Kelompok :
Warsini (202213025 )
A. Latar Belakang
Cedera kepala secara harfiah berarti cedera pada kepala, tetapi pada hakekatnya
definisi tersebut tidak sesederhana itu, karena cedera kepala bisa berarti cedera pada
kulit kepala, tulang tengkorak, jaringan otak atau kombinasi dari masing-masing
bagian tersebut. Di bidang Ilmu Penyakit Saraf, cedera kepala lebih dititikberatkan
pada cedera terhadap jaringan otak, selaput otak, dan pembuluh darahnya. Oleh
karena itu istilah cedera kranioserebral menurut Jennet dan Teasdale lebih tepat
digunakan. Cedera kepala sangat sering dijumpai. Di Amerika setiap tahunnya
kejadian cedera kepala diperkirakan mencapai 500.000 kasus. 10 % dari penderita
cedera kepala meninggal sebelum datang ke Rumah Sakit. Lebih dari 100.000
penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala. Sekitar 60%
diantaranya bersifat fatal akibat adanya cedera kepala. Data menunjukkan cedera
kepala masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kecacatan pada usia < 35
tahun. Dari seluruh kasus cedera kepala, hanya 3-5% saja yang memerlukan tindakan
operasi. Secara statistik diperkirakan setiap tahun 2% penduduk dunia mengalami
cedera kepala. Di Amerika Serikat, 5,3 juta penduduk setiap tahun mengalami cedera
kepala. Trauma menjadi penyebab utama kematian pada pasien berusia dibawah 45
tahun dan hampir 50%-nya merupakan cedera kepala traumatik. Penyebab cedera
kepala traumatik terbanyak akibat kecelakaan kendaraan bermotor (50%), akibat jatuh
(21%), akibat olahraga (10%), sisanya akibat kejadian lain. Puncak insiden cedara
kepala pada usia 5 tahun, 15-24 tahun dan di atas 70 tahun. Cedera kepala pada laki-
laki lebih sering daripada wanita.
Cedera kepala akan memberikan gangguan yang sifatnya lebih kompleks bila
dibandingkan dengan trauma pada organ tubuh lainnya. Hal ini disebabkan karena
struktur anatomik dan fisiologik dari isi ruang tengkorak yang majemuk, dengan
konsistensi cair, lunak dan padat yaitu cairan otak, selaput otak, jaringan saraf,
pembuluh darah dan tulang. Oleh karena itu trauma kepala dapat menyebabkan cedera
primer dan sekunder. Cedera primer terjadi dalam masa akut yaitu saat terjadinya
cedera yang dapat mengenai jaringan kulit kepala hingga otak berupa laserasi,
perdarahan, fraktur tulang tengkorak dan kerusakan jaringan otak. Sedangkan cedera
sekunder merupakan komplikasi lanjutan misalnya edema serebri, peningkatan
tekanan intrakranial, infeksi jaringan otak, hipoksia dan sebagainya.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan, diharapkan peserta memahami tentang penyakit
Cedera Kepala.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan, diharapkan 75% peserta dapat :
a. Menyebutkan pengertian dari cedera kepala dengan bahasa sendiri
b. Menyebutkan penyebab cedera kepala
c. Menjelaskan tanda dan gejala dari cedera kepala
d. Menjelaskan komplikasi dari cedera kepala
e. Menyebutkan penatalaksanaan dari cedera kepala
f. Menyebutkan tentang pencegahan cedera kepala
BAB II
TINJAUAN TEORI
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdaraham interstil dalam subtansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontunuis otak.cedera kepala merupaka cedera yang meliputi trauma kulit
kepala,tengkorak,dan otak.
Cedera kepala(trauma capitis} adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak
langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka dikulit kepala,fraktir tulanng
tengkorak,robekan selaput otak,dan kerusakan jaringan otak itu sendiri,serta
mengakibatkan gangguan neurologis.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan Sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas.Disamping penanganan dilokasi kejadian dan Selma transportasi korban
kerumah sakit,penilaian dan Tindakan awal diruang gawat darurat sangat menentukan
penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.tindakan resusitasi,anamnesis dan
pemeriksaan umun serta neurologis harus dilakukam secara serentak.Pendekatan yang
sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital.Tingkat
keparahan cedera kepala menjad ringan segera ditentukan saat pasien tiba dirumah
sakit.
Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah gangguan fungsi
normal oyal karena baik trauma tumpul maupun trauma tajam.Defisit neurologis
terjadi karena robeknya subtansia alba,iskemia,dan pengarug massa karena
hemoragik,serta edema serebral disekitar jaringan otak.
Cedera kepala dikenal juga sebagai cedera otak adalah gangguan funsi otak normal
karena trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk).jenis-jenis cedera otak
meliputi,komosio,kontusio serebri,kontusio batang otak,hematoma epidural,hematoma
subdural,dan ftraktur tengkorak.
B. Klasifikasi Cedera Kepala
Klasifikasi cedera kepala yang terjadi memlalui dua cara yaitu efek langsung trauma
pada fungsi otak(cedera primer)dan efek lanjutan dari sel sel otak yang bereaksi
terhadap trauma (cedera sekunder)
1. Cedera primer
2. Cedera sekunder
a. Ringan
1. GCS = 13-15
2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari
30meninit
3. Tidak ada kontusio tengkorak,tidak ada fraktur cerebral,hematoma.
b. Sedang
1. GCS = 9-12
2. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam
3. Dapat mengalami fraktur
c. Berat
1. GCS =3-8
2. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24jam
3. Meliputi kontusio serebral,laserasi atau hematoma intracranial.
Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan yaiyu jenis
kekerasan benda tumpul dan benda tajam.Benda tumpul biasanya berkaitan dengan
kecelakaan lalulintas (kecepatan tinggi,kecepatan rendah),jatuh,pukulan benda
tumpul,sedangkan benda tajam berkaitan dengan benda tajam (bacok) dan tembakan.
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan sepeda
motor.Hal ini disebabkan Sebagian besar (>85%) pengendara sepeda motor tidak
menggunkan helm yang tidak memenuhi standar.pada saat penderita terjatuh helm
sudah terlepas sebelum kepala menyentuh tanah,akhirnya terjadi benturan langsung
dengan tanah atau helm dapat pecah dan melukai kepala.
D. Patofisiologi
Berdasarkan patofsiologinya, kita mengenal dua macam cedera
otak, yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder, cedera otak p r i m e r
adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan
d e n g a n kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik.Umumnya
m e n i m b u l k a n l e s i p e r m a n e n . Ti d a k b a n y a k y a n g b i s a k i t a l a k u k a n
kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami
proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan,
mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan
atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat l a h i r
y a n g b i s a m e n g a k i b a t k a n t e r j a d i n y a g a n g g u a n p a d a s e l u r u h sistem
dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang
berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera p r i m e r dan lebih
merupakan fenomena metabolik sebagai akibat,c e d e r a s e k u n d e r
dapat terjadi sebagai kemampuan serebral dikurangi atau tak
a d a p a d a a r e a c e d e r a . c e d e r a k e p a l a terjadi karena beberapa hal diantanya,
bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala
selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembukuh darah.karena perdahan yang
terjadi terus menerus dapat menyebabkan hipoksia,hiperemi peningkatan volime
darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler,serta vasodilatasi arterial,semua
menimbulkan peningkatan isi intracranial,dan akhirnya (TIK), hipotensi.
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan
m e n y e b a b k a n robekan dan ter'adi perdarahan juga. cedera kepala intra kranial
dapatm e n g a k i b a t k a n l a s e r a s i , p e r d a r a h a n d a n k e r u s a k a n j a r i n g a n
o t a k bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial terutama motoriky a n g
mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain2009).
E. Manisfestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos tengkorak (X-Ray),untuk mengetahui lokasi dan tipe fraktur
2. Angiografi cerebral,bermanfaat untuk memperkirakandiagnosis adanya suatu
pertumbuhan intracranial hematoma.
3. CT-Scan,pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya perdarahan intracranial,edema
kontusio dan pergeseran tulang tengkorak
4. Pemeiksaan darah dan urin
5. Pemeriksaan MRI
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan,mengukur volume ekspirasi dan inspirasi yg penting
diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafsan (medulla
oblongata)
7. Analisa Gas Darah, menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha
pernafasan.
G. Penatalaksanaan
Penanganan medis pada kasus cedera kepala yaitu :
1. Stabilisasi kardio pulmoner mencakup prinsip-
prinsip ( A i r w a y s - B r e a t h i n g - C i r c u l a t i o n ) .keadaan
hipoksemia, hipotensi,a n e m i a , akan cenderung memper-hebat
p e n i n g g i a n T I K d a n menghasilkan prognosis yang lebih buruk.
2. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan inkubasi pada
kesempatan pertama.) .
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam
c e d e r a atau gangguan-gangguan di bagian tubuh lainnya
4. Pemeriksaan neurologos mencakup respon mata, motorik,
verbal,p e m e r i k s a a n pupil, reIeks okulor sefalik dan reIel
o k u l o v e s tubuler. Penilaian neurologis kurang bermanfaat bila
tekanandarah penderita rendah Bsyok.
5. Pemberian pengobatan seperti : antiedemaserebri, anti
k e j a n g dan natrium bikarbonat.
6. Tindakan pemeriksaan diagnostic seperti:scan tomografi,computer
otak,angiografi serebral.
Penanganan non medis pada cidera kepala yaitu:
1. Dexamethason,kalmetason sebagai anti edema serebral,dosis sesuai dengan berat
ringannya trauma
2. Terapi hiperventilasi(trauma kepala berat)untuk mengurangi vasodilatasi
3. Pemberian analgetic
4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu:mannitol:20%,glukosa
40% atau gliserol.
5. Antibiotik yang mengandung barrier darahbotak (pinisilin)atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole
6. Makanan atau cairan infus dextrose 5% aminofusin,aminofel (18jam pertama dari
terjadinya kecelakaan)2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
H. Komplikasi
Rosidi(2007),kemunduran pada kondisi klien diakibatkan
darip e r l u a s a n hematoma intrakranial edema serebral
p r o g r e s i f d a n herniasi otak, komplikasi dari cedera kepala adalah:
1. Edema pulmonal
2. Kejang
3. Kebocoran cairan serebrospinal
4. Hipoksia
5. Gangguan mobilitas
6. Hidrocefalus
7. Oedema otak
8. Dipnea
I. Pencegahan
Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu Tindakan pencegahan
terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma.
Upaya yang dilakukan yaitu:
a. Pencegahan Primer :
Upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya kecelakaan lalu lintas seperti
untuk mencegah factor-faktor yang menunjang terjadiny cedera seperti pengatur
lalu lintas,memakai sabuk pengaman,dan memakai helm.
b. Pencegahan sekunder
Upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yang dirancang untuk mengurangi atau
meminimalkan beratnya cudera yang terjadi. Dilakukan pertolongan pertama
yaitu:
1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Gangguan oksigenasi otakdan jaringan vital merupakan pembunuh tercepat
pada kasus cedera otak.untuk menghindari gangguan tersebut penanganan
masalah airway menjadi prioritas utaman dari maslah lainnya.Beberapa
kematian karena masalah airway disebabkan olehkarena kegagalan mengenai
airway yang tersumbat baik aspirasi sis gaster maupun kesalahan mangatur
posisi sehingga jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri.
2. Memberi nafas/nafas buatan (breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatan
adalah membantu pernafasan.keterlambatan dalam mengenali gangguan
pernafsaan dan membantu pernafasan akan dapat menimbulkan kematian
3. Menghentikan perdarahan (Circulations)
Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat yang
berdarah sehingga pembuluh darah tertutup.kepala dapat dibalut dengan
ikatan yang kuat.bila ada syok dapat diatasi dengan pemberian tranfusi
darah.syok biasanya disebabkan karena penderita kehilangan banyak darah.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih
berat,penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu
lintas untuk mengurangi kecacatan dan memperpanjang harapan
hidup.pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita
meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan psikologis bagi
penderita.Upaya reahbilitasi terhadap penderita sedera kepala akibat kecelakaan
lalulintas perlu ditangani melalui rehabilitasi secara fisik,rehabilitasi psikologis
dan sosial.
1. Rehabilitasi fisik
a. fisioterapi dan Latihan peregangan untuk otot yang masih aktif pada
lengan atas dan bawah tubuh.
b. perlengkapann splint dan capiler
c. Transpalantasi tendon
2. Rehabilitasi Psikologis
Pertama dimulai agar pasien segera menerima ketidak mampuannya dan
memotifasi Kembali keinginan dab rencana masa depannya.Ancaman
kerusakan atas kepercayaan diri dan harga diri datang dari ketidakpatian
finansial,sosial serta seksual yang semuanya memerlukan semangat hidup.
3. Rehabilitasi sosial
Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi
roda,perubahan paling sederhana adalah kamar mandi dan dapur
sehingga penderita tidak ketergantungan terhadap bantuan orang lain.
Membawa penderita ketempat keramaian (bersosalisai dengan
Masyarakat)
BAB 3
PEMAPARAN KASUS
3.2 Alloanamnesis
KU : Penurunan Kesadaran
T : Hal ini dialami pasien ± 2 jam sebelum masuk RS.
Sebelumnya pasien mengalami kecelakaan lalu lintas.
Sepeda motor yang dikendarai pasien ditabrak sepeda
motor lain dari arah depan. Riwayat muntah dijumpai
sebanyak 2 kali berwarna kemerahan, bau alkohol
dijumpai, riwayat kejang tidak dijumpai. RPT (-), RPO (-).
Alergi : tidak jelas
Medikasi : tidak jelas
Past Illness :-
Last Meal : jam 20.00 WIB
Event : kecelakaan lalu lintas
32
3.3 Time Sequences
1. 14 Juli 2023 (00.30)
Pasien tiba di IGD RSPAD Gatot Soebroto
2. 14 Juli 2023 (02.10)
a. Pasien dikonsulkan ke anestesi untuk perbaikan keadaan umum dan
pendampingan CT scan kepala non-kontras
b. ACC tindakan anestesi pro CT scan kepala
3. 14 Juli 2023 (03.00)
Dilakukan perbaikan keadaan umum, pemberian oksigen dengan
rebreathing mask, manajemen nyeri, dan pendampingan CT scan kepala
non-kontras
4. 14 Juli 2023 (06.00)
Pasien didiagnosa dengan Open depressed fracture frontal + ICH bifrontal
+ SAH + Closed (R) 5th Metacarpal + Closed Fracture 1/3 Distal os Femur
(R), sehingga harus dilakukan operasi cito. Konsul anestesi untuk tindakan
craniectomy cito.
5. 14 Juli 2023 (07.00)
Pasien dikonsulkan ke bagian kardiologi dan interna untuk advice terapi.
6. 14 Juli 2023 (08.30)
Acc anestesi pro craniectomi dekompresi bifrontal + debridement cito.
7. 14 Juli 2023 (10.30)
Mempersiapkan darah sebelum tindakan operasi craniectomi dekompresi
bifrontal + debridement cito.
8. 14 Juli 2023 (11.35)
Acc tindakan anestesi pada pasien dengan tersedianya persiapan darah.
9. 14 Juli 2023 (14.00-19.30)
Dilakukan operasi craniectomy dekompresi cito di KBE.
2.4 Primary Survey (Tanggal 14/7/2023 pukul 00.30 di IGD)
A (Airway) a. Lakukan proteksi servikal
- Airway clear dengan in-line
- Snoring (-), gurgling (-), immobilization / kollar
crowing (-). servikal
b. Pada penderita dengan
gangguan kesadaran, jalan
nafas dipertahankan dengan
Head Tilt, Chin Lift / Jaw
Thrust
c. Jika terdapat benda asing dan
cairan di mulut dikeluarkan
dengan suction atau swab
menggunakan kassa
d. Melakukan pemasangan
orofaringeal tube.
Elektrolit
- Natrium 132 135 – 155 mEq/L
- Kalium 4,3 3.6 – 5.5 mEq/L
- Klorida 102 96 – 106 mEq/L
Ginjal
- BUN 12 8 – 26 mg/dl
- Ureum 26 18 – 55 mg/dl
- Kreatinin 0.85 0.7 – 1.3 mg/dl
AGDA
- pH 7,210 7.35 7.45
- PCO2 16.0 38 – 42 mmHg
- PO2 116.0 85 – 100 mmHg
- HCO3 6.4 22 – 26 U/L
- Total CO2 6.9 19 – 25 U/L
- BE -19.2 (-2) – (+2)
- SaO2 98.0 95 – 100%
FAAL HEMOSTASIS
- PT 16.9
- aPTT 41.3
- INR 1,71 0,8 – 1,3
METABOLISME
KARBOHIDRAT
- Gula darah 106 <200
Interpretasi :
- Asidosis metabolik terkompensasi sebagian + alkalosis respiratorik (pH 7.2
(menurun), PCO2 16 (menurun), HCO3 6.4 (menurun), BE -19.2 (menurun)).
Dilakukan MSCT Scan kepala teknik brain dan bone window, tanpa kontras
intravena, potongan aksial, rekonstruksi potongan koronal dan sagital, tebal
irisan 5 mm dengan hasil sebagai berikut :
- Tampak lesi hiperdens multipel dengan perifokal edema lobus temporalis
kanan, hemisfer serebellum kanan serta lobus frontalis kiri dengan
gambaran udara minimal multipel pada daerah frontalis kiri.
- Lesi hiperdens berbentuk kresent pada daerah temporalis kanan dengan
fraktur pada os temporalis dan mastoid kanan disertai perselubungan pada
mastoid kanan.
- Tampak lesi hiperdens mengisi sebagaian kortikal sulci hemisfer kanan,
fissura sylvii dan fissura interhemisfer serta sisterna dengan kortikal sulci
dan fissura sylvii menyempit disertai penekanan ventrikel lateralis kanan
menyebabkan pergeseran minimal garis tengah ke kiri.
- Tampak pembengkakan jaringan lunak pada daerah frontalis-palpebra
sampai maksila bilateral dan tempora-parietalis kiri.
- Infratentorial : pons, cerebella, dan CPA baik. Sella dan parasellar baik.
- Kedua orbita dan bulbus okuli intak.
Kesimpulan :
- Perdarahan intraserebral multipel pada lobus temporalis kanan, hemisfer
serebellum kanan serta lobus frontalis kiri dengan pneumoensefal minimal
multipel pada daerah frontalis kiri.
- Perdarahan subdural pada daerah temporalis kanan dengan fraktur os
temporalis dan mastoid kanan disertai hematomastoid mastoid kanan.
- Fraktur multipel pada dinding sinus frontalis-etmoidalis-maksilaris
bilateral, os nasal bilateral dan os frontalis kanan disertai hematosinus
frontalis-etmoidalis-maksilaris bilateral.
- Subgaleal hematom pada daerah frontalis-palpebra sampai maksila bilateral
dan tempora-parietalis kiri,.
- Perdarahan subarachnoid mengisi sebagian kortikal sulci hemisfer kanan,
fissura sylvii dan fissure interhemisfer dengan edema hemisfer kanan
disertai penekanan ventrikel lateralis kanan menyebabkan herniasi
subfalski minimal.
3.6.3 Foto Cervical PA/L (14-07-2023)
Kesimpulan :
- Spondilosis cervicalis
- Tidak tampak tanda-tanda fraktur maupun dislokasi.
Kesimpulan :
- Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo.
Kesimpulan :
- Fraktur transversal pada metacarpal V kanan dengan pergeseran fragmen
fraktur ke posterior disertai soft tissue swelling.
Kesimpulan :
- Fraktur komunitiva pada 1/3 distal os femur kanan dengan pergeseran
fragmen fraktur ke posterior disertai soft tissue swelling.
Kesimpulan :
- Fraktur komunitiva pada 1/3 distal os femur kanan dengan pergeseran fragmen
fraktur ke posterior disertai soft tissue swelling.
46
berkurang hipotonik
- Refleks saraf dapat
berfungsi dengan baik Pemberian Obat (I.02062)
Observasi
- Identifikasi kemungkinan
alergi, inetraksi dan
kontraindikasi obat
- Cerifikasi oerder obat sesuai
dengan indikasi obat
- Monitor efek terapeutik obat
Terapeutik
- Perhatikan pemberian obat
yang aman dan akurat
- Lakukan prinsip 6 benar
- Fasilitasi pemberian obat
- Dokumentasikan kegiatan
Edukasi
- Jelaskan pemberian obat,
Tindakan yang diharapkan
dan efek samping yang
mungkin muncul kepada
pasien atau keluarga
Kolaborasi
1. Inj. Ceftriakson 2 gr/24 jam
2. Inj. Ranitidine 50 mg/6 jam
3. Inj. Ketorolac 30 mg/6 jam
4. Inj. Fenitoin 100 mg/8 jam
5. Inj. Asam traneksamat
500mg/8 jam
6. Drip manitol 125 cc/6 jam
53
lainnya 7,1% dan kejatuhan 2,5%
Cedera kepala dapat disebabkan
oleh dua faktor, yaitu :
1. Trauma Primer, terjadi akibat
trauma pada kepala secara
langsung maupun tidak langsung
(akselerasi dan deselerasi).
2. Trauma Sekunder, terjadi akibat
trauma saraf (melalui akson) yang
meluas, hipertensi intracranial,
hipoksia, hiperkapnea, atau
hipotensi sistemik.
Tatalaksana Tatalaksana IGD
1. Pada saat menerima pasien di RS, 1. Bed Rest + Head Up 30°
hal pertama yang perlu dilakukan 2. O2 dengan rebreathing mask 10
adalah menilai ABCDE serta L/i
menatalaksana gangguan pada 3. NPO sejak direncanakan operasi
aspek-aspek tersebut, sebelum 4. Pasang IV line dengan abbocath
melakukan pemeriksaan lain. bore besar no 18G di tangan kiri,
Pasien dengan GCS <8 harus pastikan lancar
diberi tatalaksana jalan napas dan 5. Ambil darah untuk pemeriksaan
resusitasi segera. Waktu lab dan cross match
pemeriksaan sampai seluruh 6. Resusitasi cairan cepat dengan
tatalaksana awal dilakukan pada Rsol
pasien adalah 15 menit. 7. Pasang kateter urin urine
2. Selama memeriksa dan output berwarna kuning, + 300 cc
memperbaiki airway, tidak boleh dalam 2 jam
dilakukan ekstensi, fleksi atau 8. Bersihkan darah dan luka
rotasi terhadap leher. Jika menggunakan kasa
dicurigai ada kelainan pada 9. Analgetik Inj. Ketorolac
ketujuh vertebra servikalis 30mg/6jam
maupun vertebra torakalis 10. Antibiotik broad spectrum inj.
pertama berupa fraktur, maka Ceftriaxone 2g/ 24jam
harus dipasang alat imobilisasi 11. Tetagam 250 U/ IM
atau dilakukan imobilisasi manual 12. Inj. Fenitoin 100 mg/8 jam
terhadap kepala. Untuk
menyingkirkan kemungkinan
fraktur dapat dilakukan foto
lateral.
3. Pemasangan airway definitif
dilakukan pada penderita dengan
gangguan kesadaran atau GCS
(Glasgow Coma Scale) ≤ 8, dan
pada penderita dengan gerakan
motorik yang tidak bertujuan.
4. Kateter lambung dipakai untuk
mengurangi distensi lambung dan
mengurangi kemungkinan
muntah. Isi lambung yang pekat
mengakibatkan NGT tidak
berfungsi, lagi pula pemasangan-
nya sendiri dapat mengakibatkan
muntah. Darah dalam lambung
dapat disebabkan darah tertelan,
pemasangan NGT yang traumatik
atau perlukaan lambung. Bila
lamina kribosa pada rongga
hidung patah atau diduga patah,
kateter lambung harus dipasang
melalui mulut untuk mencegah
masuknya NGT dalam rongga
otak. Dalam keadaan ini semua
pipa jangan di masukkan lewat
jalur naso-faringeal.
5. Kateter uretra
Produksi urin merupakan
indikator yang peka untuk menilai
keadaan perfusi ginjal dan
hemodinamik penderita. Kateter
urin jangan dipasang jika dicurigai
ada ruptur uretra yang ditandai
dengan
6. Pada pasien dengan luka
terkontaminasi dan kotor serta
tidak memiliki riwayat vaksinasi
atau riwayat vaksinasinya tidak
jelas, harus menerima TIG
(Tetanus Immunoglobulin)
sebagai profilaksis terhadap
tetanus. Dosis profilaksis TIG
adalah 250 IU secara
intramuskular.
Pemeriksaan yang direkomendasikan 1. Pasien dilakukan CT scan dengan
pada pasien trauma kepala adalah CT GCS 10 (E1M5V4), berdasarkan
Scan. X-ray kepala tidak secondary assessment di IGD
direkomendasikan kecuali ada 2. Hasil CT scan didapatkan dengan
indikasi dari departemen bedah kesimpulan:
saraf/saraf. Hasil CT Scan harus Perdarahan intraserebral multipel
segera dilaporkan dalam 1 jam setelah pada lobus temporalis kanan,
pemeriksaan. Adapun kriteria hemisfer serebellum kanan serta
dilakukannya CT Scan pada pasien lobus frontalis kiri dengan
trauma kepala adalah sebagai pneumoensefal minimal multipel
berikut:11 pada daerah frontalis kiri.
1. GCS < 13 pada penilaian awal di Perdarahan subdural pada daerah
IGD. temporalis kanan dengan fraktur
2. GCS <15 pada 2 jam setelah os temporalis dan mastoid kanan
penilaian awal di IGD. disertai hematomastoid mastoid
3. Kecurigaan fraktur tengkorak kanan.
terbuka atau depresi. Fraktur multipel pada dinding
4. Terdapat tanda-tanda fraktur basis sinus frontalis - etmoidalis -
kranii (hemotimpanum, mata maksilaris bilateral, os nasal
‘panda’ atau ‘rakun’, bocornya bilateral dan os frontalis kanan
cairan serebrospinal dari telinga disertai hematosinus frontalis-
atau hidung, tanda Battle). etmoidalis-maksilaris bilateral.
5. Kejang post-trauma. Subgaleal hematom pada daerah
6. Defisit neurologis fokal. frontalis-palpebra sampai maksila
7. Lebih dari satu episode muntah bilateral dan tempora-parietalis
kiri,.
Perdarahan subarachnoid mengisi
sebagian kortikal sulci hemisfer
kanan, fissure sylvii dan fissure
interhemisfer dengan edema
hemisfer kanan disertai penekanan
ventrikel lateralis kanan
menyebabkan herniasi subfalski
minimal.
Komplikasi
Kejang pasca trauma terjadi secara Riwayat kejang tidak dijumpai pada
klinis pada sekitar 4% pasien dengan pasien ini
cedera kepala dalam minggu pertama
cedera. Pemantauan EEG
berkelanjutan dapat mengungkapkan
insiden yang lebih tinggi (22%).
Kejang setelah minggu pertama
terjadi pada 4-30% pasien.
Kesimpulan
Tn. S, laki-laki 61 tahun datang ke RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan penurunan
kesadaran. Hal ini dialami pasien ± 2 jam sebelum masuk RS HAM setelah pasien
mengalami kecelakaan lalu lintas (KLL). Pasien didiagnosis dengan Open depressed
fracture frontal + ICH bifrontal + SAH + Closed (R) 5th Metacarpal + Closed Fracture 1/3
Distal os Femur (R). Kemudian dilakukan tindakan craniectomy debridement dengan teknik
anestesi GA-ETT. Pasien ditatalaksana dengan:
1. Bed Rest + Head Up 30°
2. O2 dengan rebreathing mask 10 l/i
3. NPO sejak direncanakan operasi
4. Pasang IV line dengan abocath bore besar no 18G di tangan kiri, pastikan lancar
5. Ambil darah untuk pemeriksaan lab dan cross match
6. Resusitasi cairan cepat dengan Ringer Solution
7. Pasang kateter urin urine output berwarna kuning, + 300 cc dalam 2 jam
8. Bersihkan darah dan luka menggunakan kasa
9. Analgetik Inj. Ketorolac 30mg/6jam
10. Antibiotik broad spectrum inj. Ceftriaxone 2g/ 24jam
11. Tetagam 250 U/ IM
12. Inj. Fenitoin 100mg/8 jam