Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR KEPERAWATAN HEMODIALISA


DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

Disusun Oleh :

Ninda Lilis Qotifah

P1905026

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH

KLATEN

2020
LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA

A. Definisi
Hemodialisa adalah alat yang digunakan untuk membantu pasien yang ginjalnya
sudah tidak mampu berfungsi dengan baik (Anggraeni, 2017, h110). Hemodialisa
merupakan proses terapi pengganti ginjal dengan menggunakan selaput membran semi
permeabel yang berfungsi seperti nefron sehingga dapat mengeluarkan produk sisa
metabolisme dan mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien
gagal ginjal (Mailani, 2015, h2). Pasien GGK harus menjalani hemodialisa seumur hidup
secara teratur sebelum mendapat ginjal cangkokkan (Armiyati & Rahayu, 2014). Proses
terapi HD memerlukan jangka waktu yang panjang (Mayuda, 2017, h168).
Skema Hemodiaisa

(Suharyanto dan Madjid, 2014, h206).

B. Prinsip Kerja / Proses Kerja


Terdapat tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa, yaitu difusi osmosis dan
ultra filtrasi. Toksik dan zat limbah didalam darah dikeluarkan melalui proses difusi
dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, kecairan dialisat
dengan konsentrasi lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang
penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kelebihan cairan dikeluarkan dari
dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan
menciptakan gradient tekanan, dimana air dapat bergerak dari daerah dengan tekanan
yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Grdien ini
dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi
pada mesin dialysis. Tekanan negatif diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap
pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air (Suharyanto & Madjid, 2014, h202).
Terdapat 2 unsur pada proses kerja hemodialisa yaitu :
1. Sirkuit/ cairan darah
Dari klien mengalir darah dari jarum / kanul arteri dengan pompa darah (200-
250ml / mnt) ke kompartemen hemodialisa, kemudian mengembalikan darah melalui
vena yang leaknya proksimal terhadap jarum arteri.
2. Cairan dialisat
Cairan yang terdiri dari air (air bersih) dan elektrolit (Na, K, Cl, Ca, Mg, Dext
dan bikarbonat).

C. Indikasi dan Kontra Indikasi Hemodialisa


Adapun syarat yang harus dipenuhi untuk dilakukan terapi hemodialisa yaitu :
Indikasi hemodialisa : gagal ginjal kronik tahap akhir dengan GFR <5ml yang
membutuhkan terapi jangka panjang, asidosis, kegagalan terapi konservatif, tingginya
kadar ureum dan kreatinin dalan darah (ureum >200mg/dL, kreatinin serum >6mEq/l).
Suharyanto dan Madjid (2014) menyatakan bahwa syarat dilakukn hemodialisa adalah
jika kadar kreatinin serum diatas 6mg/100 ml pada laki-laki dan diatas 4ml/100ml pada
wanita (Suharyanto& Madjid, 2014, h192). Kontra indikasi kemodialisa : hipotensi (TD
<100/70 mmHg), hipertensi (TD >200/100 mmHg), demam tinggi, perdarahan hebat,
sirosis hati lanjut dengan enselopati dan keganasan lanjut. (Wijaya & Putri, 2013, h239).
Syamsir & Iwan (2008) menyebutkan penyebab secara garis besar dilakukannya
hemodialisa adalah :
1. Gagal ginjal akut
2. Gagal ginjal kronis.
Indikasi yang mungkin untuk dialisis jangka pendek :
1. Gagal ginjal akut.
2. Hiperkalemi > 7 mmol/L.
3. pH arterial < 7-15.
4. Urea darah > 35 mmol/L.
5. Urea darah cepat meningkat.
6. Beban cairan berlebihan.
7. Hiperkalsemi tak terkontrol.
8. Gangguan elektrolit.
9. Keracunan Salisilat, Barburat, Etanol.
10. Gagal ginjal kronik eksaserbasi akut mendahului pemberian terapi konservatif
Indikasi yang mungkin untuk hemodialisa jangka panjang :
1. Kegagalan penanganan konservatif.
2. Kreatinin serum > 1200 mmol/L.
3. GFR < 3 ml/min.
4. Penyakit tulang progresif.
5. Neuropati yang berlanjut.
6. Timbulnya perikarditis (dialisis peritoneal mungkin perlu dilakukan untuk
menghindari hemoperikardium)

D. Manfaat Hemodialisa
Berikut adalah manfaat hemodialisa pada pasien gagal ginjal kronik : Membuang
sisa produk metabolisme, membuang kelebihan ciran dalam darah, mempertahankan
serta mengendalikan system buffer tubuh, dan mengendalikan kadar elektrolit tubuh
(Wijaya & Putri, 2013, h239). Dalam sebuah studi menyatakan bahwa penanganan
penyakit GGK saat ini yang paling banyak dilakukan adalah hemodialisis, sebagai terapi
pilihan untuk menganti fungsi ginjal mengeluarkan zat-zat sisa metabolik beracun serta
kelebihan cairan tubuh. Terapi ini sangat bermanfaat untuk memperpanjang kehidupan
pasien. (Isroin, 2012, h12 ).

