Disusun oleh:
Sari Artika Erminawati
24.19.1375
A. PENGERTIAN
B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen.
Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Ada
beberapa faktor kemungkinan penyebab antara lain (Marilynn, 2010) :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma
dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit
C. TANDA DAN GEJALA
1. Gejala BPH dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu gejala obstruktif dan
gejala iritatif (Brunner & Suddarth, 2010)
a. Gejala obstruktif meliputi hesitancy, pancaran kencing lemah (loss offorce),
pancaran kencing terputus-putus (intermitency), tidak lampiassaat selesai
berkemih (sense of residual urine), rasa ingin kencing lagisesudah kencing
(double voiding) dan keluarnya sisa kencing pada akhirberkemih (terminal
dribbling).
b. Gejala iritatif adalah frekuensi kencing yang tidak normal
(polakisuria),terbangun di tengah malam karena sering kencing (nocturia),
sulitmenahan kencing (urgency), dan rasa sakit waktu kencing
(disuria),kadang juga terjadi kencing berdarah (hematuria).
2. Tanda
Tanda klinis terpenting BPH adalah ditemukannya pembesaran
konsistensikenyal pada pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination
(DRE).Apabila teraba indurasi atau terdapat bagian yang teraba keras,
perludipikirkan kemungkinan prostat stadium 1 dan 2. (Price, 2009).
Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini
(Brunner & Suddarth, 2010):
1. Rectal Gradding
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
a. Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.
b. Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.
c. Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.
d. Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.
e. Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.
2. Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, klien
diinstruksikan untuk BAK dahulu kemudian dipasang kateter.
a. Normal : Tidak ada sisa
b. Grade I : sisa 0-50 cc
c. Grade II : sisa 50-150 cc
d. Grade III : sisa > 150 cc
e. Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.
D. PATOFISOLOGI
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pertumbuhan dari nodula-nodula
fibroadenomatosa majemuk dalam prostat. Lebih dari 50 % pria diatas usia 50 tahun
mengalami pertumbuhan nodular ini. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari
kelenjar dengan stoma fibrosa yang jumlahnya berbeda-beda. Sebab dari BPH tidak
diketahui. Pembesaran jaringan prostat periutretral menyebabkan obtruksi leher
kandung kemih dan uretra pars prostatika, yang mengakibatkan berkurangnya aliran
kemih dari kandung kemih (Brunner & Suddarth, 2010).
Tanda dan gejala yang sering terjadi adalah gabungan dari hal-hal berikut dalam
derajat yang berbeda-beda : sering berkemih, nokturia, urgensi, urgensi dengan
inkontinensia, tersendat-sendat, mengeluarkan tenaga untuk mengeluarkan kemih,
rasa tidak lampias, inkontinensia overflow, dan kemih yang menetes setelah
berkemih. Kandung kemih yang teregang dapat teraba pada pemeriksaan abdomen,
dan tekanan suprapubik pada kandung kemih yang penuh akan menimbulkan rasa
ingin berkemih. Prostat diraba sewaktu pemeriksaan rectal untuk menilai besarnya
kelenjar (Roehborn et al, 2012).
Obstruksi pada leher kandung kemih mengakibatkan berkurangnya atau tidak
adanya aliran kemih, dan ini memerlukan reseksi bedah pada prostat. Prostatektomi
dapat dilakukan dalam berbagai cara, yang paling sering adalah metode reseksi
transuretral. (Price, 2009).
E. PATHWAY
Ketidakseimbangan Esterogen dan Progesteron
Proses Menua
Mempengaruhi Inti Sel (RNA)
Peningkatan Sel Stem Proliferasi Sel Inflamasi
BPH
Cemas
Pembedahan
Kurang Pengetahuan
TURP Anastesi
Terputusnya/Inflamasi Peregangan pada Penurunan Motorik
Syaraf Jaringan
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Cara penanganannya (Brunner & Suddarth, 2010):
Derajat I : Belum memerlukan tindakan bedah diberikan pengobatan konservatif
seperti: alfazosin, prazosin.
Derajat II : Indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya yang dianjurkan TUR.
Derajat III : Dilakukan pembedahan dengan TUR atau pembedahan terbuka melalui
tranvesikal, retropubik/perineal.
Derajat IV : Tindakan yang utama segera dilakukan dengan membebaskan penderita
dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistoscopi untuk
melengkapi diagnosis kemudian dilakukan TUR atau pembedahan
terbuka.
1. Konservatif
a. Terapi obat hormonal untuk mengurangi hiperplasia jaringan dengan anti
androgen.
b. Finasteride (proscar)
c. Penyekat reseptor alfa c. adrenergik : Terazosin, untuk melemaskan otot halus
kolum kandung kemih dan prostat.
d. Kateterisasi 🡪 pada keadaan darurat dimana pasien tidak berkemih sesuai
instruksi medik.
e. Antibiotika bila ada infeksi.
f. Intake cairan ditingkatkan.
2. Pembedahan
Macam-macam pembedahan
a. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)
TURP dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus tengah yang
langsung melingkari uretra. Sedapat mungkin hanya sedikit jaringan yang
mengalami reseksi sehingga perdarahan yang besar dapat dicegah dan
kebutuhan waktu untuk bedah tidak terlalu lama untuk mencegah kehilangan
darah terlalu banyak.
Resectoscop (sejenis instrumen hampir serupa dengan cystoscope) tapi
dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus
listrik yang dimasukkan lewat uretra. Kandung kemih dibilas terus menerus
selama prosedur berjalan. Prostatectomy transuretra dilakukan dengan anastesi
umur atau spinal.
TURP ulang dapat dibutuhkan karena struktur uretra post operasi, parut
leher kandung kemih dan berlanjutnya hyperplasia jaringan prostat. Setelah
TURP dipasang kateter. Ukuran kateter yang besar dipasang untuk
memperlancar membuang gumpalan darah dari kandung kemih. Kateter foley
tiga jalur dilengkapi balon berisi 30 ml dengan menggunakan cairan irigasi
isotonik. Air tidak boleh digunakan untuk irigasi karena dapat menyebabkan
hemolysis dan gagal ginjal akut.
b. Suprapubic Prostatectomy
Metode lain dari prostatectomy adalah operasi terbuka pada reseksi
supra pubis kelenjar prostat diangkat dari uretra lewat kandung kemih. Bentuk
reseksi ini dilakukan bila banyak masa jaringan yang harus diangkat.
c. Retropubic Prostatectomy
Pada reseksi retropubis dibuat insisi pada abdominal bawah tetapi
kandung kemih tidak dibuka. Tapi hanya ditarik dan jaringan edematous
prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsul prostat. Otot-otot spingter
jarang rusak oleh prostatectomy retropubis dan tidak terjadi fistula urine.
Dipasang kateter folley yang besar seteleh operasi, dan irigasi dilakukan terus-
menerus untuk selama 24 jam.
d. Perineal prostatectomy
Insisi dibuat diantara scrotum dan rectum. Perineal prostatectomy
dilkukan untuk menangani kanker prostat. Karena kemungkinan terjadinya
disfungsi ereksi, tindakan ini tidak dilakukan untuk penanganan BPH.
e. Trans Urethral incision of the Prostate (TUIP)
Prosedur ini memiliki sedikit komplikasi post operasi dan dapt
dilakukan dengan anestesi lokal untuk pasien dengan resiko tinggi operasi.
Banyak pasien melaporkan tidak adanya perubahan dalam ejakulasi yang
menjadikan prosedur ini merupakan pilihan pada pasien yang lebih muda.
f. Trans Uretral Ultra Sound – Guided Laser Incision of the Prostate (TULIP)
TULIP merupakan pengobatan terbaru, hampir sama dengan TUIP
tetapi insisi dibuat dengan menggunakan laser. Prosedur ini menimbulkan
sedikit kehilangan darah, tidak membutuhkan irigasi dan pasien tidak
memerlukan kateter setelah operasi, prosedur ini biasanya dilakukan pada
pasien rawat jalan.
3. Non Surgical Invasive
a. Transurethral Ballon Dilation of the Prostate
Merupakan prosedur lain yang sedang popular. Proseur ini bukan tindakan
pembedahan tetapi merupakan tindakan invasif. Kateter kecil dimasukkan ke
dalam urethra, kemudian balon diposisikan di dalam prostatic urethra dan
dibiarkan selam 15 menit. Setelah tindakan, pasien menggunakan kateter selama
selama semalam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan anesthesi lokal dan tidak
menyebabkan kehilangan darah yang membuat prosedur ini tepat untuk banyak
pasien dengan resiko tinggi operasi.
b. Insertion of Prostatic Stents
Prosedur ini digunakan pada pasien yang mempunyai resiko buruk untuk operasi,
melalui alat endoscopy, tube dimasukkan ke dalam prostatic urethra, diman tube
ini akan menahan urethra tetap terbuka.
H. KOMPLIKASI
1. Pre operasi (Brunner & Suddarth, 2010):
a. Hydroureter
b. Hydronefrosis
c. Infeksi saluran kemih
d. Uremia
e. Pyelonefritis, gagal ginjal.
f. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila tejadi infeksi pada waktu miksi
g. Hernia / hemoroid
h. Hematuria
i. Sistitis dan pielonefritis
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pre-Operasi
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
1) Riwayat ginjal, hipertensi, kanker
2) Riwayat penyakit keluarga
3) Pernah mendapat pengobatan dan perawatan BPH
4) Penggunaan antibiotik
5) Pengetahuan pasien tentang kondisinya.
b. Pola nutrisi metabolik
1) Anoreksia
2) Penurunan BB
3) Mual, muntah, konjungtiva pucat/anemik.
c. Pola eliminasi
1) Kemampuan klien mengosongkan kandung kemih
2) Sering berkemih dan aliran urine tidak lancar
3) Nokturia, disuria, retensi urine, hematuria.
4) Inkontinensia urine
5) Infeksi saluran kemih berulang
6) Anyang-anyangan/hesistancy
7) Urine menetes.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas sesuai usia
2) Keluhan lemas, cepat lelah dalam beraktivitas
3) Apakah pasien dapat turun dari tempat tidur dan kembali ke tempat tidur
tanpa bantuan
Post Operasi
Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut Pain Level Manajemen nyeri
berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakt
frekuensi, kualitas, dan beratnya nyeri.
dengan agen keperawatan selama 3 x 8 jam
2. Observasi respon ketidaknyamanan sec
injuri fisik nyeri klien berkurang/hilang, verbal.
3. Pastikan pasien menerima perawatan anal
dengan kriteria hasil:
4. Gunakan strategi komunikasi yang efek
● Melaporkan nyeri berkurang respon penerimaan pasien terhadap nyeri.
● Tidak ada ekspresi menahan 5. Evaluasi keefektifan penggunaan kontrol
nyeri 6. Monitoring perubahan nyeri baik aktual m
● TTV dalam batas normal 7. Sediakan lingkungan yang nyaman.
● Klien mampu mengontrol 8. Kurangi faktor-faktor yang dapat menamb
nyeri 9. Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi s
nyeri berlangsung
10. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain un
selain obat untuk meringankan nyeri.
11. Tingkatkan istirahat yang adekuat untuk m
Manajemen pengobatan (Analgetic Adminis
12. Tentukan obat yang dibutuhkan pasien
sesuai dengan anjuran/ dosis.
13. Monitor efek teraupetik dari pengobatan.
14. Monitor tanda dan gejala serta efek samp
15. Periksa perintah medis tentang obat, do
analgetik.
16. Periksa riwayat alergi pasien.
17. Berikan obat dengan prinsip 5 benar
Brunner & Suddarth. (2010). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.EGC: Jakarta.
Heffner & Scuhst. (2016). At a glance reproduction system. Alih bahasa Alimul
Azis, Hidayat. Jakarta: Erlangga.
Purnomo, B.B. (2011). Dasar-dasar urologi. Edisi ketiga. Jakarta: CV. Sagung
Seto.