Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

“SPACE OCCUPYING LESION (SOL )”

Disusun oleh:

PUTRI
C121 13 317
PRESEPTOR INSTITUSI PRESEPTOR LAHAN

(Dr.Yuliana Syam,S.Kep.,Ns) ( )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Definisi
Space Occupying Lesion (SOL) ialah lesi fisik substansial, seperti
neoplasma, perdarahan, atau granuloma yang menempati ruang di otak. SOL
intrakranial didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau
sekunder, serta hematoma atau malformasi vaskuler yang terletak di dalam
rongga tengkorak. SOL memberikan tanda dan gejala akibat tekanan
intracranial, intracranial shift, atau herniasi otak, sehingga dapat
mengakibatkan ‘brain death’. Tumor intracranial termasuk dalam lesi desak
ruang (space occupied lesion) (Butt, Khan, Chaudrhy, & Qureshi, 2005 dalam
Simamora & Zanariah, 2017).

B. Etiologi

Lesi yang menempati ruang di dalam otak, dapat disebabkan oleh:

1. Perdararahan
a. Ekstradural
b. Subdural
c. Intrakranial
2. Tumor
3. Hidrocephalus
4. Pembengkakan otak (edema, misalnya cedera kepala atau ensefalitis)
5. Abses cerebral
(Ellis, Calne, & Watson, 2016)
C. Manifestasi Klinik
1. Peningkatan tekanan intrakranial
2. Nyeri kepala
Nyeri bersifat dalam, terus-menerus, tumpul, dan kadang-kadang bersifat
hebat sekali, biasanya diperberat saat beraktivitas yang menyebabkan
peningkatan TIK yaitu batuk, membungkuk, dan mengejan.
3. Nausea dan muntah
Akibat rangsangan pada medulla oblongata
4. Perubahan status mental atau perubahan perilaku
5. Kelemahan, ataxia atau gangguan gaya berjalan
6. Kemungkinan kejang
(Tidy, 2016)

D. Komplikasi
Selain efek destruktif utama, lesi intrakranial dapat menimbulkan
komplikasi sekunder karena sifat penekanan pada ruang. Lembaran dura seperti
cerebri falx dan tentorium cerebelli membagi rongga tengkorak menjadi
kompartemen. Lesi yang menempati ruang di satu belahan otak akan
menggantikan otak ke arah yang berlawanan dan dapat menyebabkan herniasi
gyrus cingulate di bawah falx cerebri: herniasi subfalcine (Weller, McLellan,
& Scholtz, 2012).
Komplikasi yang lebih signifikan terjadi ketika terjadi pemindahan
belahan ke bawah dan medial, mengakibatkan herniasi melalui lubang di
tentorium cerebelli. Dalam keadaan normal, aperture di tentorium cerebelli
memungkinkan batang otak, arteri serebral posterior dan berbagai struktur
lainnya melewati fosa posterior ke daerah supratentorial tengkorak. Lesi yang
meluas di satu belahan dapat menyebabkan gyrus uncus dan parahippocampal
pada aspek medial lobus temporal, hingga herniate melalui pembukaan
tentorial: herniasi transtentorial (Weller, McLellan, & Scholtz, 2012).
Ada beberapa efek dari herniasi transtentorial, beberapa di antaranya
dapat berakibat fatal. Satu komplikasi yang sangat parah pada kompresi batang
otak, dapat disertai perdarahan dan penghambatan pada otak tengah. Pasien
menjadi koma, mungkin karena kerusakan formasi reticular batang otak, dan
mungkin akan mati. Cabang arteri serebral posterior yang melintasi alur
menjadi tertekan, mengakibatkan infark lobus temporal dan korteks lobus
oksipital, termasuk korteks visual. Jika pasien bertahan, mungkin ada
hemianopia homonim sisa. Kompresi saraf ketiga dengan opthalmoplegia dan
tanda pupil mungkin merupakan komplikasi awal herniasi transtetorial (Weller,
McLellan, & Scholtz, 2012).
Herniasi tonsil serebelum melalui foramen magnum adalah komplikasi
utama pembesaran lesi pada fosa posterior dan otak kecil.
Penyumbatan foramen magnum oleh tonsil serebelar mengganggu aliran CSF
antara rongga tulang belakang dan tengkorak dan dapat menyebabkan kompresi
medula. Hidrosefalus atau kompresi fatal medula dapat terjadi (Weller,
McLellan, & Scholtz, 2012).

E. Pemeriksaan Penunjang
1. CT scan
Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas
tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi
tentang system vascular.
2. MRI
Membantu dalam mendeteksi jejas kecil dan tumor di dalam batang otak
dan daerah hipofisis, dimana tulang mengganggu dalam gambaran yang
menggunakan CT scan.
3. Positron Emission Tomography (PET)
PET selanjutnya dilakukan untuk melengkapi MRI. Penggunaan utamanya
adalah untuk membedakan tinggi rendahnya derajat tumor.
4. Chest X-ray
Chest X-Ray harus selalu dilakukan jika tumor dicurigai menyingkirkan
gejala karsinoma bronkogenik primer; dalam kasus abses serebral, dapat
mengungkapkan sumber infeksi.
5. Burr-hole biopsy
Biopsi burr-hole mungkin tepat untuk menegakkan diagnosis jaringan.
(Ellis, Calne, & Watson, 2016)

F. Penatalaksanaan
Metode umum untuk penatalaksanaan tumor otak meliputi:
1. Pembedahan
Pembedahan intracranial biasanya dilakukan untuk seluruh tipe kondisi
patologi dari otak untuk mengurangi TIK dan mengangkat tumor.
Pembedahan ini dilakukan melalui pembukaan tengkorak, yang disebut
dengan Craniotomy.
2. Radioterapi
Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang pula
merupakan therapi tunggal. Adapun efek samping : kerusakan kulit di
sekitarnya, kelelahan, nyeri karena inflamasi pada nervus atau otot
pectoralis, radang tenggorkan.
3. Chemoterapi
Kemoterapi dilakukan dalam berbagai cara, termasuk secara sistemik,
intracranial atau dengan memasukkan polimer yang membawa agen
kemoterapi secara langsung ke jaringan tumor. Masalah utama dengan
komplikasi depresi sum-sum tulang, paru, dan hepar tetap merupakan factor
penyulit utama dalam kemoterapi. Sawar darah otak juga mempersulit
pemberian agen kemoterapi. Penelitian sawar darah otak dengan manitol
hiperosmotik member hasil yang mengecewakan, penelitian mengenai
penggunaan dexametason untuk menutup sawar darah otak dan efek obat
antiepilepsi pada metabolism obat kemoterapi masih terus dilakukan dan
mulai memberikan hasil.
4. Manipulasi hormonal.
Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk tumor yang sudah
bermetastase.
5. Terapi Steroid
Steroid secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor
intrakranial, namun tidak berefek langsung terhada tumor.Pemilihan terapi
ditentukan dengan tipe dan letak dari tumor. Suatu kombinasi metode sering
dilakukan.
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesis
a. Identitas klien: usaha, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, askes, dst.
b. Keluhan utama: nyeri kepala disertai penurunan kesadaran
c. Riwayat penyakit sekarang: demam, anoreksia dan malaise, peninggian
tekanan intracranial.
d. Riwayat penyakit dahulu
2. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
a. Aktivitas/istirahat
Gejala: malaise
Tanda: masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter
b. Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat kardiopatologi, seperti endocarditis
Tanda: TD meningkat, nadi menurun (berhubungan dengan
peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor)
c. Eliminasi
Tanda: adanya inkontinensia dan atau retensi
d. Nutrisi
Gejala: kehilangan nafsu makan, disfagia
Tanda: anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering
e. Hygiene
Tanda: ketergantungan terhadap semua kebutuhan
f. Neurosensory
Gejala: sakit kepala, paresthesia, timbul kejang, gangguan penglihatan
Tanda: penurunan status mental dan kesadaran, kehilangan memori,
sulit dalam keputusan, afasia, mata (pupil unisokor)
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala: sakit kepala, leher/punggung kaku
Tanda: tampak terus terjaga, menangis/mengeluh
h. Pernapasan
Gejala: adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda: peningkatan kerja pernapasan, perubahan mental (letargi sampai
koma) dan gelisah
i. Keamanan
Gejala: adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi: mastoidits, telinga
tengah, sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi
lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala

B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan factor biologis
C. Rencana/Intervensi Keperawatan

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
NIC:
Monitor tekanan intracranial
 Bantu menyisipkan perangkat pemantauan TIK
 Berikan informasi kepada pasien dan keluarga/orang
penting lainnya
NOC :  Rekam pembacaan tekanan TIK
 Perfusi jaringan: Serebral  Monitor kualitas dan karakteristik gelombang TIK
 Monitor tekanan aliran darah otak
Setelah dilakukan tindakan keperawatan,  Monitor status neurologis
diharapkan tidak terjadi ketidakefektifan  Monitor pasien TIK dan reaksi perawatan neurologis serta
Risiko ketidakfektifan perfusi perfusi jaringan serebral, dengan kriteria rangsang lingkungan
jaringan otak hasil:  Letakkan kepala dan leher pasien dalam posisi netral,
 Tekanan intrakranial berkurang hindari fleksi pinggang yang berlebihan
 Tekanan darah dalam rentang normal  Sesuaikan kepala tempat tidur untuk mengoptimalkan
 Sakit kepala berkurang perfusi serebral
 Tingkat kesadaran tidak menurun Manajemen edema serebral
 Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran, keluhan
pusing, pingsan
 Monitor status neurologi dengan ketat dan bandingkan
dengan nilai normal
 Monitor tanda-tanda vital
 Monitor karakteristik cairan serebrospinal: warna,
kejernihan, konsistensi,
 Kurangi stimulus dalam lingkungan pasien
 Rencanakan asuhan keperawatan untuk memberikan
periode istirahat
 Catat perubahan pasien dalam berespon terhadap stimulus
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
 Kontrol nyeri Manajemen nyeri
dengan agens cedera biologis
 Tingkat nyeri  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, dan faktor presipitasi
diharapkan nyeri dapat berkurang,  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
dengan kriteria hasil:  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
 Menggunakan tindakan pengurangan menemukan dukungan
nyeri tanpa analgesik  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
 Mengenali apa yang terkait dengan seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
gejala nyeri  Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Melaporkan nyeri yang terkontrol  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang  Ajarkan tentang teknik non farmakologi (napas dalam,
relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin)
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC:
 Status nutrisi  Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan
kurang dari kebutuhan tubuh
yang dimiliki klien
Setelah dilakukan tindakan keperawatan,  Instruksikan klien mengenai kebutuhan nutrisi
diharapkan mobilitas fisik tidak
 Berikan pilihan makanan sambil menawarkan
terganggu, dengan kriteria hasil:
bimbingan terhadap pilihan makanan yang lebih sehat
 Asupan makanan meningkat
 Asupan cairan meningkat  Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat
 Rasio berat badan/tinggi badan tidak mengonsumsi makanan
menyimpang dari rentang normal  Lakukan atau bantu pasien terkait dengan perawatan
mulut sebelum makan
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan klien
WEB OF CAUTION (WOC)

Lesi pada otak

Penekanan jaringan otak Bertambahnya massa

Penyerapan cairan otak


Invasi Nekrosis jaringan otak
jaringan otak
Obstruksi vena di otak
Gangguan Hipoksia jaringan
Kerusakan suplai darah
jaringan neuron Edema
Risiko
Gangguan
ketidakefektifan
fungsi otak
perfusi jaringan
Peningkatan Hidrosefalus
Kejang Ganggungan otak
TIK
neurologis Disorientasi
Hernialis
ulkus
Stimulus nyeri Merangsang pusat muntah

Menisefalon
Serabut C dan serabut A Menyalurkan rangsang tekanan
delta mentransmisikan nyeri motoric melalui nervus vagus

Pelepasan mediator biokimia Gangguan


Kontraksi duodenum
kesadaran
dan antrum lambung
Transmisi stimulus nyeri
Tekanan intraabdomen
meningkat
Kornu dorsalis
medulla spinaliis
Ketidakseimbangan
Peristaltik
nutrisi kurang dari
retrogade
Lepaskan kebutuhan
neurotransmitter
Nyeri akut
Lambung penuh, Mual, muntah
diafragma naik
Pusat syaraf
Persepsi nyeri
di otak
Tekanan intratoraks Spinchter esophagus
meningkat membuka
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
intervension classification (NIC). USA: Elsevier.
Ellis, H., Calne, S. R., & Watson, C. (2016). Lecture notes: general surgery. India: Wiley
Blackwell.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis keperawatan: definisi & klasifikasi 2015-
2017. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing outcome
classification (NOC): measurement of health outcomes. USA: Elsevier.
Simamora, S. K., & Zanariah, Z. (2017). Space Occupying Lesion (SOL). J Medula Unila,
7(1), 68-73.
Tidy, C. (2016, December 2). Space-occupying lesions of the brain. Retrieved from Patient:
https://patient.info/doctor/space-occupying-lesions-of-the-brain
Weller, R. O., McLellan, M. S., & Scholtz, C. L. (2012). Clinical neuropathology. New York:
Springer-Verlag.

Anda mungkin juga menyukai