E. Lama Hemodialisa
Lama merupakan renang waktu atau durasi sesuatu berlangsung (KBBI, 2017).
Sehingga lama hemodialisa diartikan sebagi rentang waktu pasien menjalani
hemodialisa. Lama hemodialisa dikategorikan menjadi dua yaitu baru dan lama. Kategori
baru jika pasien menjalani hemodialisa ≤1tahun, Kategori lama jika pasien menjalani
hemodialisa >1tahun (Isroin, 2017).
F. Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi hemodialisa dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu :
1) Komplikasi akut pada pasien hemodialisa biasanya terjadi hipotensi, rasa mual dan
muntah, nyeri kepala, gatal saat terapi berjalan, hipoksia, hipokalsemia,
hipokalemia, dan disritmia (Challaghan, 2014, h97).
2) Komplikasi kronis pada pasien hemodialisa meliputi trombosit fistula, emboli udara,
infeksi transmisi, kejang, dan penyakit tulang (Challaghan, 2014, h97).
3) Komplikasi fisiologis pada pasien hemodialisa akan terjadi hipervolemia ataupun
hipovolemia yang ditandai dengan perubahan TTV serta perubahan pada CVP dan
pola nafas , hipotensi ataupun hipertensi akibat darah bergerak keluar sirkulasi
menuju sirkulasi dialisis, dan sindrom disequilibrium dialisis yang ditandai dengan
mual muntah dan sakit kepala akibat gelisah dan kacau mental (Wijaya & Putri,
2013, h243).
4) Komplikasi psikologis pada pasien yang menjalani hemodialisis rentan terhadap
masalah emosional seperti stress. Gangguan psikologis yang terjadi pada pasien
gagal ginjal kronik disebabkan oleh karena pembatasan diet dan cairan, keterbatasan
fisik, penyakit terkait, efek samping obat, dan ketergantungan terhadap dialisis.
Gangguan psikologis lain yang sering terjadi pada pasien gagal ginjal diantaranya
yaitu kehilangan memori, konsentrasi rendah, gangguan mental, dan sosial yang
nantinya mengganggu aktifitas sehari-hari. (Mailani, 2015, h2).

G. Komponen Hemodialisa
1. Mesin hemodialisa
Mesin hemodialisa merupakan mesin yang dibuat dengan sistim
komputerisasi yang berfungsi untuk pengaturan dan monitoring yang penting untuk
mencapai adekuasi hemodialisa.
2. Dialiser
Dialiser merupakan komponen penting yang merupakan unit fungsional dan
memiliki fungsi seperti nefron ginjal.Berbentuk seperti tabung yang terdiri dari dua
ruang yaitu kompartemen darah dan kompartemen dialisat yang dipisahkan oleh
membran semi permeabel. Di dalam dialiser cairan dan molekul dapat berpindah
dengan cara difusi, osmosis, ultrafiltrasi, dan konveksi. Dialiser yang mempunyai
permebilitas yang baik mempunyai kemampuan yang tinggi dalam membuang
kelebihan cairan, sehingga akan menghasilkan bersihan yang lebih optimal (Brunner
& Suddarth, 2011; Black, 2015 ).
3. Dialisat
Diasilat merupakan cairan yang komposisinya seperti plasma normal dan
terdiri dari air dan elektrolit, yang dialirkan kedalam dialiser. Dialisat digunakan
untuk membuat perbedaan konsentrasi yang mendukung difusi dalam proses
hemodialisa. Dialisat merupakan campuran antara larutan elektrolit, bicarbonat, dan
air yang berperan untuk mencegah asidosis dengan menyeimbangkan asam basa.
Untuk mengalirkan dialisat menuju dan keluar dari dialiser memerlukan kecepatan
aliran dialisat menuju dan keluar dari dialiser memerlukan kecepatan aliran dialisat
yang disebut Quick Of Dialysate (Qd). Untuk mencapai hemodialisa yang adekuat
Qd disarankan adalah 400-800 mL/menit (Pernefri, 2013).
4. Akses vascular
Akses vascular merupakan jalan untuk memudahkan pengeluaran darah
dalam proses hemodialisa untuk kemudian dimasukkan lagi kedalam tubuh pasien.
Akses yg adekuat akan memudahkan dalam melakukan penusukan dan
memungkinkan aliran darah sebanyak 200-300 mL/menit untuk mendapat hasil yang
optimal. Akses vaskular dapat berupa kanula atau kateter yang dimasukkan ke dalam
lumen pembuluh darah seperti sub clavia, jungularis, atau femoralis. Akses juga
dapat berupa pembuluh darah buatan yang menyambungkan vena dengan arteri yang
disebut Arteorio Venousus Fistula/Cimino (Pernefri, 2013).
5. Quick of blood
Qb adalah banyaknya darah yang dapat dialirkan dalam satuan menit dan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi bersihan ureum. Peningkatan Qb
akan meningkatkan peningkatan jumlah ureum yang dikeluarkan sehingga bersihan
ureum juga meningkat. Dasar peningkatan aliran (Qb) rata rata adalah 4 kali berat
badan pasien. Qb yang disarankan untuk pasien yang menjalani hemodialisa selama 4
jam adalah 250-400 m/Lmenit (Daugirdas, 2012; Gatot, 2013).
H. Perisapan Alat
a. Alat steril
a. Kassa steril
b. Pengalas
c. Sarung tangan
d. AV blood line
e. Kapas alkohol
f. Kapas steril
b. Alat tidak steril
a. Plester
b. Timbangan
c. Tensimeter
d. Infus set
e. Spuit

I. Perawatan Hemodialisa
1. Perawatan sebelum hemodialisis (Pra HD)
a. Persiapan mesin :
-          Listrik - air (sudah melalui pengolahan)
-          Saluran pembuangan - Dialyzer (ginjal buatan)
-          AV Blood line - AV Fistula/ Abocath
-          Infuse set - Spuit 50cc, 5 cc
-          Insulin, Heparin Injeksi - Xylocain (anestesi local)
-          Nacl 0,90% - Kain Kasa/ Gaas Steril
-          Persiapan peralatan & obat2 - Duk steril
-          Sarung tangan steril - Bak & mangkuk steril kecil
-          Klem, Plester - Desinfektan (alkohol, betadin)
-          Gelas ukur - Timbangan BB
-          Formulir Hemodialisis - Sirkulasi darah
b. Langkah – langkah:
1) Letakkan GB (ginjal buatan) pada holder dengan posisi merah diatas
2) Hubungkan ujung putih pada ABL dengan GB ujung merah
3) Hubungkan uung putih VBL dengan GB ujung biru, ujung biru VBL
dihubungkan dengan alat penampung/ matkan
4) Letakkan posisi GB terbalik yaitu yang tanda merah dibawah, biru diatas
5) Gantungkan NaCl 0,9% (2-3 Kolf)
6) Pasang inus set pada kolf NaCl
7) Hubungkan ujung infus set dengan ujung merah ABL atau tempat khusus
8) Tutup semua klem yang ada pada slang ABL, VBL, 9untuk hubungan
tekanan arteri, tekanan vena, pemberian obat-obatan)
9) Buka klem ujung dari ABL, VBL dan infus set
10) Jalankan Qb dengan kecapatan kurang lebih dari 100 ml/m
11) Udara yang ada dalam GB harus hilang sampai bebas udara degan cara
menekan nekan VBL
12) Air trap/ bubble trap disisi 2/3 – ¾ bagian
13) Setiap kolf NaCl sesudah/ hendak mengganti kolf baru Qb dimatikan
14) Setelah udara dalam GB habis, hubungkan ujung ABL dengan ujung
VBL, klem tetap dilepas
15) Masukan heparin dalam sirkulasi darah sebanyak 1500-2000 U
16) Jalankan sirkulasi darah dan soaking (melembabkan GB) selama 10- 15
menit sebelum dihubungkan dengan sirkulasi sistemik pasien
Catatan Istilah dalam kegiatan Hemodialisa Persiapan Sirkulasi:
o   Rinsing (Membilas GB + VBL + ABL)
o   Priming (Mengisi GB + VBL + ABL)
o   Soaking (Melembabkan GB)
Cara melembabkan GB yaitu dengan menghubungkan GB dengan sirkulasi
dialisat. Bila mempergunakan dialyzer reuse/ pemakaian GB ulang:
      Buang formalin dari kompartemen darah dan kompartemen dialisat
       Hubungkan dialyzer dengan selang dialisat biarkan kurang lebih 15 menit
pada posisi rinse.
Test formalin dengan tablet clinitest:
Tampung cairan yang keluar dari dialyzer atau drain ambil 100 tts ( 1/ 2 cc)
masukkan ke dalam tabung gelas, masukan 1 cairan tablet clinitest ke dalam
tabung gelas yang sudah berisi cairan. Lihat reaksi:
Warna biru : - / negatif
Warna hijau : + / positif
Warna kuning : + / positif
Warna coklat : + / positif
Selanjutnya mengisis GB sesuai dengan cara mengisi GB baru.
o   Volume priming: darah yang berada dalam sirkulasi (ABL + GB + VBL)
Cara menghitung volume priming :
NaCl yang dipakai membilas dikurangi jumlah Nacl yang ada didalam mat kan
(gelas tampung/ukur). Contoh:
         Nacl yang dipakai membilas 1000 cc
         Nacl yang ada didalam mat kan : 750 cc
Jadi volume priming : 1000 cc – 750 cc = 250 cc
Persiapan pasien: Persiapan mental, izin hemodialisis, persiapan fisik (timbang
BB, Posisi, Observasi Ku dan ukur TTV)

2. Perawatan Selama Hemodialisis (Intra HD) Pasien


Sarana hubungan sirkulasi/ akses sirkulasi:
a.       Dengan internal A-V shunt / Fistula cimino
b.      Pasien sebelumnya dianjurkan cuci lengan dan tangan
c.       Teknik aseptic + antiseptic: Betadine + acohol
e.      Punksi vena. Dengan Av fistula no G. 14 s/d G. 16 abocath, fiksasi tutup
dengan kasa steril
f.       Berikan bolus heparin inj (dosisi awal)
g.      Punksi inlet (fistula), fiksasi, tutup dengan kassa steril
h.      Dengn eksternal A-V shunt, desifektan, klem kanula arteri dan vena
i.        Bolus heparin inj (dosis awal)
j.       Tanpa 1 & 2 (femora, dll), desinfektan anestesi lokal
k.      Punksi outlet / vena salah satu vena yang besar biasanya dilengan
l.        Bolus heparin inj (dosis awal), fiksasi dan tutup kassa steril
m.    Punksi inlet (vena atau arteri femoralis), raba arteri femoralis, tekan arteri
femoralis 0,5 – 1 cm ke arah medial vena femoralis
n.      Anestesi lokal (infiltrasi anestesi)
o.      Vena femoralis dipunksi setelah anestesi lokal 3 – 5 menit dan fiksasi, tutup
kassa steril
Memulai Hemodilasis
a.       Ujung ABL line dihubungkan dengan punksi inlet
b.      Ujung VBL line dihubungkan dengan punksi outlet
c.       Semua klem dibuka, kecuali klem infus set 100 ml/m, samoai sirkulasi darah
terisi semua
d.      Jalankan pompa darah dengan Ob
e.       Pompa darah  (blood pump stop, sambungkan ujung dari VBL dengan punksi
outlet
f.       Fiksasi ABL dan VBL (sehingga pasien tidak sulit untuk bergerak)
g.      Cairan priming diampung digelas ukur dan jumlahnya dicatat (cairan
dikeluarkan sesuai kebutuhan)
h.      Jalankan pompa darah dengan Qb = 100 ml/m, setelah 15 menit bisa dinaikan
sampai 300 ml/ m (dilihat dari keadaan pasien)
i.        Hubungkan selang-selang untuk monitor : venous pressure, arteri pressure,
hidupkan air/ blood leak detector
j.        Pompa heparin dijalankan (dosis heparin sesuai keperluan). Heparin
dilarutkan dengan NaCl
k.      Ukur Td, Nadi setiap 1 jam. Bila keadaan pasien tidak baik/ lemah lakukan
megukur TD, nadi lebih sering
l.        Isi formulir HD antara lain: Nama, umur, BB, TD, N, S, P, Tipe GB, cairan
priming yang masuk, makan/ minum, keluhan selama HD, Masalah selama
HD.
Cacatan:
a.       Permulaan HD posisi dialyzer terbalik setelah dialyzer bebas udara posisi
kembalikan ke posisi sebenarnya
b.      Pada waktu menghubungkan venous line dengan punksi outlet, udara harus
diamankan lebih dulu
c.       Semua sambungkan dikencangkan
d.      Tempat-tempat punksi harus sering dikontrol, untuk menghindari terjadi
perdarahan dari tempat punksi
Mesin:
Memprogam mesin hemodialisis:
a.       Qb: 200 – 300 ml/ m
b.      Qd : 300 – 500 ml/m
c.       Temperatur : 36 – 400 c
d.      TMP, UFR
e.       Heparinisasi
Dosis awal : 25 – 50 U/ kg BB
Dosis selanjutnya (maintance) = 500 – 1000 U/ kg BB
Cara memberikan:
a.       Kontinus
b.      Intermiten (biasa diberikan tiap 1 jam sampai 1 jam terakhir sebelum HD
selesai
Heparin Umum:
Kontinius:
Dosis awal : ........ U
Dosis Selanjutnya: ........ U
Intermitten:
Dosis awal : ...... U
Dosis selanjutnya : ...... U
Heparinisasi Regional :
Dosis awal : ....... U
Dosis Selanjutnya : ..... U
Protamin : ....... U
Heparin : Protamin = 100 U : 1 mg
Heparin & Protamin dilarutkan dengan NaCl, hepain diberikan atau dipasang pada
selang sebelum dialyzer. Protamin diberikan atau dipasang pada selang sebelum
masuk ke tubuh / VBL.
Heparinisasi Minimal:
Syarat – syarat:
Dialyzer Khusus (kalau ada)
Qb tingi ( 250 – 300 ml/ m)
Dosis Heparin : 500 U (pada sirkulasi darah)
Bilas dengan NaCl yang masuk harus dhitung
Banyaknya Nacl yang masuk harus dikeluarkan dari tubuh, bisa dimasukkan ke dalam
progam ultrafiltarsi
Catatan :
a.       Dosis awal: diberikan pada waktu punksi (sirkulasi sistem)
b.      Dosis selanjutnya: diberkan dengan sirkulasi ekstra korporeal
c.       Tekanan (+) , tekanan (-)
d.      Tekanan / Pressure:
o   Aterial pressure / tekanan arteri: banyaknya darah yang keluar dari tubuh
o   Venous pressure/  tekanan vena: lancar atau tidak darah yang masuk ke dalam.
Pengamatan Observasi, Monitor Selama Hemodialisa
a.       Pasien: Keadaan umum, TTV, Perdarahan, tempat punksi inlet, outlet,
keluhan / komplikasi hemodialisis
b.      Mesin & Peralatan: Qb & Qd, temperature, koduktiviti, Pressure/ tekanan
arterial & venous, dialysate, UFR, Air leak & blood leak, heparinisasi,
sirkulasi ekstra corporeal, sambungan-sambungan
Catatan:
Obat menaikkan TD (Tu. Pend hipotensi berat): Efedrin 1 ampul + 10 cc aquadest
kmd disuntik 2 ml/ IV
3. Perawatan Sesudah Hemodialisis (Post HD)
Menghadiri HD:
Persiapan alat:
Kain kassa/ gaas sterl, plester, verband gulung, alkohol/ betadine, antibiotik powder
(Nebacetin/cicatrin), bantal pasir (1 – ½ kram): pada punksi femoral
Cara Bekerja:
a.       Menit sebeum hemodialisis berakhir Qb diturunkan sekitar 100cc/m UFR= 0
b.      Ukur TD, nadi
c.       Blood Pump Stop
d.      Ujung ABL diklem, jarum inlet dicabut, bekas punksi inlet ditekan dengan kassa
steril yang diberi betadine
e.       Hubungkan ujung ABL dengan indus set 50 – 100 cc, 100ml/m Nacl masuk
f.       Darah dimasukkan ke dalam tubuh dengan dorong dengan Nacl sambil Qb
dijalankan
g.      Setelah darah masuk ke tubuh blood pump stop, ujun VBL diklem
h.      Jarum outlet dicabut, bekas punksi inlet & outlet ditekan dengan kassa steril yang
diberi betadine
i.        Bila perdarahan pada punksi sudah berhenti, bubuhi bekas punksi inlet dan outlet
dengan antibiotik powder, lalu tutup dengan kain kassa/ band aid lalu pasang
verband
j.        Ukur TTV : TD, N, S, P
k.      Timbang BB (kalau memungkinkan)
l.        Isi Formulir Hemodialisis
Catatan:
a.       Cairan pendorong/ pembilas NaCl sesuai dengan kebutuhan kalau perlu didorong
dengan udara (harus hati-hati)
b.      Penekanan bekas punksi dengan 3 jari sekitar 10 menit
c.       Bekas punksi femoral lebih lama, setelah peredarahn berhenti, ditekan kembali
dengan bantal pasir
d.      Bekas punksi arteri penekanan harus tepat, lebih lama
e.       Memakai teknik aseptik dan antiseptik
Scribner:
a.       Pakai sarung tangan
b.      Sebelum ABL & VBL dilepas dari kanula maka kanula arteri & kanula vena
harus diklem lebih dulu
c.       Kanula arteri & vena dibilas dengan Nacl yang diberi 250 U – 300 U heparin inj
d.      Kedua sisi kanula dihubungkan kembali dengan konektor
e.       Lepas klem pada kedua kanula
f.       Fiksasi
g.      Pasang balutan dengan sedikit kanula bisa dilihat dari luar untuk mengetahui ada
bekuan atau tidak
h.      Bila perdarahan pada pungsi sudah berhenti, bubuhi bekas punksi inlet & outlet
dengan antibiotik powder, lalu tutup dengan kain kassa/band aid lalu pasang
verband
i.        Ukur TTV: TD, N, S, P
j.        Timbang BB dan Isi Formulir
Catatan:
a.       Cairan pendorong atau pembilas Nacl sesuai dengan kebutuhan. Kalau perlu
didorong dengan udar
b.      Penekanan bekas punksi dengan 3 jari sekitar 10 menit
c.       Bekas pungsi femoral lebih lama, setelah perdaragan berhenti, ditekan kembali
dengan bantal pasir
d.      Memakai teknik aseptik dan antiseptik.

J. Prosedur Hemodialisa
1. Setting dan priming
2. Soaking
3. Sirkulasi dalam
4. Punksi akses vaskuler
a. Periksa tempat shunt
b. Letakkan alas dan atur posisi klien
c. Bawa alat-alat ke dekat klien
d. Cuci tangan, gunakan handscoon
e. Deinfeksi daerah yang akan dipunksi menggunakan alkohol
f. Ambil fistula dan puncti outlet terlebih dahulu, kemudian sambungkan setelah
darah mengalir hingga ujung selang
g. Lakukan hal yang sama dengan puncti inlet, namun sebelumnya selang dengan
klem biru besar dialiri NaCl 0,9 hingga warna NaCl sedikit berwarna kemerahan
karena tercampur darah
h. Lakukan fiksasi pada daerah penusukan
5. Memulai hemodialisa
a. Setelah punksi selesai, sirkulasi dihentikan, pompa dimatikan, ujung AV blood
line diklem
b. Lakukan reset data untuk menghapus program yang telah dibuat sebelumnya
c. Tentukan program sesuai berat badan klien
d. Tekan tombol UFG , lalu Tekan tombol time left
e. Atur concentrate sesuai kebutuhan klien
f. Tekan tombol temperatur
g. Buat profil sesuai kebutuhan klien
h. Berikan kecepatan aliran darah 250 – 300 rpm
K. Pengkajian
1. Keluhan utama 4. Psikospiritual 9. Pemeriksaan
2. Riwayat penyakit 5. Nutrisi Penunjang
sekarang 6. Eliminasi
3. Riwayat obat- 7. Aktivitas
obatan 8. Pemeriksaan fisik

L. Diagnosa
1. Pre HD
a. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, Hb ≤ 7 gr/dl,
Pneumonitis dan Perikarditis
b. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet cairan berlebih,
retensi cairan & natrium
2. Intra HD
a. Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap penusukan &
pemeliharaan akses vaskuler.
b. Risiko terjadi perdarahan b.d penggunaan heparin dalam proses hemodialisa
3. Post HD
a. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur
dialisis
b. Resiko infeksi b.d prosedur invasif berulang
M. Intervensi
1. Pre HD

No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
1 Pola nafas tidak Setelah diberikan 1. Observasi penyebab 1. Untuk menentukan
efektif b.d edema asuhan keperawatan nafas tidak efektif tindakan yang harus
paru, asidosis selama ...x... jam 2. Observasi respirasi segera dilakukan
metabolic, Hb ≤ 7 diharapkan pola & nadi 2. Menentukan tindakan
gr/dl. nafas efektif setelah 3. Berikan posisi semi 3. Melapangkan dada
dilakukan tindakan fowler klien sehingga nafas
HD 4-5 jam, dengan 4. Ajarkan cara nafas lebih longgar
kriteria hasil: yang efektif 4. Hemat energi
> Nafas 16-24 x/mnt 5. Berikan O2 sehingga nafas tidak
> Edema paru hilan 6. Kolaborasi semakin berat
> Tidak sianosis pemberian tranfusi 5. Hb rendah, edema,
darah paru pneumonitis,
asidosis, perikarditis
menyebabkan suplai
O2 ke jaringan <
6. Untuk ↑Hb, sehingga
suplai O2 ke jaringan
cukup

2 Kelebihan volume Setelah diberikan 1. Observasi status 1. Pengkajian


cairan b.d asuhan keperawatan cairan, timbang bb merupakan dasar
penurunan selama ...x... jam pre dan post HD, untuk memperoleh
haluaran urine, diharapkan volume keseimbangan data, pemantauan 7
diet cairan cairan seimbang masukan dan evaluasi dari
berlebih, retensi dengan kriteria haluaran, turgor intervens
cairan & natrium hasil: kulit dan edema, 2. Pembatasan cairan
> BB post HD distensi vena leher akan menetukan dry
sesuai dry weight dan monitor vital weight, haluaran
> Edema hilang sign urine & respon
> Kadar natrium 2. Batasi masukan terhadap terapi.
darah 132-145 cairan pada saat 3. UF & TMP yang
mEq/l priming & wash sesuai akan ↓
out HD kelebihan volume
3. Lakukan HD cairan sesuai dg
dengan UF & TMP target BB edeal/dry
sesuai dg kenaikan weight
bb interdialisis 4. Sumber kelebihan
4. Identifikasi sumber cairan dapat
masukan cairan diketahui
masa interdialisis 5. Pemahaman ↑
5. Jelaskan pada kerjasama klien &
keluarga & klien keluarga dalam
rasional pembatasan cairan
pembatasan cairan

2. Intra HD

No Diagnosa Tujuan & Intervensi Rasional


Kriteria hasil
1 Resiko cedera b.d Setelah 1. Observasi kepatenan a. AV yg sudah tidak
akses vaskuler & dilakukan AV shunt sebelum baik bila dipaksakan
komplikasi asuhan HD bisa terjadi rupture
sekunder terhadap keperawatan 2. Observasi warna vaskuler
penusukan & selama ...x... jam kulit, keutuhan kulit, b. Kerusakan jaringan
pemeliharaan diharapkan sensasi sekitar shunt dapat didahului
akses vaskuler. pasien tidak 3. Monitor TD setelah tanda kelemahan
mengalami HD pada kulit, lecet
cedera dengan 4. Lakukan bengkak, ↓sensasi
kriteria hasil: heparinisasi pada c. Posisi baring lama
> Kulit pada shunt/kateter pasca stlh HD dpt
sekitar AV shunt HD menyebabkan
utuh/tidak rusak 5. Cegah terjadinya orthostatik hipotens
> Pasien tidak infeksi pd area d. Shunt dapat
mengalami shunt/penusukan mengalami sumbatan
komplikasi HD kateter & dapat dihilangkan
dg heparin
e. Infeksi dapat
mempermudah
kerusakan jaringan
2 Resiko terjadi Setelah 1. Monitor tanda-tanda 1. Penurunan trombosit
perdarahan dilakukan penurunan trombosit merupakan tanda
berhubungan asuhan yang disertai tanda adanya kebocoran
dengan keperawatan klinis. pembuluh darah
penggunaan selama ...x... 2. Anjurkan pasien yang pada tahap
heparin dalam jam, diharapkan untuk banyak tertentu dapat
proses hemodialisa tidak terjadi istirahat (bedrest) menimbulkan tanda-
perdarahan 3. Berikan penjelasan tanda klinis seperti
dengan kriteria kepada klien dan epistaksis, ptekie
hasil : keluarga untuk 2. Aktifitas pasien yang
> TTV dalam melaporkan jika ada tidak terkontrol
ambang batas tanda perdarahan dapat menyebabkan
> Tidak ada seperti: terjadinya
tanda perdarahan hematemesis, perdarahan.
lebih lanjut, melena, epistaksis. 3. Keterlibatan pasien
trombosit 4. Antisipasi adanya dan keluarga dapat
meningkat. perdarahan membantu untuk
5. Kolaborasi, monitor penaganan dini bila
trombosit terjadi perdarahan
4. Mencegah terjadinya
perdarahan lebih
lanjut.
5. Dengan trombosit
yang dipantau setiap
hari, dapat diketahui
tingkat kebocoran
pembuluh darah dan
kemungkinan
perdarahan yang
dialami pasien.
3. Post HD

