Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN

CIDERA KEPALA RINGAN (CKR) DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL

RSUD PRAMBANAN

Disusun Oleh :

Sesa Anindya Nur Utami


SN221150

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2022/ 2023


LAPORAN PENDAHULUAN CKR

A. DEFINISI
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak, dan otak. Cedera kepala menjadi penyebab utama kematian
disabilitas pada usia muda. Penderita cedera kepala seringkali mengalami edema
serebri yaitu akumulasi kelebihan cairan di intraseluler atau ekstraseluler ruang
otak atau perdarahan intrakranial yang mengakibatkan meningkatnya tekanan
intrakranial. (Morton,2017)
Cedera kepala adalah trauma kepala dengan GCS 15 (sadar penuh)
tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing, nyeri kepala hematoma abrasi
dan laserasi (Mansjoer,2016). Menurut Brain Injury Assosiation of America,
Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital
ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar
yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Berdasarkan tingkat keparahannya, cedera kepala dibagi menjadi tiga,
yaitu cedera kepala ringan, sedang, berat. Cedera kepala ringan dapat
menyebabkan gangguan sementara pada fungsi otak. Penderita dapat merasa
mual, pusing, linglung, atau kesulitan mengingat untuk beberapa saat.
Penderita cedera kepala sedang juga dapat mengalami kondisi yang
sama, namun dalam waktu yang lebih lama.Bagi penderita cedera kepala berat,
potensi komplikasi jangka panjang hingga kematian dapat terjadi jika tidak
ditangani dengan tepat. Perubahan perilaku dan kelumpuhan adalah beberapa
efek yang dapat dialami penderita dikarenakan otak mengalami kerusakan, baik
fungsi fisiologisnya maupun struktur anatomisnya.
Selain itu, cedera kepala juga dapat dibedakan menjadi cedera kepala
terbuka dan tertutup. Cedera kepala terbuka adalah apabila cedera menyebabkan
kerusakan pada tulang tengkorak sehingga mengenai jaringan otak.Sedangkan
cedera kepala tertutup adalah bil cedera yang terjadi tidak menyebabkan
kerusakan pada tulang tengkorak, dan tidak mengenai otak secara langsung.

B. ETIOLOGI
Menurut Tarwoto (2018), penyebab cedera kepala adalah karena adanya
trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu :
1) Trauma primer
Trauma primer terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung
(akselerasi dn deselerasi)
2) Trauma sekunder
Terjadi akibat dari truma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi
intrakranial, hipoksia, hiperkapnea atau hipotensi sistemik.
3) Kecelakaan lalu lintas
4) Pukulan dan trauma tumpul pada kepala
5) Terjatuh
6) Benturan langsung dari kepala
7) Kecelakaan pada saat olahraga
8) Kecelakaan industri.

C. MANIFESTASI KLINIK
Cidera otak karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala, cidera akut dengan
cepat menyebabkan pingsan (coma), yang pada akhirnya tidak selalu dapat disembuhkan.
Karena itu, sebagai penunjang diagnosis, sangat penting diingat arti gangguan vegetatif
yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala, mual, muntah, dan puyeng.
Gangguan vegetatif tidak dilihat sebagai tanda-tanda penyakit dan gambaran penyakit,
namun keadaannya reversibilitas (Tarwoto ,2017).
Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak diingat (amnezia
antegrad), tetapi biasanya korban/ pasien tidak diingatnya pula sebelum dan sesudah cidera
(amnezia retrograd dan antegrad). Timbul tanda-tanda lemah ingatan, cepat lelah, amat
sensitif, negatifnya hasil pemeriksaan EEG, tidak akan menutupi diagnosis bila tidak ada
kelainan EEG.
Koma akut tergantung dari beratnya trauma/ cidera. Akibatnya juga beraneka
ragam, bisa terjadi sebentar saja dan bisa hanya sampai 1 menit. Catatan kesimpulan
mengenai cidera kepala akan lebih kalau terjadi koma berjam-jam atau seharian, apalagi
kalau tidak menampakkan gejala penyakit gangguan syaraff. Menurut dokter ahli spesialis
penyakit syaraf dan dokter ahli bedah syaraf, gegar otak akan terjadi jika coma berlangsung
tidak lebih dari 1 jam. Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin
terjadi komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.

D. KOMPLIKASI
Menurut Widagdo (2018) komplikasi CKR adalah:
a) Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada
pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang
terjadi kira-kira 72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena
ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan
volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma.

b) Defisit neurologic dan psikologic


Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti
anosmia(tidak dapat mencium bau-bauan) atau abnormalitas gerakan
mata, dan deficit neurologic seperti afasia, efek memori, dan kejang
post traumatic atau epilepsy
c) Komplikasi lain secara traumatic
1. Infeksi iskemik (pneumonia, SK, sepsis)
2. Infeksi bedah neurologi (infeksi, luka, meningitis, ventikulitis)
E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY
 Patofisiologi
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang
membuat kita seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan
mengalami kerusakan. Cedera memegang peranan yang sangat besar
dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu
trauma kepala.Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan
dalam rongga kepala sehingga akan menimbulkan risiko infeksi karena
trauma jaringan dan terjadi infasi bakteri. Lesi jaringan luar terjadi pada
kulit kepala dan lesi bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh
darah tengkorak maupun otak itu sendiri. Terjadinya benturan pada
kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan, yaitu :
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang
lain dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet). Terjadinya
lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala
diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi
tengkorak, pergeseran otak dan rotasi otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre
coup dan coup. Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi
kapan saja pada orang-orang yang mengalami percepatan pergerakan
kepala. Cedera kepala pada coup disebabkan hantaman pada otak
bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre coup terjadi
pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian coup dan
contre coup dapat terjadi pada keadaan.Keadaan ini terjadi ketika
pengereman mendadak pada mobil/motor. Otak pertama kali akan
menghantam bagian depan dari tulang kepala meskipun kepala pada
awalnya bergerak ke belakang. Sehingga trauma terjadi pada otak
bagian depan karena pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala,
sehingga pergerakan otak terlambat dari tulang tengkorak, dan bagian
depan otak menabrak tulang tengkorak bagian depan.
Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya karena
terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa
mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh.
Bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi
pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai
pembuluh darah.Karena perdarahan yang terjadi terus–menerus dapat
menyebabkan hipoksia sehingga tekanan intra kranial akan meningkat
dan penurunan kerja organ pernafasan sehingga mengakibatkan
ketidakadekuatan suplai 02. Namun bila trauma mengenai tulang
kepala akan meneyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga.
Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan
dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan
syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan terjadinya
gangguan dalam mobilitas.

F.PENATALAKSANAAN
1. Medis
a. Terapi obat-obatan
1) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma
2) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu mannitol 20 % atau glukosa
40 % atau gliserol 10 %
3) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol
4) Pembedahan bila ada indikasi (hematom epidural besar, hematom sub dural,
cedera kepala terbuka, fraktur impresi >1 diplo)
5) Lakukan pemeriksaan angiografi serebral, lumbal fungsi, CT Scan dan MRI
(Satynagara, 2010)

2. Keperawatan
a. Observasi 24 jam
b. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.Makanan atau
cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya cairan infus dextrose 5%,
amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari
kemudian diberikan makanan lunak Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
8

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses keperawatan yang terdiri dari pengumpulan data


yang tepat untuk memperoleh asuhan keperawatan pada klien . data yang di
kumpulkan adalah data objektif dan data subjektif metode yang digunakan
melalui wawancara, inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.

a. Riwayat

 Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status


kesehatan klien, kemampuan klien untuk menegelola kesehatan dan
perawatanya juga hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan
lainnya.

1) Biodata

a) Identitas klien

Meliputi pengkajian nama, umur, jenis kelamin, agama,


pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, no medrec, diagnosa medis, alamat klien.

b) Identitas penanggung jawab

Meliputi pengkajian nama, umur, pendidikan, pekerjaan,


hubungan dengan klien, dan alamat.

2. Keluhan utama klien.

Keluhan utama alasan klien masuk rumah sakit.

3.Riwayat kesehatan sekarang

Merupakan sumber data yang subjektif tentang status


kesehatan pasien yang memberikan gambaran tentang masalah
9

kesehatan aktual maupun potensial.Riwayat merupakan


penuntun pengkajian fisik yang berkaitan informasi tentang
keadaan fisiologis, psikologis, budaya, dan psikososial untuk
membantu pasien dalam mengutarakan masalah – masalah atau
keluhan secara lengkap. Pada pasien CKR pengkajian meliputi
Tingkat kesadaran/GCS (<15), konvulsi, muntah, dispnea /
takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di
kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya
liquor dari hidung dan telinga dan kejang.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem
persyarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian
pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit
menular.

5.Riwayat kesehatan keluarga

Bertujuan untuk mrngetahui adanya riwayat penyakit


yang dapat diturunkan dan bagaimana perawatannya. Selain itu
dikaji adanya anggota keluarga yang mengidap penyakit
jantung, stroke, dan infeksi serta penyakit menular, secara
patologi CKR tidak diturunkan.

2.Pola Gordon

 Aktivitas sehari hari

Mengungkapkan pola aktivitas klien sebelum sakit dan


sesudah sakit. Yang meliputi nutrisi, eliminasi, personal
hygiene, istirahat tidur, aktivitas dan gaya hidup, pola aktivitas.

 Pola Nutrisi

Diisi dengan kebiasaan klien dalam memenuhi kebutuhan


nutrisi sebelum sakit sampai dengan saat sakit yang meliputi:
jenis
10

makanan, minuman yang dikomsumsi, frekuensi makanan,


porsi makanan yang dihabiskan, makanan selingan, alergi
makanan, makanan pantangan
 Pola Eliminasi

Diisi dengan eliminasi BAB dan BAK menggambarkan


keadaan eliminasi klien sebelum sakit sampai dengan klien saat
sakit saat ini yang meliputi: frekuensi, konsistensi, warna, keluhan.

 Pola Istirahat

Diisi dengan kualitas dan kuantitas istirahat tidur klien sejak


sebelum sakit sampai saat ini, meliputi: jumlah jam tidur siang dan
malam, pengguanaan alat penghantar tidur, perasaan klien sewaktu
bangun tidur, dan kesulitan atau adanya masalah tidur

 Personal Hygiene

Diisi dengan perawatan diri seperti mandi, gosok gigi, toileting,


berpakaian, berhias, dan penggunaan instrumen.

 Aktivitas

Diisi dengan aktivitas rutin yang dilakukan oleh klien sebelum


sakit sampai saat sakit mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali,
termasuk penggunaan waktu senggang.

3.Pemeriksaan Fisik per sistem.

Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum, kesadaran, tanda –


tanda vital, berat badan, dan nilai GCS. Keadaan fisik secara
keseluruhan dari semua sistem organ tubuh, pada klien di lakukan
pemeriksaan fisik sebagai berikut (Brunner&Sudart,2016) :
 Keadaan Umum dan Tanda – tanda Vital yaitu meliputi:kesadaran
composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan nadi
lemah,perdarahan,serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur,pernafasan
tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit tampak biru
11

 Sistem Pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas
bunyi ronchi
 Sistem Kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut
nadi bradikardi kemuadian takikardi
 Sistem Pencernaan
Tidak mengalami nyeri tekan, pembesaran hati atau asites
 Sistem Endokrin
Pada sistem ini tidak ada gangguan spesifik, kaji adanya
pembesaran kelenjar tiroid dan paratiroid.
 Sistem Genitourinaria
Biasanya pada klien CKR tidak ada keluhan dalam organ sistem
perkemihan, tidak ada distensi abdomen dan tidak ada nyeri saat BAK.
 Sistem Muskuloskeletal
Akral dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.
 Sistem Integumen
1) Kuku sianosis atau tidak
2) Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak
kemerahan karena, mata anemis, hidung kadang mengalami
perdarahan.
3) Dada : bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak.
Pada poto thorak terdapat tidak terdapat cairan yang tertimbun
pada paru sebelah kanan (efusi pleura).

4.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada
penderita Cidera Kepala antara lain adalah (Wijayaningsih 2017) :
a.CT Scan
Mengidentifikasi luasnya lesi, pendarahan, determinan, ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak.
12

b.MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radioaktif
c.CerebralAngiography
Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, pendarahan, dan trauma.
d.Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis
e.Sinar X
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang
f.BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil
g.PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
h.CSS
dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid

2.Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI (2016), diagnosis keperawatan yang muncul berhubungan
dengan CKR adalah :

1) Pola napas tidak efektif (D.0005) berhubungan dengan gangguan


neurologis(cedera kepala)
2) Risiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017) berhubungan dengan
cedera kepala
3) Risiko Perdarahan (D.0012) berhubungan dengan tindakan pembedahan
4) Gangguan mobilitas fisik (D.0054) berhubungan dengan nyeri
5) Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi)
6) Risiko Infeksi (D.0142) berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer :kerusakan integritas kulit
13

3.Intervensi Keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI

1. Pola napas Setelah dilakukan MENEJEMEN JALAN


tindakan NAPAS (I. 01011)
tidak efektif
keperawatan
(D.0005) selama 3x24 jam 1. Observasi
di harapkan Pola  Monitor pola napas
berhubungan
nafas membaik (frekuensi,
dengan (L.01004) kedalaman, usaha
membaik dengan napas)
gangguan
KH :  Monitor bunyi napas
neurologis tambahan (mis.
1.Ventilasi Gurgling, mengi,
(cedera semenit meningkat weezing, ronkhi
kering)
kepala)
2.Kapasitas vital  Monitor sputum
meningkat (jumlah, warna,
aroma)
3.Diameter Thorax 2. Terapeutik
Anterior-posterior  Pertahankan
meningkat kepatenan jalan
napas dengan head-
4.Tekanan tilt dan chin-lift
Inspirasi (jaw-thrust jika
curiga trauma
meningkat cervical)
 Posisikan semi-
5.Tekanan
Fowler atau Fowler
Ekspirasi  Berikan minum
meningkat hangat
 Lakukan fisioterapi
6. Penggunaan dada, jika perlu
otot bantu nafas  Lakukan
menurun penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
7.Perpanjangan  Lakukan
fase ekspirasi hiperoksigenasi
menurun sebelum
 Penghisapan
8.Ortopneu endotrakeal
menurun  Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
9.Pernafasan forsepMcGill
Pursed-lips  Berikan
menurun oksigen, jika perlu
3. Edukasi
10.Pernafasan  Anjurkan asupan
cuping hidung cairan 2000 ml/hari,
jika tidak
14
menurun kontraindikasi.
 Ajarkan teknik batuk
efektif
4. Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

2. Risiko Setelah dilakukan Manajemen peningkatan


perfusi tindakan tekanan intrakranial
serebral keperawatan (I.06194)
Observasi
tidak efektif selama 3x24 jam
 Identifikasi penyebab
(D.0017) di harapkan peningkatan TIK (misalnya:
berhubungan Perfusi serebral lesi, gangguan metabolism,
dengan cedera (L.02014) edema serebral)
kepala meningkat dengan  Monitor tanda/gejala
KH : peningkatan TIK (misalnya:
tekanan darah meningkat,
1. Tingkat tekanan nadi melebar,
kesadaran bradikardia, pola napas
meningkat ireguler, kesadaran
2. Sakit kepala menurun)
menurun  Monitor MAP (mean
3. Gelisah arterial pressure) (LIHAT:
menurun Kalkulator MAP)
4. Tekanan arteri  Monitor CVP (central
rata-rata (mean venous pressure)
arterial  Monitor PAWP, jika perlu
pressure/MAP)  Monitor PAP, jika perlu
membaik  Monitor ICP (intra cranial
5. Tekanan intra pressure)
kranial  Monitor gelombang ICP
membaik  Monitor status pernapasan
 Monitor intake dan output
cairan
 Monitor cairan serebro-
spinalis (mis. Warna,
konsistensi)

Terapeutik

 Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
 Berikan posisi semi fowler
 Hindari manuver valsava
15

 Cegah terjadinya kejang


 Hindari penggunaan PEEP
 Hindari pemberian cairan
IV hipotonik
 Atur ventilator agar PaCO2
optimal
 Pertahankan suhu tubuh
normal
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
sedasi dan antikonvulsan,
jika perlu
 Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu
Risiko
Setelah dilakukan
3. Perdarahan
tindakan
(D.0012) Pencegahan Pendarahan
keperawatan
berhubungan
selama 3x24 jam (I.02067)
dengan
di harapkan
tindakan Observasi
Tingkat
pembedahan
perdarahan Monitor tanda dan gejala

(L.02017)menurun perdarahan
dengan KH :
Monitor nilai
1.Membran
hematokrit/homoglobin sebelum
mukosa lembap dan setelah kehilangan darah
Meningkat
2.Kelembapan Monitor tanda-tanda vital

kulit Meningkat ortostatik

3.Kognitif
Monitor koagulasi (mis.
Meningkat Prothombin time (TM), partial
4.Keluhan nyeri thromboplastin time (PTT),
5.Menurun fibrinogen, degradsi fibrin dan
Meringis atau platelet)
6.Menurun
Terapeutik
Sikap protektif

Pertahankan bed rest selama


perdarahan
7.Menurun
16
Gelisah
8.Menurun
Kesulitan tidur Batasi tindakan invasif, jika perlu
Menurun
10.Menarik diri Gunakan kasur pencegah
dikubitus
menurun
11.Muntah
Hindari pengukuran suhu rektal
Menurun
Edukasi

Jelaskan tanda dan gejala


perdarahan

Anjurkan mengunakan kaus kaki


saat ambulasi

Anjurkan meningkatkan asupan


cairan untuk menghindari
konstipasi

Anjurkan menghindari aspirin


atau antikoagulan

Anjurkan meningkatkan asupan


makan dan vitamin K

Anjrkan segera melapor jika


terjadi perdarahan

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian obat dan


mengontrol perdarhan, jika perlu

Gangguan Kolaborasi pemberian prodok


mobilitas darah, jika perlu
fisik (D.0054)
berhubungan Kolaborasi pemberian pelunak
Setelah dilakukan
tinja, jika perlu
dengan nyeri tindakan
4. keperawatan
selama 3x24 jam
di harapkan
17
Mobilitas Fisik
(L.05042)
meningkat dengan DUKUNGAN AMBULASI
KH : (1.06171)
1.Pergerakan
ekstremitas 1. Observasi
meningkat  Identifikasi adanya
2.Kekuatan otot nyeri atau keluhan
meningkat fisik lainnya
3.Nyerimenurun  Identifikasi toleransi
4.Kaku sendi fisik melakukan
menurun
5.Gerakan terbatas ambulasi
menurun  Monitor frekuensi
6.Kelemahan fisik jantung dan tekanan
menurun darah sebelum
memulai ambulasi
 Monitor kondisi
umum selama
melakukan ambulasi
2. Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat
bantu (mis. tongkat,
kruk)
 Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu
 Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan
ambulasi dini
18

 Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis.
berjalan dari tempat
tidur ke kursi roda,
berjalan dari tempat
tidur ke kamar
mandi, berjalan
sesuai toleransi)

5. Nyeri akut Setelah dilakukan REDUKSI ANSIETAS


(D.0077) tindakan (I.09314)
berhubungan keperawatan
dengan agen selama 3x24 jam 1.  Observasi
pencedera di harapkan  Identifikasi saat
tingkat ansietas
fisik (prosedur Tingkat Ansietas
berubah (mis.
operasi) menurun Kondisi, waktu,
(L.14137) dengan stressor)
KH :  Identifikasi
kemampuan
1.Verbalisasi mengambil
kebingungan keputusan
menurun  Monitor tanda
ansietas (verbal dan
2. Verbalisasi non verbal)
khawatir akibat 2. Terapeutik
kondisi yang  Ciptakan suasana 
dihadapi menurun terapeutik untuk
menumbuhkan
3.Perilaku gelisah kepercayaan
 Temani pasien untuk
menurun
mengurangi
4.Perilaku tegang kecemasan , jika
menurun memungkinkan
 Pahami situasi yang
5.Konsentrasi membuat anxietas
 Dengarkan dengan
membaik
penuh perhatian
5.Pola tidur  Gunakan pedekatan
yang tenang dan
membaik
19
6.Tekanan darah meyakinkan
menurun  Motivasi
mengidentifikasi
7.Pucat menurun situasi yang memicu
kecemasan
 Diskusikan
perencanaan  realistis
tentang peristiwa
yang akan datang
3. Edukasi
 Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
 Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis

 Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien, jika perlu
 Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
 Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
 Latih kegiatan
pengalihan, untuk
mengurangi
ketegangan
 Latih penggunaan
mekanisme
pertahanan diri yang
tepat
 Latih teknik relaksasi
4. Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian obat anti
anxietas, jika perlu
6. Risiko Infeksi
(D.0142) Setelah dilakukan
berhubungan tindakan PENCEGAHAN INFEKSI
dengan efek keperawatan (I.14539)
prosedur selama 3x24 jam
invasive 1.Observasi
di harapkan
Tingkat Infeksi •Monitor tanda dan gejala
20
(L.14137) infeksi lokal dan sitemik
menurun dengan 2. Terapeutik
KH:
•Batasi jumlah pengunjung
1.Kebersihan •Berikan perawatan kulit pada
tangan meningkat
edema
2.Kemerahan •Cuci tangan sebelum dan
menurun
sesudah kontak dengan pasien
3.Nyeri menurun dan lingkungan pasien
•Pertahankan tekhnik aseptic
pada pasien beresiko tinggi
3.Edukasi
•Jelaskan tanda dan gejala
infeksi

•Ajarkan cara mencuci tangan


dengan benar
•Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka operasi
•Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
•Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
4.Kolaborasi
•Kolaborasi pemberian
imunisasi,jika perlu
21
22

4.Evaluasi Keperawatan

Merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, dimana merupakan

alat pengukur keberhasilan dari suatu rencana keperawatan yang dituliskan

dalam catatan perkembangan (Adityana,2018).

Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan item-item

atau perilaku yang dapat diamati dan dipantau untuk mementukan apakah

hasilnya sudah tercapai atau belum dlam jangka waktu yang telah ditentukan

Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau

perkembangan klien, digunakan komponen SOAP.Pengertian SOAP adalah

sebagai berikut :

S : Data subjektif

Catatan ini berhubungan dengan masalah sudut pandang pasien.

Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya dicatat

sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang berhubungan dengan

diagnosa.

O : Data objektif

Data ini memberi bukti gejala klinis pasien dan fakta yang

berhubungan dengan diagnosa.

A : Analisis dari data subjektif dan objektif

Masalah atau diagnosa yang ditegakkan berdasarkan data atau

informasi subjektif maupun objektif yang dikumpulkan atau

disimpulkan. Karena keadaan pasien terus berubah dan selalu ada


23

informasi baru baik subjektif maupun objektif, dan sering

diungkapkan secara terpisah-pisah, maka proses pengkajian adalah

suatu proses yang dinamik.

P : Planning

Membuat rencana tindakan saat itu atau yang akan datang. Untuk

mengusahakan tercapainya kondisi pasien yang sebaik mungkin atau

menjaga mempertahankan kesejahteraannya.


24

DAFTAR PUSTAKA

Adityana.2018.Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Salemba Medika.

Andarmoyo. 2017.Konsep Pernapasan. Jogjakarta: AR-RUZZMEDIA

Nurarif & Kusuma. 2018. Buku Ajar Keperawatan gawat darurat Edisi 2

Diterjemahkan Oleh Devi Yulianti Dan Dwi Widiarti. Jakarta: EGC.

Mansjoer.2018. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Mitra Wacana

Media

Morton, N. (2017). Physiology of Respiration. IOSR Journal of Sports and


Physical Education, 2(3), pp.16-17.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st

ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat NasionalIndonesia.

Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

(I).Jakarta. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id

Tarwoto .2018. Cidera Kepala. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai