CIDERA KEPALA
Disusun Oleh :
MARIA GORETI LUAN
24.19.1302
LEMBAR PENGESAHAN
Diajukan oleh:
Maria Goreti Luan
24191302
Mengetahui,
Pembimbing Akademik
A. DEFENISI
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik
secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada
gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif , psikososial, bersifat
temporer atau permanen (Riskesdas, 2013).
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak (Hudak&Gallo, 2010)
Trauma atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak gangguan
fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam.
Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan
pengaruh masa karena hemoragik, serta edema serebral do sekitar jaringan
otak. (Batticaca Fransisca, 2008, hal 96).
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnyakontinuitas otak (Arif Muttaqin, 2008, hal 270-271).
B. ETIOLOGI
Menurut Wijaya, 2013 etiologi ciedera kepala yaitu :
1. Trauma tajam adalah trauma yang disebabkan oleh benda tajam yang
dapat mengakibatkan cedera setempat dan menimbulkan cedera local.
2. Kerusakan local meliputi Contosio serebral,hematom serebral,kerusakan
otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi , pergeseran otak atau
hernia.
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Judha (2011), tanda dan gejala dari cedera kepala antara lain :
1. Skull fracture
Gejala yang didapatkan CSF atau cairan lain keluar dari telinga dan
hidung (othorrea, rinhorhea), darah dibelakang membran timphani perobital
ecimos (brill haematoma), memar di daerah mastoid (battle sign),
perubahan penglihatan, hilang pendengaran, hilang indra penciuman, pupil
dilatasi, berkurangnya gerakan mata dan vertigo.
2. Concussion
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer
dan proses sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika
yang berkaitan dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat
irreversible untuk sebagian besar daerah otak.
Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak,
terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis,
memberikan tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap
jejas akson difus pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama
kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan
pemulihan yang tidak komplit yang merupakan penanda pasien yang
menderita cedera kepala traumatik berat.
1. Proses Primer
2. Proses Sekunder
E. PATHWAY (Terlampir)
F. KOMPLIKASI
1. Edema Pulmonal
Komplikasi paru-paru yang paling serius pada pasien cedera kepala
adalah edema paru. Ini mungkin terutama berasal dari gangguan
neurologis atau akibat dari sindrom distress pernapasan dewasa edema
paru dapat terjadi akibat dari cedera pada otak yang menyebabkan adanya
refleks cushing.
5. Hemiparesis
Hemiparesis atau kelumpuhan anggota gerak satu sisi (kiri atau
kanan) merupakan manifestasi klinik dari kerusakan jaras pyramidal di
korteks, subkorteks, atau di batang otak. Penyebabnya berkaitan dengan
8. Epilepsi
Epilepsi pascatrauma kepala adalah epilepsi yang muncul dalam
minggu pertama pascatrauma (early posttrauma epilepsy) dan epilepsy
yang muncul lebih dari satu minggu pascatrauma (late posttraumatic
epilepsy) yang pada umumnya muncul dalam tahun pertama meskipun
ada beberapa kasus yang mengalami epilepsi setelah 4 tahun kemudian.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Penatalaksaan Keperawatan
Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei
primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak skunder dan menjaga
homeostasis otak.
Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan napas. Bantuan napas
dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat (breathing). Apabila tersedia, O2
dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Pada penderita dengan cedera
kepala berat atau jika penguasaan jalan napas belum dapat memberikan
oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya dilakukan intubasi
endotrakheal.
Posisi tidur yang baik adalah kepala dalam posisi datar, cegah head down
(kepala lebih rendah dari leher) karena dapat menyebabkan bendungan vena di
kepala dan menaikkan tekanan intracranial. Pada penderita cedera kepala berat
cedera otak sekunder sangat menentukan keluaran penderita. Survei sekunder
dapat dilakukan apabila keadaan penderita sudah stabil yang berupa
pemeriksaan keseluruhan fisik penderita.
2. Penatalaksanaan Khusus:
a. Cedera kepala ringan: pasien dengan cedera kepala ini umumnya
dapat dipulangkan ke rumah tanpa perlu dilakukan pemeriksaan CT
Scan bila memenuhi kriteria berikut:
Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental
dan gaya berjalan) dalam batas normal
Foto servikal jelas normal
Ada orang yang bertanggung-jawab untuk mengamati pasien
selama 24 jam pertama, dengan instruksi untuk segera
kembali ke bagian gawat darurat jika timbul gejala
perburukan
Kriteria perawatan di rumah sakit:
Adanya darah intracranial atau fraktur yang tampak pada CT
Scan
Konfusi, agitasi atau kesadaran menurun
Adanya tanda atau gejala neurologia fokal
Adanya penyakit medis komorbid yang nyata
Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati
pasien di rumah
c. Cedera kepala berat: Setelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital,
keputusan segera pada pasien ini adalah apakah terdapat indikasi
intervensi bedah saraf segera (hematoma intrakranial yang besar).
Jika ada indikasi, harus segera dikonsulkan ke bedah saraf untuk
tindakan operasi. Penatalaksanaan cedera kepala berat seyogyanya
dilakukan di unit rawat intensif.
CT Scan lanjutan
1. Pengkajian
b. Keluhan utama
Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti
ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmarnpuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan citra tubuh). Sedangkan menurut Dewanto et al. (2009)
dalam pemeriksaan pada trauma kepala dapat dilakukan primary dan
secondary survei. Yaitu sebagai berikut :
a. Primary Survey
Airway
1) Circulation
2) Disability
b. Secondary Survey
b. Pemeriksaan fisik
1) Kulit kepala
2) Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel.Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan kiri.
Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai
5) Neurologis
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adams, et al., (2007). American of Academy of Neurology affirms the value of this guidelineasan
Quality of Care Outcames in Research Interdiciplinary Working. Groups. Stroke,;38:16655-
1771. Journal Of Nursing 1(1).
Batticaca Fransisca, C. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika
Dewanto, George., Suwono, Wita. J., Riyanto, Budi., Turana, Yuda. (2009). Panduan Praktis
Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: ECG.
Dewantaro, Rudy.,& Nurhidayat, S. (2014). Peningkatan Tekanan intrakranial & gangguan peredaran
darah otak. Yogyakarta: ANDI.
Emergency Nurses Association. (2007). Sheehy`s manual of emergency care 6th edition. St. Louis
Missouri : Elsevier Mosby.
Hudak dan Gallo. (2010). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Judha, M.,& Rahil, H. N. 2011. Sistem Asuhan Keperawatan Dalam Asuhan Keperawatan.
Yogyakarta : Gosyeng Publishing.
Kementerian Kesehatan RI, (2013), Pusat Data dan Informasi Kesehatan, Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafa. Jakarta : Salemba Medika.
Musliha.(2010). Keperawatan Gawat Darurat.Yogyakarta:Nuha Medika. Moore K.R., Argur K.M.
R. 2012. Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipocrates.h.114-116
Tanto, Judha M.S. (2011). KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Edisi 4. Jakarta :Media
Aescupius.
Wijaya, S.A & Putri, M.Y. (2013). Keperawatan Medikal bedah 2.Yogyakarta : Salemba
Medika.
PATHWAY
Trauma Kepala
Terputusnya kontinuitus
jaringan kulit, otot dan Terputusnya kontinuitus Kerusakan saraf otak
vaskuler jaringan (contusio, laserasi)
Perdarahan
Gangguan hematoma Perubahan sirkulasi Produl ATP
autoregulasi CSS menurun
Anoreksia
Perubahan pola
nafas Sesak
Resiko kekurangan
Ketidakefektifan Volume cairan
pola nafas