Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROFESI NERS


“DIAGNOSA MEDIS BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)”
DI RSUD WONOSARI YOGYAKARTA

Disusun oleh:
Sari Artika Erminawati
24.19.1375

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN

Hiperplasia prostat benigna adalah suatu keadaan di mana kelenjar prostat


mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi patologis yang
paling umum pada pria lansia. BPH ( Benigna Prostat Hiperplasi) adalah pembesaran
progresif dari kelenjar prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan retriksi pada jalan
urine.(Rendy, M.Clevo,2012).

Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat mengalami, memanjang


keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium
uretra (Brunner & Suddarth, 2010).

Benigna Prostat Hiperplasi adalah penyakit pertumbuhan nodul – nodul


fibriadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian
periuretral sebagai proliperasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal
yang tersisah (Price, 2009).

Benigna Prostat Hiperplasi adalah kelenjar prostat bila mengalami pembesaran,


organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran
urine keluar dari buli-buli (Purnomo 2011).

BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum


pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi
uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, 2010).
Derajat berat BPH menurut Price (2009) dibedakan menjadi 4 stadium:
1. Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis.
2. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun
tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak BAK
atau disuria dan menjadi nocturia.
3. Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes secara periodik
(over flow inkontinen).

B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen.
Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Ada
beberapa faktor kemungkinan penyebab antara lain (Marilynn, 2010) :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma
dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit
C. TANDA DAN GEJALA
1. Gejala BPH dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu gejala obstruktif dan
gejala iritatif (Brunner & Suddarth, 2010)
a. Gejala obstruktif meliputi hesitancy, pancaran kencing lemah (loss offorce),
pancaran kencing terputus-putus (intermitency), tidak lampiassaat selesai
berkemih (sense of residual urine), rasa ingin kencing lagisesudah kencing
(double voiding) dan keluarnya sisa kencing pada akhirberkemih (terminal
dribbling).
b. Gejala iritatif adalah frekuensi kencing yang tidak normal
(polakisuria),terbangun di tengah malam karena sering kencing (nocturia),
sulitmenahan kencing (urgency), dan rasa sakit waktu kencing
(disuria),kadang juga terjadi kencing berdarah (hematuria).
2. Tanda
Tanda klinis terpenting BPH adalah ditemukannya pembesaran
konsistensikenyal pada pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination
(DRE).Apabila teraba indurasi atau terdapat bagian yang teraba keras,
perludipikirkan kemungkinan prostat stadium 1 dan 2. (Price, 2009).
Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini
(Brunner & Suddarth, 2010):
1. Rectal Gradding
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
a. Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.
b. Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.
c. Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.
d. Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.
e. Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.
2. Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, klien
diinstruksikan untuk BAK dahulu kemudian dipasang kateter.
a. Normal : Tidak ada sisa
b. Grade I : sisa 0-50 cc
c. Grade II : sisa 50-150 cc
d. Grade III : sisa > 150 cc
e. Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.

D. PATOFISOLOGI
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pertumbuhan dari nodula-nodula
fibroadenomatosa majemuk dalam prostat. Lebih dari 50 % pria diatas usia 50 tahun
mengalami pertumbuhan nodular ini. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari
kelenjar dengan stoma fibrosa yang jumlahnya berbeda-beda. Sebab dari BPH tidak
diketahui. Pembesaran jaringan prostat periutretral menyebabkan obtruksi leher
kandung kemih dan uretra pars prostatika, yang mengakibatkan berkurangnya aliran
kemih dari kandung kemih (Brunner & Suddarth, 2010).
Tanda dan gejala yang sering terjadi adalah gabungan dari hal-hal berikut dalam
derajat yang berbeda-beda : sering berkemih, nokturia, urgensi, urgensi dengan
inkontinensia, tersendat-sendat, mengeluarkan tenaga untuk mengeluarkan kemih,
rasa tidak lampias, inkontinensia overflow, dan kemih yang menetes setelah
berkemih. Kandung kemih yang teregang dapat teraba pada pemeriksaan abdomen,
dan tekanan suprapubik pada kandung kemih yang penuh akan menimbulkan rasa
ingin berkemih. Prostat diraba sewaktu pemeriksaan rectal untuk menilai besarnya
kelenjar (Roehborn et al, 2012).
Obstruksi pada leher kandung kemih mengakibatkan berkurangnya atau tidak
adanya aliran kemih, dan ini memerlukan reseksi bedah pada prostat. Prostatektomi
dapat dilakukan dalam berbagai cara, yang paling sering adalah metode reseksi
transuretral. (Price, 2009).

E. PATHWAY
Ketidakseimbangan Esterogen dan Progesteron
Proses Menua
Mempengaruhi Inti Sel (RNA)
Peningkatan Sel Stem Proliferasi Sel Inflamasi

Hiperplasia Pada Epitel dan Stoma Nyeri Akut


Pada Kelenjar Prostat

BPH

Menghambat Aliran Urine Media Patogen


Berkembang
Kontraksi Tak Adekuat Peningkatan Kontraksi Otot
Resiko Infeksi
Gejala Obstruktif Gejala Iritatif
- Intermiten - Urgensi
Retensi Urine - Hesistensi - Frekuensi BAK Sering
-Terminal Dribbling - Dysuria
Gangguan Eliminasi - Pancaran Lemah
Urine - BAK tidak Puas

Cemas
Pembedahan
Kurang Pengetahuan

TURP Anastesi
Terputusnya/Inflamasi Peregangan pada Penurunan Motorik
Syaraf Jaringan

Nyeri Akut Resiko Infeksi Gangguan Mobilitas


Fisik
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan laboratorium
Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin, elektrolit, kadar ureum kreatinin.
Bila perlu Prostate Spesific Antigen (PSA), untuk dasar penentuan biopsi.
2. Pemeriksaan radiologis
Foto polos abdomen, USG, BNO-IVP, SyGstocopy, dan Cystografi. (Brunner &
Suddarth, 2010)

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Cara penanganannya (Brunner & Suddarth, 2010):
Derajat I : Belum memerlukan tindakan bedah diberikan pengobatan konservatif
seperti: alfazosin, prazosin.
Derajat II : Indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya yang dianjurkan TUR.
Derajat III : Dilakukan pembedahan dengan TUR atau pembedahan terbuka melalui
tranvesikal, retropubik/perineal.
Derajat IV : Tindakan yang utama segera dilakukan dengan membebaskan penderita
dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistoscopi untuk
melengkapi diagnosis kemudian dilakukan TUR atau pembedahan
terbuka.
1. Konservatif
a. Terapi obat hormonal untuk mengurangi hiperplasia jaringan dengan anti
androgen.
b. Finasteride (proscar)
c. Penyekat reseptor alfa c. adrenergik : Terazosin, untuk melemaskan otot halus
kolum kandung kemih dan prostat.
d. Kateterisasi 🡪 pada keadaan darurat dimana pasien tidak berkemih sesuai
instruksi medik.
e. Antibiotika bila ada infeksi.
f. Intake cairan ditingkatkan.
2. Pembedahan
Macam-macam pembedahan
a. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)
TURP dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus tengah yang
langsung melingkari uretra. Sedapat mungkin hanya sedikit jaringan yang
mengalami reseksi sehingga perdarahan yang besar dapat dicegah dan
kebutuhan waktu untuk bedah tidak terlalu lama untuk mencegah kehilangan
darah terlalu banyak.
Resectoscop (sejenis instrumen hampir serupa dengan cystoscope) tapi
dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus
listrik yang dimasukkan lewat uretra. Kandung kemih dibilas terus menerus
selama prosedur berjalan. Prostatectomy transuretra dilakukan dengan anastesi
umur atau spinal.
TURP ulang dapat dibutuhkan karena struktur uretra post operasi, parut
leher kandung kemih dan berlanjutnya hyperplasia jaringan prostat. Setelah
TURP dipasang kateter. Ukuran kateter yang besar dipasang untuk
memperlancar membuang gumpalan darah dari kandung kemih. Kateter foley
tiga jalur dilengkapi balon berisi 30 ml dengan menggunakan cairan irigasi
isotonik. Air tidak boleh digunakan untuk irigasi karena dapat menyebabkan
hemolysis dan gagal ginjal akut.
b. Suprapubic Prostatectomy
Metode lain dari prostatectomy adalah operasi terbuka pada reseksi
supra pubis kelenjar prostat diangkat dari uretra lewat kandung kemih. Bentuk
reseksi ini dilakukan bila banyak masa jaringan yang harus diangkat.
c. Retropubic Prostatectomy
Pada reseksi retropubis dibuat insisi pada abdominal bawah tetapi
kandung kemih tidak dibuka. Tapi hanya ditarik dan jaringan edematous
prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsul prostat. Otot-otot spingter
jarang rusak oleh prostatectomy retropubis dan tidak terjadi fistula urine.
Dipasang kateter folley yang besar seteleh operasi, dan irigasi dilakukan terus-
menerus untuk selama 24 jam.
d. Perineal prostatectomy
Insisi dibuat diantara scrotum dan rectum. Perineal prostatectomy
dilkukan untuk menangani kanker prostat. Karena kemungkinan terjadinya
disfungsi ereksi, tindakan ini tidak dilakukan untuk penanganan BPH.
e. Trans Urethral incision of the Prostate (TUIP)
Prosedur ini memiliki sedikit komplikasi post operasi dan dapt
dilakukan dengan anestesi lokal untuk pasien dengan resiko tinggi operasi.
Banyak pasien melaporkan tidak adanya perubahan dalam ejakulasi yang
menjadikan prosedur ini merupakan pilihan pada pasien yang lebih muda.
f. Trans Uretral Ultra Sound – Guided Laser Incision of the Prostate (TULIP)
TULIP merupakan pengobatan terbaru, hampir sama dengan TUIP
tetapi insisi dibuat dengan menggunakan laser. Prosedur ini menimbulkan
sedikit kehilangan darah, tidak membutuhkan irigasi dan pasien tidak
memerlukan kateter setelah operasi, prosedur ini biasanya dilakukan pada
pasien rawat jalan.
3. Non Surgical Invasive
a. Transurethral Ballon Dilation of the Prostate
Merupakan prosedur lain yang sedang popular. Proseur ini bukan tindakan
pembedahan tetapi merupakan tindakan invasif. Kateter kecil dimasukkan ke
dalam urethra, kemudian balon diposisikan di dalam prostatic urethra dan
dibiarkan selam 15 menit. Setelah tindakan, pasien menggunakan kateter selama
selama semalam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan anesthesi lokal dan tidak
menyebabkan kehilangan darah yang membuat prosedur ini tepat untuk banyak
pasien dengan resiko tinggi operasi.
b. Insertion of Prostatic Stents
Prosedur ini digunakan pada pasien yang mempunyai resiko buruk untuk operasi,
melalui alat endoscopy, tube dimasukkan ke dalam prostatic urethra, diman tube
ini akan menahan urethra tetap terbuka.

H. KOMPLIKASI
1. Pre operasi (Brunner & Suddarth, 2010):
a. Hydroureter
b. Hydronefrosis
c. Infeksi saluran kemih
d. Uremia
e. Pyelonefritis, gagal ginjal.
f. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila tejadi infeksi pada waktu miksi
g. Hernia / hemoroid
h. Hematuria
i. Sistitis dan pielonefritis

2. Post operasi (Wijaya & Putri, 2013)


a. Perdarahan akibat insisi pembedahan
b. Inkontinensia urine : akibat pembedahan/trauma pada spincter urinary.
c. Stricture uretra : terjadi akibat dari post operasi dengan melebarkan dengan alat
uretra sounds.
d. Epididimitis

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pre-Operasi
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
1) Riwayat ginjal, hipertensi, kanker
2) Riwayat penyakit keluarga
3) Pernah mendapat pengobatan dan perawatan BPH
4) Penggunaan antibiotik
5) Pengetahuan pasien tentang kondisinya.
b. Pola nutrisi metabolik
1) Anoreksia
2) Penurunan BB
3) Mual, muntah, konjungtiva pucat/anemik.
c. Pola eliminasi
1) Kemampuan klien mengosongkan kandung kemih
2) Sering berkemih dan aliran urine tidak lancar
3) Nokturia, disuria, retensi urine, hematuria.
4) Inkontinensia urine
5) Infeksi saluran kemih berulang
6) Anyang-anyangan/hesistancy
7) Urine menetes.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas sesuai usia
2) Keluhan lemas, cepat lelah dalam beraktivitas
3) Apakah pasien dapat turun dari tempat tidur dan kembali ke tempat tidur
tanpa bantuan

e. Pola tidur dan istirahat


1) Tidur terganggu karena sering terbangun untuk berkemih
2) Tidur terganggu karena nyeri, nokturia.
f. Pola persepsi kognitif
1) Rasa tidak nyaman pada abdomen
2) Nyeri pinggang dan nyeri punggung
3) Nyeri tekan kandung kemih, dysuria, perasaan tidak puas berkemih.
g. Pola koping dan toleransi stres
1) Depresi
2) Kecemasan.
h. Pola reproduksi dan seksual
1) Adanya pembesaran dan nyeri tekan prostat.
2) Penurunan kekuatan konstriksi ejakulasi.
3) Takut inkontinensia selama hubungan intim.
 Post-Operasi
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
1) Kaji pemberian terapi antibiotik.
2) Adanya gangguan kardiovaskuler, paru-paru.
b. Pola nutrisi metabolik
1) Adanya penurunan berat badan.
2) Mual, muntah, anoreksia.
c. Pola eliminasi
1) Retensi urine, nokturia, hematuri.
2) Dysuria, inkontinensia urine.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Penurunan aktivitas dengan adanya nyeri.
2) Kelelahan/keletihan.
e. Pola tidur dan istirahat
Gangguan tidur karena nyeri, nokturia, inkontinensia urine.
f. Pola seksualitas
Peran seksual post operasi terhadap pasangannya.
g. Koping stress
1) Depresi
2) Kecemasan.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan faktor biologis.
b. Gangguan eliminasi urine (akut/kronik) berhubungan dengan obstruksi mekanik.
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangterpaparan informasi.
d. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit.
Post operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan faktor mekanik.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
K. RENCANA KEPERAWATAN
Pre Operasi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut Pain Level Manajemen Nyeri
Setelah dilakukan asuhan
berhubungan 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, kara
keperawatan selama 3 x 8 jam nyeri frekuensi, kualitas, dan beratnya n
dengan faktor
2. Observasi respon ketidaknyaman
klien berkurang/hilang, dengan
biologis non verbal.
kriteria hasil: 3. Pastikan pasien menerima peraw
tepat.
● Melaporkan nyeri berkurang
4. Gunakan strategi komunikasi
● Tidak ada ekspresi menahan
mengetahui respon penerimaan pa
nyeri
5. Evaluasi keefektifan penggunaan k
● TTV dalam batas normal
6. Monitoring perubahan nyeri b
● Klien mampu mengontrol nyeri
potensial.
7. Sediakan lingkungan yang nyaman
8. Kurangi faktor-faktor yang dapat
nyeri.
9. Ajarkan penggunaan tehnik re
sesudah nyeri berlangsung .
10.Kolaborasi dengan tim kesehata
tindakan selain obat untuk meringa
11.Tingkatkan istirahat yang adeku
nyeri.

Manajemen pengobatan (Analgetic


12.Tentukan obat yang dibutuhk
mengelola sesuai dengan anjuran/
13. Monitor efek teraupetik dari p
14. Monitor tanda dan gejala se
obat.
15.Periksa perintah medis tentang o
obat analgetik.
16. Periksa riwayat alergi pasien.
17. Berikan obat dengan prinsip 5

2 Gangguan Eliminasi Status Eliminasi Management


1. Dorong pasien batuk berkemih tiap
eliminasi urine Setelah dilakukan asuhan
tiba dirasakan.
(akut/kronik) keperawatan selama 3 x 7 jam 2. Observasi aliran urine, perhatikan
berhubungan diharapkan tidak terjadi gangguan 3. Awasi dan catat waktu dan ju
dengan obstruksi eliminasi urin, dengan kriteria hasil: Perhatikan penurunan haluaran
berat jenis.
mekanik ● Tidak teraba distensi kandung 4. Perfusi/palpasi area suprapubik
kemih 5. Perfusi/palpasi area suprapubik.
● Tidak adanya hipertensi, edema 6. Dorong masukan cairan sampai
toleransi jantung, bila diindikasika
7. Awasi tanda vital; observasi
perubahan mental. Pertahank
pengeluaran akurat.
8. Berikan/pasang kateter dan perawa
9. Berikan obat sesuai indikasi

3 Kurang Knowledge Status Teaching Knowledge


Setelah dilakukan tindakan
pengetahuan 1. Berikan penilaian tentang tingka
keperawatan selama 3 x 7 jam, tentangproses penyakit yang spesi
tentang penyakit
2. Jelaskan patofisiologi dari penya
diharapkan klien mengetahui tentang
berhubungan ini berhubungan dengan anatomi d
proses penyakit dengan kriteria 3. Gambarkan tanda dan gejala yan
dengan kurang
penyakit
hasil:
terpapar informasi 4. Gambarkan proses penyakit
● Klien mampu mendeskripsikan 5. Identifikasi kemungkinan penyeb
penyakit tepat
● Klien menunjukan pemahaman 6. Sediakan informasi tentang kondi
tentangg penyakit yang diderita 7. Sediakan bagi keluarga atau S
● Klien mampu memilih tindak kemajuan pasien
lanjut dari penyakit yang 8. Sediakan pengukuran diagnostik y
diderita 9. Diskusikan perubahan gaya h
diperlukan untuk mencegah kom
akan datang dan atau proses pengo
10. Diskusikan pilihan terapi
11. Gambarkan rasional rekomendasi
12. Dukung pasien untuk mengeksplo
second opinion
13. Eksplorasi kemungkinan sumber d
14. Instruksikan pasien mengenai ta
melaporkan pada pemberi perawa

4 Cemas Anxiety Level Anxiety Control


Setelah dilakukan tindakan
berhubungan 1. Gunakan pendekatan yang menen
keperawatan selama 3 x 8 jam, 2. Pahami perspektif pasien terhada
dengan perubahan
3. Temani pasien untuk membe
diharapkan cemas klien menurun,
status kesehatan mengurangi takut
dengan kriteria hasil: 4. Berikan informasi mengenai
prognosis
● Tidak ada tanda kecemasan
5. Dorong keluarga untuk meneman
● Menurunkan stimulus yang
6. Dengarkan dengan penuh perhati
menimbulkan cemas
7. Identifikasi tingkat kecemasan
● Melaporkan cemas berkurang
8. Bantu pasien mengenai situas
● Melaporkan kebutuhan tidur
kecemasan
adekuat 9. Dorong pasien untuk meng
ketakutan, persepsi
10. Instruksikan pasien menggunaka
11. Berikan obat untuk mengurangi k
5 Risiko infeksi Immune Status Infection Control
Setelah dilakukan tindakan 1. Bersihkan lingkungan setelah dipa
2. Batasi pengunjung bila perlu
keperawatan selama 3 x 8 jam klien
3. Instruksikan pada pengunjung u
tidak mengalami infeksi, dengan saat berkunjung dan setelah berk
klien
kriteria:
4. Cuci tangan setiap sebelum da
● Tak ada tanda infeksi berulang tindakan keperawatan
(rubor, kalor, tumor, dolor, 5. Pertahankan lingkungan aseptic se
fungsiolesa) 6. Ganti letak IV perifer dan line
● Suhu tubuh dalam batas normal sesuai petunjuk umum
● TTV dalam rentang normal 7. Lakukan perawatan luka tekhnik a
8. Observasi tanda-tanda vital
9. Tingkatkan intake nutrisi
10. Kelola terapi antibiotic bila perlu

Post Operasi
Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut Pain Level Manajemen nyeri
berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakt
frekuensi, kualitas, dan beratnya nyeri.
dengan agen keperawatan selama 3 x 8 jam
2. Observasi respon ketidaknyamanan sec
injuri fisik nyeri klien berkurang/hilang, verbal.
3. Pastikan pasien menerima perawatan anal
dengan kriteria hasil:
4. Gunakan strategi komunikasi yang efek
● Melaporkan nyeri berkurang respon penerimaan pasien terhadap nyeri.
● Tidak ada ekspresi menahan 5. Evaluasi keefektifan penggunaan kontrol
nyeri 6. Monitoring perubahan nyeri baik aktual m
● TTV dalam batas normal 7. Sediakan lingkungan yang nyaman.
● Klien mampu mengontrol 8. Kurangi faktor-faktor yang dapat menamb
nyeri 9. Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi s
nyeri berlangsung
10. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain un
selain obat untuk meringankan nyeri.
11. Tingkatkan istirahat yang adekuat untuk m
Manajemen pengobatan (Analgetic Adminis
12. Tentukan obat yang dibutuhkan pasien
sesuai dengan anjuran/ dosis.
13. Monitor efek teraupetik dari pengobatan.
14. Monitor tanda dan gejala serta efek samp
15. Periksa perintah medis tentang obat, do
analgetik.
16. Periksa riwayat alergi pasien.
17. Berikan obat dengan prinsip 5 benar

2 Gangguan Ambulation Status Exercise Therapy: Joint Movement


Setelah dilakukan tindakan
mobilitas fisik 1. Tentukan batasan gerakan
keperawatan selama 3 x 8 jam 2. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam
berhubungan
menentukan program latihan
tingkat mobilitas klien
dengan 3. Tentukan level gerakan pasien
meningkat dengan kriteria hasil: 4. Jelaskan pada keluarga/pasien tujuan dan
ketidaknyamana
5. Monitor lokasi ketidaknyamanan atau n
● Keseimbangan tubuh
n atau aktivitas
meningkat
6. Lindungi pasien dari trauma selama latiha
● Mampu menggerakan otot
7. Bantu pasien untuk mengoptimalkan
dengan bebeas
gerakan pasif atau aktif
● Mampu menggerakan sendi
8. Dorong ROM aktif
dengan bebas
9. Instruksikan pada pasien atau keluarga te
● Mampu meningkatkan
aktif
mobilisasi ditempat tidur 10. Bantu pasien untuk mengembangkan r
aktif
11. Dorong klien untuk menunjukan gera
latihan
3 Risiko infeksi Immune Status Infection Control
Setelah dilakukan tindakan
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai klien
keperawatan selama 3 x 8 2. Batasi pengunjung bila perlu
3. Instruksikan pada pengunjung untuk m
jam klien tidak mengalami
berkunjung dan setelah berkunjung mening
infeksi, dengan kriteria: 4. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
keperawatan
● Tak ada tanda infeksi
5. Pertahankan lingkungan aseptic selama pem
berulang (rubor, kalor,
6. Ganti letak IV perifer dan line central dan d
tumor, dolor, fungsiolesa)
7. Lakukan perawatan luka tekhnik aseptik
● Suhu tubuh dalam batas
8. Observasi tanda-tanda vital
normal
9. Tingkatkan intake nutrisi
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2010). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.EGC: Jakarta.

Heffner & Scuhst. (2016). At a glance reproduction system. Alih bahasa Alimul
Azis, Hidayat. Jakarta: Erlangga.

Mansjoer, A. (2017). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Media Aesculapius:


Jakarta.

Marilynn, E.D. (2010). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumnetasian Keperawatan Pasien Edisi III. EGC
:Jakarta
NANDA. (2018). Nursing Diagnosis 2013-2015: Definitions and classification.
Philadelphia: Mosby.

Price, A. S. (2009). Patofisiologi Edisi I dan II. Jakarta: EGC.

Purnomo, B.B. (2011). Dasar-dasar urologi. Edisi ketiga. Jakarta: CV. Sagung
Seto.

Roehborn, Calus, G., McConnell, John, D. (2012). Etiology, Pathophysiology,


and Natural History of Benign prostatic hyperplasia. In : Campbell’s
Urology. 8th ed. W.B. Saunders.
Syamsuhidayat, R.., & Jong, W. (2017). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi.
Jakarta: EGC.
Team Nursing Classification. (2016). Nursing Intenvention Classification.
Philadelphia: Elseveir.

Team Nursing Classification. (2019). Nursing Outcome Classification.


Philadelphia: Elseveir.

Wijaya, A. S. & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai