Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

FRAKTUR CRURIS

DISUSUN OLEH :
PRISCILIA HERLINA PRATIWI
P 1337420216085
2B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2018
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis
dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2001 dalam Wijaya & Putri, 2013 : 235).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 dalam Jitowiyono
& Kristiyanasari, 2012 : 15).
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika
tulang dikenao stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner
& Suddart, 2000)
Fraktur cruris adalah suatu keadaan dikontinuitas jaringan struktural
pada tulang tibia dan fibula. (Silvia Anderson Price)
Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan
fibulayang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau
persendian pergelangan kaki ( Muttaqin, 2008)
Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa fraktur
cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan
luasnya, yang di sebabkan karena trauma atau tenaga fisik yang terjadi pada
tulang tibia dan fibula.

B. KLASIFIKASI
Ada 2 tipe dari fraktur ceruris yaitu:
1. Fraktur intra capsuler: yaitu terjadi dalam tulangsendi panggul dan captula.
a. Melalui kapital fraktur
b. Hanya dibawah kepala femur
c. Melalui leher dari femur
2. Fraktur ekstra kapsuler
a. Terjadi dilar sendi dan kapsul melalui trokanter cruris yang lebih besar
atau yang lebih kecil pada daerah intertrokanter.
b. Terjadi di bagian distal menuju leher cruris tetapi tidak lebih dari 2
inci dibawah trokanter terkecil.
Selain 2 tipe diatas ada beberapa klasifikasi fraktur lainnya, diantaranya yaitu:
1. Fraktur komplet: patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran.
2. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
3. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
4. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa
sampai ke patahan tulang.
5. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi lainnya
membengkak.
6. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
7. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen
8. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
9. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada
tulang belakang)
10. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo
pada daerah perlekatannnya.

C. ETIOLOGI
1. Trauma langsung menyebabkan fraktur pada titik terjadinya trauma itu,
misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil maka tulang akan patah,
tepat ditempat benturan.
2. Trauma tidak langsung menyebabkan fraktur ditempat yang jatuh dari
tempat terjadinya trauma.
3. Trauma akibat tarikan otot, jarang terjadi.
4. Adanya metastase kanker tulang dapat melunakkan struktur tulang dan
menyebabkan fraktur.
5. Adanya penyakit primer seperti osteoporosis. (E. Oerswari, 1989:147)
D. PATYWAYS
Trauma langsung trauma tidak langsung kondisi
patologis

FRAKTUR

nyeri
Diskontinuitas tulang pergeseran frakmen tulang

Perub jaringan sekitar kerusakan frakmen tulang

Pergeseran frag Tlg laserasi kulit: spasme otot tek. Ssm tlg > tinggi dr
kapiler

Kerusakan putus vena/arteri peningk tek kapiler reaksi stres


integritas
klien kulit

deformitas
perdarahan pelepasan histamin melepaskan
katekolamin
gg. fungsi
protein plasma hilang memobilisai asam
lemak
kehilangan volume cairan
Gg mobilitas edema bergab dg trombosit
fisik
Shock
hipivolemik
emboli
penekn pem. drh
menyumbat pemb drh
penurunan perfusi jar

gg.perfusi jar
E. TANDA DAN GEJALA
1. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti:
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
3. Echumosis dari perdarahan subculaneous
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5. Tendernedd/keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tlang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10. Krepitasi

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doenges ( 2000) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien
fraktur antara lain:
1. Pemeriksaan roentgen : untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
2. Scan tulang, tomogram, CT- scan/ MRI : memperlihatkan fraktur dan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Pemeriksaan darah lengkap : Ht mungkkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal
setelah trauma.
4. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse
multiple, atau cedera hati

G. KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005) antara
lain:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias
menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel
ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks,
pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi
stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjasinya globula lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartement
d. Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot
kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa
disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia
yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan
yang menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena
edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah
(misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
e. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada nadi,
CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
f. Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bias juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti
pin dan plat.
g. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali
dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001).
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,
delayed union, dan non union.
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan
dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan suplai darah ke tulang.
c. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis.
Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang (Price dan
Wilson, 2006).
H. PENATALAKSANAAN
1. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak
semula.
2. Imobilisasi fraktur
Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
a. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan
b. Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
c. Status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan
gerakan) dipantau
d. Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan
atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah

I. PENGKAJIAN
1. Pengkajian primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat
1) Kehilangan fungsi pada bagian yangterkena
2) Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
1) Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
2) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
3) Tachikardi
4) Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
5) Cailary refil melambat
6) Pucat pada bagian yang terkena
7) Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
1) Kesemutan
2) Deformitas, krepitasi, pemendekan
3) Kelemahan
d. Kenyamanan
1) Nyeri tiba-tiba saat cidera
2) Spasme/ kram otot
e. Keamanan
1) Laserasi kulit
2) Perdarahan
3) Perubahan warna
4) Pembengkakan local

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI


1. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan
rangka neuromuskuler
Tujuan : kerusakn mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan
tindakan keperaawatan
Kriteria hasil:
a. Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
b. Mempertahankan posisi fungsinal
c. Meningkaatkan kekuatan/fungsi yang sakit
d. Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas
Intervensi:
a. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan
b. Tinggikan ekstrimutas yang sakit
c. Instruksikan klien/bantu dalam latian rentanng gerak pada ekstrimitas
yang sakit dan tak sakit
d. Beri penyangga pada ekstrimit yang sakit diatas dandibawah fraktur
ketika bergerak
e. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
f. Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan AKS dalam lngkup
keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan’Awasi teanan
daraaah, nadi dengan melakukan aktivitas
g. Ubah psisi secara periodic
h. Kolabirasi fisioterai/okuasi terapi

2. Nyeri b.d spasme otot , pergeseran fragmen tulang


Tujuan ; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan
Kriteria hasil:
a. Klien menyatajkan nyei berkurang
b. Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat
dengan tepat
c. Tekanan darahnormal
d. Tidak ada eningkatan nadi dan RR
Intervensi:
a. Kaji ulang lokasi, intensitas dan tpe nyeri
b. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
c. Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk
melakukan aktivitas hiburan
d. Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransiJelaskanprosedu sebelum
memulai
e. Akukan danawasi latihan rentang gerak pasif/aktif
f. Drong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relasksasi,
latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan
g. Observasi tanda-tanda vital
h. Kolaborasi : pemberian analgetik

3. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka , bedah perbaikan


Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan
perawatan
Kriteria hasil:
a. Penyembuhan luka sesuai waktu
b. Tidak ada laserasi, integritas kulit baik
Intervensi:
a. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau
drainae
b. Monitor suhu tubuh
c. Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang
menonjol
d. Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
e. Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
f. Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol
g. Gunakan tenaat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
h. Kolaborasi emberian antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA

Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC

Price Sylvia, A (1994). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid


2 . Edisi 4. Jakarta. EGC

Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi
8. Vol 3. Jakarta. EGC

Tucker,Susan Martin (1993). Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol 3. Jakarta.


EGC

Anda mungkin juga menyukai