang diperoleh
ditentukan nilai CBR rencana yang merupakan nilai CBR rata –rata untuk suatu jalur tertentu.

Caranya adalah sebagi berikut:


- Tentukan harga CBR terendah
- Tentukan jumlah harga CBR yang sama atau lebih besar dari masing-masing nilai CBR
- Angka jumlah terbanyak dinyatakan merupakan persentase dari harga tersenut.
- Buat grafik hubungan CBR dan persentase jumlah tersebut
- Nilai CBR rata – rata adalah nilai yang didapat dari angka 90 %
D. LAPISAN PERKERASAN LENTUR
Caranya adalah sebagi berikut:
- Tentukan harga CBR terendah
- Tentukan jumlah harga CBR yang sama atau lebih
besar dari masing-masing nilai CBR
- Angka jumlah terbanyak dinyatakan merupakan
persentase dari harga tersenut.
- Buat grafik hubungan CBR dan persentase jumlah
tersebut
- Nilai CBR rata – rata adalah nilai yang didapat dari
angka 90 %

Gambar 7. Korelasi DDT dan CBR


D. LAPISAN PERKERASAN LENTUR
D. Faktor Regional

fakor regional FR adalah factor korelasi sehubungan dengan adanya perbedaan


kondisi percobaan AASHTO Road Test dan di sesuiakan dengan keadaan di Indonesia. FR ini
dipengaruhi oleh bentuk alinamen, perentase kendaraan dan yang berhenti serta iklim.
Tabel 8.Faktor Regional (FR)

E. Indeks Permukaan

Indeks permukaan adalah nilai keretaan / kehalusan serta kekokohan permukaan yang
bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas lewat.
D. LAPISAN PERKERASAN LENTUR
Tabel 9. Indeks Permukaan pada Akhir Usia Rencana
D. LAPISAN PERKERASAN LENTUR
Tabel 10 Indeks Permukaan Pada Awal Usia Rencana (Ipo)
*Alat pengukur roughess yang dipakai
adalah roughmeter NAASRA yang dipasang
pada kendaraan yang standar Datsun 1500
station wagon dengan kecepatan kendaraan
± 32 km per jam.
Gerakan sumbu belakang dalam arah vetikal
dipindahkan pada alat roughmeter melalui
kabel yang dipasang di tengah-tangah
sumbu belakang kendaraan yang
selanjutnya dipindahkan kepada counter
melalui “flexible drive”
Setiap putaran counter adalah sama dengan
15,2 gerakan vertical antara sumbu
belakang dan badan kendaraan, alat
pengukur roughness tipe lain dapat
digunakan dengan mengkalibrasi hasl yang
diperoleh terhadap roughmeter NAASRA.
D. LAPISAN PERKERASAN LENTUR
F. Indeks Tebal Perkerasan Tabel 11. Koefisien kekuatan realtif (a)

1.8

Dimana: ITP : Indeks Tebal Perkerasan


a :koefisien lapisan
D: tebal lapisan, (cm)
D. LAPISAN PERKERASAN LENTUR
Tabel 12. Batas batas minimum tebal lapisan perkerasan
D. LAPISAN PERKERASAN LENTUR

Gambar 8. Penggunaan Nomogram1, untuk lpt = 2,5 dan lPo≥4


E. LAPISAN PERKERASAN KAKU

Ketebalan rencana permukaan aspal pada pekerasan kaku dihitung dengan :

- Menentukan ketebalan dari jenis perkerasan beton semen yang tidak lazim, digunakan metode detail yang
baru diperkenalkan ini (mengabaikan bahwa perkerasan permukaanya menggunakan aspal)

- Mengurangi ketebalan perkerasan beton semen setebal 10 mm untuk setiap 25 mm permukaan aspal yang
digunakan.

A. Faktor untuk Menentukan Ketebalan

1. Kekuatan Lapisan Tanah Dasar.

untuk perencanaan tebal perkerasan kaku, daya dukung tanah dasar diperoleh dengan nilai CBR, seperti
halnya pada perencanaan perkerasan lentur, meskipun pula umumnya dilakukan dengan menggunakan nilai (k)
yaitu modulus reaksi tanah dasar. Nilai “k” diperoleh dari pengujian “Plate Bearing”.

Jika nilai “k” pada perencanaan belum diukur, maka dapat digunakan nilai k hasil korelasi seperti pada
gambar 5.
E. LAPISAN PERKERASAN KAKU

Untuk menentukan Modulus Reaski Tanah Dasar “k” rencana yang mewakili suatu seksi jalan, diperlukan
rumus sebagai berikut:

Dimana : k° = modulus reaksi tanah dasar yang mewakili suatu seksi


¯k = ∑k/n modulus reaksi tanah dasar rata-rata dalam suatu
seksi jalan
k = modulus reaksi tanah dasar tiap titik di dalam seksi jalan
n = Jumlah k

Standar Deviasi :
E. LAPISAN PERKERASAN KAKU
2. Kekuatan Beton (Lihat pada uraian sebelumnya pada material perkerasan)
3. Lalu Lintas Rencana (Lihat pada uraian sebelumnya pada lalu lintas rencana)
4. Lapisan Pondasi Bawah (Sub-Base)
Ketebalan minimum lapisan pondasi bawah dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Gambar 10. Pondasi Bawah Minimum yang Diperlukan untuk Perkerasan Kaku
E. LAPISAN PERKERASAN KAKU
Pada perkerasan kaku, lapis pondasi bawah tidak dianggap sebagai lapis yang menopang
(mendukung) akan tetapi, jika lapis pondasi bawah dibuat dengan kontruksi lapis pengikat (bound sub
base) dan akan diperhiutngandaya dukungnya, maka “k” yang digunakan adalah nilai “k” gabungan yang
dapat ditentukan dengan perkiraan seperti pada table 13.
a. Lapisan Pondasi Bawah Agregat Lepas
Lapisan pondasi dari agregat lepas sudah cukupn untuk mencegah “pumping” dengan
syarat agregat tersebut bergradasi baik dan dari bahan berplastisitas rendah yang stabil. Untuk lapisan
tanah dsara dengan daya dukung lunak atau lalu lintas tinggi maka lapisan ini tidak bisa mencegah
“pumping”
Tabel 13. Tipical Nilai Kekuatan Lapis Pondasi
E. LAPISAN PERKERASAN KAKU
b. Lapis Pondasi Bawah Terikat

Bahan pengikat yang bias digunakan adalah semen, kapur atau aspal yang digunakan pada
jalan dengan beban lalu lintas tinggi.

c. Lapis Pondasi Bawah Beton

Lapis pondasi bawah beton dengan campuran abu batu atau sejenisnya harus mempunyai
kuat tekan minimum untuk 28 hari sebesar 5 Mpa untuk meminimalkan penyusutan.

B. Lalu Lintas Rencana untuk Perkerasan Kaku


Tahapan yang dilakukan sebagi berikut

a. Karakteristik Kendaran
- Jenis kendaraan yang diperhitungkan hanya kendaraan niaga dengan berat toatal 5 ton
- Konfigurasi sumbu yang diperhitungkan ada 3 macam yaitu;
1. Sumbu tunggal roda tunggal (STRT)
2. Sumbu tunggal pada roda ganda (STRG)
3. Sumbu tandem/ganda roda ganda (SGRG)
E. LAPISAN PERKERASAN KAKU
b. Tatacara Perhitungan Lalu-Lintas Rencana

- Hitung volume lalu-lintas (LHR) yang diperkirakan pada akhir usia rencana, sesuaikan dengan
kapasitas jalan

- Untuk masing-masing jenis kelompok sumbu kendaraan niaga, diestimasi angka LHR awal dari
kelompok sumbu denga beban masing-masing kelipatan 0,5 ton (5 -5,5), (5,5-6), (6-6,5),dst.

- Mengubah beban trisumbu ke beban sumbutandem di dsarakan bahwa trisumbu setara


dengan dua sumbu tandem.

- Hitung jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama usia rencana.

JSKN = 365 x JSKNH X R

Dimana : JSKN = Jumlah Sumbu Kendraan Maksimum

JSKNH = Jumlah Sumbu Kendaraan Maksimum Harian, pada saat tahun ke 0

R = Faktor pertumbuhan lalu lintas yang besarnya berdasarkan factor


pertumbuhan lalu lintasantahunan (i) dan usia rencana (n)
E. LAPISAN PERKERASAN KAKU
Untul (i ≠ 0) :

Untuk (i ≠ 0), jika setelah m pertubuhan lalulintas tidak terjadi lagi

Untuk≠ 0), jika setelah n pertumbuhan lalu lintas berbeda dengan


sebelumnya (I’/tahun)
E. LAPISAN PERKERASAN KAKU
- Hitung Persentase masing-masing kombunasi konfigurasi beban sumbu terhadap jumlah sumbu
kendaraan niaga harian
-Hitung jumlah repetisi kumulatif tiap kombinasi konfigurasi / beban sumbu pada jalur rencana :
JSKN X % kombinasi terhadap JSKNH x Cd
dimana : Cd =Koefisien Distribusi

Tabel 14. Koefisien Distribusi


Kendaraan Niaga Pada Jalur Tabel 15. Faktor Keamanan
Rencana
E. LAPISAN PERKERASAN KAKU
C. TATA CARA PERENCANAAN KETEBALAN
1. Tebal Plat
Prosedur Perencanaan :
- Pilih suatu tebal pelat tertentu
- Untuk setiap kombinasi konfigurasi dan beban sumbu serta harga k tertentu maka :
1. tegangan lentur yang terjadi pada pelat beton ditentukan dari grafik pada bagian lampiran
perkerasan.
2. Perbandingan teganagan dihitung dengan membaggi tegangan lentur yang terjadi pada
pelat dengan modulus keruntuhan lentur beton (Fr)
3. Jumlkah pengulangan beban yang diijinkan ditentukan berdasarkan harga perbandingan
tegangan pada table 7.16
- Persentase fatigue tiap kombinasi ditentukan dengan membagi jumlah pengulangan beban
rencana dengan jumlah pengulangan beban ijin.
- Cari total fatigue dengan menjumlahkan persentase fatigue dari seluruh kombinasi konfigurasi
/ beban sumbu.
- Langkah - langkah di atas (a d) diulangi hingga didapatkan tebal plat terkecil dengan
total fatigue lebih kecil atau sama dengan 100 %
E. LAPISAN PERKERASAN KAKU
C. TATA CARA PERENCANAAN KETEBALAN
1. Tebal Plat
Prosedur Perencanaan :
- Pilih suatu tebal pelat tertentu
- Untuk setiap kombinasi konfigurasi dan beban sumbu serta harga k tertentu maka :
1. tegangan lentur yang terjadi pada pelat beton ditentukan dari grafik pada bagian lampiran
perkerasan.
2. Perbandingan teganagan dihitung dengan membaggi tegangan lentur yang terjadi pada
pelat dengan modulus keruntuhan lentur beton (Fr)
3. Jumlkah pengulangan beban yang diijinkan ditentukan berdasarkan harga perbandingan
tegangan pada table 7.16
- Persentase fatigue tiap kombinasi ditentukan dengan membagi jumlah pengulangan beban
rencana dengan jumlah pengulangan beban ijin.
- Cari total fatigue dengan menjumlahkan persentase fatigue dari seluruh kombinasi konfigurasi
/ beban sumbu.
- Langkah - langkah di atas (a d) diulangi hingga didapatkan tebal plat terkecil dengan
total fatigue lebih kecil atau sama dengan 100 %
E. LAPISAN
2 Dasar Penentuan Ketebalan PERKERASAN KAKU

a. Perkerasan Bersambung

Perkerasan ketebalan pada perkerasan bersambung merupakan dsara dari penentuan ketebalan.

b. Perkerasan Bertulang Menerus

Data-data berdasarkan penelitian dan teoritis serta hasil beberapa pengujian pembebanan, seiring
dengan pengalaman dan pelayanan perkerasan, menurut NAASRA menunjukkan bahwa dengan
kapasitas struktur yang sama, ketebalan perkerasan beton bertulang menerus hanya membutuhkan
85 % dari ketebalan perkerasan beon bertulang.

c.Perkerasan Kaku dengan Permukaan Aspal

3. Dasar Penentuan Ketebalan

Ketebalan minimum semua jenis perkerasan kaku yang akan dilalui kendaraan niaga, tidak boleh
kurang dari 150 mm kecuali perkerasan bersambung tidak bertulang tanpa uji ruji (dowel), tebal
minimum 200 mm
E. LAPISAN
2 Dasar Penentuan Ketebalan PERKERASAN KAKU

a. Perkerasan Bersambung

Perkerasan ketebalan pada perkerasan bersambung merupakan dsara dari penentuan ketebalan.

b. Perkerasan Bertulang Menerus

Data-data berdasarkan penelitian dan teoritis serta hasil beberapa pengujian pembebanan, seiring
dengan pengalaman dan pelayanan perkerasan, menurut NAASRA menunjukkan bahwa dengan
kapasitas struktur yang sama, ketebalan perkerasan beton bertulang menerus hanya membutuhkan
85 % dari ketebalan perkerasan beon bertulang.

c.Perkerasan Kaku dengan Permukaan Aspal

3. Dasar Penentuan Ketebalan

Ketebalan minimum semua jenis perkerasan kaku yang akan dilalui kendaraan niaga, tidak boleh
kurang dari 150 mm kecuali perkerasan bersambung tidak bertulang tanpa uji ruji (dowel), tebal
minimum 200 mm
E. LAPISAN PERKERASAN KAKU
Tabel 16. Perbandingan Tegangan dan Jumlah Pengulangan Beban yang Diijinkan
E. LAPISAN PERKERASAN KAKU
D. TATACARA PERENCANAAN PENULANGAN

1. Kebutuhan Penulangan pada Perkersan Bersambung Tanpa Tulangan


Tipikal penggunaan penulangan khusus ini antara lain:
a. Tambahan Plat Tipis
b. Sambungan yang tidak tepat dan
c. Pelat Kulah atau struktur lain
2. Penulangan Pada Perkersan Bersambung dengan Tulangan
Luas tulangan pada perkerasan ini dihitung dari persamaan sebagai berikut :

Dimana: As = Luas tulangan yang diperlukan (mm2 / m lebar)


F = Koefisien gesekan antara plat beton dengan lapisan di bawahnya
L = Jarak antara sambungan (m)
Fs = Tegangan Tarik baja ijin (Mpa) (±230 Mpa)
Catatan : As minimum menurut SNI 91 untuk segala keadaan 0,14 % dari luas penampang beton
E. LAPISAN PERKERASAN KAKU
Tabel 17. Koefisien Gesekan Antara Pelat Beton Semen dengan Lapisan
Pondasibawahnya

3. Penulangan pada Perkerasan Menerus dengan Tulangan

a. Penulangan Memanjang
E. LAPISAN PERKERASAN KAKU

Tabel 18. Hubungan antara Kuat Tekan Beton dan Angka Ekivalen Baja dan Beton (n) serta
(fr)
E. LAPISAN PERKERASAN KAKU
Dimana : Ps = Persentase tulangan memanjang yang dibutuhkan terhadap penampang beton (%)

Ft = Kuat Tarik lentur beton yang digunakan 0,4 – 05 fr, dalam MPA

Fy = Tegangan leleh rencana baja (berdasarkan SNI’91, Fy < 400 Mpa – BJTD40)

n = Angka ekivalen antara baja dan beton = Es/Ec, tak berdimensi

F = Koefisien gesekan antara pelat beton dengan lapisan di bawahnya, tal berdimensi.

Es = Modulus elastisitas baja (berdasarkan SNI’91 digunakan 200.00 Mpa)

Ec = Modulus Elastisitas Beton

(Berdasarkan SNI’ 91 digunakan )


E. LAPISAN PERKERASAN KAKU
Persentase minimum tulangan memanjang pada perkersan beton menerus adalh 0,6 % dari luas penampang beton.
Jarak antara retakan pada perkerasan pada perkerasan beton menerus dengan tulangan dapat dihitung dengan
persamaan :
Dimana:
Lcr = Jarak teoritis retakan dalam meter
jarak optimum antara 1-2 meter.
p = Luas tegangan memanjang per
satuan luas beban
Fb = Tegnagan lekat antara tulangan
dengan beton yang dikenal sebagai
“lekat lentur” dalam Mpa.
s = koefisien susut bton (0.0005-0.0006)
Ft = kuat Tarik lentur yang digunakan
0,4-0,5 Fr dalam MPA
n = angka ekivalen antara baja dan
beton
u = keliling penampang tulangan per
satuan luas tulangan
Ec = modulus elastisitas beton.
E. LAPISAN PERKERASAN KAKU
. SAMBUNGAN
1. Jenis Sambungan
- Sambungan Susut
- Sambungan Muai
- Sambungan Kontruksi
Selain tiga jenis sambungan tersebut, jika plat perkerasan cukup lebar (>7 m, kapasitas alat), maka
diperlukan sambungan ke arah memanjang yang berfungsi sebagai penahan gaya lenting (warping) yang
berupa sambungan engsel, dengan perkuatan ikatan batang pengikat (tie bar}
2. Geometrik Sambungan
a. Jarak sambunagn
Jarak sambungan untuk beton biasa ≤ 2 h (dua kali tebal pelat beton dalam satuan berbeda, misalkan
tebal pelat h= 8 inci maka jarak sambungan = 16 inci, jadi kalau dengan satuan SI unit jarak sambungan = 24
– 25 kali tebal pelat misalkan tebal plat 200 mm, maka jarak sambungan = 4800 mm dan secara umum
perbandingan antara lebar plat dibagipanjang pelat ≤ 1,25
b. Tata letal sambungan
Sambungan menyerong atau acak (random), akan meminimalkan dampak kekasaran sambungan,
sehingga dapat memperbaiki mutu pengendalian
E. LAPISAN PERKERASAN KAKU

Gambar 11. Tata Letak Sambungan Pada Perkerasan Kaku


E. LAPISAN PERKERASAN KAKU
3. Dimensi Bahan Sambungan

a. Sambungan Susut
Pada umumnya dalam berbanding lebar berkisar 1- 1,5, dengan kedalaman minimum 9,5 mm (3/8 inci)
untuk sambungan memanjang dan12,5 mm (1/2 inci) untuk sambungan melintang.
Lebar sambungan harus memperhitungkan pergerakan ditambah dengan tegangan sisa yang diijinkan
pada penutup sambungan.

MenurutAASHTO’86 : diisyaratkan lebar bukaan ≤ 0.04 inci untuk sambungan tanpa ruji (dowel)

Menurut Yoder & Witczak : Lebar bukaan ≤ 0,04 inci untuk sambungan tanpa dowel, lebar bukaan ≤
0,25 inci untuk sambungan dengan dowel.

Menurut SKBI 2.3.28.1988 : lebar bukaan retakan minimum (mm) = 0,45 x panjang pelat (m)
umumnya lebar retakan yang diijinkan berkisar antara 1-3 mm. tetapi untuk kemudian pengisian
bahan penutup, lebar bukaan pada bagian atas diperlebar maksimum 6 – 10 mm dengan
kedalaman tidak lebih dari 20 mm dan semua sambungan susut melintang harus dipasang ruji.
b. Sambungan Muai
Pergerakan pada sambungan muai didasarkan pada pengalaman agen pembuat. Dimensi alur takikan
akan optimal didasarkan pada pergerakan dan kemampuan bahan pengisi. Pada umumnya, dimensi
akan lebih besar daripada untuk sambungan susut.
E. LAPISAN PERKERASAN KAKU
c. Sambungan Pelaksanaan
Menurut AASHTo 86’, tipikal sambungan susut melintang, juga dapat digunakan untuk sambungan
pelaksanaan dan sambungan memanjang lainnya.

Gambar 12. Sambungan Susut Melintang Tanpa Dowel

4. Dowel (Ruji)

Dowel berupa batang baja tulangan polos maupun profil, yang digunakan sebagai sarana
penyambung/pengikat pada beberapa jenis sambungan pelat beton perkerasan jalan.
E. LAPISAN PERKERASAN KAKU
Tabel 19. Ukuran dan Jarak Batang Dowel (Ruji) yang disarankan
E. LAPISAN PERKERASAN KAKU

Gambar 13 : Sambungan Susut Melintang dengan Dowel

Gambar 14 : Sambungan muai dengan Dowel


E. LAPISAN PERKERASAN KAKU

Gambar 15. Jarak Tie Bar maksimum menurut AASHTO (1986) untuk tulangan baja grade
40 dan F =1,5
E. LAPISAN PERKERASAN KAKU
5. Bahan Pengikat (Tie Bar)

adalah potongan baja yang diprofilkan yang dipasangkan pada sambungan lidah-alur dengan
maksud untuk mengikat pelat agar tidak bergerak horizontal. Batang pengikat dipasang pada
sambungan memanjang, lihat gambar 11.
Untuk menentukan dimensi batang pengikat,menurut AASHTO guide for design of pavement
structures 1986 dapat digunakan pada grafik berikut
E. LAPISAN PERKERASAN KAKU
Sketsa sambungan pelaksanaan mamanjang seperti pada gambar 16 di bawah ini.

Gambar 16. Sambungan Pelaksanaan Memanjang dengan Lidah Alur dan Tie
Bar (Batang Pengikat)
TERIMA KASIH…

Anda mungkin juga menyukai