Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

COLIC RENAL

Disusun Oleh :

MUHAMMAD BURHANUL FIRDAUS

209018000062

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2019
A. DEFINISI
Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang
terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal
(batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih).Proses pembentukan
batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis). Batu saluran kemih adalah adanya
batu di traktus urinarius. (ginjal, ureter, atau kandung kemih, uretra) yang membentuk
kristal; kalsium, oksalat, fosfat, kalsium urat, asam urat dan magnesium.(Brunner &
Suddath,2002).
Batu saluran kemih atau Urolithiasis adalah adanya batu di dalam saluran kemih.
(Luckman dan Sorensen) Dari dua definisi tersebut diatas saya mengambil kesimpulan
bahwa batu saluran kemih adalah adanya batu di dalam saluran perkemihan yang meliputi
ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.
B. ETIOLOGI
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih sampai saat ini belum diketahui pasti,
tetapi ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu pada saluran kemih yaitu:
1. Infeksi Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan
menjadi inti pembentukan batu saluran kemih . Infeksi bakteri akan memecah ureum
dan membentuk amonium yang akan mengubah pH urine menjadi alkali.
2. Stasis dan Obstruksi urine Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah
pembentukan batu saluran kemih.
3. Ras
Pada daerah tertentu angka kejadian batu saluran kemih lebih tinggi daripada daerah
lain, Daerah seperti di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran
kemih.
4. Keturunan
5. Air minum Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi
kemungkinan terbentuknya batu ,sedangkan kurang minum menyebabkan kadar
semua substansi dalam urine meningkat
6. Pekerjaan Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan
terbentuknya batu daripada pekerja yang lebih banyak duduk.
7. Suhu Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat
sedangkan asupan air kurang dan tingginya kadar mineral dalam air minum
meningkatkan insiden batu saluran kemih
8. Makanan Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka
morbiditasbatu saluran kemih berkurang. Penduduk yang vegetarian yang kurang
makan putih telur lebih sering menderita batu saluran kemih ( buli-buli dan Urethra
).
C. KLASIFIKASI
Kolik renal dibagi menjadi 2 tipe yaitu :

1. Kolik renal tipikal

Fase-fase serangan kolik renal akut:

Nyeri ini terjadi di sekitar dermatom T-10 sampai S-4. Keseluruhan proses ini
terjadi selama 3-18 jam. Ada 3 fase:

a. Fase akut / onset

Serangannya secara tipikal terjadi pada pagi atau malam hari sehingga
membangunkan pasien dari tidurnya. Jika terjadi pagi hari, pasien umumnya
mendeskripsikan serangan tersebut sebagai serangan yang mulanya perlahan
sehingga tidak dirasakan. Sensasi dimulai dari pinggang, unilateral, menyebar ke
sisi bawah, menyilang perut ke lipat paha (groin). Nyerinya biasanya tetap, progresif,
dan kontinu. beberapa pasien mengalami serangan intermiten yang paroksismal dan
sangat parah. Derajat nyeri bisa meningkat ke intensitas maksimum setelah 30 menit
sampai 6 jam atau lebih lama lagi. Pasien umumnya mencapai nyeri puncak pada 1-2
jam setelah onset.

b. Fase konstan / plateau

Saat nyeri telah mencapai intensitas maksimum, nyeri akan menetap sampai
pasien diobati atau hilang dengan sendirinya. Periode dimana nyeri maksimal ini
dinamakan fase konstan. Fase ini biasanya berlangsung 1-4 jam tetapi dapat bertahan
lebih lama lebih dari 12 jam pada beberapa kasus. Kebanyakan pasien datang ke UGD
selama fase ini. Pasien yang menderita kolik biasanya banyak bergerak, di atas tempat
tidur atau saat berjalan, untuk mencari posisi yang nyaman dan mengurangi nyeri.
Walaupun ginjal dan traktus urinarius terletak retroperitoneal, mual dan muntah
disertai bising usus menurun / hipoaktif adalah tanda yang dominan;
sehingga memungkinkan kesalahan diagnosis intraperitoneal. Contohnya
terutama adalah obstruksi ureteropelvis junction pada ginjal kanan

c. Fase hilangnya nyeri (Relieve)

Pada fase terakhir ini, nyeri hilang dengan tiba-tiba, cepat, dan pasien
merasakan kelegaan. Kelegaan ini bisa terjadi secara spontan kapanpun setelah onset.
Pasien kemudian dapat tidur, terutama jika diberikan analgesik. Fase ini berlangsung
1,5 – 3 jam.

2. Kolik renal atipikal

Etiologi kolik tipikal bisa juga menyebabkan kolik atipikal. Obstruksi pada
calyx dapat menyebabkan nyeri pinggang yang lebih ringan tapi episodik. Hematuria
dapat juga terjadi. Lesi obstruktif pada ureterovesical junction (hubungan ureter dan
kandung kemih) ataupun segmen intramural dari ureter dapat menyebabkan disuria,
keinginan buang air kecil yang mendadak dan sering, serta nyeri yang menjalar ke
atas atau bawah. Kolik renal dapat disertai muntah-muntah hebat, mual, diare,
ataupun nyeri ringan yang tidak biasa sehingga memungkinkan kesalahan diagnosis

D. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada adanya
obstruksi, infeksi dan edema.
1. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi piala ginjal serta
ureter proksimal.
a. nfeksi pielonefritis dan sintesis disertai menggigil, demam dan disuria, dapat terjadi
iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu menyebabkan sedikit gejala, namun
secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal.
b. Nyeri hebat dan ketidaknyamanan.
2. Batu di ginjal
a. Nyeri dalam dan terus menerus di area kontovertebral.
b. Hematuri.
c. Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita nyeri
kebawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis.
d. Mual dan muntah.
e. Diare.
3. Batu di ureter
a. Nyeri menyebar kepaha dan genitalia.
b. Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urin yang keluar. c. Hematuri akibat
abrasi batu. d. Biasanya batu keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5 – 1
cm.
4. Batu di kandung kemih
a. Biasanya menimbulkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus
urinarius dan hematuri.
b. Jika batu menimbulkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi retensi
urin.

E. KOMPLIKASI
1. Obstruksi
2. Hidronephrosis.
3. Gagal ginjal
4. Perdarahan.
5. Pada laki-laki dapat terjadi impoten.
F. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan urolithiasis
belum diketahui secara pasti. Namun demikian ada beberapa faktor predisposisi terjadinya
batu antara lain: peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan yang kurang
serta peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau statis urin
menjadikan sarang untuk pembentukan batu. Supersaturasi elemen urin seperti kalsium,
fosfat dan faktor lain yang mendukung terjadinya batu meliputi: pH urin yang berubah
menjadi asam, jumlah casiran urin. Masalah-masalah dengan metabolisme purin
mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH urin juga mendukung pembentukan batu.
Batu asam urat dan cyscine dapat mengendap dalam urin yang alkalin, sedangkan batu
oxalat tidak dipengaruhi oleh pH urin. Imobilisasi yang lama akan menyebabkan gerakan
kalsium menuju tulang akan terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah
cairan yang akan diekskresikan. Jika cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan atau
pengendapan semakin bertambah dan pengendapan ini makin kompleks sehingga terjadi
batu. Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi. Ada batu yang kecil, ada
yang besar. Batu yang kecil dapat lekuar lewat urin dan akan menimbulkan rasa nyeri,
trauma pada saluran kemih dan akan tampak darah dalam urin; sedangkan batu yang besar
dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat
dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan akan menimbulkan terjadinya hidronefrosis
karena dilatasi ginjal. Kerusakan pada srtuktur ginjal yang lama akan mengakibatkan
kerusakan-kerusakan pada organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena
ginjal tidak mampu melakukan fungsinya secara normal, yang mengakibatkan terjadinya
penyakit gagal ginjal kronik yang dapat menyebabkan kematian.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.
a. Urinalisa; warna mungkin kuning ,coklat gelap,berdarah,secara umum menunjukan
SDM, SDP, kristal ( sistin,asam urat,kalsium oksalat), pH asam (meningkatkan sistin
dan batu asam urat) alkali ( meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu
kalsium fosfat), urine 24 jam :kreatinin, asam urat kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin
mungkin meningkat), kultur urine menunjukan ISK, BUN/kreatinin serum dan urine;
abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu
obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
b. Darah lengkap: Hb,Ht,abnormal bila psien dehidrasi berat atau polisitemia.
c. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal ( PTH. Merangsang
reabsobsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
d. Foto Rntgen; menunjukan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area ginjal
dan sepanjang ureter.
e. IVP: memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri, abdominal
atau panggul.Menunjukan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).
f. Sistoureterokopi;visualiasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu atau
efek obstruksi.
g. USG ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi,dan lokasi batu.
G. THERAPY DAN PENATALAKSANAAN MEDIK
a. Tujuan:
1. Menghilangkan obstruksi
2. Mengobati infeksi.
3. Mencegah terjadinya gagal ginjal.
4. Mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi (terulang kembali).
b. Operasi dilakukan jika:
1. Sudah terjadi stasis/bendungan.
2. Tergantung letak dan besarnya batu, batu dalam pelvis dengan bendungan positif
harus dilakukan operasi.
c. Therapi
1. Analgesik untuk mengatasi nyeri.
2. Allopurinol untuk batu asam urat.
3. Antibiotik untuk mengatasi infeksi.
d. Diet Diet atau pengaturan makanan sesuai jenis batu yang ditemukan.
1. Batu kalsium oksalat Makanan yang harus dikurangi adalah jenis makanan yang
mengandung kalsium oksalat seperti: bayam, daun sledri, kacang-kacangngan, kopi,
coklat; sedangkan untuk kalsium fosfat mengurangi makanan yang mengandung
tinggi kalsium seperti ikan laut, kerang, daging, sarden, keju dan sari buah.
2. Batu struvite; makanan yang perlu dikurangi adalah keju, telur, susu dan daging.
3. Batu cystin; makanan yang perlu dikurangi antara lain sari buah, susu, kentang.
4. Anjurkan konsumsi air putih kurang lebih 3 -4 liter/hari serta olah raga secara teratur.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
1) Riwayat penyakit ginjal akut dan kronik.
2) Riwayat infeksi saluran kemih.
3) Pajanan lingkungan: zat-zat kimia.
4) Keturunan.
5) Alkoholik, merokok.
6) Untuk pasien wanita: jumlah dan tipe persalinan (SC, forseps, penggunaan
kontrasepsi).
b. Pola nutrisi metabolik
1) Mual, muntah.
2) Demam.
3) Diet tinggi purin oksalat atau fosfat.
4) Kebiasaan mengkonsumsi air minum.
5) Distensi abdominal, penurunan bising usus.
6) Alkoholik
c. Pola eliminasi
1) Perubahan pola eliminasi: urin pekat, penurunan output.
2) Hematuri.
3) Rasa terbakar, dorongan berkemih.
4) Riwayat obstruksi.
5) Penurunan hantaran urin, kandung kemih.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Pekerjaan (banyak duduk).
2) Keterbatasan aktivitas.
3) Gaya hidup (olah raga).

e. Pola tidur dan istirahat


1) Demam, menggigil.
2) Gangguan tidur akibat rasa nyeri.
f. Pola persepsi kognitif
1) Nyeri: nyeri yang khas adalah nyeri akut tidak hilang dengan posisi atau tindakan
lain, nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi
2) Pengetahuan tentang terjadinya pembentukan batu.
3) Penanganan tanda dan gejala yang muncul.
g. Pola reproduksi dan seksual
1) Keluhan dalam aktivitas seksual sehubungan dengan adanya nyeri pada saluran
kemih.
h. Pola persepsi dan konsep diri
1) Perubahan gaya hidup karena penyakit.
2) Cemas terhadap penyakit yang diderita.
i. Pola mekanisme copying dan toleransi terhadap stres
1) Adakah pasien tampak cemas
2) Bagaimana mengatasi masalah yang timbul.
2. Diagnosa keperawatan Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul adalah ;
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi pada saluran kemih
b. Perubahan pola eliminasi: urine berhubungan dengan obstruksi karena batu.
c. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
d. Kecemasan berhubungan dengan tindakan invansif, pemeriksaan.
3. Rencana tindakan keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan adanya iritasi pada saluran kemih Hasil yang diharapkan:
- Pasien bebas dari rasa nyeri
- Pasien tampak rileks, bisa tidur dan istirahat.
Intervensi:
1. Kaji karakteristik nyeri ( lokasi, lama, intensitas dan radiasi)
Rasional: membantu mengevaluasi perkembangan dari obstruksi.
2. Observasi tanda-tanda vital, tensi, nadi, cemas
Rasional: nyeri hebat ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan nadi.
3. Jelaskan penyebab rasa nyeri
Rasional: mengurangi kecemasan pasien.
4. Ciptakan lingkungan yang nyaman
Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
b. Perubahan pola elminasi: urine berhubungan dengan inflamasi, obstruksi karena batu.
Hasil yang diharapkan:
- Pola eliminasi urine dan output dalam batas normal.
- Tidak menunjukkan tanda-tanda obstruksi (tidak ada rasa sakit saat berkemih,
pengeluaran urin lancar).
Intervensi:
1. Monitor intake dan output.
Rasional: menginformasikan fungsi ginjal.
2. Anjurkan untuk meningkatkan cairan per oral 3 – 4 liter per hari.
Rasional: mempermudah pengeluaran batu, mencegah terjadinya pengendapan.
3. Kaji karakteristik urine
Rasional: adanya darah merupakan indikasi meningkatnya obstruksi/iritasi ureter.
4. Kaji pola Bak normal pasien, catat kelainnya.
Rasional: batu dapat menyebabkan rangsangan mervus yang menyebabkan sensasi
untuk buang air kecil
c. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah. Hasil
yang diharapkan:
- Keseimbangan cairan adekuat
- Turgor kulit baik
Intervensi :
1. Monitor intake dan output
Rasional: membandingkan secara aktual dan mengantisipasi output yang dapat
dijadikan tanda adanya renal stasis.
2. Berikan intake cairan 3 – 4 liter per hari.
Rasional: menjaga keseimbangan cairan untuk homeostasis.
3. Monitor tanda-tanda vital, turgor kulit, membran mukosa.
Rasional: dapat menunjukkan tanda-tanda dehidrasi.
4. Berikan cairan intra vena sesuai intruksi dokter.
Rasioanal: menjaga keseimbangan cairan bila intake per oral kurang.
5. Kalau perlu berikan obat anti enemik.
Rasional: mengurangi mual dan muntah.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth (2002). Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, EGC.Jakartta.
Carpenito, Linda Juall (1995) Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan ( terjemahan)
PT EGC, Jakarta.
Doenges,et al, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan ( terjemahan), PT EGC, Jakarta Digiulio
Mary, dkk (2007). Medical Surgical Nursing Demystified . New York Chicago San
Fransisco Lisbon London, Mexico City Milan New Delhi San Juan Seoul,
Singapore Sydney Toronto.
Soeparman, (1990), Ilmu Penyakit Dalam Jilid II , Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Sylvia dan Lorraine ( 1999). Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi empat, buku kedua.
EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai