Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN NEFROLITIASIS

DI SUSUN OLEH :
KINTAN AS SYIFA ANINDITA
P1337420219048
IB

POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG KEMENTRIAN KESEHATAN


REPUBLIK INDONESIA PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2020
LAPORAN PENDAHULUAN NEFROLITIASIS

A. DEFINISI
Muttaqin & Sari (2014: 108) mengemukakan bahwa, Batu ginjal
atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya batu (kalkuli) di
ginjal.
Haryono (2012: 55) mengemukakan bahwa, Batu ginjal adalah
(kalkulus) adalah bentuk deposit mineral, paling umum oksolaktat ca 2+ dan
fosfat ca2+, tetapi asam urat dan kristal yang lain juga berbentuk batu.
Nefrolitiasis merujuk pada batu ginjal. Batu atau kalkuli dibentuk
di dalam saluran saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh
kristalisasi dari substansi ekskresi di dalam urine (Nursalam, 2011:65).
Mary Baradero (2009:59) mendefinisikan nefrolitiasis adalah batu
ginjal yang ditemukan didalam ginjal, yang merupakan pengkristalan
mineral yang mengelilingi zat organik, misalnya nanah, darah, atau sel
yang sudah mati. Biasanya batu kalkuli terdiri atas garam kalsium (oksalat
dan fosfat) atau magnesium fosfat dan asam urat.
Pendapat lain menjelaskan batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan
suatu keadaan terdapatnya batu kalkuli di ginjal (Arif Muttaqin,
2011:108).
Batu ginjal adalah terbentuknya batu dalam ginjal (pelvis atau
kaliks) dan mengalir bersama urine (Susan Martin, 2007:726).
Berdasarkan definisi di atas, maka bisa diambil kesimpulan bahwa
batu ginjal atau bisa disebut nefrolitiasis adalah suatu penyakit yang terjadi
pada saluran perkemihan karena terjadi pembentukan batu di dalam ginjal,
yang terbanyak pada bagian pelvis ginjal yang menyebabkan gangguan
pada saluran dan proses perkemihan.
B. ETIOLOGI
Ada beberapa faktor yang memungkinkan terbentuknya batu pada saluran
kemih, yaitu sebagai berikut:
1. Kelainan metabolik yang paling umum. Beberapa kasus hiperkalsiuria
berhubungan dengan gangguan usus meningkat penyerapan kalsium
(dikaitkan dengan kelebihan diet kalsium dan mekanisme penyerapan
kalsium terlalu aktif), beberapa kelebihan terkait denga resorpi
kalsium dari tulang (yaitu hiperparatiroidsme), dan beberapa yang
berhubungan dengan ketidakmampuan dari tubulus ginjal untuk
merebut kembali kalsium dalam filtrat glomerulus (ginjal-kebocoran
hiperkalsiuria).
2. Pelepasan ADH yang menurun dan peningkatan konstrasi, kelarutan,
dan pH urine.
3. Lamanya kristal terbentuk di dalam urine, dipengaruhi mobilisasi
rutin. Gangguan reabsorpsi ginjal dan gangguan aliran urine.
4. Infeksi saluran kemih.
5. Kurangnya asupan air dan diet yang tinggi mengandung zat penghasil
batu.
6. Idiopatik (Muttaqin & Sari, 2014: 108).
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis adanya batu dalam fraktus urinarius tergantung pada
adanya obstruksi, infeksi dan edema. Ketika batu menghambat aliran urin,
terjadi obstruksi yang menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan
distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Beberapa batu dapat
menunjukkan sedikit gejala, tetapi secara perlahan merusak unit fungsional
(nefron) ginjal, sedangkan yang lain menyebabkan nyeri yang luar biasa
dan ketidaknyamanan. Batu pada piala ginjal menyebabkan sakit yang
dalam dan terus menerus di area kostovestebral. Nyeri yang berasal dari
area renal menyebar secara anterior pada wanita ke bawah mendekati
kandung kemih sedangkan pria mendekati testis. Apabila ada nyeri tekan
pada daerah kostovertebral dan muncul mual dan muntah maka klien
sedang mengalami kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal
dapat terjadi gejala gastrointestinal ini akibat dari reflex renointestinal dan
proksimitas anatomik ginjal ke lambung, pankreas dan usus besar
(Haryono, 2012: 59).
Batu di dalam pelvis mungkin tidak memberikan keluhan atau gejala
(asimtomatik) atau hanya  menimbulkan hematuria: ketika batu tersebut
berjalan, obstruksi dapat terjadi pada setiap tempat dalam sistem
pengumpulan (colecting sytem). Obstruksi yang berkaitan dengan
lewatnya batu akan menimbulkan rasa nyeri hebat yang sering menyebar
ke daerah lipat paha dan kadang-kadang disertai dengan keluhan atau
gejala viseral yang berat (yaitu mual, muntah, diaforesi, vertigo atau
kepala terasa ringan), hemarutia, piuria, infeksi saluran kemih (ISK) dan
kadang-kadang hidronefrosis. Sebaliknya batu staghorn yang berkaitan
dengan ISK berulang oleh mikroorganisme pemecah-urea (Proteus,
Klebsiella, Providencia, Morganella dan lain-lain) dapat tidak memberikan
keluhan atau gejala sama sekali (asimtomatik) kendati dapat ditemukan
dengan penurunan fungsi ginjal (Harrison, 2013: 120).

D. PATHOFISIOLOGI
Patofisiologi batu ginjal

Zat pembentuk batu dapat mengendap di urine jika ambang kelarutannya


terlampaui. Pada rentang yang disebut rentang metastabil, pembentukan
kristal mungkin tidak terjadi sama sekali atau hanya berjalan dengan
sangat lambat, meskipun larutan sangat jenuh. Namun, jika
konsenstrasinya di bawah rentang metastabil. Menurut Silbernagl (2007),
senyawa yang paling sering ditemukan dalam batu ginjal adalah kalsium
oksalat (sekitar 70%), kalsium fosfat atau magnesium-aminium fosfat
(sekitar 30%), asam urat atau garam asam urat (sekitar 30%), serta xantin
atau sistin (<5%). Beberapa zat bisa terdapat di dalam satu batu karena
kristal yang telah terbentuk sebelumnya berperan sebagai inti kristalisasi
dan memudahkan pengendapan bagi zat metastabil terlarut lainnya (oleh
karena itu, totalnya adalah >100%). Pada peningkatan filtrasi dan ekskresi
zat penghasil batu akan membuat peningkatan konsentrasi di dalam
plasma. Hiperkalsiuria dan fosfaturia terjadi akibat peningkatan absorpsi di
usus dan mobilisasi dari tulang, contohnya jika terdapat kelebihan PTH
atau kalsitriol. Hiperkalsalemia dapat disebabkan oleh kelainan metabolik
pada pemecahan asam amino atau melalui peningkatan absorpsinya di
usus. Hiperurisemia terjadi akibat suplai yang berlebih, sintesis batu yang
meningkat, atau peningkatan pemecahan purin. Batu xantin dapat terjadi
jika pembentukan purin sangat meningkat dari pemecahan purin xantin
menjadi asam urat dihambat. Namun, xantin lebih mudah larut dari pada
asam urat sehingga batu xantin lebih jarang ditemukan. Gangguan
reabsorpsi ginjal merupakan penyebab yang sering dari peningkatan
ekskresi ginjal pada hiperkalsiuria dan merupakan penyebab tetap pada
sistinuria. Konsentrasi ca2+ didalam darah dipertahankan melalui absorpsi
di usus dan mobilisasi mineral tulang, sementara konsentrasi sistin
dipertahankan dengan mengurangi pemecahanya. Pelepasan ADH (pada
situasi volume yang berkurang pada saat dehidrasi, kondisi stress, dan
lainnya) menyebabkan peningkatan konsentrasi zat pembentuk batu
melalui peningkatan konsentrasi urine. Kelarutan beberapa zat bergantung
pada pH urine. Fosfat mudah larut dalam urine yang asam, tetapi sukar
larut pada urine yang alkalis. Fosfat baru biasanya hanya ditemukan pada
urine yang alkanis. Sebaliknya, asam urat (garam asam urat) lebih mudah
larut jika terdisosiasi daripada yang tidak terdisosiasi, dan asam urat baru
lebih cepat terbentuk pada urine yang asam. Jika pembentukan NH 3
berkurang, urine harus lebih asam untuk dapat mengeluarkan asam, dan
hal ini meningkatkan pembentukan batu garam asam urat. Faktor lain yang
juga penting adalah berapa lama sebenarnya kristal yang telah terbentuk
tetap berada di dalam urine yang sangat jenuh. Lama waktu bergantung
pada diuresis dan kondisi aliran dari saluran kemih bagian bawah,
misalnya dapat menyebabkan kristal menjadi terperangkap. Batu ginjal
terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum,
pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis, serta seluruh kaliks ginjal.
Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan
gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga di sebut batu staghorn.
Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan
infundibulum dan stenosis ureteropelvik) mempermudah timbulnya batu
ginjal. Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot
sistem pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga
peristaltik ureter mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke
kandung kemih. Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya dapat
keluar spontan, sedangkan yang lebih besar sering kali tetap berada di
ureter dan menyebabkan reaksi peradangan, serta menimbulkan obstruksi
kronis berupa hidronefrosis. Batu yang terletak pada ureter maupun sistern
pelvikalises mampu menimbulkan obstruksi saluran kemih dan
menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis, batu di pielum dapat
menimbulkan hidronefrosis, dan batu di kaliks mayor dapat menimbulkan
kaliekstasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi
sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses
perinefrik, abses paranefrik, ataupun pielonefritis. Pada keadaan yang
lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal dan jika mengenai kedua sisi dapat
mengakibatkan gagal ginjal permanen. Kondisi adanya batu pada ginjal
memberikan masalah keperawatan pada klien dengan adanya berbagai
respons obstruksi, infeksi, dan peradangan (Muttaqin & Sari , 2014: 108).
Berdasarkan tipe batu, proses pembentukan batu melalui kristalisasi. Tiga
faktor yang mendukung proses ini yaitu saturasi urin, defisiensi inhibitor,
dan produksi matrik protein. Pada umumnya kristal tumbuh melalui
adanya supersaturasi urin. Proses pembentukan dari agresi menjadi
partikel yang lebih besar, diantara partikel ini ada yang bergerak ke bawah
melalui saluran kencing hingga pada lumen yang sempit dan berkembang
membentuk batu. Renal kalkuli merupakan tipe kristal dan dapat
merupakan gabungan dari beberapa tipe. Sekitar 80% batu saluran kencing
mengandung kalsium fosfat dan kalsium oksalat (Suharyanto & Madjid,
2009: 152).
E. PATHWAY
                                                                              
F. MACAM JENIS BATU DAN PROSES PEMBENTUKANYA
1. Batu oksalat atau kalsium oksalat
Asam oksalat didalam tubuh berasal dari metabolisme asam amino dan
asam askorbat (Vitamin C). Asam askorbat merupakan prekursor
oksalat yang cukup besar, sejumlah 30%-50% dikeluarkan sebagai
oksalat urin. Manusia tidak dapat melakukan metabolisme oksalat
sehingga dikeluarkan melalui ginjal. Jika terjadi gangguan fungsi
ginjal dan asupan oksalat berlebih di tubuh (misalnya banyak
mengkomsumsi nanas) maka terjadi akumulasi oksalat yang memicu
terbentuknya batu oksalat di ginjal atau kandung kemih.
2. Batu struvite
Batu struvit terdiri dari magnesium ammonium fosfat (struvit) dan
kalsium karbonat. Batu tersebut terbentuk di pelvis dan kalik ginjal
bila produksi ammonia bertambah dan pH urin tinggi sehingga
kelarutan fosfat berkurang. Hal itu terjadi akibat infeksi bakteri
pemecah urea (yang terbanyak dari spesies Proteus dan Providencia,
Peudomonas eratia, semua spesies Klebsiella,
Hemophilus,Staphylococus, dan Coryne bacterium) pada saluran urin.
Enzim urease yang dihasilkan bakteri di atas menguraikan urin
menjadi amonia dan karbonat. Amonia bergabung dengan air
membentuk amonium sehingga pH urin makin tinggi. Karbondioksida
yang terbentuk dalam suasana pH basa/tinggi akan menjadi ion
karbonat membentuk kalsium karbonat.
3. Batu urat
Terjadi pada penderita gout (sejenis rematik), pemakaian orikosurik
(misal probenesid atau aspirin), dan penderita diare kronis (karena
kehilangan cairan, dan peningkatan konsentrasi urin), serta asidosis
(pH urin menjadi asam, sehingga terjadi pengendapan asam urat).
4. Batu sistina
Sistin merupakan asam amino yang kelarutannya paling kecil.
Kelarutannya semakin kecil jika pH urin turun atau asam. Bila sistin
tak larut maka akan berpresipitasi (mengendap) dalam bentuk kristal
yang tumbuh dalam sel ginjal atau saluran kemih membentuk batu.
5. Batu kalium fosfat
Terjadi pada penderita hiperkalsiurik (kadar kalsium dalam urin tinggi)
dan atau berlebih asupan kalsium (misal susu dan keju) ke dalam
tubuh.
6. Batu kalsium
Sebagian besar penderita batu kalsium mengalami hiperkalsiuria, di
mana kadar kalsium di dalam air kemih sangat tinggi. Obat diuretik
thiazid (misalnya trichlormetazid) akan mengurangi pembentukan batu
yang baru. Dianjurkan untuk minum banyak minum banyak air putih
(8-10 gelas/hari). Diet rendah kalsium dan mengkomsumsi natrium
selulosa fosfat. Untuk meningkatkan kadar sitrat (zat penghambat
pembentukan batu kalsium) didalam air kemih, diberikan kalium sitrat.
Kadar oksalat (misalnya bayam, coklat, kacang-kacangan, merica dan
teh). Sebaiknya asupan makanan tersebut dikurangi. Kadang batu
kalsium terbentuk akibat penyakit lain, seperti hiperparatiroidisme,
sarkoidosis, keracunan vitamin D, asidosis tubulus renalis atau kanker.
7. Batu asam urat
Dianjurkan untuk mengurangi asupan daging, ikan dan unggas, karena
makanan tersebut menyebabkan meningkatkan kadar asam urat di
dalam air kemih. Untuk mengurangi pembentukan asam urat, bisa
diberikan allopurinol. Batu asam urat terbentuk jika keasaman air
kemih bertambah. Untuk menciptakan suasana air kemih yang alkalis
(basa), bisa diberikan kalium sitrat. Sangat dianjuran untuk banyak
minum air putih. Makanan yang harus dihindari adalah makanan yang
mengandung kadar kapur tinggi karena bisa menaikkan kadar kalsium
(kapur) dalam darah dan air kencing sehingga melebihi ambang batas
aman dengan akibat terbentuk kristal batu. Kristal batu yang terbentuk
dalam jumlah banyak dan saling menempel akan menjadi batu ginjal.
Bahan makanan yang paling berbahaya bagi terbentuknya batu ginjal
terutama lemak dan protein hewani, mengkomsumsi terlalu banyak
protein hewani seperti telur dan daging ayam, sapi kambing akan
menimbulkan kenaikan kadar kalsium (kapur) dalam darah dan air
kencing dengan akibat terbentuk kristal batu dan batu ginjal (Haryono,
2012: 55-57).

G. TEORI PROSES PEMBENTUKAN BATU SALURAN KEMIH


Proses pembentukan adalah:
1. Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urin karena adanya inti batu
atau sabuk batu (nucleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan
membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda asing
saluran kemih.
2. Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum atau protein urin
(albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat
mengendapnya kristal-kristal batu. Penghambat kristalisasi: urine
orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni
magnesium, sitrat, pirofostat, mukoprotein berapa peptida. Jika kadar
salah satu atau beberapa zat ini berkurang maka akan memudahkan
terbentuknya batu dalam saluran kemih. (Haryono, 2012: 59).
Teori proses pembentukan batu saluran kemih:
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih
terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran
urine (statis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya
kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel,
obstruksi infravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna,
striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang
memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kistal yang tersusun oleh bahan-bahan
organik maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal
tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine
jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya
presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi
membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan
agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang
lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh
dan belum cukup mampu membuntukan saluran kemih. Untuk itu agregat
kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal),
dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga
membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih
(Purnomo, 2012: 88).
H. PENCEGAHAN
Pencegahan batu saluran kemih:
Setelah batu dikeluarkan, tindak lanjut yang tidak kalah pentingnya
adalah upaya mencegah timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu
saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kambuh lebih dari 50% dalam
10 tahun. Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan unsur penyusun
batu yang telah diangkat.
Secara umum, tindakan pencegahan yang diperlukan adalah:
1. Dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2-3 liter per
hari, medikamentosa.
2. Diet rendah zat atau komponen pembentukan batu.
3. Aktivitas harian yang cukup (Haryono, 2012: 65).
I. KOMPLIKASI
Haryono (2012: 61) mengemukakan bahwa, “Jika keberadaan batu
dibiarkan maka dapat menjadi sarang kuman yang bisa menimbulkan
infeksi saluran kemih, piolonefritis, yang akhirnya merusak ginjal,
kemudian timbul gagal ginjal dengan segala akibat terparahnya”.
Suharyanto & Madjid (2009: 156) mengemukakan bahwa,
“Komplikasi yang dapat terjadi berupa kerusakan tubular dan iskemik
partial”.
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis batu ginjal:
Tujuan dari penatalaksanaan adalah menurunkan komplikasi pada ginjal
dan menghilangkan keluhan. Penatalaksanaan yang diberikan adalah
sebagai berikut:

1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang
dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang
diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran
urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat
mendorong batu keluar dari saluran kemih.
2. Dipecahkan dengan ESWL
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali
oleh caussy pada tahun 1980. Alat ini memecah batu ginjal, batu
ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif
dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil
sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang
pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan
nyeri kolik dan menyebabkan hematuria.
3. Tindakan endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas dan kemudian
mengeluarkan dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan
langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkkan memalui
uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidraulik, energi gelombang suara atau dengan energi laser.
Beberapa tindakan endourologi itu adalah:
PNL (Percutaneous Nephro Lithotomy): yaitu mengeluarkan batu
yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat
endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen
kecil.
4. Litotripsi
yaitu memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan
alat pemecah batu (litotriptor) kedalam buli-buli. Pemecahan batu
dikeluarkan dengan evakuator ellik.
5. Ekstraksi Domia
yaitu mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat
keranjang dormia.
6. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi
yaitu memasukkan alat ureteroskopi peruretram guna melihat keadan
ureter atau sistem pielo-kaliks ginjal. Dengan memakai energi
tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises
dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.
7. Pembedahan terbuka.
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk
tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL,
pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang klien harus
menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
korteksnya sudah sangat tipis atau mengalami pengkerutan akibat batu
saluran kemih yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang
menahun.
8. Bedah laparaskopi
Pembedahan laparaskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini
sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu
ureter (Muttaqin & Sari, 2014: 113).
K. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

Menurut Asmadi (2008:167) pengkajian merupakan tahap awal

dari proses keperawatan. Disini, semua data dikumpulkan secara

sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat ini.

1. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, no

registrasi, diagnose medis, dan tanggal medis.

2. Keluhan utama

Keluhan utama adalah keluhan yang dirasa sangat mengganggu saat

ini. Menurut (Arif Muttaqin, 2011:110) keluhan utama yang lazim

didapatkan adalah nyeri pada pinggang. Untuk lebih

komprehensifnya, pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan

pendekatan PQRST.

Tabel  2.1 Pengkajian Nyeri dengan pendekatan PQRST

Pengkajian Teknik Pengkajian, Prediksi Hasil, dan implikasi Klinis


Provoking Tidak ada penyebab spesifik yang menyebabkan nyeri,

Incident tetapi pada beberapa kasus di dapatkan bahwa pada

perubahan posisi secara tiba-tiba dari berdiri atau

berbaring berubah ke posisi duduk atau melakukan fleksi

pada badan biasanya menyebabkan keluhan nyeri.


Quality of Kualitas nyeri batu ginjal dapat berupa nyeri kolik

pain ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas

peristaltik otot polos system kalises ataupun ureter

meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari

saluran kemih. Peningkatan peristaltik tersebut

menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat

sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang

memberikan sensai nyeri. Nyeri non-kolik terjadi akibat

peregengan kapsul ginjal karena terjadi terjadi

hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Bila nyeri


 mendadak menjadi akut, disertai keluhan nyeri diseluruh

area kostovertebral dan keluhan gastrointestinal seperti

mual dan muntah. Diare dan ketidaknyamanan

abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat

dari reflex retrointestinal dan proksimitas anatomi ginjal

ke lambung, pankreas dan usus besar.


Region, Batu ginjal yang terjebak di ureter menyebabkan keluhan

radiation, nyeri yang luar biasa, akut dan kolik yang menyebar ke

relief paha dan genetalia. Pasien merasa ingin berkemih,

namun hanya sedikit urine yang keluar dan biasanya

mengandung darah akibat aksi abrasive batu. Keluhan ini

disebut kolik ureteral. Nyeri yang berasal dari area renal

menyebar secara anterior dan pada wanita ke bawah

mendekati kandung kemih, sedangkan pada pria

mendekati testis.
Severity Pasien bisa ditanya dengan menggunakan rentang 0-4

(scale) of dan pasien akan menilai seberapa jauh yang dirasakan.

pain 0= Tidak ada nyeri

1= Nyeri ringan

2= Nyeri sedang

3= Nyeri berat

4= Nyeri berat sekali/tak tertahan

Skala nyeri pada kolik batu ginjal secara lazim berada

pada posisi 3 di rentang 0-4 pengkajian skala nyeri.

Time Sifat mula timbulnya (onset), tentukan apakah gejala

timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga.

Tanyakan apakah gejala-gejala timbul secara terus

menerus atau hilang timbul (intermiten). Tanyakan apa

yang sedang dilakukan pasien pada waktu gejala timbul.

Lama timbulnya (durasi), tentukan kapan gejala tersebut

pertama kali timbul dan usahakan menghitung

tanggalnya seteliti mungkin. Misalnya, tanyakan kepada

pasien apa yang pertama kali dirasakan tidak biasa atau

tidak enak

3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat penyakit sekarang.


Mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor yang

mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai di

bawa ke RS.

b. Riwayat penyakit dahulu.

Klien dengan batu ginjal didapatkan riwayat adaya batu dalam ginjal.

Kaji adanya riwayat batu saluran kemih pada keluarga, penyakit

ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis, riwayat penyakit bedah usus halus,

bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme, penggunaan

antibiotika, anti hipertensi, natrium, bikarbonat, alupurinol, fosfat,

tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin D.

c. Riwayat penyakit keluarga.

Yaitu mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat

keturunan dari orang tua.

d. Riwayat Psikososial

Bagaimana hubungan dengan keluarga, teman sebaya dan bagaimana

perawat secara umum. Menurut Arif Muttaqin (2011:112) pengkajian

psikologis pasien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan

perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi,

kognitif, dan perilaku pasien. Perawat mengumpulkan pemerikasaan

awal pasien tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini, yang

menentukan tingkat perlunya pengkajian psikososialspiritual yang

seksama.

4. Pola-pola Fungsi Kesehatan


Pengkajian pola-pola fungsi kesehatan pada pasien dengan diagnosa

nefrolitiasis, yaitu :

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup

Bagaimana pola hidup orang atau klien yang mempunyai penyakit

batu ginjal dalam menjaga kebersihan diri klien perawatan dan tata

laksana hidup sehat.

b. Pola nutrisi dan metabolisme

Nafsu makan pada klien batu ginjal terjadi nafsu makan menurun

karena adanya luka pada ginjal. Kaji adanya mual dan muntah, nyeri

tekan abdomen, diit tinggi purin, kalsium oksalat atau fosfat, atau

ketidakcukupan pemasukan cairan, terjadi abdominal, penurunan

bising usus.

c. Pola aktivitas dan latihan

Klien mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik

gangguan karena adanya luka pada ginjal.

d. Pola eliminasi

Bagaimana pola BAB dan BAK pada pasien batu ginjal biasanya

BAK sedikit karena adanya sumbatan atau batu ginjal dalam saluran

kemih, BAK normal.

e. Pola tidur dan istirahat

Klien batu ginjal biasanya tidur dan istirahat kurang atau terganggu

karena adanya penyakitnya.

f. Pola persepsi dan konsep diri


Bagaimana persepsi klien terdapat tindakan operasi yang akan

dilakukan dan bagaimana dilakukan operasi.

g. Pola sensori dan kognitif

Bagaimana pengetahuan klien tarhadap penyakit yang dideritanya

selama di rumah sakit.

h. Pola reproduksi sexual

Apakah klien dengan nefrolitiasis dalam hal tersebut masih dapat

melakukan dan selama sakit tidak ada gangguan yang berhubungan

dengan produksi sexual.

i. Pola hubungan peran

Biasanya klien nefrolitiasis dalam hubungan orang sekitar tetap baik

tidak ada gangguan.

j. Pola penaggulangan stress

Klien dengan nefrolitiasis tetap berusaha dab selalu melakukan hal

yang positif jika stress muncul.

k. Pola nilai dan kepercayaan

Klien tetap berusaha dan berdo’a supaya penyakit yang di derita ada

obat dan dapat sembuh.

5. Pemeriksaan Fisik Fokus

Menurut Arif Muttaqin (2011:113) pada pemeriksaan fokus

nefrolitiasis didapatkan adanya perubahan TTV sekunder dari nyeri

kolik. Pasien terlihat sangat kesakitan, keringat dingin, dan lemah.

a. Inspeksi
Pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya hematuri,

retensi urine, dan sering miksi. Adanya nyeri kolik menyebabkan

pasien terlihat mual dan muntah.

b. Palpasi

Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi masa. Pada beberapa

kasus dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.

c. Perkusi

Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan

ketokan pada sudut kostovertebral dan didapatkan respon nyeri.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri Akut b/d agen injuri biologis (pre-operatif)


2. Perubahan eliminasi urine: retensi urine (pre-operatif)
3. Resiko kekuarangan volume cairan (pre-operatif)
4. Nyeri berhubungan dengan terputusnya/rusaknya kontinuitas
jaringan  (post-operatif)
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
pengobatan dan perawatan (post-operatif)
6. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan insisi bedah/
adanya luka operasi dan prosedur invasif (post-operatif)

III. ANALISA DATA

1. Analisa Data Pre Operatif


Data Etiologi Masalah
DS: Konsentrasi Ca oksalat meningkat, Nyeri akut
Ca fosfat menurun, asam urat
- Klien mengatakan nyeri di
meningkat, absorbsi oksalat
daerah perut bagian bawah berlebih, defisiensi sitrat, dehidrasi,
infeksi, statis urine, immolisasi,
tembus ke belakang
terapi antasida, diamax, vit D,
DO: laksatif (aspirin dosis tinggi)

- Klien tampak meringis
- Klien tidak bisa beristirahat Batu ginjal

- Nyeri tekan pada perut
Obstruksi
bagian bawah ↓
Tekanan Hidrostatik meningkat
- Klien tampak mengelus-elus

daerah perut Distensi pada piala ginjal serta
ureter proksimal

Frekuensi/dorongan kontraksi
ureteral meningkat

Trauma ginjal

Pelepasan mediator nyeri
(bradikinin, serotonin, histamine)

Saraf afferent NE

Thalamus

Saraf efferent

Nyeri dipersepsikan

DS: Batu ginjal Perubahan


- Klien mengatakan merasa ↓ eliminasi
susah BAK, BAK tidak
Obstruksi urine: retensi
lancar, sering BAK terputus-
putus ↓ urine
- Klien sering merasa ingin Penurunan reabsorbsi dan sekresi
BAK tapi tidak bisa keluar
turbulen
DO:
- Distensi pada abdomen ↓
bagian bawah (daerah Gangguan fungsi ginjal
sympisis)

- Hematuria
- Retensi urine Penurunan produksi urine

DS : - Obstruksi traktus urinarius Resiko



DO : Mual , muntah terhadap
Penekanan tekanan hidrostatik
↓ kekuarangan
Distensi piala ginjal
volume

Kontraksi uretral meningkat cairan

Kolik uretral

Iritasi syaraf abdominal

syaraf aferen fagal



Korteks cerebri

Pusat muntah

Syaraf eferen vagal

DS: Kurang
Gangguan fungsi ginjal
- Klien mengatakan tidak pengetahuan

tahu tentang penyakitnya Perubahan status kesehatan

karena munculnya tiba-tiba,
Kurang terpajan informasi
klien tidak tahu penyebabnya ↓
Misinterpretasi informasi
sehingga klien bertanya
tentang penyakitnya
DO:
- Klien tampak tidak paham
dengan kondisi penyakitnya
- Klien bertanya tentang
penyakitnya
2. Analisa Data Post Operatif

MASALAH
NO DATA PENYEBAB
KEPERAWATAN
1 DS: Batu ginjal Nyeri

-  Klien mengatakan nyeri
Tindakan operasi
pada daerah bekas ↓
Adanya luka insisi bedah
operasi

DO: Incontinuitas jaringan kulit

-  Klien tampak gelisah
Jaringan mengeluarkan zat kimia
-  Ekspresi wajah klien (bradikinin, serotonin, histamin)

tampak meringis
Saraf afferent NE
-  Klien tampak berhati- ↓
Thalamus
hati dengan daerah bekas

operasi Saraf efferent

-  TTV dalam keadaan
Nyeri Dipersepsikan
abnormal

2 DS: Hospitalisasi Ansietas



-  Klien mengatakan
Kurang informasi
merasa cemas dengan ↓
Stressor bagi klien
kondisi/ keadaan

penyakitnya Cemas
DO:
-  Klien tampak gelisah,
cemas
-  Ekspresi wajah nampak
tegang
-  Tanda-tanda vital dalam
keadaan abnormal
3 DS : - Adanya luka insisi bedah Risiko tinggi
DO : ↓ terhadap infeksi
-  Nampak adanya luka Buffer pertahanan terganggu
operasi yang dibalut ↓
dengan verband Port de entry kuman patogen
-  Terpasang infus melalui insisi bedah
-  Terpasang kateter
-  Terpasang drain

IV. INTERVENSI
1. Rencana perawatan pre operatif

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Nyeri Akut - Menilai  
factor - Dapat mengetahui
b/d agen penyebab - Lakukan penilaian tingkat keparahan
injuri biologis - Menilai gejala nyeri nyeri yang dirasakan
dari nyeri secarakomprehensif
- Gunakan tanda dimulai dari lokasi, pasien.
tanda vital karakteristik, - Dapat memberikan
memantau durasi, frekuensi, implementasi
perawatan kualitas, intensitas keperawatan yang
- Laporkan tanda / dan penyebab.
tepat pada pasien.
gejala nyeri pada - Evaluasi bersama - Supaya pasien dapat
tenaga kesehatan pasien dan tenaga rileks dan rasa nyeri
professional kesehatan lainnya dapat berkurang
- Gunakan dalam menilai - Agar pasien dapat
catatan efektifitas
nyeri mengalihkan
pengontrolan nyeri
pikirannya dari rasa
yang pernah
nyeri ke hal-hal lain.
dilakukan
- Dapat mengurangi
- Bantu pasien dan rasa nyeri yang
keluarga mencari dirasakan pasien
dan menyediakan
dukungan.
- Gunakan metoda
penilaian yang
berkembang untuk
memonitor
perubahan nyeri

Perubahan Gangguan eliminasi - Monitor - Mengatahui


eliminasi urine, retensi urine pemasukan dan keseimbangan intake
urine: retensi berkurang/teratasi, pengeluaran cairan dan output
urine dan catat - Mengetahui
karakteristik urine keseimbangan cairan
- Monitor pola - Keseimbangan cairan
pengosongan dan
dalam batas normal
perubahan pola
- Mengetahui
pengosongan
perkembangan setiap
kandung kemih
jamnya
- Anjurkan klien
untuk banyak
minum
- Kaji dan catat bila
ada distensi urine
dengan palpasi di
supra publik dan
penurunan
pengeluaran urine

Resiko Kekurangan volume - Ukur masukan dan - Menunjukan status


terhadap cairan teratasi pengeluaran volume sirkulasi.
kekuarangan   - Timbang BB tiap - BB meningkat
volume hari, dan catat sering menunjukan
retensi cairan lanjut
cairan peningkatan lebih
- Peningkatan TD
dari 0,5 kg/hari
biasanya
- Awasi TD,dan JVD
berhubungan dengan
(distensi vena
kelebihan volume
jungularis).
cairan.
- Awasi disritmia - Disritmia jantung
jantung, auskultasi mungkin disebabkan
bunyi jantung. ketidakseimbangan
- Kaji ekstremitas eletrolit.
bawah/edema - Perpindahan cairan
dependen. pada jaringan
- Ukur lingkar sebagai akibat
abdomen setiap retensi natrium dan
hari. air, penurun
- Dorong klien untuk albumin.
tirah baring dengan - Untuk mengetahui
posisi rekumben. perkembangan
akumulasi cairan.
- Posisi rekumben
dapat meningkatkan
diuresis.

Defisisensi - Masalah - Kaji  tingkat - Untuk menegakkan


pengetahuan defisiensi pengetahuan klien suatu diagnosa
b/d pengetahuan dan keluarga keperawatan
kurangnya teratas tentang proses - Dijelaskan kepada
informasi - Klien mampu penyakit pasien bagaimana
menyebutkan - Jelaskan tentang penyakitnya
tanda dan gejala patofisiologi membuat pasien
penyakit yang penyakit, tanda dan tenang.
menyertai gejala serta - Berikan
kondisinya penyebab yang informasikan yang
- Keluarga mampu mungkin benar tentang
mengerti cara - Sediakan informasi pasien.
merawat klien tentang kondisi - Libatkan keluarga
- Klien mampu klien gara tidak ada
melaporkan - Siapkan keluarga kesalaha pahaman.
tanda dan gejala atau orang-orang - Jelaskan juga bahwa
yang tiba tiba yang berarti dengan apabila kita sakit
terjadi informasi tentang perubahan yang
perkembangan terjadi pada diri
klien pasien.
- Diskusikan - Lakukan terapi, dan
perubahan gaya bicarakan dengan
hidup yang pasien.
mungkin - Dengan terapi akan
diperlukan untuk memperlambat
mencegah proses penyakit.
komplikasi di masa - Jelaskan apa yang
yang akan datang bakal terjadi apabila
dan atau kontrol penyakitnya
proses penyakit dibiarkan.
- Jelaskan alasan - Dengan biasa agar
dilaksanakannya bisa menegakna
tindakan atau diagnosa dan
terapi. mendengar keluhan
- Anjurkan klien apa yang dirasakan
untuk melaporkan pasien.
tanda dan gejala
yang muncul pada
petugas kesehatan

2. Rencana Perawatan Post Operasi

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Nyeri berhubungan - Nyeri      Dapat
dengan hilang/berkura - Lakukan penilaian mengetahui
terputusnya/rusakny nyeri tingkat
ng dalam
a kontinuitas secarakomprehen keparahan nyeri
jangka waktu sif dimulai dari
jaringan  yang dirasakan
3 hari lokasi,
pasien.
karakteristik,
perawatan - Dapat
durasi, frekuensi,
- Nyeri memberikan
kualitas,
implementasi
berkurang/hila intensitas dan
ng penyebab. keperawatan
- Klien tampak - Evaluasi bersama yang tepat pada
rileks pasien dan tenaga pasien.
kesehatan lainnya - Supaya pasien
- Tanda-tanda
dalam menilai dapat rileks dan
vital dalam efektifitas rasa nyeri dapat
batas normal pengontrolan berkurang
nyeri yang - Agar pasien
pernah dilakukan dapat
- Bantu pasien dan mengalihkan
keluarga mencari pikirannya dari
dan menyediakan rasa nyeri ke
dukungan. hal-hal lain.
- Gunakan metoda - Dapat
penilaian yang mengurangi
berkembang rasa nyeri yang
untuk memonitor dirasakan
perubahan nyeri pasien

Ansietas - Ansietas teratasi - Bina hubungan - enambah


berhubungan dengan dalam jangka saling percaya kepercayaan
kurangnya informasi dengan dengan klien
waktu 3 hari
tentang pengobatan klien/orang - Meringankan
perawatan terdekat
dan perawatan beban pasien
- Cemas - Berikan
dan
informasi tentang
berkurang/hilang mengurangi
penyakitnya dan
- Klien nampak kecemasan
teknik
- Membantu
tenang pengobatannya
- Dorong pasien
pasien/orang mengurangi
terdekat untuk beban
menyatakan pikirannya
masalah/ - Meyakinkan
perasaan klien atas
- Beri penguatan informasi yang
informasi klien didapat
yang telah
diberikan
sebelumnya
Risiko tinggi - Infeksi tidak - Awasi tanda- - Mengetahui
terhadap infeksi terjadi dan tanda vital, tingkat
berhubungan dengan mencapai waktu perhatikan perkembangan
insisi bedah/ adanya penyembuhan demam ringan, pasien
luka operasi dan - Mengetahui
- Tidak ada tanda- menggigil, nadi
prosedur invasif keadaan luka
tanda infeksi dan pernafasan pasien
cepat, gelisah - Mengetahui
- Observasi daerah dan mengecek
tanda tanda
luka operasi
infeksi
- Lakukan - Mencegah
perawatan luka infeksi luka
dengan dan
mempercepat
menggunakan
penyembuhan
teknik aseptik - Mempercepat
dan septik proses
- Ganti balutan penyembuhan
dengan sering,
pembersihan dan
pengeringan kulit
sepanjang masa
penyembuhan
- Kolaborasikan
pemberian
antibiotik sesuai
indikasi

V. EVALUASI
Tahapan akhir untuk mengakhiri dalam suatu diagnosa, perencanaan, dan
sampai pelaksanaan, serta apakah ada hasil atau tetap dengan evaluasi,
sebagai berikut:
1. Penurunan keluahan dan respon nyeri
2. Terjadi perubahan pola miksi
3. Tidak terjadi Resiko terhadap kekuarangan volume cairan
4. Terpenuhinya informasi tentang rencana pembedahan, tindakan
diagnostic invasif (ESWL), dan perencanaan pasien pulang
5. Penurunan tingkat kecemasan
6. Tidak terjadi resiko infeksi

DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC

Baradero, M., Dayrit, M.W. & Siswadi, Y. (2008). Seri Asuhan


keperawatan klien gangguan ginjal. Jakarta: EGC.
Harrison (2013). Buku Saku Nefrologi. Tangerang Selatan: Karisma
Publishing Groub.
Haryono, R. (2012). Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Perkemihan.
Edisi 1. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Muttaqin, A. & Sari, K.  (2014). Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.
Purnomo, Basuki. 2012. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto
Suharyanto, T. & Madjid, A. (2009). Asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem perkemihan. Jakarta: CV Trans info media.
Wijayaningsih, Kartika Sari. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta :
Trans Info Medika.

  
..

Anda mungkin juga menyukai