Anda di halaman 1dari 74

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Traumatik brain injury (cedera otak traumatik) yang umumnya didefinisikan

dengan adanya kelainan non degeneratif dan non congenital yang terjadi pada otak,

sebagai akibat adanya kekuatan mekanik dari luar, yang berisiko menyebabkan gangguan

temporer atau permanen dalam fungsi kognitif, fisik, dan fungsi psikososial, dengan

disertai penurunan atau hilangnya kesadaran (Dowodu, 2013).

Traumatik Brain Injury (TBI) merupakan salah satu penyebab kematian dan

kecacatan utama di dunia. Angka kejadian TBI di seluruh United States of America yang

masuk kerumah sakit sebanyak 290.000 orang dan 51.000 orang meninggal serta 80.000

orang mempunyai kecacatan menetap (Sadaka et al, 2012).

Insiden Traumatic Brain Injury terutama terjadi pada usia produktif antara 15 –

44 tahun, dimana penyebab tertinggi adalah kecelakaan lalu lintas sebanyak 48% - 53%

(Lemke, 2007). Cedera otak traumatik lebih sering terjadi pada laki laki daripada

perempuan dengan perbandingan sekitar 60% berbanding 40%. Remaja, dewasa dan

orang tua adalah yang paling banyak mengalami cedera (Moppet, 2007). Cedera otak

traumatik merupakan masalah yang perlu dilakukan penanganan segera, sehingga

kelanjutan dari cedera otak primer ke cedera otak sekunder dapat tertangani dengan baik

(Satyanegara, 2010).

Penanganan pada pasien traumatik brain injury dengan perdarahan di otak

biasanya dilakukan tindakan Kraniotomi untuk mengurangi penekanan intra kranial.

Kraniotomi merupakan setiap tindakan bedah dengan cara membuka kranium untuk

dapat mengakses otak. Kraniotomi berarti membuat lubang (otomi) pada tengkorak

1
kranium. Kraniotomi biasa dilakukan di Rumah Sakit yang memiliki departemen bedah

saraf dan ruang perawatan intensive care unit (ICU) (Pribadi, 2012).

Di Indonesia sendiri, cedera merupakan salah satu penyebab kematian utama

setelah stroke, tuberkulosis, dan hipertensi (Depkes RI, 2009). Proporsi bagian tubuh

yang terkena cedera akibat jatuh dan kecelakaan lalu lintas salah satunya adalah kepala

yaitu 6.036 (13,1%) dari 45.987 orang yang mengalami cedera jatuh dan 4.089 (19,6%)

dari 20.289 orang yang mengalami kecelakaan lalu lintas Riskesdas (dikutip dalam

Riyadina, 2009). Terdapat banyak cara untuk mengklasifikasikan keparahan dari

Traumatic Brain Injury.

Tingkat keparahan secara klinis dari cedera otak traumatik dapat dinilai dari

Glasgow Coma Scale (GCS/ Skala Coma Glasgow) (Wahjoepurnomo, 2005; Sadaka,

2012). Penekanan pada standarisasi penilaian awal dengan pendekatan. GCS pada pasien

merupakan salah satu indikator yang nyata dan dapat dipercaya dari cedera otak

traumatik dan harus diulang-ulang untuk menentukan perbaikan atau perburukan

sepanjang waktu (Bisri, 2012).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

a. Pembaca dapat mengerti dan memahami penyakit Traumatic Brain Injury dengan

craniotomy dan memahami asuhan keperawatan terkait Traumatic Brain Injury

dengan craniotomy

2
2. Tujuan Khusus

Setelah membaca studi kasus ini pembaca dapat :

b. Memahami dan mengerti patomekanisme Traumatic Brain Injury dengan

craniotomy

c. Memahami dan mengerti komplikasi dari Traumatic Brain Injury dengan

Craniotomy

d. Mengetahui dan memahami tentang pengkajian keperawatan pasien Traumatic

Brain Injury dengan craniotomy

e. Mengetahui dan memahami tentang analisa data dan diagnose keperawatan pada

pasien Traumatic Brain Injury dengan craniotomy

f. Mengetahui dan memahami intervensi keperawatan dan implementasi pada

pasien Traumatic Brain Injury dengan craniotomy

g. Mengetahui dan memahami evaluasi keperawatan pada pasien Traumatic Brain

Injury dengan craniotomy

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

KONSEP MEDIS TRAUMATIK BRAIN INJURY

A. Definisi

Trauma Captis atau Cidera Kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat

adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder

dari trauma yang terjadi (Price, 2005).

Trauma atau cedera kepala (Brain Injury) adalah salah satu bentuk trauma yang

dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual,

emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan

traumatik yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan fungsi otak (Black, 2005).

Menurut konsensus PERDOSSI (2006), cedera kepala yang sinonimnya adalah

trauma kapitis/head injury/trauma kranio serebral/traumatic brain injury merupakan

trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang

menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi

psikososial baik bersifat temporer maupun permanen.

B. Klasifikasi

Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Glasgow Come Scale (GCS):

1. Minor

a. GCS 13 – 15

b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.

c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.

4
2. Sedang

a. GCS 9 – 12

b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari

24 jam.

c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

3. Berat

a. GCS 3 – 8

b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematomaintrakranial.

C. Etiologi

Dikelompokanberdasarkanmekanisme injury:

1. Trauma tumpul.

2. Trauma tajam (penetrasi).

D. Patofisiologi

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya

konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi

jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat

pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan

(deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak,

seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan

bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila

posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan

5
pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan

pada substansi alba dan batang otak.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada

permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,

cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau

tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah)

pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasiarterial, semua

menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial

(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi

hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.

Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan

“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan

hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi

kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang

disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak

menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam

empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan

otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan

koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada

hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.

E. Manifestasi Klinis

1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih

2. Kebungungan

3. Iritabel

6
4. Pucat

5. Mual dan muntah

6. Pusing kepala

7. Terdapat hematoma

8. Kecemasan

9. Sukar untuk dibangunkan

10. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung

(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

F. Penatalaksanaan Klinik

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai

berikut:

1. Observasi 24 jam

2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.

3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.

4. Pasien diistirahatkan atau tirah baring.

5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.

6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.

7. Pemberian obat-obat analgetik.

8. Pembedahan bila ada indikasi.

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Spinal X ray

Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi (perdarahan

atau ruptur atau fraktur).

7
2. CT Scan

Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan

otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.

3. Myelogram

Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal aracknoid

jika dicurigai.

4. MRI (magnetic imaging resonance)

Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/

luas terjadinya perdarahan otak.

5. Thorax X ray

Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.

6. Pemeriksaan fungsi pernafasan

Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi

penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).

7. Analisa Gas Darah

Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.

8
KONSEP MEDIS CRANIOTOMY
A. Definisi

Trepanasi atau craniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak (tempurung

kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Trepanasi/

kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yangbertujuan mencapai otak

untuk tindakan pembedahan definitif.

B. Indikasi

1. Pengangkatan jaringan abnormal

2. Mengurangi tekanan intracranial

3. Mengevaluasi bekuan darah

9
4. Mengontrol bekuan darah

5. Pembenahan organ-organ intracranial

6. Tumor otak

7. Perdarahan

8. Peradangan dalam otak

9. Trauma pada tengkorak

C. Teknik Operasi

a. Positioning

Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Head-up kurang

lebih 15o (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring kontralateral

lokasi lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya kepala

miring ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.

b. Washing

Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan, menghilangkan

lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi betadine lebih

10
baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek steril di bawah kepala untuk

membatasi kontak dengan meja operasi

c. Markering

Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar

dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut untuk kosmetik,

sinus untuk menghindari perdarahan, sutura untuk mengetahui lokasi, zygoma sebagai

batas basis cranii, jalannya N VII (kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai

dengan canthus lateralis orbita)

d. Desinfeksi

Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000

yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.

e. Operasi

1. Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung.

2. Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat.

3. Buka flap secara tajam pada loose connective tissue. Kompres dengan kasa basah.

Di bawahnya diganjal dengan kasa steril supaya pembuluh darah tidak tertekuk

(bahaya nekrosis pada kulit kepala). Klem pada pangkal flap dan fiksasi pada

doek.

11
4. Buka pericranium dengan diatermi. Kelupas secara hati-hati dengan

rasparatorium pada daerah yang akan di burrhole dan gergaji kemudian dan rawat

perdarahan.

5. Penentuan lokasi burrhole idealnya pada setiap tepi hematom sesuai gambar CT

scan.

6. Lakukan burrhole pertama dengan mata bor tajam (Hudson’s Brace) kemudian

dengan mata bor yang melingkar (Conical boor) bila sudah menembus tabula

interna.

7. Boorhole minimal pada 4 tempat sesuai dengan merkering.

8. Perdarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax. Tutup lubang boorhole

dengan kapas basah/ wetjes.

9. Buka tulang dengan gigli. Bebaskan dura dari cranium dengan menggunakan

sonde. Masukan penuntun gigli pada lubang boorhole. Pasang gigli kemudian

masukkan penuntun gigli sampai menembus lubang boorhole di sebelahnya.

Lakukan pemotongan dengan gergaji dan asisten memfixir kepala penderita.

10. Patahkan tulang kepala dengan flap ke atas menjauhi otak dengan cara tulang

dipegang dengan knabel tang dan bagian bawah dilindungi dengan elevator

kemudian miringkan posisi elevator pada saat mematahkan tulang.

11. Setelah nampak hematom epidural, bersihkan tepi-tepi tulang dengan spoeling

dan suctioning sedikit demi sedikit. Pedarahan dari tulang dapat dihentikan

dengan bone wax.

12. Gantung dura (hitch stitch) dengan benang silk 3.0 sedikitnya 4 buah.

13. Evakuasi hematoma dengan spoeling dan suctioning secara gentle. Evaluasi dura,

perdarahan dari dura dihentikan dengan diatermi. Bila ada perdarahan dari tepi

bawah tulang yang merembes tambahkan hitch stitch pada daerah tersebut kalau

12
perlu tambahkan spongostan di bawah tulang. Bila perdarahan profus dari bawah

tulang (berasal dari arteri) tulang boleh di-knabel untuk mencari sumber

perdarahan kecuali dicurigai berasal dari sinus.

14. Bila ada dura yang robek jahit dura dengan silk 3.0 atau vicryl 3.0 secara simpul

dengan jarak kurang dari 5mm. Pastikan sudah tidak ada lagi perdarahan dengan

spoeling berulang-ulang.

15. Pada subdural hematoma setelah dilakukan kraniektomi langkah salanjutnya

adalah membuka duramater.

16. Sayatan pembukaan dura seyogianya berbentuk tapal kuda (bentuk U) berla

wanan dengan sayatan kulit. Duramater dikait dengan pengait dura, kemudian

bagian yang terangkat disayat dengan pisau sampai terlihat lapisan mengkilat dari

arakhnoid. (Bila sampai keluar cairan otak, berarti arachnoid sudah turut

tersayat). Masukkan kapas berbuntut melalui lubang sayatan ke bawah duramater

di da lam ruang subdural, dan sefanjutnya dengan kapas ini sebagai pelindung ter

hadap kemungkinan trauma pada lapisan tersebut.

17. Perdarahan dihentikan dengan koagulasi atau pemakaian klip khusus. Koagulasi

yang dipakai dengan kekuatan lebih rendah dibandingkan untuk pembuluh darah

kulit atau subkutan.

18. Reseksi jaringan otak didahului dengan koagulasi permukaan otak dengan

pembuluh-pembuluh darahnya baik arteri maupun vena.

19. Semua pembuluh da rah baik arteri maupun vena berada di permukaan di ruang

subarahnoidal, se hingga bila ditutup maka pada jaringan otak dibawahnya tak

ada darah lagi.

20. Perlengketan jaringan otak dilepaskan dengan koagulasi. Tepi bagian otak yang

direseksi harus dikoagulasi untuk menjamin jaringan otak bebas dari

13
perlengketan. Untuk membakar permukaan otak, idealnya dipergunakan kauter

bipolar. Bila dipergunakan kauter monopolar, untuk memegang jaringan otak

gunakan pinset anatomis halus sebagai alat bantu kauterisasi.

21. Pengembalian tulang. Perlu dipertimbangkan dikembalikan/tidaknya tulang

dengan evaluasi klinis pre operasi dan ketegangan dura. Bila tidak dikembalikan

lapangan operasi dapat ditutup lapis demi lapis dengan cara sebagai berikut:

a) Teugel dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0 menembus keluar

kulit.

b) Periost dan fascia otot dijahit dengan vicryl 2.0.

c) Pasang drain subgaleal.

d) Jahit galea dengan vicryl 2.0.

e) Jahit kulit dengan silk 3.0.

f) Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain).

f. Operasi selesai.

Bila tulang dikembalikan, buat lubang untuk fiksasi tulang, pertama pada tulang

yang tidak diangkat (3-4 buah). Tegel dura ditengah tulang yang akan dikembalikan

untuk menghindari dead space. Buat lubang pada tulang yang akan dikembalikan

sesuai dengan lokasi yang akan di fiksasi (3-4 buah ditepi dan 2 lubang ditengah

berdekatan untuk teugel dura). Lakukan fiksasi tulang dengan dengan silk 2.0,

selanjutnya tutup lapis demi lapis seperti diatas.

D. Komplikasi Post Operasi

1. Edema cerebral.

2. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral.

3. Hypovolemik syok.

14
4. Hydrocephalus.

5. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus).

6. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.

a. Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 – 14 hari setelah operasi.

b. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding

pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati,dan

otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini

c. Infeksi. Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Organisme

yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme;

gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari

infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan

aseptik dan antiseptik

15
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

KONSEP KEPERAWATAN TRAUMATIK BRAIN INJURY

A. Pengkajian

1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status

kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.

2. Pemeriksaan fisik

a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyenestokes, biot,

hiperventilasi, ataksik)

b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK

c. Sistem saraf :

 Kesadaran  GCS.

 Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan

melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.

 Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan

diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.

d. Sistem pencernaan

 Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan

mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar 

tanyakan pola makan?

 Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.

 Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.

e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia, gangguan

gerak volunter, ROM, kekuatan otot.

16
f. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan disfagia atau

afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.

g. Psikososial  data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien

dari keluarga.

B. Diagnosa yang Mungkin Muncul

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan Cerebral b/d aliran arteri dan atau vena terputus

2. Nyeri akut b/d agen injury fisik

3. Pola nafas tak efektif b/d hipoventilasi

4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukkan sekret

5. Kerusakan integritas kulit b/d imobilitas yg lama

6. Gangguan pemenuhan ADL : makan/mandi, toileting b/d kelemahan fisik dan nyeri

7. Resiko Infeksi

17
C. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan perfusi NOC: Monitor Tekanan Intra Karnial
jaringan serebral b/d aliran arteri 1. Catat perubahan respon klien terhadap stimulus/rangsangan
1. Status sirkulasi
dan atau vena terputus, 2. Monitor TIK klien dan respon neurologis terhadap aktivitas
2. Perfusi jaringan serebral
3. Monitor intake dan output
dengan batasan karakteristik : Setelah dilakukan tindakan
4. Pasang restrain, jika perlu
keperawatan selama…× 24 jam,
 Perubahan respon motorik 5. Monitor suhu dan angka leukosit
klien mampu mencapai
 Perubahan status mental 6. Kaji adanya kaku kuduk
1. Status sirkulasi dengan indikator
 Perubahan respon pupil 7. Kelolan pemberian antibiotic
 Amnesia retrograde  Tekanan darah sistolikdan 8. Berikan posisi dengan kepala elevasi 30-400 dengan leher
(gangguan memori) distolik dalam rentang yg dalam posisi netral
diharapkan 9. Meminimalkan stimulus dari lingkungan
 Tidak ada ortostatik hipotensi 10. Beri jarak antara tindakan keperawatan untuk meminimalkan
 Tidak ada tanda-tanda PTIK peningkatan TIK
2. Perfusi jaringan serebral, dengan 11. Kelola obat-obat untuk mempertahankan TIK dalam batas
indikator spesifik

 Klien mampu berkomunikasi Monitoring Neurologis

dengan jelas dan sesuai 1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil
kemampuan 2. Monitoring tingkat kesadaran klien
 Klien menunjukan perhatian, 3. Monitoring tanda-tanda vital
kosentrasi dan orientasi 4. Monitoring keluhan nyeri kepala, mual, dan muntah
 Klien mampu memproses 5. Monitoring respon klien terhadap pengobatan

18
informasi 6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
 Klien mampu membuat 7. Observasi kondisi fisik klien
keputusan dengan benar Terapi Oksigen
 Tingkat kesadaran klien
1. Bersihkan jalan nafas dari secret
membaik
2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai instruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan humidifiler
5. Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian
oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktivitas
dan tidur
2 Nyeri akut b/d agen injury fisik, NOC Manajemen nyeri
Dengan batasan karakteristik: 1. Nyeri terkontrol 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, karekteristik, onset/durasi,
2. Tingkat nyeri frekuensi, kualitas dan beratnya nyeri
 Laporan nyeri kepala secara
3. Tingkat kenyamanan 2. Observasi respon ketidaknyaman secara verbal dan non verbal
verbal atau non verbal
Setelah dilakukan asuhan 3. Pastikan klien menerima perawatan analgetik dng tepat
 Respon autonomy
keperawatan selama…× 24 jam, 4. Gunakan strategi komunikasi yang efektif u/ mengetahui
(perubahan vital sign,
klien dapat: respon penerimaan klien terhadap nyeri
dilatasi pupil)
1. Mengontrol nyeri dengan 5. Evaluasi keefektifan penggunaan control nyeri
 Tingkahlaku ekspresif
indikator 6. Monitoring perubahan nyeri baik actual maupun potensial
(gelisah, menangis, merintih)
7. Sediakan lingkungan yang nyaman

19
 Fakta dari observasi  Mengenal faktor-faktor penyebab 8. Kurangi faktor-faktor yang dapat menamba ungkapan nyeri
 Gangguan tidur (mata  Mengenal onset nyeri 9. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi sebelum atau sesudah
sayu,menyeringai, dll)  Tindakan pertolongan non nyeri berlangsung
farmakologi 10. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memilih tindakan
 Menggunakan analgetik selain obat untuk meringankan nyeri
 Melaporkan gejala-gejala nyeri 11. Tingkatkan istrahat yang adekuat untuk meringankan nyeri
kpd tim kes
 Nyeri terkontrol
2. Menunjukan tingkat nyeri
Dengan indikator :

 Melaporkan nyeri
 Frekuensi nyeri
 Lamanya episode nyeri
 Ekspresi nyeri; wajah
 Perubahan respirasi rate
 Perubahan tekanan darah
3 Pola nafas tidak efektif b/d NOC Outcome NIC : manajemen jalan nafas
hipoventilasi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor status respirasi dan oksigenasi
keperawatan selama 3x24 jam, pola 2. Bersihkan jalan napas
napas tidak efektif dapat teratasi 3. Auskultasi suara pernapasan
dengan kriteria hasil: 4. Berikan oksigen sesuai program
1. Status respirasi : pertukaran gas NIC : suctioning air way
2. Status respirasi : kepatenan jalan 1. Observasi secret yg keluar

20
nafas 2. Auskultasi sebelum dan sesudah melakukan suction
3. Status respirasi : ventilasi 3. Gunakan peralatan steril pada saat melakukan suction
4. Control aspirasi 4. Informasikan pada klien dan keluarga tentang tindakan
Clien Outcome : suction
 Jalan napas paten
 Secret dapat di keluarkan
 Suara nafas bersih
4 Kerusakan integritas kulit b/d NOC : NIC : perawatan luka dan pertahanan kulit
imobilitas yg lama 1. Observasi lokasi terjadinya kerusakan integritas kulit
1. Integritas kulit
2. Kaji faktor resiko kerusakan integritas kulit
Setelah dilakukan tindakan
3. Lakukan perawatan luka
keperawatan selema 4x24 jam,
4. Monitor status nutrisi
kerusakan integritas kulit dapat
5. Atur posisi klien tiap 1 jam sekali
berkurang atau tertangani dengan
6. Pertahankan kebersihan alat tenun
kriteria hasil:

 Integritas kulit utuh


 Tidak ada kemerahan
 Klien mengungkapkan rasa
nyaman

21
5 Gangguan pemenuhan ADL b/d NOC : NIC:membantu perawatan diri klien mandi dan toileting
kelemahan fisik dan nyeri Aktifitas :
1. Perawatan diri: (mandi, makan,
1. Tempatkan alat-alat mandi di tempat yang mudah dikenali dan
toileting, berpakaian)
mudah dijangkau klien
setelah dilakukan asuhan
2. Libatkan klien dan damping
keperawatan selama …× 24 jam,
3. Berikan bantuan selama klien masih mampu mengerjakan
klien mengerti cara memenuhi ADL
sendiri
secara bertahap sesuai kemampuan
dengan kriteria:
NIC: ADL berpakaian
 Mengerti secara sederhana cara
mandi, makan, toileting, dan Aktifitas:
berpakaian serta mau mencoba
1. Informasikan pada klien dalam memilih pakaian selama
secara aman tanpa cemas
perawatan
 Klien mau berpartipasi dengan
2. Sediakan pakaian di tempat yang mudah di jangkau
senang hati tanpa keluhan dlm
3. Bantu berpakaian yg sesuai
memenuhi ADL
4. Jaga privacy klien
5. Berikan pakaian pribadi yg digemari dan sesuai

NIC: ADL makan


1. Anjurkan duduk dan
2. berdoa bersama teman
3. Damping saat makan
4. Bantu jika klien belum mampu dan beri contoh

22
5. Beri rasa nyaman saat makan

6 Resiko Infeksi NOC Outcome : NIC : kontrol infeksi


1. Pertahankan kebersihan lingkungan
1. Status imunologi
2. Batasi pengunjung
2. Control infeksi
3. Anjurkan dan ajarkan pada keluarga untuk cuci tangan
3. Control resiko
sebelum dan sesudah kontak dengan klien
Setelah dilakukan tindakan
4. Gunakan teknik septik dan aseptic dan perawatan klien
keperawatan selama 3x24 jam, tanda-
5. Pertahankan intake nutrisi yg adekuat
tanda infeksi tidak terjadi dengan
6. Kaji adanya tanda-tanda infeksi
kriteria hasil:
7. Monitor vital sign
 Bebas dari tanda-tanda infeksi 8. Kelola terapi antibiotic
 Angka leukosit dalam batas
normal NIC : pencegahan infeksi
 Vital sign dalam batas normal 1. Monitor vital sign
2. Monitor tanda-tanda infeksi
3. Monitor hasil laboratorium
4. Manajemen lingkungan
5. Manajeman pengobatan

23
KONSEP KEPERAWATAN CRANIOTOMY

A. Pengkajiaan

1. Data subjektif :

a) Identitas (pasien dan keluarga/penanggung jawab) meliputi: Nama, umur,jenis

kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat,

dan hubungan pasien dengan keluarga/pengirim).

b) Keluhan utama: Bagaimana pasien bisa datang ke ruang gawat darurat, apakah

pasien sadar atau tidak, datang sendiri atau dikirim oleh orang lain?

c) Riwayat cedera, meliputi waktu mengalami cedera (hari, tanggal, jam),

lokasi/tempat mengalami cedera.

d) Mekanisme cedera: Bagaimana proses terjadinya sampai pasien menjadi cedera.

e) Allergi (alergi): Apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap makanan

(jenisnya), obat, dan lainnya.

f) Medication (pengobatan): Apakah pasien sudah mendapatkan pengobatan

pertama setelah cedera, apakah pasien sedang menjalani proses pengobatan

terhadap penyakit tertentu?

g) Past Medical History (riwayat penyakit sebelumnya): Apakah pasien menderita

penyakit tertentu sebelum menngalami cedera, apakah penyakit tersebut menjadi

penyebab terjadinya cedera?

h) Last Oral Intake (makan terakhir): Kapan waktu makan terakhir sebelum cedera?

Hal ini untuk memonitor muntahan dan untuk mempermudah mempersiapkan

bila harus dilakukan tindakan lebih lanjut/operasi.

i) Event Leading Injury (peristiwa sebelum/awal cedera): Apakah pasien mengalami

sesuatu hal sebelum cedera, bagaimana hal itu bisa terjadi?

24
2. Pengkajian ABCD FGH

a. Airway

 Cek jalan napas paten atau tidak

 Ada atau tidaknya obstruksi misalnya karena lidah jatuh kebelakang, terdapat

cairan, darah, benda asing, dan lain-lain.

 Dengarkan suara napas, apakah terdapat suara napas tambahan seperti snoring,

gurgling, crowing.

b. Breathing

 Kaji pernapasan, napas spontan atau tidak

 Gerakan dinding dada simetris atau tidak

 Irama napas cepat, dangkal atau normal

 Pola napas teratur atau tidak

 Suara napas vesikuler, wheezing, ronchi

 Ada sesak napas atau tidak (RR)

 Adanya pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernapasan

c. Circulation

 Nadi teraba atau tidak (frekuensi nadi)

 Tekanan darah

 Sianosis, CRT

 Akral hangat atau dingin, Suhu

 Terdapa perdarahan, lokasi, jumlah (cc)

 Turgor kulit

 Diaphoresis

 Riwayat kehilangan cairan berlebihan

25
d. Disability

 Kesadaran : composmentis, delirium, somnolen, koma

 GCS : EVM

 Pupil : isokor, unisokor, pinpoint, medriasis

 Ada tidaknya refleks cahaya

 Refleks fisiologis dan patologis

 Kekuatan otot

e. Exposure

 Ada tidaknya deformitas, contusio, abrasi, penetrasi, laserasi, edema

 Jika terdapat luka, kaji luas luka, warna dasar luka, kedalaman

f. Five Intervention

 Monitoring jantung (sinus bradikardi, sinus takikardi)

 Saturasi oksigen

 Ada tidaknya indikasi pemasangan kateter urine, NGT

 Pemeriksaan laboratorium

g. Give Comfort

 Ada tidaknya nyeri

 Kaji nyeri dengan

P : Problem

Q : Qualitas/Quantitas

R : Regio

S : Skala

T : Time

h. H 1 Sample

 Keluhan utama

26
 Mekanisme cedera/trauma

 Tanda gejala

i. H 2 Head To Toe

 Fokus pemeriksaan pada daerah trauma

 Kepala dan wajah

B. Diagnosa Keperawatan yang Bisa Muncul

1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d tahanan pembuluh darah ;infark

2. Ansietas b.d stressor, status kesehatan yang mengancam

3. Nyeri akut b.d agen injuri fisik (prosedur operasi)

4. Risiko infeksi

5. Risiko perdarahan

6. Resiko jatuh

7. Resiko cedera

27
C. Rencana Keperawatan (Intervensi)

1. Pre-Operasi
DIAGNOSA NOC NIC
Resiko ketidakefektifan perfusi  Circulation status Cardiac care
jaringan serebral b.d tahanan  Neurologic status Aktivitas:
pembuluh darah ;infark  Tissue Prefusion : cerebral  Monitor Vital Sign.
Setelah dilakukan asuhan selama ...  Monitor tingkat kesadaran.
ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral teratasi  Monitor GCS.
dengan kriteria hasil:  Tentukan faktor penyebab penurunan perfusi cerebral.
 Tekanan systole dan diastole dalam rentang  Pertahankan posisi tirah baring atau head up to 30°.
yang diharapkan  Pertahankan lingkungan yang nyaman.
 Tidak ada ortostatikhipertensi  Kolaborasi dengan tim kesehatan. Pemberian terapi
 Komunikasi jelas oksigen
 Menunjukkan konsentrasi dan orientasi
 Pupil seimbang dan reaktif
 Bebas dari aktivitas kejang
 Tidak mengalami nyeri kepala
Ansietas b.d stressor, status  Anxiety Level  Anxiety Reduction
kesehatan yang mengancam  Anxiety Self Control  Aktivitas :
 Fear control  Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Jelaskan seluruh prosedur termasuk sensasi yang dapat
selama......takut klien teratasi dengan kriteria hasil dialami selama prosedur
:  Dukung keluarga untuk menemani klien
 Memiliki informasi untuk mengurangi takut  Identifikasi perubahan tingkat cemas
 Menggunakan tehnik relaksasi  Bantu klien mengidentifikasi situasi yang menjadi faktor
 Mempertahankan hubungan sosial dan fungsi presipitasi cemas
peran  Instruksikan klien menggunakan teknik relaksasi
 Mengontrol respon takut  Kaji tanda kecemsan verbal dan non verbal

28
Nyeri akut b.d agen injuri fisik  Pain Level Pain Management
(prosedur operasi)  Pain Control  Kaji tingkat nyeri,meliputi : lokasi,karakteristik,dan
 Comfort level onset,durasi,frekuensi,kualitas, intensitas/beratnya nyeri,
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama faktor-faktor presipitasi
…. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan  Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat
kriteria hasil: mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab  Berikan informasi tentang nyeri
nyeri, mampu menggunakan tehnik  Ajarkan teknik relaksasi
nonfarmakologi)  Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,  Turunkan dan hilangkan faktor yang dapat meningkatkan
frekuensi dan tanda nyeri) nyeri
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri  Lakukan teknik variasi untuk mengurangi nyeri
berkurang Analgetic Administration
 Tanda vital dalam rentang normal o Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
 Tidak mengalami gangguan tidur sebelum pemberian obat
o Monitor vit sign sebelum dan sesudah pemberian
analgetik
o Berikan analgetik yang tepat sesuai dengan resep
o Catat reaksi analgetik dan efek buruk yang ditimbulkan
o Cek instruksi dokter tentang jenis obat,dosis,dan
frekuensi

29
2. INTRA OPERASI
DIAGNOSA NOC NIC
Risiko infeksi Risk Control : Infectious Process Infection Control : Intra Operative
Immune Status  Aktivitas :
Knowledge : Infection control  Monitor dan pertahankan suhu ruangan 20-24o celcius
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Monitor dan pertahankan kelembaban relative antara 40-60
selama…… pasien tidak mengalami infeksi  Verifikasi pemberian antibiotic
dengan kriteria hasil:  Gunakan universal precaution
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Monitor isolation precaution
 Menunjukkan kemampuan untuk Pastikan anggota tim operasi menggunakan perlengkapan
mencegah timbulnya infeksi yang tepat
 Jumlah leukosit dalam batas normal
 Verifikasi integritas pengemasan sterilisasi
 Menunjukkan perilaku hidup sehat
 Status imun,  Buka peralatan steril dengan mempertahankan teknik aseptic
gastrointestinal,
genitourinaria dalam batas normal  Pisahkan peralatan steril dengan non steril
 Scrub, gown, dan gunakan sarung tangan sterile untuk setiap
protocol
 Pertahankan integritas kateter dan IV line
 Gunakan cairan antimicrobial pada area operasi
 Gunakan dressing bedah yang melindungi
 Bersihkan dan sterilkan kembali instrument
Risiko perdarahan Blood Loss Severity Bleeding precaution
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Aktivitas :
minimal ….x60 menit klien menunjukkan  Monitor kemungkinan klien mengalami perdarahan
penurunan tingkat perdarahan internal atau  Catat Hb/Hct sebelum dan sesudah kehilangan darah
eksternal yang ditandai dengan kriteria hasil:  Monitor tanda dan gejala perdarahan yang berlangsung
 Tekanan systole dan diastole dalam  Monitor tanda vital orthostatic meliputi tekanan darah
rentang yang diharapkan  Administrasi produk darah
 CVP dalam batas normal
 Nadi perifer kuat dan simetris

30
3. POST-OPERASI
DIAGNOSA NOC NIC
Risiko Jatuh  Fall prevention behaviour Fall Prevention
 Knowledge : Personal Safety Aktivitas :
 Safety Behavior : Fall occurance  Identifikasi keterbatasan fisik dan kognitif pasien yang
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dapat meningkatkan potensi jatuh
selama….klien tidak mengalami trauma dengan  Identifikasi karakteristik lingkungan yang meningkatkan
kriteria hasil: potensi jatuh
 pasien terbebas dari trauma fisik  Sediakan alat bantu seperti walker
 Ajarkan pasien meminimalkan injuri ketika jatuh
 Gunakan restrain fisik untuk membatasi pergerakan yang
dapat membahayakan pasien
 Gunakan side rail pada bagian kiri dan kanan untuk
mencegah jatuh dari tempat tidur
 -Sediakan pencahayaan yang adekuat untuk meningkatkan
penglihatan
Risiko Cedera Knowledge : Personal Safety Environmental Management: Safety
Risk Kontrol Aktivitas :
Safety Behavior  Identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tingkat fungsi kognitif dan fisik dan perilaku sebelumnya
selama…. Klien tidak mengalami injury dengan  Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya
kriterian hasil:  Gunakan alat-alat perlindungan untuk mengatasi
 Klien terbebas dari cedera keterbatasan fisik dalam mobilisasi atau akses pada situasi
 Klien mampu menjelaskan cara/metode yang berbahaya
untukmencegah injury/cedera Surveillance : Safety
 Klien mampu menjelaskan factor risiko dari Aktivitas:
lingkungan/perilaku personal  Monitor perubahan fisik dan kognitif dari pasien untuk
 Mampumemodifikasi gaya hidup menghindari risiko cedera
untukmencegah injury  Monitor lingkungan yang potensial menyebabkan cedera
 Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada  Pantau level pengawasan yang dibutuhkan pasien
Mampu mengenali perubahan status kesehatan berdasarkan level fungsional dan bahaya yang terdapat di
lingkungan
 - Komunikasikan risiko cedera dari pasien dengan risiko
tinggi kepada perawat lain

31
D. WEB OF CAUTION (WOC) TEORI
TRAUMATIC BRAIN INJURY
Benturan pada bagian kepala akibat dari kecelakaan
Akselerasi/Deselerasi Luka terbuka
Prosedur Bedah Luka terbuka A. Trauma Kapitis terpapar lingkungan
Rusaknya pembuluh darah arteri meningeal media
Agen penyebab Infeksi
Epidural Hematom
Kerusakan Integritas Resiko Infeksi
Kulit Vasodilatasi Vaskular
Aliran darah meningkat
Terjadi akumulasi darah ke daerah edema
TIK meningkat Terjadi herniasi pada batang otak
Penekanan Vaskular serebral Kompresi pada medulla oblongata
Nyeri Akut Suplai O2 menurun Hipereventilasi
Peningkatan Asam Laktat Gangguan metabolisme tubuh Ketidakefektifan Pola Napas
Hipoksia serebral
Risiko ketidakefektifan Iskemi
Perfusi Jaringan Cerebral
Nekrosis jaringan otak
Ketidakefektifan Penumpukan
sekret Penurunan kesadaran Hambatan Mobilitas Fisik
Bersihan Jalan Nafas
Ketergantungan dalam
pemenuhan kebutuhan Defisit perawatan diri

32
BAB IV
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian

1. Anamnesa

a. Data Pasien

Nama : Tn. D

Umur : 67 tahun

No. RM : 00.79.51.81

Diagnosa Medis : Traumatic Brain Injury+Post Op Craniotomy

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal MRS : 28 Maret 2017

Tanggal MICU : 28 Maret 2014

Pukul : 08.30 wita

Tanggal Pengkajian : 2 Mei 2017

Dokter PJ : Dr. Dr. Willy, Sp.BS

b. Keluhan Utama: Kesadaran Menurun

c. Riwayat Keluhan utama.

Pasien masuk melalui R. OK pada tanggal 28 Maret 2017 dengan diagnose medis

Traumatic Brain Injury. Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak 3 hari

sebelum masuk rumah sakit, keluhan dikarenakan kecelakaan lalu lintas.

Mekanisme kecelakaan: pasien sedang mengendarai motor tanpa menggunkan

helm sedang menyebrang jalan, tiba-tiba datang motor dari arah kanan menabrak

korban sehinga pasien terjatu dengan kepala membentur aspal. Riwayat penurunan

kesadaran ada, riwayat muntah ada dengan frekuensi 3 kali (menyemprot). Pasien

telah menjalani operasi kraniotomi.

33
2. Pemeriksaan sistem

a. B1 (Breathing)

Jalan napas tidak bersih, bunyi napas ronkhi, terdengar suara mendengkur via

trakheostomi, irama napas irregular dengan kecepatan 16-24x/menit, bentuk dada

normal/simetris kiri dan kanan, pola napas normal terkadang takipnea. Terapi

oksigen di berikan melalui trakeostomi via trakheolife dengan masker trakeostomi

6 lpm. Bau napas amonia, kemampuan batuk tidak ada, stimulus menggunakan

suction untuk membersihkan secret, warna mukosa bibir pucat. Hasil analisa gas

darah tangal 19 April 2017 adalah:

Ph : 7.48

pCO2 : 37.0 mmHg

pO2 : 131.2 mmHg

SaO2 : 99 %

HCO3 : 27.7 mmol/L

Beecf : 4.0 mmol/L

Kesan : Alkalosis Metabolik tidak terkompensasi

b. B2 (Blood)

Pada monitoring hemodinamik, TD: 102/65 mmHg, N: 98x/menit dan SpO2:

99%. Pada pemeriksaan palpasi, teraba akral hangat, kering. CRT < 3 detik,

palpasi nadi lemah dan teratur, konjungtiva anemis, mukosa bibir pucat, tidak

teridentifikasi tanda-tanda perdarahan. Auskultasi : S1 loop, S2 doop, S3 negatif.

Irama teratur. Udeme pada ekstremitas tpi sudah mulai menghilang. Sudah tidak

terpasang drain. Untuk pemeriksaan EKG tidak dilakukan.

34
c. B3 (Brain)

Kesadaran Somnolent-Apatis, GCS 4 : Eye 2 (dengan rangsangan nyeri), Motorik

1 (tidak ada gerakan), Verbal 1 (tidak ada suara). Terdapat luka jahitan post

operasi Kraniotomy. Orientasi waktu, tempat, orang, dan situasi tidak dapat

dinilai. Nyeri score: 2 (ekpresi relaks) dan pergerakan (terlentang) dengan

menggunakan BPS, nyeri disebabkan oleh trauma dan luka post operasi.

Neurovaskular: kekuatan otot tidak dapat dinilai, ROM (pasif). Pemeriksaan pupil

isokor dengan diameter kiri 2,5 mm, kanan 2,5 mm. Refleks cahaya kanan + kiri

+, refleks kornea baik. Untuk memori tidak dapat dikaji.

d. B4 (Bladder)

Terpasang chateter urin ukuran 16 dengan intensitas laju urine 50-100 cc/jam,

karakteristik urine warna kuning jernih, tidak ada distensi kandung kemih dan

hiperprostat, tidak tampak sedimen urine ataupun kemerahan pada urine. Urine

yang dibutuhkan 0,5-1 cc/KgBB/Jam= 30-60 cc/jam. Kebutuhan cairan, BB : 60

kg :

4 x 10 = 40

2 x 10 = 20

1 x 40 = 40

100 cc/Jam x 24 = 2400 cc/ 24 jam

e. B5 (Bowel)

Abdomen datar, tidak terdeteksi adanya distensi atau asites, tidak ada

mual/muntah, bising usus normal yakni 6-8x/menit, BAB tidak ada, palpasi tidak

teraba massa. Pemenuhan nutrisi via OGT no. 16, untuk nutrisi. Enteral : susu

peptisol 3x300 ml, bubur saring 3x300 ml+2 putih telur, dan Jus buah 1x100ml.

Frekuensi BAB tidak dinilai.

35
f. B6 (Bone)

Kondisi kulit secara umum kering dan hangat, ektremitas parastesia (seperti

terbakar/terkelupas). Tidak ada fraktur, dan tidak ada sindrom kompartemen.

Kekuatan otot : 1 1 ROM: Pasif Pasif

1 1 Pasif Pasif

Terdapat luka dekubitus grade 2: lokasi pada daerak sakrum dan tumit kanan

Terdapat luka post op: craniotomy dan trakeostomi

3. Pemeriksaan Nervus Kranialis

a. Olfaktorius (penciuman) : tidak dapat dikaji

b. Optikus (penglihatan) : tidak dapat dikaji

c. Okulomotorius (gerak kelopak mata) : tidak dapat dikaji

d. Trochlearis (gerak mata) : saat kelopak mata dibuka, seakan ingin menutup mata

kembali

e. Trigeminus : sulit dikaji

f. Abdusen (lateralisasi mata) : tidak dapat dikaji

g. Fasialis (gerak wajah) : tidak ada pergerakan

h. Vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan) : tidak dapat dikaji/apatis

i. Glossofaringeus (sensasi rasa) : tidak dapat dikaji

j. Vagus (menelan) : tidak dapat dikaji, terpasang OGT

k. Assesoris (gerak bahu) : tidak dapat dikaji

l. Hipoglossus (gerak lidah) : terpasang OGT

4. Pemeriksaan rangsang meningeal

a. Kaku kuduk : tidak dikaji

b. Brudzinsky I : tidak dikaji

c. Brudzinsky II : tidak dikaji

36
d. Kernig’s : tidak dikaji

e. Babinsky : tidak dikaji

f. Chanddock : tidak dikaji

ALASAN MASUK ICU:

Klien masuk ICU karena post Op Craniactomy, dan mengalami kesadaran menurun sehingga
membutuhkan perawatan yang intensive

KETERANGAN LAIN:

Klien merupakan rujukan dari RS Lakipadada karena kecelakaan lalu lintas dan kepala terbentuk ke
aspal sehingga terjadi perdarahan di dalam kepala. Klien saat ini sudah dipindahkan keruang HCU,
Kesadaran apatis, dengan GCS 5 (E2M2V1) dan terpasang kateter urine hari 2, OGT hari ke 2,
trakheostomi hari ke 34, dan cairan parenteral Ringer funding 500 ml/24 jam. Nutrisi enteral: susu
peptisol 3x300 ml, Bubur Saring 3x300 ml+2 putih telur, dan Jus Buah 1x100 ml. Suction dilakukan
setelah nebulizer, dan pemberian oksigen.

RIWAYAT PENYAKIT
No Penyakit Lama Menderita Riwayat Rawat Inap Status saat ini

1 Klien kecelakaan 37 Hari Dirawat di RS Sakit dengan GCS 5


lalu lintas di Lakipadada selama 2
Toraja, dan kepala hari
membentur aspal

PEMERIKSAAN LABORATORIUM:

No Tanggal Jenis Pemeriksaan Rentang normal Hasil Interpretasi

1 19 April HEMATOLOGI
2017
Koagulasi
PT 10-14 9.4 Rendah
INR - 0.91 -
APTT 22.0-30.0 21.1 Rendah
Fungsi Ginjal
Ureum 10-50 70 Tinggi
Kreatinin L(<1.3), P(<1,1) 0.93 Normal
Fungsi Hati
Bilirubin total <1.2 0.44 Normal

37
Bilirubin direk <0.30 0.31 Tinggi
SGOT <38 52 Tinggi
SGPT <41 50 Tinggi
Albumin 3.5-5.0 2.6 Rendah
Elektrolit
Natrium 136-145 134 Rendah
Kalium 3.5-5.1 4.3 Normal
Klorida 97-111 104 Normal
IMUNOSEROLOGI
Imunoserologi lain
Prokalsitoni <0.05 0.63 Tinggi

Kesan: Hipoalbuminemia

2 19 April RBC 4.50-6.50 3.42 Rendah


2017
HGB 13.0-17.0 9.5 Rendah
HCT 40.0-54.0 30.9 Rendah
MCV 80-100 90 Normal
MCH 27.0-32.0 27.7 Normal
MCHC 32.0-36.0 30.7 Rendah
RDWcv 11.0-16.0 11.3 Normal
RDWsd 39-52 37 Rendah
PLT 150-500 719 Tinggi
MPV 6.0-11.0 6.8 Normal
PCT 0.150-0.500 0.488 Normal
PDW 11.0-18.0 9.5 Rendah
WBC 3.0-0.10 19.1 Tinggi

Kesan:
- Leukositosis
- Anemia
- Trombositosis

HASIL PEMERIKSAAN KULTUR DAN SENSITIVITY


Biakan Aerob Gram:
A. AcinotobacterBaumannii A. Bacil Gram Negatif
B. - B. -

38
MIC Interpretasi Hasil
No Nama Antibiotik
A B A B
1 Amikacin 17 - S -

2 Ampicilin-Sulbactam 17 - S -

3 Cefotaxime 8 - R -

4 Ceftazidime 8 - R -

5 Ceftriaxone 8 - R -

6 Gentamicin 8 - R -

7 Meropenem 18 - S -

8 Levofloxacin 8 - R -

9 Sulfamet-Trimetoprim 15 - I -

10 Tetracycline 11 - R -

11 Cefoxitin screen Pos Pos

12 Benzylpeniciline ≥0.5 R
13 Oxacilin ≥4 R

14 Gentamicin ≥16 R

15 Ciprofloxacin ≥8 R

16 Levofloxacin ≥8 R

17 Moxifloxacin 2 R

18 Eritromicin ≥8 R

19 Clindamicyn ≥8 R

20 Quinuprisitin/Dalfoprisitin 0.5 S

21 Linezolid 2 S

22 Vancomycin 1 S
23 Tetracycline 2 S

24 Nitrofurantoin ≤16 S

25 Rifampicin ≤0.5 S

26 Trimetoprim ≤10 S

27 Tigecycline 0.5 S

Keterangan:
S: Sensitif (Peka) R: Resistant (Kebal) I: Intermediate

39
PEMERIKSAAN PENUNJANG

No Tanggal Jenis Pemeriksaan Karakteristik Hasil Interpretasi

1 28-3-17 CT Scan Kepala - Tampak perdarahan o Epidural hematoma


pada daerah temporal o Perdarahan
kanan intracerebri
o Subarachnoid
hematoma
o Multisinusitis
o Brain edem

TERAPI (OBAT, CAIRAN, NUTRISI)

N Tanggal Obat/Cairan/Nutrisi Dosis/Rute Tujuan


o

1 02-4-17 Ringer Funding 500/24 jam Untuk memenuhi kebutuhan cairan


Parenteral dan mengurangi tekanan intrakranial

2 02-4-17 Bubur saring+putih Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi


telur 3x300
Susu peptisol 3x300
Jus Buah 1x100
3 02-4-17 Paracetamol 1 g/8jam Digunakan sebagai pereda rasa sakit
(ringan sampai sedang) dan juga untuk
menurunkan demam

Omeprazole 40 mg/24 jam Menurunkan kadar asam yang di


produksi di dalam lambung

Amlodipin 10 mg/8 jam Amlodipin sebagai obat antihipertensi


yang tidak berdampak pada penderita
lambung

NAC+Combivent 1 amp/6 jam Brokhodilator, digunakan sebagai


terapi pada penyakit saluran napas
obstruksi

Valsartan 80 mg/24 jam


Kelompok obat antagonis angiotensin
II. Berguna untuk mengobati
hipertensi, gagal jantung, melindungi
jantung dari komplikasi serangan
jantung

40
Nicardipin 2 mg/jam Digunakan untuk mengobati nyeri
dada hebat, atau hipertensi dengan cara
melemaskan pembuluh darah jantung
& meningkatkan pasikan darah & O2

Vip Albumin 3x2 kapsul/OGT Menangani defisiensi Albumin

Vancomicyn 500 mcg/6 jam Antibiotik yang digunakan untuk


infeksi serius dengan menghentikan
pertumbuhan bakteri

ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN

No Nama Alat Tanggal Hal-hal yang perlu di Tujuan


dipasang observasi

1 Trakeostomii+Tracheolife 28-03-2017 Tanda-tanda infeksi Rawat trakeostomi

2 OGT 01-05-2017 Kepatenan OGT dan cek Untuk memenuhi


residu asupan nutrisi
klien

3 CVC 03-04-2017 Kepatenan CVC Pemberian obat


dan nutrisi
parenteral

4 Kateter urine 01-04-2017 Distensi kandung kemih Untuk


mengosongkan
kandung kemih

41
B. Diagnosa Keperawatan

ANALISA DATA
Nama Pasien : Tn. D Nama Mahasiswa : Gusnadin
No RM : 795181 NIM : C121 12 275
Ruang : ICU RSWS
Tgl Masuk RS : 28-03-2017
Tgl Pengkajian : 02-05-2017

NO ANALISA DATA MASALAH


1. DS : - Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
DO:
 Terlihat usaha klien untuk batuk
 Tampak sekret di trakheolife
 Bunyi napas ronkhi
 Terdengar bunyi mendengkur lewat
trakeostomi
 RR: Unstabil (16-24x/menit)
 SO2: 99%
2. Faktor Resiko: Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
cerebral
 GCS: 4 (E2M1V1)
 TD: 102/65 mmHg
 HR: Unstabil
 Hb: 9.5g/dl
 CRT:<2detik
 Hasil lab (19-04-17):
Leukositosis,
Anemia
Trombositopenia
 Hasil CT Scan Kepala:
Epidural Hematom
Perdarahan intracerebri
Perdarahan subarachnoid
Brain edema
Herniasi Subfalcine
Multisinusitis
3. DS : - Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
DO:

 Penurunan BB pasien 5 Kg
 Mukosa bibir pucat
 Gangguan sensasi rasa
 Klien tidak mampu makan
 Makan via OGT
 Residu lambung warna hijau kehitaman
(20 cc)
 Hasil lab:
Hipoalbuminemia (Albumin:2.6)
Anemia: Hb: 9.5g/dl

42
4. Faktor Resiko: Resiko Infeksi

 Kulit kemerahan
 Teraba hangat
 Terpasang kateter dan OGT hari ke-2
 Terpasang Trakeostomi hari ke-34
 Luka post op craniactomy hari ke-34
 Terpasang CVC hari ke-28
 Terpasang OGT hari ke-2
 Hasil lab: WBC 19.1 (Kesan:
Leukositosis) (19-04-17)
 Prokalsitoni: 0.63
 Suhu: 38,50C
 Albumin 2.6
5 DS:- Kerusakan Integritas Kulit
DO:
- Faktor mekanik (tekanan)
- Usia Ekstrim (65 tahun)
- Luka post op craniotomy
- Luka trakeostomy
- Immobilisasi
- Gangguan sensai (pasca trauma)
- Nutrisi tidak adekuat: Hipoalbuminemia
- Leukositosis
- Skor dekubitus 11: resiko tinggi
- Dekubitus grade 2

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d Mukus berlebih

2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d faktor biologis

4. Resiko Infeksi

5. Kerusakan integritas kulit b/d prosedur invasif, faktor mekanis (immobilisasi)

43
C. RENCANA KEPERAWATAN
No Tanggal/Jam Diagnosa Keperawatan dan Data Tujuan dan Kriteria Evaluasi Intervensi (NIC)
DX (ditemukan Penunjang
(NOC)
/teratasi)

1 02/05/2017 Ketidakefektifan bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan 1. Mencuci tangan


nafas b/d Mukus berlebih, ditandai keperawatan, klien menunjukkan 2. Menggunakan alat pelindung diri
dengan keefektifan bersihan jalan nafas, 3. Posiskan klien untuk memaksimalkan ventilasi
dengan kriteria hasil: 4. Identifikassi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk
DS : - memasukkan alat membuka jalan nafas
1. Tanda-tanda vital dalam batas 5. Melakukan fisioterapi dada
DO: normal 6. Melakukan peyedotan melalui endotrakea tatau
 Terlihat usaha klien untuk TD: 120/80 – 140/90 mmHg nasotrakea (suction)
batuk HR: 60-100x/menit 7. Memberikan bronkodilator
 Tampak sekret di RR: 12-20x/menit 8. Memberikan terapi nebulizer
trakheolife S: 36,5-37,20C 9. Auskultasi suara nafas, suara tambahan seperti ronkhi
 Bunyi napas ronkhi 2. Bunyi nafas normal dan crackles
 Terdengar bunyi (vesikuler) 10. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
mendengkur lewat 3. Saturasi oksigen dalam batas 11. Monitor warna, jumlah dan konsistensi mukus
trakeostomi normal (90-100%) 12. Lakukan perawatan rongga mulut: menggosok gigi
 RR: Unstabil (16- dengan kasa
24x/menit)
 SO2: 99%
2 02/05/2017 Resiko ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV
jaringan cerebral, ditandai dengan keperawatan, klien menunjukkan 2. Monitor karakteristik cairan serebralspinal: warna,
keefektifan perfusi jaringan konsistensi, jumlah
Faktor Resiko: 3. Monitor CVP
cerebral, dengan kriteria hasil:
4. Monitor TIK
 GCS: 4 (E2M1V1)
1. GCS dalam rentang 12-15 5. Monitor status pernafasan : frekuensi, irama,
 TD: 102/65 mmHg
(E4M6V5) kedalaman, PaO2, PCO2, PH
 HR: Unstabil
2. CRT dalam batas normal < 3 6. Berikan sedasi sesuai kebutuhan
 Hb: 9.5g/dl
detik 7. Sesuaikan pengaturan ventilator untuk menjaga PCO2
 CRT:<2detik
3. Ukuran pupil 2.5/2.5 pada level yang diresepkan
 Hasil lab (19-04-17):
4. Refleks cahaya +/+ 8. Monitor intake dan output
Leukositosis,
5. Tidak-ada tanda tanda 9. Pertahankan suhu normal

44
Anemia peningkatan tekanan intra 10. Batasi pengunjung
Trombositopenia kranial 11. Berikan obat anti nyeri
 Hasil CT Scan Kepala: 12. Monitor suhu dan WBC
Epidural Hematom
Perdarahan intracerebri
Perdarahan
subarachnoid
Brain edema
Herniasi Subfalcine
Multisinusitis
3 02/05/2017 Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC : NIC :
dari kebutuhan tubuh b/d faktor
 Status nutrisi: asupan Manajemen Nutrisi
biologis
makanan & cairan adekuat
 Status nutrisi : energi 1. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang
DS : -
 Kebersihan mulut dimiliki pasien.
DO: Setelah dilakukan tindakan 2. Kaji kebutuhan nutrisi parenteral
keperawatan selama 4 x24 jam. 3. Pertahankan teknik steril ketika mempersiapkan dan
 Penurunan BB pasien 5 Kg memberikan cairan nutrisi total parenteral
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
 Mukosa bibir pucat 4. Cek cairan nutrisi total parenteral untuk meyakinkan
dari kebutuhan tubuh dapat
 Gangguan sensasi rasa bahwa jenis nutrisi yang diberikan sesuai dengan
teratasi dengan kriteria hasil:
 Klien tidak mampu makan kebutuhan pasien
 Makan via OGT  Tidak terjadi tanda-tanda 5. Monitor apa ada bunyi usus tiap 4 jam sampai 8 jam
 Residu lambung warna malnutrisi seperti : Berat 6. Monitor tanda-tanda edema atau dehidrasi
hijau kehitaman (20 cc) badan kurang, Kelelahan dan 7. Monitor masukan dan output cairan.
 Hasil lab: kekurangan energi, imunitas 8. Monitor kadar albumin. Protein total, elektrolit, profil
Hipoalbuminemia menurun, kelemahan pada otot lipid, glukosa darah dan kimia darah
(Albumin:2.6)  Hb, Hct dan albumin dalam 9. Cek residu pada selang NGT setiap sebelum pemberian
 Anemia: Hb: 9.5g/dl batas normal : makan melalui selang NGT
Hb : 13-17 g/dl dan Albumin : 10. Dorong pemberian nutrisi bertahap dari parenteral
3.5-5.0 gr/dl menuju enteral sesuai indikasi.

Hct : 40.0-54.0 %

4 02/05/2017 Resiko Infeksi, ditandai dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan teknik aseptif
keperawatan, klien terhindar dari 2. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan

45
Faktor Resiko: resiko infeksi, dengan kriteria keperawatan
hasil: 3. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
 Kulit kemerahan 4. Monitor TTV
 Teraba hangat 1. Suhu dalam batas normal 5. Bersihkan daerah kulit secara berkala
 Terpasang kateter dan 36,5-37,20C 6. Monitor tanda-tanda infeksi dan ketidaknyamanan
OGT hari ke-2 2. Nilai WBC dalam batas sekitar drainase
 Terpasang Trakeostomi normal (4.0-10) 7. Catat volume dan karateristik drainase (bau, warna,
hari ke-34 3. Tidak terjadi malnutrisi konsistensi)
 Luka post op craniactomy ditandai dengan albumin 8. Lakukan perawatan luka, bersihkan dengan normal
hari ke-34 dalam batas normal salin atau pembersihan tidak beracun
 Terpasang CVC hari ke-28 4. Tidak terjadi kemerahan 9. Berikan balutan luka yang sesuai dengan jenis luka
 Terpasang OGT hari ke-2 10. Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan
 Hasil lab: WBC 19.1 drainase
(Kesan: Leukositosis) (19- 11. Berikan terapi antibiotik
04-17) 12. Tingkatkan intake nutrisi
 Prokalsitoni: 0.63
 Suhu: 38,50C
 Albumin 2.6
5 02/05/2017 Kerusakan integritas kulit b/d NOC : NIC : Pressure Management
prosedur invasif, faktor mekanis
Tissue Integrity : Skin and 1. Hindari kerutan pada tempat tidur
(immobilisasi)
Mucous Membranes 2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
DS:- 3. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
Wound Healing : primer dan sekali
DO: sekunder 4. Monitor kulit akan adanya kemerahan
5. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
- Faktor mekanik (tekanan) Setelah dilakukan tindakan tertekan
- Usia Ekstrim (65 tahun) keperawatan selama….. 6. Monitor status nutrisi pasien
- Luka post op craniotomy kerusakan integritas kulit pasien 7. Memandikan pasien dengan sabun
- Luka trakeostomy teratasi dengan kriteria hasil: 8. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
- Immobilisasi karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
- Gangguan sensai (pasca  Integritas kulit yang baik
tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
trauma) bisa dipertahankan (sensasi,
9. Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
- Nutrisi tidak adekuat: elastisitas, temperatur,
10. Cegah kontaminasi feses dan urin
Hipoalbuminemia hidrasi)
11. Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril

46
- Leukositosis  Derajat luka tetap 12. Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
- Skor dekubitus 11: resiko  Perfusi jaringan baik
tinggi  Menunjukkan terjadinya
- Dekubitus grade 2 proses penyembuhan luka
 WBC dalam batas normal

47
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN DAN EVALUASI
No. Tanggal/ Diagnosa Implementasi Evaluasi
DX jam Keperawatan

1 02/5/2017 Ketidakefektifan 1. Mencuci tangan S: -


bersihan jalan nafas b/d Hasil: dilakukan cuci tangan sesuai 5 moment
07:00- Mukus berlebih 2. Menggunakan alat pelindung diri (APD) O:
14:00 Hasil: Menggunakan masker dan handscound  Terpasang O2 Via trakeostaomi on trakheolife
Wita setiap melakukan tindakan nebulizer dan  Terdapat lendir pada trakheolife berwarna gelap
suction  Posisi klien head up
3. Memposiskan klien untuk memaksimalkan  Bunyi napas ronkhi
ventilasi  RR: 19x/menit, SaO2 100%
Hasil: Klien diposisikan semi fowler 15-30oC  Klien tampak batuk sesekali
4. Mengidentifikassi kebutuhan aktual/potensial A: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (belum teratasi)
pasien untuk memasukkan alat membuka jalan
nafas P: Lanjutkan intervensi
Hasil: Klien diberikan oksigen via trakeostomi
on trakheolife 6 lpm 1. Mencuci tangan
5. Mendengarkan suara nafas, suara tambahan 2. Menggunakan alat pelindung diri
seperti ronkhi dan crackles 3. Posiskan klien untuk memaksimalkan ventilasi
Hasil: Bunyi nafas ronkhi terdengar melalui 4. Memberikan bronkodilator
stetoskop dan terdengar bunyi seperti 5. Memberikan terapi nebulizer
mendengkur via trakeostomi 6. Melakukan fisioterapi dada
6. Melakukan fisioterapi dada 7. Melakukan peyedotan melalui endotrakea tatau
Hasil: Fisioterapi dada dilakukan sekali setiap nasotrakea (suction)
shift 8. Auskultasi suara nafas, suara tambahan seperti ronkhi
7. Memberikan bronkhodilator dan crackles
Hasil: diberikan N-Ace + Combivent 9. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
8. Melakukan pengisapan lendir (suction)
Hasil: lendir berwarna gelap
9. Memantau status pernafasan dan oksigenasi
Hasil: RR: 24x/menit, SaO2 99%
10. Memantau warna, jumlah dan konsistensi
mukus
Hasil: warna bening agak gelap, jumlah 3 cc,

48
konsistensi kental.
11. Melakukan perawatan mulut: Menggosok gigi
dengan kasa
Hasil: Oral hyegine dilakukan setiap pagi, dan
klien tampak bersih.
2 02/5/2017 Resiko ketidakefektifan 1. Memantau Tanda-tanda vital S: -
perfusi jaringan Hasil:
07:00- cerebral O:
14:00  TD: 96/59 mmHg
 HR: 98 x/m  Kesadaran menurun
Wita
 RR: 24 x/m  GCS 5 (E2M2V1)
 T: 36,5 C0  Pupil isokor (2,5 mm/2,5 mm)
 SaO2: 99%  Irama napas teratur, PaO2: 131.2 mmHg, PCO2
2. Memantau Central Vena Pressure (CVP) :37.0
Hasil: CVP = 8 mmHg  TTV:
3. Memantau karakteristik cairan serebral spinal: TD: 102/62 mmHg
warna, konsistensi, jumlah HR: 98 x/m
Hasil: Drain sudah dilepas RR: 19 x/m
4. Memantau TIK T: 36.50C
Hasil: tidak terjadi muntah, GCS: 4 (E2M1V1), SaO2: 100%
isikor 2,5 mm/2,5 mm, TD: 96/59 mmHg, HR: A: Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
98 x/m (belum teratasi)
5. Memantau status pernafasan : frekuensi, irama,
kedalaman, PaO2, PCO2, PH P: Lanjutkan intervensi
Hasil: RR: 24 x/m, teratur, PaO2: 131.2 mmHg, 1. Monitor TTV
PCO2 :37.0 mmHg, dan pH: 7.48 2. Monitor CVP
6. Mempertahankan suhu normal dan WBC 3. Monitor TIK
Hasil: T: 36.50C, dan WBC: 19.1 4. Berikan sedasi sesuai kebutuhan
7. Memnyesuaikan ventilator dan memberikan 5. Sesuaikan pengaturan ventilator untuk menjaga PCO2
sedasi sesuai kebutuhan pada level yang diresepkan
Hasil: Pasien sudah tidak diberikan obat sedasi 6. Pertahankan suhu normal
dan tidak terpasang ventilator lagi 7. Berikan obat anti nyeri
8. Memberikan obat anti nyeri 8. Monitor suhu dan WBC
Hasil: Paracetamol 100 ml/8 jam

49
3 02/5/2017 Ketidakseimbangan 1. Mengidentifikasi adanya alergi atau intoleransi S:-
nutrisi kurang dari makanan yang dimiliki pasien
07:00- kebutuhan tubuh b/d Hasil: Klien alergi udang O:
14:00 faktor biologis 2. Mengkaji kebutuhan nutrisi parenteral  Bising usus normal (8x/m
Wita Hasil: Klien diberikan parenteral cairan ringer  BB menurun
funding 500 ml/24 jam  Asupan nutrisi via OGT: bubur saring+putih telur
3. Mempertahankan teknik steril ketika 3x300, susu peptisol 3x300, dan jus buah 1x100
mempersiapkan dan memberikan cairan nutrisi serta cairan ringer funding 500 ml/24 jam via intra
total parenteral vena
Hasil: Menuci tangan sebelum dan sesudah  Balance cairan (880-770=110)
memberikan nutrisi parenteral  Hasil lab: Bilirubin total0.44, Bilirubin direct
4. Mengecek cairan nutrisi total parenteral untuk 0.31, SGOT 52, SGPT 50 Albumin 2.6, Natrium:
meyakinkan bahwa jenis nutrisi yang diberikan 134, Kalium: 4.3, Klorida 104 (Hipoalbuminemia)
sesuai dengan kebutuhan pasien A: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Hasil: setiap memberikan nutrisi, diperhatikan
tubuh (belum teratasi)
kembali jadwal dan komposisi nutrisi yang
diberikan P: Lanjutkan intervensi
5. Memantau apa ada bunyi usus tiap 8 jam
Hasil: peristaltik usus 8x/m 1. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan
6. Memantau tanda-tanda udeme dan dehidrasi yang dimiliki pasien.
Hasil: Udeme ekstremitas sudah tidak tampak 2. Kaji kebutuhan nutrisi parenteral
lagi, kulit teraba kering 3. Pertahankan teknik steril ketika mempersiapkan dan
7. Memantau masukan dan output cairan. memberikan cairan nutrisi total parenteral
Hasil: Setiap akhir shift dilakulkan balance 4. Cek cairan nutrisi total parenteral untuk meyakinkan
cairan (880-770=+110) bahwa jenis nutrisi yang diberikan sesuai dengan
8. Memantau kadar albumin. Protein total, kebutuhan pasien
elektrolit, profil lipid, glukosa darah dan kimia 5. Monitor apa ada bunyi usus tiap 4 jam sampai 8 jam
darah 6. Monitor tanda-tanda edema atau dehidrasi
Hasil: Bilirubin total: 0.44, Bilirubin direct: 7. Monitor masukan dan output cairan.
0.31, SGOT: 52, SGPT: 50, Albumin: 2.6, 8. Monitor kadar albumin. Protein total, elektrolit, profil
Natrium: 134, Kalium: 4.3, & Klorida: 104 lipid, glukosa darah dan kimia darah
9. Mengecek residu pada selang NGT setiap 9. Cek residu pada selang NGT setiap sebelum
sebelum pemberian makan melalui selang pemberian makan melalui selang NGT
NGT 10. Dorong pemberian nutrisi bertahap dari parenteral
Hasil: Tidak ada residu menuju enteral sesuai indikasi

50
10. Mendorong pemberian nutrisi via enteral
sesuai indikasi.
Hasil: Diberikan nutrisi enteral via OGT:
bubur saring+putih telur 3x300, susu peptisol
3x300, dan jus buah 1x100 serta ditambahkan
dengan Vip Albumin 2 kapsul
4 02/5/2017 Resiko Infeksi 1. Mempertahankan teknik aseptif S:-
Hasil: Mencuci tangan sebelum dan sesudah
07:00- tindakan (dilakukan cuci tangan sesuai 5 O:
14:00 moment) serta mempertahankan teknik steril Luka selesai dibalut dan tampak bersih
Wita 2. Memantau tanda-tanda infeksi Trakeostomi hari ke 34
Hasil: Kateter (H-2)
Tampak pengeluaran lendir warna gelap di OGT (H-2)
trakheolife dan masker trakeostomi, tampak Bau saat di suction
kemerahan dan teraba panas daerah sekitar luka Vital sign:
serta penggunaan kateter H ke 2, trakeostomi TD: 102/62 mmHg
pada hari ke 34. HR: 98 x/m
3. Menggunakan sarung tangan sebagai alat RR: 19 x/m
pelindung T: 36.50C
Hasil: Menggunakan sarung tangan setiap  WBC :19.10C
membersihkan luka  Hasil lab: leukositosis, trombisitosis dan anemi
4. Membersihkan lukan dengan cairan NaCl atau A: Resiko Infeksi (belum teratasi)
air mineral
5. Menganti balutan sesuai dengan jenis luka P: Lanjutkan intervensi
Hasil: Luka dibersihkan dengan NaCl dan
berikan Balutan Hidrofobic dan di tutup dengan 1. Pertahankan teknik aseptif
Kassa 2. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
6. Mengobservasi TTV keperawatan
Hasil: 3. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
 TD: 96/59 mmHg 4. Monitor TTV
 HR: 98 x/m 5. Bersihkan daerah kulit secara berkala
 RR: 24 x/m 6. Catat volume dan karateristik drainase (bau, warna,
 T: 36,50C konsistensi)
7. Memberikan terapi antibiotik 7. Lakukan perawatan luka, bersihkan dengan normal
salin atau pembersihan tidak beracun

51
Hasil: Vancomycin 500 mg/6 jam 8. Berikan balutan luka yang sesuai dengan jenis luka
8. Meningkatkan intake nutrisi 9. Berikan terapi antibiotik
Hasil:
- Nutrisi Via parenteral: Ringerfunding 500
cc/24 jam
- Nutrisi Via enteral: Susu peptiso 3x300 dan
bubur saring+putih telur 3x300 dan jus
buah 1x100
9. Memantau suhu dan WBC
Hasil: T: 36.50C dan WBC 19.1

5 02/5/2017 Kerusakan integritas 1. Mengindari kerutan pada tempat tidur S: Tidak dapat dinilai
kulit belum teratasi b/d Hasil: sepray di ganti setiap pagi hari dan
07:00- terpasang kasur dekubitus O:
faktor mekanis:
14:00 Immobilisasi 2. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) - Luka tampak merembes
Wita Hasil: Pasien di mobilisasi pagi dan sore hari - Selsai dioleskan salep pagi dan sore hari
3. Memantau kulit akan adanya kemerahan - Luka tampak mengering daerah punggung
Hasil: tampak kemerahan pada kulit pasien - Kulit terkelupas
4. Mengoleskan lotion atau minyak/baby oil pada - WBC: 19.1
derah yang tertekan - Kerusakan integritas kulit derajat 2
Hasil: Diolesi salep MBO Talk dipagi hari, A: Kerusakan integritas kulit belum teratasi
salep As. Salisilat+As. Benzoat dan
miconazole cream disore hari. P: Lanjutkan intervensi
5. Memanatau status nutrisi pasien
Hasil: Hipoalbuminea, pemenuhan nutrisi via 1. Hindari kerutan pada tempat tidur
OGT 2. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
6. Memandikan pasien dengan sabun sekali
Hasil: Pasien dimandikan setiap pagi hari 3. Monitor kulit akan adanya kemerahan
7. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman 4. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
luka, karakteristik,warna cairan, granulasi, tertekan
jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, 5. Monitor status nutrisi pasien
formasi traktus 6. Memandikan pasien dengan sabun
Hasil: Tampak kulit terkelupas daerah 7. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
punggung grade 2 karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan
8. Mencegah kontaminasi feses dan urin nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus

52
Pasien menggunakan popok dan terpasang 8. Cegah kontaminasi feses dan urin
kateter urine serta underpad 9. Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
10. Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
9. Melakukan tehnik perawatan luka dengan steril
Hasil: dilakukan perawatan luka dengan teknik
bersih
10. Memberikan posisi yang mengurangi tekanan
pada luka
Hasil: Dipasangkan bantal didaerah kaki dan
dipasang kasur dekubitus serta undepad
1 03/5/2017 Ketidakefektifan 1. Mencuci tangan S: -
bersihan jalan nafas b/d Hasil: dilakukan cuci tangan sesuai 5 moment
07:00- Mukus berlebih 2. Menggunakan alat pelindung diri (APD) O:
14:00 Hasil: Menggunakan masker dan handscound 
Terpasang O2 Via trakeostaomi on trakheolife 6
Wita setiap melakukan tindakan nebulizer dan lpm
suction  Terdapat lendir pada trakheolife berwarna gelap
3. Memposiskan klien untuk memaksimalkan  Posisi klien head up
ventilasi  Bunyi napas ronkhi
Hasil: Klien diposisikan semi fowler 15-30oC  RR: 20x/menit, SaO2 99%
4. Mendengarkan suara nafas, suara tambahan  Masih terdengar sesekali
seperti ronkhi dan crackles A: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (belum teratasi)
Hasil: Bunyi nafas ronkhi terdengar melalui
stetoskop dan terdengar bunyi seperti P: Lanjutkan intervensi
mendengkur via trakeostomi
5. Melakukan fisioterapi dada 1. Mencuci tangan
Hasil: Fisioterapi dada dilakukan sekali setiap 2. Menggunakan alat pelindung diri
shift 3. Posiskan klien untuk memaksimalkan ventilasi
6. Memberikan bronkhodilator 4. Memberikan bronkodilator
Hasil: diberikan N-Ace + Combivent 5. Memberikan terapi nebulizer
7. Melakukan pengisapan lendir (suction) 6. Melakukan fisioterapi dada
Hasil: Dilakukan pengisapan lendir, dan tampak 7. Melakukan peyedotan melalui trakeostomi atau oral
lendir berwarna gelap (suction)
8. Memantau status pernafasan dan oksigenasi 8. Auskultasi suara nafas, suara tambahan seperti ronkhi
Hasil: RR: 18x/menit, SaO2 100%, diberikan dan crackles
oksigen 6 lpm via trakeostomi on trakeolife 9. Monitor status pernafasan dan oksigenasi

53
9. Melakukan perawatan mulut: Menggosok gigi
dengan kasa
Hasil: Oral hyegine dilakukan setiap pagi, dan
klien tampak bersih.
2 03/5/2017 Resiko ketidakefektifan 1. Memantau Tanda-tanda vital S: -
perfusi jaringan Hasil:
07:00- cerebral O:
14:00  TD: 110/65 mmHg
 HR: 100 x/m  Kesadaran menurun
Wita
 RR: 18 x/m  GCS 5 (E2M2V1)
 T: 36,0 C0  Pupil isokor (2,5 mm/2,5 mm) Refleks pupil
 SaO2: 100% Ka/Ki (+/+)
2. Memantau Central Vena Pressure (CVP)  Irama napas teratur, PaO2: 131.2 mmHg, PCO2
Hasil: CVP = 8 mmHg :37.0
3. Memantau TIK  TTV:
Hasil: tidak terjadi muntah, GCS: 5 (E2M2V1), TD: 105/60 mmHg
isikor 2,5mm/2,5mm, TD: 110/65 mmHg, HR: HR: 102 x/m
100 x/m RR: 20 x/m
4. Memantau status pernafasan : frekuensi, irama, T: 36.20C
kedalaman, PaO2, PCO2, PH SaO2: 99%
Hasil: RR: 18 x/m, teratur, PaO2: 131.2 mmHg, A: Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
PCO2 :37.0 mmHg, dan pH: 7.48 (belum teratasi)
5. Mempertahankan suhu normal dan WBC
Hasil: T: 36.00C, dan WBC: 19.1 P: Lanjutkan intervensi
6. Memberikan obat anti nyeri 1. Monitor TTV
Hasil: Paracetamol 100 ml/8 jam 2. Monitor CVP
3. Monitor TIK
4. Berikan sedasi sesuai kebutuhan
5. Pertahankan suhu normal
6. Berikan obat anti nyeri
7. Monitor suhu dan WBC
3 03/5/2017 Ketidakseimbangan 1. Memberikan nutrisi parenteral sesuai S:-
nutrisi kurang dari kebutuhan
07:00- kebutuhan tubuh b/d Hasil: Klien diberikan parenteral cairan ringer O:
14:00 funding 500 ml/24 jam

54
Wita faktor biologis 2. Mempertahankan teknik steril ketika  Nutrisi diberikan sesuai jadwal
mempersiapkan dan memberikan cairan nutrisi  Bising usus normal (8x/m
total parenteral  BB menurun (turun 5 Kg)
Hasil: Menuci tangan sebelum dan sesudah  Asupan nutrisi via OGT: bubur saring+putih telur
memberikan nutrisi parenteral 3x300, susu peptisol 3x300, dan jus buah 1x100
3. Memantau apa ada bunyi usus tiap 8 jam serta cairan ringer funding 500 ml/24 jam via intra
Hasil: peristaltik usus 8x/m vena
4. Memantau tanda-tanda udeme dan dehidrasi  Balance cairan (880-810=+70)
Hasil: Udeme ekstremitas sudah tidak tampak  Hasil lab: Bilirubin total0.44, Bilirubin direct
lagi, kulit teraba kering 0.31, SGOT 52, SGPT 50 Albumin 2.6, Natrium:
5. Memantau masukan dan output cairan. 134, Kalium: 4.3, Klorida 104 (Hipoalbuminemia)
Hasil: Setiap akhir shift dilakulkan balance A: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
cairan (880-810=+70) tubuh (belum teratasi)
6. Memantau kadar albumin. Protein total,
elektrolit, profil lipid, glukosa darah dan kimia P: Lanjutkan intervensi
darah
1. Memberikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan
Hasil: Bilirubin total: 0.44, Bilirubin direct:
2. Pertahankan teknik steril ketika mempersiapkan dan
0.31, SGOT: 52, SGPT: 50, Albumin: 2.6,
memberikan cairan nutrisi total parenteral
Natrium: 134, Kalium: 4.3 & Klorida: 104
3. Monitor apa ada bunyi usus tiap 4 jam sampai 8 jam
7. Mengecek residu pada selang NGT setiap
4. Monitor tanda-tanda edema atau dehidrasi
sebelum pemberian makan melalui selang
5. Monitor masukan dan output cairan.
NGT
6. Monitor kadar albumin. Protein total, elektrolit,
Hasil: Tidak ada residu
profil lipid, glukosa darah dan kimia darah
8. Mendorong pemberian nutrisi via enteral
7. Cek residu pada selang NGT setiap sebelum
sesuai indikasi.
pemberian makan melalui selang NGT
Hasil: Diberikan nutrisi enteral via OGT:
8. Dorong pemberian nutrisi bertahap dari parenteral
bubur saring+putih telur 3x300, susu peptisol
menuju enteral sesuai indikasi
3x300, dan jus buah 1x100 serta ditambahkan
dengan Vip Albumin 2 kapsul
4 03/5/2017 Resiko Infeksi 1. Mempertahankan teknik aseptif S:-
Hasil: Mencuci tangan sebelum dan sesudah
07:00- tindakan (dilakukan cuci tangan sesuai 5 O:
14:00 moment) serta mempertahankan teknik steril  Luka selesai dibalut dan tampak bersih
Wita 2. Memantau tanda-tanda infeksi  Trakeostomi hari ke 35

55
Hasil: Tampak kemerahan dan teraba panas  Kateter (H-3)
daerah sekitar luka serta penggunaan kateter H  OGT (H-3)
ke 3, trakeostomi pada hari ke 35.  Bau saat di suction
3. Menggunakan sarung tangan sebagai alat  Vital sign:
pelindung TD: 105/60 mmHg
Hasil: Menggunakan sarung tangan setiap HR: 102 x/m
membersihkan luka RR: 20 x/m
4. Membersihkan luka dengan cairan NaCl atau air T: 36.20C
mineral  WBC :19.10C
5. Mengganti balutan sesuai dengan jenis luka  Hasil lab: leukositosis, trombisitosis dan anemi
Hasil: Luka dibersihkan dengan NaCl dan A: Resiko Infeksi (belum teratasi)
berikan Balutan Hidrofobic dan di tutup dengan
Kassa P: Lanjutkan intervensi
6. Mengobservasi TTV 1. Pertahankan teknik aseptif
Hasil: 2. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
 TD: 110/65 mmHg keperawatan
 HR: 100 x/m 3. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
 RR: 18 x/m 4. Monitor TTV
 T: 36,00C 5. Bersihkan daerah kulit secara berkala
7. Memberikan terapi antibiotik 6. Catat volume dan karateristik drainase (bau, warna,
Hasil: Vancomycin 500 mg/6 jam konsistensi)
8. Meningkatkan intake nutrisi 7. Lakukan perawatan luka, bersihkan dengan normal
Hasil: salin atau pembersihan tidak beracun
- Nutrisi Via parenteral: Ringer funding 500 8. Berikan balutan luka yang sesuai dengan jenis luka
cc/24 jam 9. Berikan terapi antibiotik
- Nutrisi Via enteral: Susu peptisol 3x300
dan bubur saring+putih telur 3x300 dan jus
buah 1x100
9. Memantau suhu dan WBC
Hasil: T: 36.60C dan WBC 19.1

5 03/5/2017 Kerusakan integritas 1. Mengindari kerutan pada tempat tidur S: Tidak dapat dinilai
kulit belum teratasi b/d Hasil: Sepray di ganti setiap pagi hari dan
07:00- terpasang kasur dekubitus O:
faktor mekanis:
14:00 2. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) - Luka mulai mengering dan kulit mengelupas

56
Wita Immobilisasi Hasil: pasien di mobilisasi pagi dan sore hari -
3. Memantau kulit akan adanya kemerahan - Selsai dioleskan salep pagi dan sore hari
Hasil: tampak kemerahan pada kulit pasien - Luka tampak mengering daerah punggung
4. Mengoleskan lotion atau minyak/baby oil pada - WBC: 19.1
derah yang tertekan - Kerusakan integritas kulit derajat 2
Hasil: Diolesi salep MBO Talk dipagi hari, A: Kerusakan integritas kulit belum teratasi
salep As. Salisilat+As. Benzoat dan miconazole
cream disore hari. P: Lanjutkan intervensi
5. Memanatau status nutrisi pasien 1. Hindari kerutan pada tempat tidur
Hasil: Hipoalbuminea, pemenuhan nutrisi via 2. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
OGT sekali
6. Memandikan pasien dengan sabun 3. Monitor kulit akan adanya kemerahan
Hasil: Pasien dimandikan setiap pagi hari 4. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
7. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman tertekan
luka, karakteristik,warna cairan, granulasi, 5. Monitor status nutrisi pasien
jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, 6. Memandikan pasien dengan sabun
formasi traktus 7. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
Hasil: Tampak kulit terkelupas daerah karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan
punggung grade 2 nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
8. Mencegah kontaminasi feses dan urin 8. Cegah kontaminasi feses dan urin
Pasien menggunakan popok dan terpasang 9. Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
kateter urine serta underpad 10. Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
9. Melakukan tehnik perawatan luka dengan steril
Hasil: dilakukan perawatan luka dengan teknik
bersih
10. Memberikan posisi yang mengurangi tekanan
pada luka
Hasil: Dipasangkan bantal didaerah kaki dan
dipasang kasur dekubitus serta undepad

1 04/5/2017 Ketidakefektifan 1. Mencuci tangan S: -


bersihan jalan nafas b/d Hasil: dilakukan cuci tangan sesuai 5 moment
07:00- Mukus berlebih 2. Menggunakan alat pelindung diri (APD) O:
14:00 Hasil: Menggunakan masker dan handscound  Terpasang O2 Via trakeostaomi on trakheolife 6

57
Wita setiap melakukan tindakan nebulizer dan lpm
suction  Terdapat lendir pada trakheolife berwarna gelap
3. Memposiskan klien untuk memaksimalkan  Posisi klien head up
ventilasi  Bunyi napas ronkhi
Hasil: Klien diposisikan semi fowler 15-30oC  RR: 18x/menit, SaO2 99%
4. Mendengarkan suara nafas, suara tambahan  Masih terdengar sesekali
seperti ronkhi dan crackles A: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (belum teratasi)
Hasil: Bunyi nafas ronkhi
5. Memberikan bronkhodilator P: Lanjutkan intervensi
Hasil: diberikan N-Ace + Combivent 1. Mencuci tangan
6. Melakukan pengisapan lendir (suction) 2. Menggunakan alat pelindung diri
Hasil: Dilakukan pengisapan lendir, dan tampak 3. Posiskan klien untuk memaksimalkan ventilasi
lendir berwarna gelap 4. Memberikan bronkodilator
7. Memantau status pernafasan dan oksigenasi 5. Memberikan terapi nebulizer
Hasil: RR: 22x/menit, SaO2 100%, diberikan 6. Melakukan fisioterapi dada
oksigen 6 lpm via trakeostomi on trakeolife 7. Melakukan peyedotan melalui trakeostomi atau oral
8. Melakukan perawatan mulut: Menggosok gigi (suction)
dengan kasa 8. Auskultasi suara nafas, suara tambahan seperti ronkhi
Hasil: Oral hyegine dilakukan setiap pagi, dan dan crackles
klien tampak bersih. 9. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
2 04/5/2017 Resiko ketidakefektifan 1. Memantau Tanda-tanda vital S: -
perfusi jaringan Hasil:
07:00- cerebral O:
14:00  TD: 108/58 mmHg
 HR: 98 x/m  Kesadaran menurun
Wita
 RR: 22 x/m  GCS 5 (E2M2V1)
 T: 36,5 C0  Pupil isokor (2,5 mm/2,5 mm) Refleks pupil
 SaO2: 100% Ka/Ki (+/+)
2. Memantau Central Vena Pressure (CVP)  Irama napas teratur, PaO2: 131.2 mmHg, PCO2
Hasil: CVP = 8 mmHg :37.0
3. Memantau TIK  TTV:
Hasil: tidak terjadi muntah, GCS: 5 (E2M2V1), TD: 105/60 mmHg
isikor 2,5mm/2,5mm, TD: 108/58 mmHg, HR: HR: 102 x/m
98 x/m RR: 20 x/m
4. Memantau status pernafasan : frekuensi, irama, T: 36.20C

58
kedalaman, PaO2, PCO2, PH SaO2: 99%
Hasil: RR: 22 x/m, teratur, PaO2: 131.2 mmHg, A: Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
PCO2 :37.0 mmHg, dan pH: 7.48 (belum teratasi)
5. Mempertahankan suhu normal dan WBC
Hasil: T: 36.50C, dan WBC: 19.1 P: Lanjutkan intervensi
6. Memberikan obat anti nyeri 1. Monitor TTV
Hasil: Paracetamol 100 ml/8 jam 2. Monitor CVP
3. Monitor TIK
4. Berikan sedasi sesuai kebutuhan
5. Pertahankan suhu normal
6. Berikan obat anti nyeri
7. Monitor suhu dan WBC
3 04/5/2017 Ketidakseimbangan 1. Memberikan nutrisi parenteral sesuai S:-
nutrisi kurang dari kebutuhan
07:00- kebutuhan tubuh b/d Hasil: Klien diberikan parenteral cairan ringer O:
14:00 faktor biologis funding 500 ml/24 jam  Nutrisi diberikan sesuai jadwal dan komposisi
Wita 2. Memantau bunyi usus tiap 8 jam yang tepat
Hasil: peristaltik usus 8x/m  Bising usus normal (8x/m
3. Memantau masukan dan output cairan.  BB menurun (turun 5 Kg)
Hasil: Setiap akhir shift dilakulkan balance  Asupan nutrisi via OGT: bubur saring+putih telur
cairan (880-798=+82) 3x300, susu peptisol 3x300, dan jus buah 1x100
4. Memantau kadar albumin. Protein total, serta cairan ringer funding 500 ml/24 jam via intra
elektrolit, profil lipid, glukosa darah dan kimia vena
darah  Balance cairan (880-798=+82)
Hasil: Bilirubin total: 0.44, Bilirubin direct:  Hasil lab: Bilirubin total0.44, Bilirubin direct
0.31, SGOT: 52, SGPT: 50, Albumin: 2.6, 0.31, SGOT 52, SGPT 50 Albumin 2.6, Natrium:
Natrium: 134, Kalium: 4.3 & Klorida: 104 134, Kalium: 4.3, Klorida 104 (Hipoalbuminemia)
5. Mengecek residu pada selang NGT setiap A: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
sebelum pemberian makan melalui selang
tubuh (belum teratasi)
NGT
Hasil: Tidak ada residu P: Lanjutkan intervensi
6. Mendorong pemberian nutrisi via enteral
sesuai indikasi. 1. Memberikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan
Hasil: Diberikan nutrisi enteral via OGT: 2. Pertahankan teknik steril ketika mempersiapkan dan
bubur saring+putih telur 3x300, susu peptisol memberikan cairan nutrisi total parenteral

59
3x300, dan jus buah 1x100 serta ditambahkan 3. Monitor apa ada bunyi usus tiap 4 jam sampai 8 jam
dengan Vip Albumin 2 kapsul 4. Monitor tanda-tanda edema atau dehidrasi
5. Monitor masukan dan output cairan.
6. Monitor kadar albumin. Protein total, elektrolit,
profil lipid, glukosa darah dan kimia darah
7. Cek residu pada selang NGT setiap sebelum
pemberian makan melalui selang NGT
8. Dorong pemberian nutrisi bertahap dari parenteral
menuju enteral sesuai indikasi
4 04/5/2017 Resiko Infeksi 1. Mempertahankan teknik aseptif S:-
Hasil: Mencuci tangan sebelum dan sesudah
07:00- tindakan (dilakukan cuci tangan sesuai 5 O:
14:00 moment) serta mempertahankan teknik steril Luka selesai dibalut dan tampak bersih
Wita 2. Memantau tanda-tanda infeksi Trakeostomi hari ke 36
Hasil: Tampak kemerahan dan teraba panas Kateter (H-3)
daerah sekitar luka serta penggunaan kateter H OGT (H-3)
ke 4, trakeostomi pada hari ke 36. Bau saat di suction
3. Menggunakan sarung tangan sebagai alat Vital sign:
pelindung TD: 105/60 mmHg
Hasil: Menggunakan sarung tangan setiap HR: 102 x/m
membersihkan luka RR: 20 x/m
4. Mengobservasi TTV T: 36.00C
Hasil:  WBC :19.10C
 TD: 108/58 mmHg  Hasil lab: leukositosis, trombisitosis dan anemi
 HR: 98 x/m A: Resiko Infeksi (belum teratasi)
 RR: 22 x/m
 T: 36,50C P: Lanjutkan intervensi
5. Memberikan terapi antibiotik
Hasil: Vancomycin 500 mg/6 jam 1. Pertahankan teknik aseptif
6. Meningkatkan intake nutrisi 2. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
Hasil: keperawatan
- Nutrisi Via parenteral: Ringer funding 500 3. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
cc/24 jam 4. Monitor TTV
- Nutrisi Via enteral: Susu peptisol 3x300 5. Bersihkan daerah kulit secara berkala
dan bubur saring+putih telur 3x300 dan jus 6. Catat volume dan karateristik drainase (bau, warna,

60
buah 1x100 konsistensi)
7. Memantau suhu dan WBC 7. Lakukan perawatan luka, bersihkan dengan normal
Hasil: T: 36.60C dan WBC 19.1 salin atau pembersihan tidak beracun
8. Berikan balutan luka yang sesuai dengan jenis luka
9. Berikan terapi antibiotik
5 04/5/2017 Kerusakan integritas 1. Mengindari kerutan pada tempat tidur S: Tidak dapat dinilai
kulit belum teratasi b/d Hasil: Sepray di ganti setiap pagi hari dan
07:00- terpasang kasur dekubitus O:
faktor mekanis:
14:00 Immobilisasi 2. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) - Luka mulai mengering dan kulit mengelupas
Wita Hasil: pasien di mobilisasi pagi dan sore hari - Luka Grade 2
3. Memantau kulit akan adanya kemerahan - WBC: 19.1
Hasil: tampak kemerahan pada kulit pasien - Tampak proses penyembuhan luka
4. Mengoleskan lotion atau minyak/baby oil pada A: Kerusakan integritas kulit belum teratasi
derah yang tertekan
Hasil: Diolesi salep MBO Talk dipagi hari, P: Lanjutkan intervensi
salep As. Salisilat+As. Benzoat dan miconazole
cream disore hari. 1. Hindari kerutan pada tempat tidur
5. Membersihkan luka dengan cairan NaCl atau air 2. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
mineral sekali
6. Mengganti balutan sesuai dengan jenis luka 3. Monitor kulit akan adanya kemerahan
Hasil: Luka dibersihkan dengan NaCl dan 4. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
berikan Balutan Hidrofobic dan di tutup dengan tertekan
Kassa 5. Monitor status nutrisi pasien
7. Mencegah kontaminasi feses dan urin 6. Memandikan pasien dengan sabun
Hasil: Pasien menggunakan popok dan 7. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
terpasang kateter urine serta underpad karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan
nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
8. Memberikan posisi yang mengurangi tekanan 8. Cegah kontaminasi feses dan urin
pada luka 9. Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
Hasil: Dipasangkan bantal didaerah kaki dan 10. Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
dipasang kasur dekubitus serta undepad

6 04/5/2017 Pada pukul 15:00 wita, Pasien di pindahkan ke Lontara 3 Bedah Saraf. Dengan kesadaran menurun (GCS 5: E2,M2,V1), dan post
op craniotomi dan trakheostomi. Terapi lanjut

61
E. WEB OF CAUTION (WOC) KASUS TRAUMATIC BRAIN INJURY + POST OP KRANIATOMI
Kecelakaan lalu lintas

Deselerasi
Arteri meningea media
robek
Kepala membentur aspal
Peerdarahan
Pembedahan
Os tengkorak & durameter Traumatic Brain Injury GCS 5

Craniotomi dan Trakeostomy


Epidural hematom Perdarahan intracerebri lobus temporal dextra & herniasi

Vasodilatasi vaskular Trauma jaringan


Menekan lobus temporalis

Aliran darah meningkat Penurunan kelembaban kulit


Herniasi lobus di tentorium

Formatio retikularis Peningkatan jumlah aliran darah ke area cedera Invasi bakteri
medula oblongata
Brain Edema Risiko infeksi

Peningkatan TIK

Gangguan aliran darah dan oksigen ke otak Penurunan Kesadaran Immobilisasi Tirah baring lama

Metabolisme anaerob Vasodilatasi pembuluh darah sel melepaskan mediator nyeri Defisit Penekanan daerah
perawatan diri menonjol
Iskemik Hipoksia serebral Impuls ke pusat nyeri di otak (thalamus)
Luka dekubitus
Nekrosisi pada jaringan otak Nyeri di persepsikan

Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral Nyeri akut Kerusakan


Integritas Kulit

62
Penurunan Akumulasi Sekret Reaksi inflamasi
Kesadaran

Ketidakefektifan bersihan Suhu badan meningkat


Menekan saraf jalan napas
okulomotorius
Hipertermi

Dilatasi pupil dan ptosis


kelopak mata
Asupan nutrisi In Adekuat

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh

63
64
BAB V

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang keterkaitan dan kesenjangan antara tinjauan

teori dengan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Tn. D dengan diagnose medis

Traumatic Brain Injury + Post Op Kraniatomi di Ruang Intensive Care Unit RSUP. Wahidin

Sudirohusodo Makassar.

Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 2 Mei 2017 pukul 09.00 wita dilakukan melalui

kajian status selanjutnya dilakukannya autoanamnesa kepada keluarga pasien. Dalam kajian

ditemukan bahwa alasan klien masuk rumah sakit dikarenakan mengalami penurunan kesadaran

± 3 hari setelah kecelakaan.

Pada hari yang sama pula ditetapkan beberapa masalah keperawatan, yang terdiri dari
:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Resiko Infeksi
5. Kerusakan integritas kulit
Setelah ditetapkan prioritas masalah keperawatan melalui analisa data, maka disusunlah
rencana tindakan atau intervensi keperawatan yang mengacu pada Nanda NIC NOC 2015.
Setelah intervensi keperawatan yang disusun maka dilakukanlah implementasi keperawatan
selama 3 hari terhitung mulai tanggal 2 Mei 2017 sampai dengan tanggal 4 Mei 2017.
Pada tanggal 4 Mei 2017 pukul 15.00 wita pasien diizinkan untuk dilakukan alih rawat
dari ruang ICU ke ruang perawatan dengan pertimbangan medis telah terjadi perbaikan dan
prognosis penyakit yang semakin membaik dan tidak memerlukan lagi bantuan napas berupa
ventilator. Kesadaran pasien masih apatis dengan GCS 5.
Berdasarkan anamnesa yang dilakukan kepada keluarga pasien, didapatkan data bahwa
pasien masuk ICU dikarenakan mengalami penurunan kesadaran akibat kecelakaan lalu lintas di

65
Toraja, pasien sempat muntah dan pingsan. Adapun hasil CT Scan dari pasien :
1. Epidural hematom
2. Perdarahan intracerebri
3. Brain edema
4. Hematoma subgaleal
5. Multisinusisti
Dari pengkajian yang dilakukan pada tanggal 2 Mei 2017 didapatkan bahwa pasien

berada dalam kesadaran apatis, GCS 5 (E2M2V1). Pada pemeriksaan fisik didapatkan data: TD

98/56 mmHg, Heart rate 96x/ menit dan suhu tubuh 36.60C yang secara fluktuatif selalu berada

pada kisaran 36,00C – 37,50C. Hal ini sesuai dengan gambaran CT Scan tanggal 28 Maret 2017

yang mengindikasikan telah terjadi perdarahan pada intracerebri lobus temporal dextra (subdural

hematoma) yang mempengaruhi tingkat kesadaran pasien. Sementara pergeseran midline shift

mengindikasikan terjadinya perubahan suhu tubuh yang fluktuatif dikarenakan penekanan pada

anterior hypothalamus (Hwang, 2011).

Pada pengkajian status didapatkan data bahwa pasien juga mengalami perdarahan sub

arachnoid. Berdasarkan Stroke Association (2012) menyatakan jika terjadi perdarahan sub

arachnoid maka pada klinis pasien akan ditemukan adanya kaku kuduk dan rangsang meningen,

hal ini disebabkan lapisan sub arachnoid berhubungan langsung dengan cairan meningen otak.

Namun pada pemeriksaan rangsang meningeal tidak ditemukan adanya kaku kuduk. Hal ini

dapat disebabkan perdarahan sub arachnoid yang terjadi telah diabsorbsi dengan baik.

Secara teoritis, menurut Nanda (2015) pada pasien dengan Traumatic Brain Injury + Post

Op Craniatomy dapat ditegakkan beberapa diagnosa keperawatan berdasarkan masalah

keperawatan yang timbul, diantaranya :

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral

66
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

3. Pola napas tidak efektif

4. Nyeri akut

5. Kerusakan integritas kulit

6. Risiko Infeksi

7. Defisit perawatan diri

8. Hambatan mobilitas fisik

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada tanggal 2 Mei 2017, maka beberapa
permasalahan dalam keperawatan yang dapat dimunculkan adalah:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Batasan karakteristik dalam menegakkan diagnosa ini berdasarkan Nanda (2015) yang
muncul pada pasien adalah ditandai dengan bunyi napas ronkhi, RR yang tidak stabil, adanya
batuk, terdapatnya usaha bernapas dengan melihat pengembangan dada.
2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
Batasan karakteristik dalam menegakkan diagnosa ini berdasarkan Nanda (2015) yang
muncul pada pasien adalah ditandai dengan penurunan kesadaran apatis yaitu pasien tidak
merespon terhadap keadaan sekeliling ditandai dengan tidak adanya kontak mata dan nilai
Glasgow Coma Scale : Eye 2 (Dengan Rangsangan Nyeri), Motorik 2 (gerakan abnormal),
Verbal 1 (tidak ada suara) serta hasil CT Scan yang mengidentifikasi adanya perdarahan
intracerebri.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Batasan karakteristik dalam menegakkan diagnosa ini berdasarkan Nanda (2015) yang
muncul pada pasien adalah ditandai dengan ketidakadekuatan asupan nutrisi, penurunan berat
badan, hasil laboratium yang mengidentifikasi hipoalbuminemia.
4. Risiko Infeksi
Batasan karakteristik dalam menegakkan diagnosa ini berdasarkan Nanda (2015) yang
muncul pada pasien adalah ditandai dengan adanya prosedur invasif (post op kraniotomi),
terpasang OGT hari ke 2, terpasang kateter hari ke 2, terpasang CVC line hari ke 27. Hasil

67
pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC : 19.1 dan terjadi peningkatan suhu tubuh
(37,70C).
5. Kerusakan integritas kulit
Batasan karakteristik dalam menegakkan diagnosa ini berdasarkan Nanda (2015) yang
muncul pada pasien adalah ditandai dengan terjadinya luka dekubitus pada daerah sacrum,
dan pada tumit. Serta terkelipasnya kulit dan adanya luka kraniotomi dan trakeostomi.
Dari 5 diagnose yang diangkat, disusunlah intervensi keperawatan berdasarkan Nursing

Intervention Classification 2015, dengan rincian intervensi merujuk pada :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas


2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Resiko infeksi
5. Kerusakan integritas kulit
Diakui bahwa tidak semua intervensi dapat dilakukan, hal ini dikarenakan keterbatasan

penulis dalam merawat pasien. Intervensi yang dilakukan lebih didasarkan pada penanganan

Live Support pasien dan kegawatan yang potensial akan terjadi selama pasien dalam

perawatan di ruang ICU.

Ketidakefektifan bersihan jalan napas lebih difokuskan pada pemantauan Tanda-tanda

vital terutama respirasi rate, selain itu adanya sumbatan jalan napas yang disebabkan oleh

penumpukan secret, pemberian oksigen, tindakan fisioterapi dada, nebulizer, dan suction. Dan

yang paling utama adalah pemberian posisi untuk memaksimalkan ventilasi. Hasil yang

diharapkan dalam intervensi ini adalah jalan napas bersih, respirasi rate dalam batas normal,

dan tidak adanya henti napas akibat sumbatan jalan napas.

Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral lebih difokuskan pada ketidaknormalan

tanda-tanda vital paasien seperti : tekanan darah, heart rate dan respirasi. Selain itu perbaikan

tingkat kesadaran baik secara kualitatif dan kuantitatif merupakan target utama ditegakkan

68
diagnosa ini. Asupan oksigen yang dilakukan secara bertahap, dimaksudkan untuk

mempertahankan asupan oksigen diotak, selain untuk kepentingan metabolism terapi oksigen

diperlukan untuk mencegah hipoksemia di otak. Hasil yang diharapkan dari pelaksanaan

intervensi ini adalah keadekuatan tanda-tanda vital dalam rentang normal, tekanan darah

diharapkan dalam rentang 120-150/70-90 mmHg, heart rate 60-100x/menit, respirasi rate 12-

20 x/menit. Selain tanda-tanda vital target minimal dalam tercapai tidaknya pelaksanaan

diagnose ini adalah peningkatan kesadaran dari apatis menuju composmentis.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh lebih difokuskan pada

memonitor tanda-tanda vital, memantau hasil laboratorium dalam keadaan normal teritama

albumin, penurunan berat badan, memantau residu lambung, dan pemberian nutrisi via

parenteral dan enteral. Hasil yang diharapkan dari pelaksanaan intervensi ini adalah

keadekuatan tanda-tanda vital dalam rentang normal, BB dalam batas normal (ideal), albumin

dalam batas normal, asupan nutrisi adekuat dan terpenuhi. Selain itu, hasil pemeriksaan

laboratorium terutama pada hasil Hb (Hemoglobin) dalam rentang normal (12.0-16.0 g/dL).

Resiko infeksi dan kerusakan integritas kulit lebih difokuskan pada mempertahankan

teknik aseptif dalam melakukan tindakan pada pasien, membersihkan luka secara aseptik,

penilaian hasil laboratorium normal, pemantauan suhu tubuh dan penggantian alat yang

terpasang pada pasien jika > 3 hari pemasangan serta pemberian antibiotic. Hasil yang

diharapkan dalam intervensi ini adalah hasil laboratorium dalam keadaan normal terutama

hasil WBC (White Blood Cell), suhu tubuh pasien dalam rentang normal (36,50C- 37,50C).

kondisi kulit tidak kering dan tidak adanya kerusakan integritas kulit. Selain itu, penggantian alat

yang terpasang > 3 hari dapat diganti, kolaborasi pemberian antibiotic dan antipiretik dapat

menurunkan adanya risiko infeksi dan hipertermi.

69
Setelah implementasi, maka proses evaluasi dilakukan pada pasien :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas pasien pada tanggal 4 Mei 2017 mengalami

perubahan, dimana pasien batuk hanya sekali, jumlah sekret pun semakin sedikit, dan

respirasi rate dalam rentang normal. Teknik fisoterapi dada, pemberian terapi

bronkhodilator, dan tindakan suction memberikan efek positif pada pasien dengan jalan

napas yang tidak bersih.

2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral pasien pada tanggal 4 Mei 2017 masih

tetap dengan kondisi apatis dan GCS 5 dimana pasien masih tidak membuka napas secara

spontan, gerakan ekstremitas masih apatis, dan masih tidak bersuara. Tidak ada

peningkatan tekanan intrakranial, luka post op craniotomi sudah mulai menutup dengan

baik. Reaksi pupil kiri kanan (+/+) dan ukuran pupil isokor.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada tanggal 4 Mei 2017,

pemberian nutrisi masih diberikan via OGT untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.

Nutrisi diberikan sesuai dengan diet yang telah ditentukan dan sesuai dengan jadwal yang

telah dibuat. Pasien mengalami hipoalbuminemia dan penurunan berat badan sekitar 5 kg.

4. Resiko infeksi pada tangal 4 Mei 2017, tanda-tanda kemerahan dan panas pada daerah

sekitar luka tidak terlihat dengan jelas, namunperlu dilakukan pemeriksaan leukosit untuk

melihat tingkat infeksi apakah berkurang atau tidak. Karena hasil lab terakhir pada tangal

19 April 2017.

5. Kerusakan integritas kulit pada tanggal 4 Mei 2017 terlihat bahwa kulit pasien

memperlihatkan proses regenerasi sel kulit, dan penutupan luka post operasi dan luka

dekubitus.

70
Pada perawatan hari ketiga yaitu pada tanggal 4 April 2017 pasien diputuskan untuk

dipindahkan dari ruang ICU menuju ruang rawat intermediate dengan pertimbangan bahwa

tidak ada lagi benefit yang didapatkan pada pasien.

71
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah mengemukakan, menguraikan penerapan asuhan keperawatan pada klien Tn. D

dengan diagnose medis Traumatic Barin Injury + Post Op Craniatomy dengan di ruang

Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Dr. dr Wahidin Sudirohusodo Makassar, maka

disimpulkan beberapa hal sebagai berikut

1. Traumatic Brain Injury adalah salah satu bentuk trauma yang dapat mengubah

kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional, sosial

dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan traumatik yang dapat

menimbulkan perubahan-perubahan fungsi otak. Sedangkan Craniatomy adalah operasi

untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan

memperbaiki kerusakan otak.

2. Perkiraan volume darah didapatkan dari gambaran CT Scan dengan menggunakan rumus

Broderick, yaitu lebar x tinggi x panjang dibagi 2, dimana lebar dan tinggi didapatkan

pada volume darah terbanyak dalam satu slide CT Scan sementara panjang didapatkan

dengan melihat jumlah slide pada CT Scan yang menunjukkan perdarahan.

3. Pengkajian keperawatan pada pasien Traumatic Barin Injury + Post Op Craniatomy

ditekankan pada riwayat penyakit saat ini dan pemeriksaan persistem B1-B6

4. Analisa data masalah keperawatan dan diagnose keperawatan pada kasus pasien terdiri

dari : Ketidakefektifan bersihan jalan napas, Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan

cerebral, Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, Resiko infeksi, dan

Kerusakan integritas kulit

72
5. Intervensi keperawatan kasus pasien bertujuan untuk memperbaiki tingkat kesadaran

secara kuantitatif dan kualitatif, perbaikan tanda-tanda vital, memperbaiki jalan napas,

mempertahankan rentang normal suhu tubuh, dan menjagaga kebersihan tubuh pasien

serta pemenuhan ADLs pasien.

6. Implementasi pelaksanaan asuhan keperawatan dilaksanakan selama tiga hari dan

mengacu pada intervensi keperawatan yang disusun, terdiri dari observasi dan

pelaksanaan implementasi setiap jam dan evaluasi berdasarkan SOAP yang didapatkan

pada hari perawatan.

7. Evaluasi akhir pada kasus pasien Traumatic Barin Injury + Post Op Craniatomy adalah

bersihan jalan napas yang mulai berkuranga, GCS 5 dan pasien telah dipindahkan

keruang perawatan bedah saraf..

B. Saran

1. Dalam menentukan diagnosa keperawatan diharapkan perawat tidak terpaku pada teori

saja. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan pasien sehingga

kemungkinan dapat ditemukan banyak permasalahan yang dialami oleh pasien.

2. Pelaksanaan tindakan keperawatan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi tenaga, sarana

dan prasarana serta kemampuan perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan yang

telah ditentukan.

73
DAFTAR PUSTAKA

Amin, H.N., & Hardhi K (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA Nic-Noc. Yogyakarta :Mediaction
Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan).
Alih bahasa : Yayasan Ikatan alumsi Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung.
Cetakan I.
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Herdman, H.T. (2015). Nanda International Inc. Diagnosa Keperawatan: Defenisi & Klasifikasi
2015-2017. Ed.10. Jakarta: EGC.
Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius.
Price and Wilson. (2005). Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume
2. Jakarta : EGC.
Price S.A., Wilson L. M. 2006. Buku Ajar Ilmu. Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC
Suzanne C.S. & Brenda GB. (1999).Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta :
EGC.
.Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 3 volume 8. Jakarta:
EGC.
Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC

74

Anda mungkin juga menyukai