RSUD PRAMBANAN
Disusun Oleh :
A. DEFINISI
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak, dan otak. Cedera kepala menjadi penyebab utama kematian
disabilitas pada usia muda. Penderita cedera kepala seringkali mengalami edema
serebri yaitu akumulasi kelebihan cairan di intraseluler atau ekstraseluler ruang
otak atau perdarahan intrakranial yang mengakibatkan meningkatnya tekanan
intrakranial. (Morton,2017)
Cedera kepala adalah trauma kepala dengan GCS 15 (sadar penuh)
tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing, nyeri kepala hematoma abrasi
dan laserasi (Mansjoer,2016). Menurut Brain Injury Assosiation of America,
Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital
ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar
yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Berdasarkan tingkat keparahannya, cedera kepala dibagi menjadi tiga,
yaitu cedera kepala ringan, sedang, berat. Cedera kepala ringan dapat
menyebabkan gangguan sementara pada fungsi otak. Penderita dapat merasa
mual, pusing, linglung, atau kesulitan mengingat untuk beberapa saat.
Penderita cedera kepala sedang juga dapat mengalami kondisi yang
sama, namun dalam waktu yang lebih lama.Bagi penderita cedera kepala berat,
potensi komplikasi jangka panjang hingga kematian dapat terjadi jika tidak
ditangani dengan tepat. Perubahan perilaku dan kelumpuhan adalah beberapa
efek yang dapat dialami penderita dikarenakan otak mengalami kerusakan, baik
fungsi fisiologisnya maupun struktur anatomisnya.
Selain itu, cedera kepala juga dapat dibedakan menjadi cedera kepala
terbuka dan tertutup. Cedera kepala terbuka adalah apabila cedera menyebabkan
kerusakan pada tulang tengkorak sehingga mengenai jaringan otak.Sedangkan
cedera kepala tertutup adalah bil cedera yang terjadi tidak menyebabkan
kerusakan pada tulang tengkorak, dan tidak mengenai otak secara langsung.
B. ETIOLOGI
Menurut Tarwoto (2018), penyebab cedera kepala adalah karena adanya
trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu :
1) Trauma primer
Trauma primer terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung
(akselerasi dn deselerasi)
2) Trauma sekunder
Terjadi akibat dari truma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi
intrakranial, hipoksia, hiperkapnea atau hipotensi sistemik.
3) Kecelakaan lalu lintas
4) Pukulan dan trauma tumpul pada kepala
5) Terjatuh
6) Benturan langsung dari kepala
7) Kecelakaan pada saat olahraga
8) Kecelakaan industri.
C. MANIFESTASI KLINIK
Cidera otak karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala, cidera akut dengan
cepat menyebabkan pingsan (coma), yang pada akhirnya tidak selalu dapat disembuhkan.
Karena itu, sebagai penunjang diagnosis, sangat penting diingat arti gangguan vegetatif
yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala, mual, muntah, dan puyeng.
Gangguan vegetatif tidak dilihat sebagai tanda-tanda penyakit dan gambaran penyakit,
namun keadaannya reversibilitas (Tarwoto ,2017).
Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak diingat (amnezia
antegrad), tetapi biasanya korban/ pasien tidak diingatnya pula sebelum dan sesudah cidera
(amnezia retrograd dan antegrad). Timbul tanda-tanda lemah ingatan, cepat lelah, amat
sensitif, negatifnya hasil pemeriksaan EEG, tidak akan menutupi diagnosis bila tidak ada
kelainan EEG.
Koma akut tergantung dari beratnya trauma/ cidera. Akibatnya juga beraneka
ragam, bisa terjadi sebentar saja dan bisa hanya sampai 1 menit. Catatan kesimpulan
mengenai cidera kepala akan lebih kalau terjadi koma berjam-jam atau seharian, apalagi
kalau tidak menampakkan gejala penyakit gangguan syaraff. Menurut dokter ahli spesialis
penyakit syaraf dan dokter ahli bedah syaraf, gegar otak akan terjadi jika coma berlangsung
tidak lebih dari 1 jam. Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin
terjadi komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.
D. KOMPLIKASI
Menurut Widagdo (2018) komplikasi CKR adalah:
a) Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada
pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang
terjadi kira-kira 72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena
ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan
volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma.
Patofisiologi
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang
membuat kita seperti adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan
mengalami kerusakan. Cedera memegang peranan yang sangat besar
dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu
trauma kepala.Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan
dalam rongga kepala sehingga akan menimbulkan risiko infeksi karena
trauma jaringan dan terjadi infasi bakteri. Lesi jaringan luar terjadi pada
kulit kepala dan lesi bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh
darah tengkorak maupun otak itu sendiri. Terjadinya benturan pada
kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan, yaitu :
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang
lain dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet). Terjadinya
lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala
diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi
tengkorak, pergeseran otak dan rotasi otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre
coup dan coup. Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi
kapan saja pada orang-orang yang mengalami percepatan pergerakan
kepala. Cedera kepala pada coup disebabkan hantaman pada otak
bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre coup terjadi
pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian coup dan
contre coup dapat terjadi pada keadaan.Keadaan ini terjadi ketika
pengereman mendadak pada mobil/motor. Otak pertama kali akan
menghantam bagian depan dari tulang kepala meskipun kepala pada
awalnya bergerak ke belakang. Sehingga trauma terjadi pada otak
bagian depan karena pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala,
sehingga pergerakan otak terlambat dari tulang tengkorak, dan bagian
depan otak menabrak tulang tengkorak bagian depan.
Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya karena
terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa
mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh.
Bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi
pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai
pembuluh darah.Karena perdarahan yang terjadi terus–menerus dapat
menyebabkan hipoksia sehingga tekanan intra kranial akan meningkat
dan penurunan kerja organ pernafasan sehingga mengakibatkan
ketidakadekuatan suplai 02. Namun bila trauma mengenai tulang
kepala akan meneyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga.
Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan
dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan
syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan terjadinya
gangguan dalam mobilitas.
F.PENATALAKSANAAN
1. Medis
a. Terapi obat-obatan
1) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma
2) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu mannitol 20 % atau glukosa
40 % atau gliserol 10 %
3) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol
4) Pembedahan bila ada indikasi (hematom epidural besar, hematom sub dural,
cedera kepala terbuka, fraktur impresi >1 diplo)
5) Lakukan pemeriksaan angiografi serebral, lumbal fungsi, CT Scan dan MRI
(Satynagara, 2010)
2. Keperawatan
a. Observasi 24 jam
b. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.Makanan atau
cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya cairan infus dextrose 5%,
amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari
kemudian diberikan makanan lunak Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
8
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat
Pengumpulan Data
1) Biodata
a) Identitas klien
2. Pola Gordon
• Pola Nutrisi
Pola Istirahat
Personal Hygiene
Diisi dengan perawatan diri seperti mandi, gosok gigi, toileting,
berpakaian, berhias, dan penggunaan instrumen.
Aktivitas
• Sistem Pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas
bunyi ronchi
• Sistem Kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut
• Sistem Endokrin
• Sistem Genitourinaria
Biasanya pada klien CKR tidak ada keluhan dalam organ sistem
perkemihan, tidak ada distensi abdomen dan tidak ada nyeri saat BAK.
• Sistem Muskuloskeletal
Akral dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.
• Sistem Integumen
1) Kuku sianosis atau tidak
2) Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak
kemerahan karena, mata anemis, hidung kadang mengalami
perdarahan.
3) Dada : bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak.
Pada poto thorak terdapat tidak terdapat cairan yang tertimbun
pada paru sebelah kanan (efusi pleura).
4. Pemeriksaan Penunjang
b.MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radioaktif
c.CerebralAngiography
Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI (2016), diagnosis keperawatan yang muncul berhubungan
dengan CKR adalah :
3. Intervensi Keperawatan
meningkat (jumlah,
aroma) warna,
3. Diameter Thorax 2. Terapeutik
Anterior-posterior Pertahankan
meningkat kepatenan jalan
napas dengan head-
4. Tekanan tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika
Inspirasi
curiga trauma
meningkat
cervical)
Posisikan semi-
5. Tekanan
Pursed-lips
menurun oksigen, jika perlu
3. Edukasi
10.Pernafasan Anjurkan asupan
cuping hidung cairan 2000 ml/hari,
jika tidak
14
menurun kontraindikasi.
Ajarkan teknik batuk
efektif
4. Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
di harapkan
peningkatan TIK (misalnya:
berhubungan Perfusi serebral lesi, gangguan metabolism,
dengan cedera (L.02014) edema serebral)
kepala meningkat dengan • Monitor tanda/gejala
KH : peningkatan TIK (misalnya:
tekanan darah meningkat,
1. Tingkat tekanan nadi melebar,
kesadaran bradikardia, pola napas
meningkat ireguler, kesadaran
2. Sakit kepala menurun)
menurun • Monitor MAP (mean
3. Gelisah arterial pressure) (LIHAT:
menurun Kalkulator MAP)
4. Tekanan arteri • Monitor CVP (central
rata-rata (mean venous pressure)
•
Terapeutik
• Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
• Berikan posisi semi fowler
• Hindari manuver valsava
15
normal
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian
sedasi dan antikonvulsan,
jika perlu
• Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika perlu
• Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu
Risiko
Setelah dilakukan
3. Perdarahan
tindakan
(D.0012) keperawatan Pencegahan Pendarahan
berhubungan
selama 3x24 jam (I.02067)
dengan
di harapkan
Observasi
tindakan
Tingkat
pembedahan
perdarahan Monitor tanda dan gejala
(L.02017)menurun perdarahan
dengan KH :
Monitor nilai
1.Membran
hematokrit/homoglobin sebelum
mukosa lembap
dan setelah kehilangan darah
Meningkat
2.Kelembapan Monitor tanda-tanda vital
ortostatik
kulit Meningkat
3.Kognitif
Monitor koagulasi (mis.
Meningkat Prothombin time (TM), partial
4.Keluhan nyeri thromboplastin time (PTT),
5.Menurun fibrinogen, degradsi fibrin dan
Meringis atau platelet)
6.Menurun
Sikap protektif Terapeutik
Gelisah
8.Menurun
Kesulitan tidur
Batasi tindakan invasif, jika perlu
Menurun
10.Menarik diri Gunakan kasur pencegah
menurun dikubitus
Edukasi
terjadi perdarahan
Kolaborasi
Gangguan
Kolaborasi pemberian prodok
mobilitas
darah, jika perlu
fisik (D.0054)
berhubungan Kolaborasi pemberian pelunak
Setelah dilakukan
dengan nyeri tindakan tinja, jika perlu
4. keperawatan
selama 3x24 jam
di harapkan
17
Mobilitas Fisik
(L.05042)
meningkat dengan
DUKUNGAN
KH :
AMBULASI (1.06171)
1.Pergerakan
ekstremitas 1. Observasi
meningkat
Identifikasi adanya
2.Kekuatan otot nyeri atau keluhan
meningkat fisik lainnya
3.Nyerimenurun Identifikasi toleransi
4.Kaku sendi
menurun fisik melakukan
5.Gerakan terbatas ambulasi
menurun Monitor frekuensi
6.Kelemahan fisik jantung dan
menurun tekanan darah
sebelum
memulai ambulasi
Monitor kondisi
umum selama
melakukan ambulasi
2. Terapeutik
Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat
bantu (mis.
tongkat, kruk)
Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu
Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
3. Edukasi
ambulasi dini
19
Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis.
berjalan dari tempat
tidur ke kursi roda,
berjalan dari tempat
tidur ke kamar
mandi, berjalan
sesuai toleransi)
5. Nyeri akut
Setelah dilakukan REDUKSI ANSIETAS
(D.0077)
tindakan (I.09314)
berhubungan
keperawatan
dengan agen
selama 3x24 jam 1. Observasi
pencedera Identifikasi
di harapkan
yang
tenang
dan
21
Tingkat Infeksi
6. Risiko Infeksi
(D.0142)
berhubungan S et e la h di
tin d a k an
dengan efek lakukan
prosedur keperawatan
invasive selama 3x24 jam
di harapkan
22
Anjurka
n
keluarga PE
untuk NC
tetap
bersama EG
pasien, AH
jika
perlu AN
Anjurkan INF
melakukan
kegiatan EK
yang SI
tidak
kompetiti (I.1
f, sesuai 453
kebutuha
n 9)
1. Observasi
Anjur
kan • Monitor tanda
meng dan gejala
ungka
pkan
peras
aan
dan
perse
psi
Latih kegiatan
mpeenngg
aulirhaann
g,i untuk
keteganga
n
Latih
pengguna
an
mekanis
me
pertahana
n diri
yang
tepat
Latih teknik relaksasi
4. Kolaborasi
Kolabor
asi
pemberia
n obat
anti
anxietas,
jika
perlu
23
infeksi
dengan benar
• Ajarkan cara memeriksa
asupan nutrisi
• Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
4.Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian
imunisasi,jika perlu
24
2
4.Evaluasi Keperawatan
atau perilaku yang dapat diamati dan dipantau untuk mementukan apakah
hasilnya sudah tercapai atau belum dlam jangka waktu yang telah
ditentukan
sebagai berikut :
S : Data subjektif
diagnosa.
O : Data objektif
Data ini memberi bukti gejala klinis pasien dan fakta yang
P : Planning
DAFTAR PUSTAKA
Media
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia