0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
390 tayangan24 halaman
1. Batu empedu adalah kondisi kehadiran batu pada kandung empedu.
2. Terdapat beberapa jenis batu empedu, sebagian besar terdiri atas kolesterol dan pigmen empedu.
3. Faktor risiko terjadinya batu empedu antara lain jenis kelamin, umur, obesitas, dan faktor genetik.
1. Batu empedu adalah kondisi kehadiran batu pada kandung empedu.
2. Terdapat beberapa jenis batu empedu, sebagian besar terdiri atas kolesterol dan pigmen empedu.
3. Faktor risiko terjadinya batu empedu antara lain jenis kelamin, umur, obesitas, dan faktor genetik.
1. Batu empedu adalah kondisi kehadiran batu pada kandung empedu.
2. Terdapat beberapa jenis batu empedu, sebagian besar terdiri atas kolesterol dan pigmen empedu.
3. Faktor risiko terjadinya batu empedu antara lain jenis kelamin, umur, obesitas, dan faktor genetik.
Pada umumnya batu empedu dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Tipe kolesterol 2. Tipe pigmen empedu 3. Tipe campuran Beberapa faktor risiko terjadinya batu empedu antara lain jenis kelamin, umur, hormon, wanita, infeksi (kolesistitis), kegemukan, paritas, serta faktor genetik. Terjadinya batu kolesterol adalah akibat gangguan hati yang mengekskresikan kolesterol berlebihan hingga kadarnya diatas nilai kritis kelarutan kolesterol dalam empedu. Sedangkan tipe pigmen biasanya adalah akibat proses hemolitik atau infestasi Escherichia coli atau Ascaris humbricoides ke dalam empedu yang dapat mengubah bilirubin diglukuronida menjadi bilirubin bebas yang mungkin dapat menjadi kristal kalsium bilirubin
MANIFESTASI KLINIK Kelainan ini frekuensinya meningkat sesuai bertambahnya umur. Mungkin tanpa gejala, mungkin pula terdapat gejala gejala seperti perasaan penuh di epigastrium. Nyeri perut kanan atas ; atau dapat juga kolik bilier disertai demam dan ikterus
Gambaran Klinis Batu empedu umumnya asimtomatik, yang ditemukan secara kebetulan saat otopsi atau pembedahan untuk penyakit lain. Dari pasien-pasien yang memang mengalami gejala yang berkaitan dengan kolelitiasis, gejala awal dapat berkisar dari mual atau rasa tidak enak di perut yang ringan setelah mengonsumsi makanan berlemak atau gorengan hingga nyeri abdomen midepigastrium atau kaudran kanan atas yang sangat hebat serta ikterus. Riwayat gejala ringan kronik yang berkaitan dengan makanan biasanya mendahului serangan nyeri abdomen akut. Pasien batu empedu biasanya adalah wanita, memiliki riwayat asupan lemak makanan yang tinggi, pernah hamil, yang mencerminkan peran esterogen dalam patogenesis batu empedu, dan berada dalam usia 40an, yang mencerminkan waktu yang dibutuhkan untuk gejala penyakit. ETIOLOGI Batu empedu memiliki beberapa variasi. Sebagian besar terutama terbentuk dari kolesterol dengan atau tanpa endapan kalsium. Kadang-kadang, khususnya pada pasien dengan penyakit hemolitik kronik, dapat terbentuk batu bilirubin. Pasien dapat memiliki satu atau lebih tanda berikut, bergantung pada kausa dan mekanisme patofisiologis yang berperan :beberapa batu besar ; batu kecil tetapi banyak ; sludge (lumpur pekat), suatu gel kental akibat pemekatan empedu yang diperkirakan mudah membentuk batu. Patologi dan Patogenesis Kolelitiasis memiliki beragam sebab. Namun, pembentukan batu empedu kolesterol biasanya memerlukan pembentukan empedu dengan konsentrasi kolesterol yang lebih besar daripada kelarutannya. Proses-proses normal yang mencegah terbentuknya batu empedu mungkin mencakup kenyataan bahwa dalam keadaaan normal empedu tidak cukup lama menetap di kandung empedu untuk menjadi litogenik (mudah membentuk batu). Karena itu, hilangnya motilitas dinding otot kandung empedu (akibat penyakit intrisik intrisik dinding otot, perubahan kadar hormon seperti CCK, atau gangguan kontrol saraf) dan kontraksi sfingter yang terlalu kuat yang mengganggu pengosongan, menjadi faktor-faktor predisposisi penting. Salah satu konsekuensi penurunan pengosongan kandung empedu adalah konsentrasi emppedu yang berlebihan sehingga terjadi peningkatan litogenesitas. Hal ini dapat terjadi akibat berkurangnya peyerapan air atau perubahan komposisi empedu sehingga terjadi peningkatan saturasi atau kandungan kolesterol. Faktor-faktor lain dapat menyebabkan peningkatan kecenderungan untuk membentuk batu pada tingkat konsentrasi dan saturasi tertentu, termasuk adanya faktor pemicu pembentukan inti baru (nucleating factors) versus faktor antinucleating dalam empedu serta jumlah dan komposisi asam empedu. Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya batu empedu, termasuk esterogen, prostaglandin, peningkatan produksi mukus dan glikoprotein, oleh epitel kandung empedu, dan kolonisasi kronik atau infeksi bakteri. Esterogen dapat memiliki banyak peran, yang mula-mula mempengaruhi komposisi empedu (meningkatkan kolesterol dan kepekatannya dalam empedu) tetapi juga mengurangi motilitas kandung empedu (sehingga mempermudah terjadinya stasis, pembentukan lumpur empedu, dan litogenisitas). Prostaglandin, yang bersifat protektif dalam lambung dengan meningkatkan produksi mukus, malah dapat berperan menimbulkan litogenisitas melalui mekanisme yang sama. Karena itu, NSAID yang menghambat pembentukan prostaglandin sering bermanfaat untuk mencegah pembentukan batu empedu pada orang yang rentan, mungkin dengan mengurangi produksi mukus. Pengertian : a. Batu saluran empedu : adanya batu yang terdapat pada sal. empedu (Duktus Koledocus ). b. Batu Empedu(kolelitiasis) : adanya batu yang terdapat pada kandung empedu. c. Radang empedu (Kolesistitis) : adanya radang pada kandung empedu. d. Radang saluran empedu (Kolangitis) : adanya radang pada saluran empedu.
II. Penyebab: Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein. Macam-macam batu yang terbentuk antara lain: 1. Batu empedu kolesterol, terjadi karena : kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan produksi empedu. Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu: Infeksi kandung empedu Usia yang bertambah Obesitas Wanita Kurang makan sayur Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol 2. Batu pigmen empedu , ada dua macam; Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi Batu pigmen coklat : bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi 3. Batu saluran empedu Sering dihubungkan dengan divertikula duodenum didaerah vateri. Ada dugaan bahwa kelainan anatomi atau pengisian divertikula oleh makanan akan menyebabkan obstruksi intermiten duktus koledokus dan bendungan ini memudahkan timbulnya infeksi dan pembentukan batu.
III. Pathofisiologi : Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran empedu lainnya. Faktor predisposisi yang penting adalah : Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu Statis empedu Infeksi kandung empedu Perubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor yang paling penting pada pembentukan batu empedu. Kolesterol yang berlebihan akan mengendap dalam kandung empedu . Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal khususnya selama kehamilan dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan merupakan insiden yang tinggi pada kelompok ini. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memegang peranan sebagian pada pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler sebagai pusat presipitasi. Infeksi lebih sering sebagai akibat pembentukan batu empedu dibanding infeksi yang menyebabkan pembentukan batu.
IV. Perjalanan Batu Batu empedu asimtomatik dapat ditemukan secara kebetulan pada pembentukan foto polos abdomen dengan maksud lain. Batu baru akan memberikan keluhan bila bermigrasi ke leher kandung empedu (duktus sistikus) atau ke duktus koledokus. Migrasi keduktus sistikus akan menyebabkan obstruksi yang dapat menimbulkan iritasi zat kimia dan infeksi. Tergantung beratnya efek yang timbul, akan memberikan gambaran klinis kolesistitis akut atau kronik.
Batu yang bermigrasi ke duktus koledokus dapat lewat ke doudenum atau tetap tinggal diduktus yang dapat menimbulkan ikterus obstruktif.
V. Gejala Klinis Penderita batu saluran empedu sering mempunyai gejala-gejala kronis dan akut.
GEJALA AKUT GEJALA KRONIS TANDA : 1. Epigastrium kanan terasa nyeri dan spasme 2. Usaha inspirasi dalam waktu diraba pada kwadran kanan atas 3. Kandung empedu membesar dan nyeri 4. Ikterus ringan
TANDA: 1. Biasanya tak tampak gambaran pada abdomen 2. Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas GEJALA: 1. Rasa nyeri (kolik empedu) yang Menetap 2. Mual dan muntah 3. Febris (38,5C)
GEJALA: 1. Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat : abdomen bagian atas (mid epigastrium), Sifat : terpusat di epigastrium menyebar ke arah skapula kanan 2. Nausea dan muntah 3. Intoleransi dengan makanan berlemak 4. Flatulensi 5. Eruktasi (bersendawa)
VI. Pemeriksaan penunjang Tes laboratorium : 1. Leukosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu). 2. Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl). 3. Amilase serum meningkat.( N: 17 - 115 unit/100ml). 4. Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.(cara Kapilar : 2 - 6 mnt). 5. USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena adanya batu empedu dan distensi saluran empedu ( frekuensi sesuai dengan prosedur diagnostik) 6. Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan untuk melihat kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus duodenum. 7. PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras untuk menentukan adanya batu dan cairan pankreas. 8. Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di sistim billiar. 9. CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu, obstruksi/obstruksi joundice. 10. Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran pada saluran atau pembesaran pada gallblader.
Daftar Pustaka :
1. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990, Jakarta, P: 586-588. 2. Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa AdiDharma, Edisi II.P: 329-330. 3. Marllyn E. Doengoes, Nursing Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia, 1993.P: 523-536. 4. D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, W. B. Saunders Company, Philadelpia, 1991. 5. Sutrisna Himawan, 1994, Pathologi (kumpulan kuliah), FKUI, Jakarta 250 - 251. 6. Mackenna & R. Kallander, 1990, Illustrated Physiologi, fifth edition, Churchill Livingstone, Melborne : 74 - 76.
------------------------------------------------------------------------------------------ asuhan Keperawatan Pasien Dengan Kolelitiasis/Koledokolitiasis
Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol. (Williams, 2003) Penyebab Kolelitiasis/Koledokolitiasis Penyebab pasti dari Kolelitiasis/Koledokolitiasis atau batu empedu belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan memulai membentuk batu. Tipe lain batu empedu adalah batu pigmen. Batu pigmen tersusun oleh kalsium bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin bebas berkombinasi dengan kalsium.( Williams, 2003) Patofisiologi Kolelitiasis/Koledokolitiasis Ada dua tipe utama batu empedu: batu yang terutama tersusun dari pigmen dan batu yang terutama tersusun dari kolesterol. 1. Batu Pigmen Kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tidak terkonjugasi dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi. 2. Batu Kolesterol Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati; keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu empedu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan perdangan dalam kandung empedu. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentiukan batu empedu, melalui peningkatan dikuamasi sel dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler dan bakteri dapat berperan sebagi pusat presipitasi. Akan tetapi infeksi lenih sering menjadi akibat dari pembentukan batu empedu dari pada sebab pembentukan batu empedu.(Smeltzer, 2002) Insidensi Kolelitiasis/Koledokolitiasis Jumlah wanita berusia 20-50 tahun yang menderita batu empedu sekitar 3 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Setelah usia 50 tahun, rasio penderita batu empedu hampir sama antara pria dan wanita. Insidensi batu empedu meningkat seiring bertambahnya usia.(Williams, 2003) Tanda Dan Gejala Kolelitiasis/Koledokolitiasis 1. Rasa nyeri dan kolik bilier Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada. 2. Ikterus Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit. 3. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut Clay-colored 4. Defisiensi vitamin Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002) 5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa Pemeriksaan Penunjang Kolelitiasis/Koledokolitiasis 1. Radiologi Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi. 2. Radiografi: Kolesistografi Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002) 3. Sonogram Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003) 4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer, 2002) 5. Pemeriksaan darah Kenaikan serum kolesterol Kenaikan fosfolipid Penurunan ester kolesterol Kenaikan protrombin serum time Kenaikan bilirubin total, transaminase Penurunan urobilirubin Peningkatan sel darah putih Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama Penatalaksanaan Kolelitiasis/Koledokolitiasis 1. Penatalaksanaan pendukung dan diet Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer, 2002) Manajemen terapi : Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati) 2. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan Pelarutan batu empedu Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal : monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu; melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau kateter bilier transnasal. Pengangkatan non bedah Beberapa metode non bedah digunakan untuk mengelurkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran T Tube atau lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi T Tube; jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop ERCP. Setelah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop tersebut ke dalam ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini digunakan untuk memotong serabut-serabut mukosa atau papila dari spingter Oddi sehingga mulut spingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini memungkinkan batu yang terjepit untuk bergerak dengan spontan kedalam duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan jaring atau balon kecil pada ujungnya dapat dimsukkan melalui endoskop untuk mengeluarkan batu empedu. Meskipun komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi, namun kondisi pasien harus diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan terjadinya perdarahan, perforasi dan pankreatitis. ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy) Prosedur noninvasiv ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.(Smeltzer, 2002) 3. Penatalaksanaan bedah Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif jika gejala yang dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi psien mengharuskannya Tindakan operatif meliputi Sfingerotomy endosokopik PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage) Pemasangan T Tube saluran empedu koledoskop Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube Penatalaksanaan pra operatif : 1. Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu 2. Foto thoraks 3. Ektrokardiogram 4. Pemeriksaan faal hati 5. Vitamin k (diberikan bila kadar protrombin pasien rendah) 6. Terapi komponen darah 7. Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa scara intravena bersama suplemen hidrolisat protein mungkin diperlikan untuk membentu kesembuhan luka dan mencegah kerusakan hati. Diagnosa Keperawatan Pasien Dengan Kolelitiasis/Koledokolitiasis
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (obstruksi, proses pembedahan) 2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk ingesti dan absorbsi makanan 3. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan 4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan jaringan (luka operasi) 5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas trakturs gastrointestinal (sekunder terhadap imobilisasi) 6. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan (mual, muntah, drainase selang yang berlebihan) 7. Kurang pengetahuan: penyakit, prosedur perawatan b.d. Kurangnya informasi --------------------------------------------------------------------------------------------------------- ----------------------ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CHOLELOTIASIS / BATU EMPEDU Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat : subyektif : kelemahan Obyektif : kelelahan 2. Sirkulasi : Obyektif : Takikardia, Diaphoresis 3. Eliminasi : Subektif : Perubahan pada warna urine dan feces Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan atas, urine pekat. 4. Makan / minum (cairan) : a. Subyektif : Anoreksia, Nausea/vomit. Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas. Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi. Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn). Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia. b. Obyektif : Kegemukan. Kehilangan berat badan (kurus). 5. Nyeri/ Kenyamanan :
a. Subyektif : Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu. Nyeri apigastrium setelah makan. Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit. b. Obyektif : Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot meregang /kaku hal ini dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+). 6. Respirasi : Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman. 7. Keamanan : Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung perdarahan ( defisiensi Vit K ). 8. Belajar mengajar : Obyektif : Pada keluarga juga pada kehamilan cenderung mengalami batu kandung empedu. Juga pada riwayat DM dan gangguan / peradangan pada saluran cerna bagian bawah. Dioagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif sehubungan dengan nyeri, kerusakan otot, kelemahan/ kelelahan, ditandai dengan : Takipneu Perubahan pernafasan Penurunan vital kapasitas. Pernafasan tambahan Batuk terus menerus 2. Potensial Kekurangan cairan sehubungan dengan : Kehilangan cairan dari nasogastrik. Muntah. Pembatasan intake Gangguan koagulasi, contoh : protrombon menurun, waktu beku lama. 3. Penurunan integritas kulit/jaringan sehubungan dengan Pemasanagan drainase T Tube. Perubahan metabolisme. Pengaruh bahan kimia (empedu) ditandai dengan : adanya gangguan kulit. 4. Kurangnya pengetahuan tentang prognosa dan kebutuhan pengobatan, sehubugan dengan : Menanyakan kembali tentang imformasi. Mis Interpretasi imformasi. Belum/tidak kenal dengan sumber imformasi. ditandai dengan : pernyataan yang salah. permintaan terhadap informasi. Tidak mengikuti instruksi. Daftar Pustaka 1. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990, Jakarta, P: 586-588. 2. Sylvia Anderson Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa AdiDharma, Edisi II.P: 329-330. 3. Marllyn E. Doengoes, Nursing Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia, 1993.P: 523-536. 4. D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, W. B. Saunders Company, Philadelpia, 1991. 5. Sutrisna Himawan, 1994, Pathologi (kumpulan kuliah), FKUI, Jakarta 250 - 251. 6. Mackenna & R. Kallander, 1990, Illustrated Physiologi, fifth edition, Churchill Livingstone, Melborne : 74 76 1. Definisi Kolelitiasis Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
2. Patologi kolelitiasis Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu, yang terdiri dari : kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, fosfolipid (lesitin) dan elektrolit. Batu empedu memiliki komposisi yang terutama terbagi atas 3 jenis : 1. batu pigmen 2. batu kolesterol 3. batu campuran (kolesterol dan pigmen)
3. Etiologi kolelitiasis Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti,adapun faktor predisposisi terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu. Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-insur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingter oddi, atau keduanya dapat menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin ) dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus meningkatakn viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan.Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu ,dibanding panyebab terbentuknya batu.
4. Patofisiologi kolelitiasis 1. Batu pigmen Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karna adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.
Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu
Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase
Presipitasi / pengendapan
Berbentuk batu empedu
Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi Batu kolesterol Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan berpengaruh dalam pembentukan empedu. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan kolesterol sangat tergantung dari asam empedu dan lesitin (fosfolipid).
Proses degenerasi dan adanya penyakit hati
Penurunan fungsi hati
Penyakit gastrointestinal Gangguan metabolisme
Mal absorpsi garam empedu Penurunan sintesis (pembentukan) asam empedu
Peningkatan sintesis kolesterol
Berperan sebagai penunjang iritan pada kandung empedu Supersaturasi (kejenuhan) getah empedu oleh kolesterol
Peradangan dalam Peningkatan sekresi kolesterol kandung empedu
Kemudian kolesterol keluar dari getah empedu Penyakit kandung empedu (kolesistitis) Pengendapan kolesterol
Batu empedu
5. Manifestasi klinis kolelitiasis Gejala kolelitiasis dapat terjadi akut atau kronis dan terjadinya gangguan pada epigastrium jika makan makanan berlemak, seperti: rasa penuh diperut, distensi abdomen, dan nyeri samar pada kuadran kanan atas.
Rasa nyeri hebat dan kolik bilier Jika duktus sistikus tersumbat batu, maka kandung empedu mengalami distensi kemudian akan terjadi infeksi sehingga akan teraba massa pada kuadran I yang menimbulkan nyeri hebat sampai menjalar ke punggung dan bahu kanan sehingga menyebabkan rasa gelisah dan tidak menemukan posisi yang nyaman. Nyeri akan dirasakan persisten (hilang timbul) terutama jika habis makan makanan berlemak yang disertai rasa mual dan ingin muntah dan pada pagi hari karena metabolisme di kandung empedu akan meningkat.
Mekanisme nyeri dan kolik bilier
Batu empedu
Aliran empedu tersumbat (saluran duktus sistikus)
Distensi kandung empedu
Bagian fundus (atas) kandung empedu menyentuh bagian abdomen pada kartilago kosta IX dan X bagian kanan
Merangsang ujung-ujung saraf sekitar untuk mengeluarkan bradikinin dan serotonin
Impuls disampaikan ke serat saraf aferen simpatis
Menghasilkan substansi P (di medula spinalis)
Thalamus
Korteks somatis sensori Bekerjasama dengan pormatio retikularis (untuk lokalisasi nyeri)
Serat saraf eferen Hipotalamus
Nyeri hebat pada kuadran kanan atas dan nyeri tekan daerah epigastrium terutama saat inspirasi dalam
Penurunan pengembangan thorak Menjalar ke tulang belikat (sampai ke bahu kanan)
Nyeri meningkat pada pagi hari
Karena metabolisme meningkat di kandung empedu
Mekanisme mual dan muntah Perangsangan mual dapat diakibatkan dari adanya obstruksi saluran empedu sehingga mengakibatkan alir balik cairan empedu ke hepar (bilirubin, garam empedu dan kolesterol) menyebabkan terjadinya proses peradangan disekitar hepatobiliar yang mengeluarkan enzim- enzim SGOT dan SGPT, menyebabkan peningkatan SGOT dan SGPT yang bersifat iritatif di saluran cerna sehingga merangsang nervus vagal dan menekan rangsangan sistem saraf parasimpatis sehingga terjadi penurunan peristaltik sistem pencernaan di usus dan lambung, menyebabkan makanan tertahan di lambung dan peningkatan rasa mual yang mengaktifkan pusat muntah di medula oblongata dan pengaktifan saraf kranialis ke wajah, kerongkongan serta neuron-neuron motorik spinalis ke otot-otot abdomen dan diafragma sehingga menyebabkan muntah. Apabila saraf simpatis teraktifasi akan menyebabkan akumulasi gas usus di sistem pencernaan yang menyebabkan rasa penuh dengan gas maka terjadilah kembung.
Obstruksi saluran empedu
Alir balik cairan empedu ke hepar (bilirubin, garam empedu, kolesterol)
Proses peradangan disekitar hepatobiliar
Pengeluaran enzim-enzim SGOT dan SGPT
Peningkatan SGOT dan SGPT
Bersifat iritatif di saluran cerna
Merangsang nervus vagal (N.X Vagus)
Menekan rangsangan sistem saraf parasimpatis
Penurunan peristaltik sistem Akumulasi gas usus pencernaan (usus dan lambung) di sistem pencernaan
Makanan tertahan di lambung Rasa penuh dengan gas
Peningkatan rasa mual Kembung
Pengaktifan pusat muntah (medula oblongata)
Pengaktifan saraf kranialis ke wajah, kerongkongan, serta neuron-neuron motorik spinalis ke otot-otot abdomen dan diafragma
Muntah
Mekanisme ikterik, BAK berwarna kuning
Akibat adanya obstuksi saluran empedu menyebabkan eksresi cairan empedu ke duodenum (saluran cerna) menurun sehingga feses tidak diwarnai oleh pigmen empedu dan feses akan berwarna pucat kelabu dan lengket seperti dempul yang disebut Clay Colored. Selain mengakibatkan peningkatan alkali fospat serum, eksresi cairan empedu ke duodenum (saluran cerna) juga mengakibatkan peningkatan bilirubin serum yang diserap oleh darah dan masuk ke sirkulasi sistem sehingga terjadi filtrasi oleh ginjal yang menyebabkan bilirubin dieksresikan oleh ginjal sehingga urin berwarna kuning bahkan kecoklatan.
Obstuksi saluran empedu
Ekresi cairan empedu ke duodenum (saluan cerna) menurun
Feses tidak diwarnai Peningkatan alkali fosfat serum Peningkatan bilirubin serum oleh pigmen empedu Diserap oleh darah
Feses pucat/ berwarna kelabu Masuk ke dan lengket (seperti dempul) sirkulasi sistem
Disebut Clay Coroled Filtrasi oleh ginjal
Bilirubin dieksresikan oleh gi
Warna urin kuning/ kecoklatan
6. Nilai hasil pemeriksaan laboratorium (dalam buku patofisiologi vol 1)
1.Uji eksresi empedu Fungsinya mengukur kemampuan hati untuk mengonjugasi dan mengekresikan pigmen. Bilirubin direk (terkonjugasi) merupakan bilirubin yang telah diambil oleh sel-sel hati dan larut dalam air.Makna klinisnya mengukur kemampuan hati untuk mengonjugasi dan mengekresi pigmen empedu. Bilirubin ini akan meningkat bila terjadi gangguan eksresi bilirubin terkonjugasi. Nilai normal : 0,1-0,3 mg/dl
Bilirubin indirek (tidak terkonjugasi) merupakan bilirubin yang larut dalam lemak dan akan meningkat pada keadaan hemolitik (lisis darah). Nilai normal : 0,2-0,7 mg/dl
Bilirubin serum total merupakan bilirubin serum direk dan total meningkat pada penyakit hepatoselular Nilai normal : 0,3-1,0 mg/dl
Bilirubin urin / bilirubinia merupakan bilirubin terkonjugasi dieksresi dalam urin bila kadarnya meningkat dalam serum, mengesankan adanya obstruksi pada sel hatiatau saluran empedu. Urin berwarna coklat bila dikocok timbul busa berwarna kuning. Nilai normal : 0 (nol)
2.Uji enzim serum
Asparte aminotransferase (AST / SGOT ) dan alanin aminotransferase (ALT / SGPT) merupakan enzim intrasel yang terutama berada di jantung, hati, dan jaringan skelet yang dilepaskan dari jaringan yang rusak (seperti nekrosis atau terjadi perubahan permeabilitas sel dan akan meningkat pada kerusakan hati. Nilai normal AST / SGOT dan ALT / SGPT : 5-35 unit/ml. Alkaline posfatase dibentuk dalam hati dan dieksresikan ke dalam empedu, kadarnya akan meningkat jika terjadi obstuksi biliaris. Nilai normalnya : 30-120 IU/L atau 2-4 unit/dl.
7. Pemeriksaan diagnostic
1. Ronsen abdomen / pemeriksaan sinar X / Foto polos abdomen Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu. Akurasi pemeriksaannya hanya 15-20 %. Tetapi bukan merupakan pemeriksaan pilihan.
2. Kolangiogram / kolangiografi transhepatik perkutan Yaitu melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka semua komponen sistem bilier (duktus hepatikus, D. koledukus, D. sistikus dan kandung empedu) dapat terlihat. Meskipun angka komplikasi dari kolangiogram rendah namun bisa beresiko peritonitis bilier, resiko sepsis dan syok septik.
3. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi) Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien- pasien yang kandung empedunya sudah diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi
8. Penatalaksanaan
a. Non Bedah, yaitu : Therapi Konservatif Pendukung diit : Cairan rendah lemak Cairan Infus Pengisapan Nasogastrik Analgetik Antibiotik Istirahat
Farmako Therapi Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol. Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada pasien yang karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk karena terdapat kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh garam-garam empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu empedu tersedia Kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sekresi kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu dapat melarut lagi. Therapi perlu dijalankan lama, yaitu : 3 bulan sampai 2 tahun dan baru dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun , dalam hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.
Pembedahan Cholesistektomy Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi cholesistitis atau pada cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan tindakan konservatif .
Tujuan perawatan pre operasi pada bedah cholesistectomy 1. Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur operasi. 2. Meningkatkan kesehatan klien baik fisik maupun psikologis 3. Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang hal-hal yang akan dilakukan pada post operasi.
Tindakan Keperawatan Pada Cholecystotomy 1. Posisi semi Fowler 2. Menjelaskan tujuan penggunaan tube atau drain dan lamanya 3. Menjelaskan dan mengajarkan cara mengurangi nyeri : Teknik Relaksasi Distraksi
Terapi
1.Ranitidin Komposisi : Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet, 50 mg/ml injeksi. Indikasi : ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap simetidina, ulkus duodenum, hiperekresi asam lambung ( Dalam kasus kolelitiasis ranitidin dapat mengatasi rasa mual dan muntah / anti emetik). Perhatian : pengobatan dengan ranitidina dapat menutupi gejala karsinoma lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil.
3. Buscopan Plus Komposisi : Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg,. Indikasi : Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri spastik pada saluran uriner, bilier, dan organ genital wanita.
4. NaCl i. NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida yang dimana kandungan osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam plasma tubuh. ii. NaCl 3 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida tetapi kandungan osmolalitasnya lebih tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam plasma tubuh.
Penatalaksanaan Diet
Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme lemak, sehingga klien dianjurkan/ dibatasi dengan makanan cair rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti : buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi / teh.
9. Diagnosa yang muncul Nyeri akut berhubungan dengan proses biologis yang ditandai dengan obstruksi kandung empedu Mual berhubungan dengan iritasi pada sistem gastrointestinal Defisit pengetahuan berhubungan dengan salah dalam memahami informasi yang ada
10. Asuhan Keperawatan Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan proses biologis yang ditandai dengan obstruksi kandung empedu Tujuan : Nyeri akan berkurang dengan kriteria : Tingkat kenyamanan terpenuhi : perasaan senang secara fisik dan psikologis (Comfort Level ). Tingkat nyeri berkurang atau menurun (Pain Level) . Intervensi : Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif, meliputi : lokasi, karakteristik, awitan / durasi, Frekuensi, Kualitas, Intesitas dan keparahan nyeri. Berikan Informasi tentang nyeri, seperti : Penyebab nyeri, seberapa akan berlangsung dan antisipasinya serta ketidaknyamanan dari prosedur. Ajarkan penggunaan teknik Non-farmakologis, seperti : Relaksasi, Distraksi, Kompres Hangat / dingin, Masase ) Mempertahankan Tirah Baring Pemberian Analgetik Rasional : Agar kita mengetahui seberapa parah nyeri yang dirasakan klien Agar klien mengetahui tenyang nyeri yang bdirasakan klien Agar klien dapat mengalihkan rasa nyeri Dengan tirah baring akan mengurangi nyeri tekanan pada intra abdomen terutama posisi fowler rendah Untuk mengurangi nyeri
Diagnosa : Mual berhubungan dengan iritasi pada gangguan sistem gastrointestinal Tujuan : Status Nutrisi : Asupan makanan dan cairan dalam 24 jam terpenuhi / adekuat Pasien terbebas dari mual Tingkat kenyamanan terpenuhi : Perasaan lega secara fisik dan psikologis Intervensi : Penatalaksanaan Cairan : peningkatan keseimbangan cairan Pemantauan Cairan : Pengumpulan dan Analisis data klien Pemantauan Nutrisi : Pengumpulan dan Analisa data klien Berikan therapi IV sesuai dengan anjuran Rasional : Untuk pencegahan komplikasi yang disebabakan oleh kadar cairan yang tidak normal Untuk mengatur keseimbangan cairan Untuk mencegah atau meminimalkan malnutrisi Untuk meminimalkan rasa mual dan membantu intake nutrisi
Diagnosa : Defisit pengetahuan berhubungan dengan Salah dalam memahami informasi yang ada Tujuan : Terpenuhinya pengetahuan klien dan keluarga tentang perawatan diri dan keluarga Intervensi : Panduan Sistem Kesehatan Pengajaran Proses Penyakit Pengajaran diet yang dianjurkan Pengajaran Prosedur atau penanganan Pengajaran aktivitas/ latihan yang harus dilakukan
Rasional : Untuk memfasilitasi daerah klien dan penggunaan layanan kesehatan yang tepat Membantu klien dalam memahami informasi yang berhubungan dengan proses timbulnya penyakit secara khusus Agar klien mengetahui makanan apa saja yang dianjurkan Agar klien memahami terhadap penanganan yang dilakukan / dianjurkan Agar klien mengalami aktiv itas apa yang harus dilakukan
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat di dalam kandung empedu atau saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya Perkembangan batu dapat tetap asimtomatik selama beberapa dekade. Migrasi dari batu empedu dapat mengakibatkan oklusi dari saluran empedu dan pankreas, menyebabkan rasa sakit (kolik bilier) dan menghasilkan komplikasi akut seperti kolelitiasis akut, asending kolangitis, atau pankreatitis akut. Kondisi kronis peyakit batu empedu dapat menyebabkan fibrosis dan hilangnya fungsi kandung empedu dan menjadi predisposisi untuk kanker kandung empedu. Batu empedu jarang terjadi pada anak anak. Setelah masa puber, konsentrasi kolesterol dalam empedu meningkat. Setelah usia 15 tahun, prevalensi batu empedu pada wanita AS meningkat sekitar 1% per tahun, sedangkan pada pria sekitar 0,5% per tahun. Insiden pada wanita menurun setelah menopause, tetapi pembentukan batu baru pada pria dan wanita sekitar 0,4% per tahun sampai akhir dalam hidup (CSA, 2009). Perempuan lebih cenderung untuk mengembangkan batu empedu kolesterol dari pada laki-laki, khususnya pada masa reproduksi, dengan perbandingan 2-3 :1 dengan pria. Perbadaan disebabkan oleh faktor esterogen sehingga meningkatkan sekresi kolesterol bilier (Wang, 2009). Setiap tahun, di Amerika Serikat, sekitar 500.000 orang mengalami gejala atau komplikasi dari batu empedu yang membutuhkan kolesistektomi. Sekitar 7000 kematian disebabkan komplikasi batu empedu akut, seperti pankreatitis akut (Ko,2005) ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Batu di dalam kandung empedu sebagian besar tersusun dari pigmen pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium, dan protein. Secara patogenensis dan faktor resiko dari kondisi pembentukan batu kandung empedu berbeda-beda Tabel PATOFISIOLOGI Batu ginjal terjadi karena adanya zat tertentu dalam empedu yang hadir dalam konsentrasi yang mendekati batas kelarutan mereka. Bila empedu terkonsentrasi di kandung empedu, larutan akan menjadi jenuh dengan bahan-bahan tersebutm kemudian endapan dari larutan akan membentuk kristal mikroskopis. Kristal terperangkap dalam mukosa bilier, akan menghasilkan suatu endapan. Oklusi dari saluran oleh endapan dan batu menghasilkan komplikasi penyakit batu empedu. Pada kondisi normal kolesterol tidak mengendap di empedu karena mengandung garam empedu terkonjugasi dan fosfatidikolin (lesitin) dalam jumlah cukup agar kolesterol berada di dalam larutan misel. Jika rasio konsentrasi kolesterol berbanding garam empedu dan lesitin meningkat, maka larutan misel menjadi sangat jenuh. Kondisi yang sangat jenuh ini mungkin terjadi karena hati memproduksi kolesterol dalam bentuk konsentrasi tinggi. Zat ini kemudian mengendap pada lingkungan cairan dalam bentuk kristal kolesterol. Kristal ini merupakan prekusor batu empedu. Bilirubin,pifmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif disekresi ke dalam empedu oleh sel hati. Sebagian besar bilirubin dalam empedu adalah berada dalam bentuk konjugat glukunorida yang larut dalam air dan stabil, tetapi sebagian kecil terdiri atas bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi, seperti asam lemak, fosfat, karbonat, dan anion lain, cenderung untuk membentuk presipitat tak larut dengan kalsium. Kalsium memasuki empedu secara pasif bersama dengan elektrolit lain. Dalam situasi pergantian heme tinggi, seperti hemolisis kronis atau sirosis, bilirubin tak terkonjugasi mungkin berada dalam empedu pada konsentrasi yang lebih tinggi dari biasanya. Kalsium bilirubinate mungkin kemudian mengkristal dari larutan dan akhirnya membentuk batu. Seiring waktu, berbagai oksidasi menyebabkan bilirubin presipitat untuk mengambil jet warna hitam, batu yang dibentuk dengan cara ini yang disebut batu pigmen hitam Empedu biasanya steril, tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak biasa (misalnya di atas striktur bilier), mungkin terkolonisasi dengan bakteri. Bakteri menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dan hasil peningkatan bilirubin tak terkonjugasi dapat menyebabkan presipitasi terbentuknya kristal kalsium bilirubinate. Bakteri hidrolisis lesitin menyebabkan pelepasan asam lemak yang kompleks dengan kalsium dan endapan dari larutan. Konkresi ang dihasilkan memiliki konsistensi disebut batu pigmen coklat. Tidak seperti kolesterol atau pigmen hitam batu, yang membentuk hampir secara eksklusif di kandung empedu, batu pigmen coklat sering bentuk de novo dalam saluran empedu. Batu empedu kolesterol dapat terkoloni dengan bakteri dan dapat menimbulkan peradangan mukosa kandung empedu. Enzim dari bakteri dan leukosit menghidrolisis bilirubin konjugasi dan asam lemak. Akibatnya, dari waktu ke waktu, batu kolesterol bisa mengumpulkan proporsi kalsium bilirubinate dan garam kalsium, lalu menghasilkan campuran batu empedu.\ Kondisi batu kandung empedu memberikan berbagai manifestasi keluhan pada pasien dan menimbulkan berbagai masalah keperawatan. Jika terdapat batu yang menyumbat duktus sistikus atau duktus biliaris komunis untuk sementara waktu, tekanan di duktus biliaris akan meningkat dan peningkatan konraksi peristaltik di tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri visera di daerah epigastrium, mungkin dengan penjalaran ke punggung. Keluhan muntah dapat memberikan masalah keperawatan dan resiko ketidakseimbangan cairan. Respons nyeri dan gangguan gastrointestinal akan meningkatkan penurunan intake nutrisi , sedangkan anoreksia memberikan masalah keperawatan risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan. Respons komplikasi akut dengan peradangan akan memberikan manifestasi peningkatan suhu tubuh. Respons kolik bilier secara kronis akan meningkatkan kebutuhan metabolisme sehingga pasien cenderung mengalami kelelahan memberikan masalah intoleransi aktivitas. Respons adanya batu empedu akan dilakukan intervensi medis pembedahan, intervensi litotripsi, atau intervensi endoskopik memberikan respons psikologis kecemasan dan pemenuhan informasi.