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
1 Intoleransi Setelah dilakukan 1. Observasi faktor yang f. Menyediakan
aktivitas b.d tindakan keperawatan menimbulkan informasi tentang
keletihan, & HD, selama ...x... keletihan: Anemia, indikasi tingkat
anemia, retensi jam diharapkan klien Ketidakseimbangan keletihan
produk sampah mampu berpartisipasi cairan & elektrolit, g. Meningkatkan
dan prosedur dalam aktivitas yang Retensi produk aktifitas
dialisis dapat ditoleransi, sampah depresi ringan/sedang &
dengan kriteria hasil: 2. Tingkatkan memperbaiki harga
> Berpartisipasi kemandirian dalam diri
dalam aktivitas aktifitas perawatan h. Mendorong latihan
perawatan mandiri diri yang dapat & aktifitas yang
yang dipilih ditoleransi, bantu jika dapat ditoleransi &
> Berpartisipasi keletihan terjadi istirahat yang
dalam ↑ aktivitas dan 3. Anjurkan aktivitas adekuat
latihan alternatif sambil i. Istirahat yang
> Istirahat & aktivitas istirahat adekuat dianjurkan
seimbang/bergantian 4. Anjurkan untuk setelah dialisis,
istirahat setelah karena adanya
dialisis perubahan
keseimbangan
cairan & elektrolit
yang cepat pada
proses dialisis
sangat melelahkan
3 Resiko infeksi Setelah diberikan 1. Pertahankan area 1. Mikroorganisme
b.d prosedur asuhan keperawatan steril selama dapat dicegah
invasif selama ...x... jam penusukan kateter masuk ke dalam
berulang diharapkan pasien 2. Pertahankan teknik tubuh saat insersi
tidak mengalami steril selama kontak kateter
infeksi dengan dg akses vaskuler: 2. Kuman tidak
kriteria hasil: penusukan, pelepasan masuk kedalam
> Suhu tubuh normal kateter area insersi
(36-37 C) 3. Monitor area akses 3. Inflamasi/infeksi
> Tak ada kemerahan HD terhadap ditandai dg
sekitar shunt kemerahan, bengkak, kemerahan, nyeri,
> Area shunt tidak nyeri bengkak
nyeri/bengkak 4. Beri pernjelasan pada 4. Gizi yang baik
pasien pentingnya ↑daya tahan tubuh
↑status gizi 5. Pasien HD
5. Kolaborasi pemberian mengalami sakit
antibiotik kronis, ↓imunitas
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, K N., Sarwono B., dan Sunarmi. 2017. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Tingkat Depresi Pada Pasien Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Di Unit
Hemodialisa Rumah Sakit Tentara DR Soedjono Magelang. The Soedirman Journal
of Nursing, Volume 12, No.2 Poltekkes Kemenkes Semarang.
http://jks.fikes.unsoed.ac.id/index.php/jks/article/view/692 [Diakses : 25 Februari
2018].
Armiyati, Y., & Rahayu, D A. 2014. Faktor Yang Berkorelasi Terhadap Mekanisme Koping
Pasien CKD Yang Menjalani Hemodialisis Di RSUD Kota Semarang. Prosiding
Seminar Internasional Dan Nasional Universitas Muhmmadiyah
Semarang.http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/view/1220/1273
[Diakses : 17 januari 2020].
Bilotta, kimberly. 2012. Kapita Selekta Penyakit. Jakarta: EGC
Isroin L . 2017. Adaptasi Psikologis Pasien Yang Menjalani Hemodialisis. Jurnal
Edunursing, ISSN : 2549-8207. Vol. 1, No. 1, Universitas Muhammadiyah
Ponorogo. http://journal.unipdu.ac.id
Mailani, F. 2017. Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisis: Systematic Review. Volume11, No1, Maret 2015. ISSN1907-686X.
http://ners.fkep.unand.ac.id/index.php/ners/article/view/11 [Diakses : 17 januari
2020].
Mayuda, A. Chasani, S., dan Saktini, F. 2017. Hubungan Antara Lama Hemodialisis Dengan
Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik Di Rsup Dr.Kariadi Semarang. Jurnal
Kedokteran Diponegoro. Semarang. ISSN Online : 2540-8844 https://ejournal3.
undip.ac.id/index.php/medico/ article/ view/18531 [Diakses : 17 januari 2020].
Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
O’Callaghan, C. 2014. At a Glance Sistem Ginjal. Edisi 2. Jakarta : Erlangga
Suharyanto, T., & Madjid, A. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta : CV Trans Info Media
Wijaya, A S., & Putri, Y M. 2013. KMB Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa). Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai