OLEH:
GEDE EKA WAHYUDI
1202106008
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA CEDERA KEPALA RINGAN
A.
1.
2.
tahun 2008 jumlah kunjungan 1761 orang, yaitu 69% CKR, 21% CKS, dan 8,5% CKB,
serta 1248 orang rawat inap.
3.
Etiologi
Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kepala
adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena
disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak 11% dan
akibat ledakan di medan perang merupakan penyebab utama trauma kepala (Langlois &
Thomas, 2006). Sedangkan menurut Coronado & Thomas (2007), kecelakaan lalu lintas
dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien trauma kepala yaitu sebanyak 32,1
dan 29,8 per100.000 populasi. Kekerasan adalah penyebab ketiga rawat inap pasien
trauma kepala mencatat sebanyak 7,1 per100.000 populasi di Amerika Serikat. Penyebab
utama terjadinya trauma kepala adalah seperti berikut:
a. Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor bertabrakan dengan
kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau
kecederaan kepada pengguna jalan raya.
b. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah
dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun maupun
sesudah sampai ke tanah.
c. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan
seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau
menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan).
4.
Patofisiologi
Cedera kepala dapat terjadi karena cedera kulit kepala, tulang kepala, jaringan
otak, baik terpisah maupun seluruh. Faktor yang mempengaruhi cedera kepala adalah
lokasi dan arah dari penyebab benturan, kecepatan kekuatan yang datang, permukaan dan
kekuatan yang menimpa, kondisi kepala ketika mendapat benturan. Tepat diatas
tengkorak terletak galea aponeurika, suatu jaringn fibrosa, padat dan dapat digerakan
dengan bebas yang membantu menyerap kekuatan eksternal. Diantara kulit dan galea
terdapat lapisan lemak dan membran dalam yang mengandung pembuluh-pembuluh
darah. Bila robek pembuluh ini akan sukar vasokontriksi. Tengkorak otak merupakan
ruangan keras sebagai pelindung otak atau rangka otak. Pelindung lain adalah meningen
yang merupakan selaput menutupi otak (Price dan Wilson, 2006).
Cedera kepala dapat bersifat terbuka (menembus durameter) atau truma tertutup
(trauma tumpul tanpa penetrasi menembus durameter). Cedera kepala terbuka
memungkinkan patogen lingkungan memiliki akses langsung ke otak. Pada kedua jenis
kepala akan terjadi kerusakan apabila pembuluh darah dan sel glia dan neuron hancur.
Kerusakan otak akan timbul apabila terjadi perdarahan dan peradangan yang
menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial (Corwin, 2001: 175).
Mekanisme cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan
berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan
(aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti
trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera
perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak
bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara
bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang
terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi
dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan
robekan pada substansi alba dan batang otak.
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera
primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat
langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu
benda keras maupun oleh proses akselarasi-deselarasi gerakan kepala.Dalam mekanisme
cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang
diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut
lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang
disebut contrecoup. Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti
secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang
tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak
bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak
memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan
dari benturan (contrecoup).
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansia alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai
Klasifikasi
Cedera kepala bisa diklasifikasikan atas berbagai hal. Untuk kegunaan praktis,
tiga jenis klasifikasi akan sangat berguna, yaitu berdasar mekanisme, tingkat beratnya
cedera kepala serta berdasar morfologi (American College of Surgeon Committe on
Trauma, 2004, PERDOSSI, 2007).
1) Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor,
kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat
kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus
Trauma yang terjadi
bendatajam/runcing.
karena
tembakan
maupun
tusukan
benda-
Subrachnoidalis Haematoma
Terjadi karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan
pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan berarti pada
praktik sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan dasar jaringan otak,
karena bawaan lahir aneurysna (pelebaran pembuluh darah). Ini sering
menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak.
Intracerebralis Haematoma
Terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks
yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri pada jaringan
otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah
juga karena tekanan pada durameter
Mual, muntah atau mungkin proyektil, gangguan menelan (batuk, air liur, disfagia)
Wajah menyeringai, respon pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa
beristirahat, merintih.
Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi,
stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Sesuai dengan lokasi perdarahannya, gejala dan tanda dari cedera kepala adalah:
a. Epidural hematoma
Tanda dan gejalanya adalah penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah,
hemiparesa, dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal,
irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.
b. Subdural hematoma
Tanda dan gejala: Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat,
kejang dan edema pupil.
c. Perdarahan intraserebral
Tanda dan gejala: Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan,
hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.
d. Perdarahan subarachnoid
Tanda dan gejala: Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil
ipsilateral dan kaku kuduk.
7. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan:
1) Inspeksi
a) Klien tampak meringis
b) Klien tampak gelisah
c) Klien berkeringat dingin
d) Klien tampak pucat
e) Klien kehilangan kesadaran
f)
g) Diaphoresis
h) Irama napas tidak teratur
2) Palpasi
a) Nyeri pada kepala
b) Denyut nadi meningkat
3) Auskultasi
a) Ada suara napas tambah
b) Bising usus menurun
Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS (Glasgow Coma Scale) untuk
menilai tingkat kegawatan cedera kepala, yaitu:
1) Respon membuka mata (E):
:4
:3
:2
: 3
: 2
: 1
: 5
8.
Mengikuti perintah
:6
Melokalisir nyeri
:5
Fleksi normal
:4
Fleksi abnormal
:3
Ekstensi abnormal
:2
:1
Pemeriksaan Diagnostik
a.
b.
c.
d.
e.
Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
f.
g.
h.
i.
CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
j.
k.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Perdarahan kepala yang tidak terkontrol akan mengakibatkan syok. Atasi syok
dengan pemasangan IV canule yang besar (bila perlu 2 line), beri cairan yang
memadai. (lihat penatalaksanaan hemoragik syok)
h.
b.
c.
2) Tindakan hyperventilasi :
a.
b.
III. Terapi
Tujuan utama perawatan ini adalah mencegah terjadinya cedera sekunder terhadap
otak yang telah mengaalami cedera.
A. Cairan Intravena
Cairan intra vena diberikan secukupnya untuk resusitasi penderita agar tetap
normovolemik. Perlu diperhatikan untuk tidak memberikan cairan berlebih.
Penggunaan cairan yang mengandung glukosa dapat menyebabkan hyperglikemia
yang berakibat buruk pada otak yang cedera. Cairan yang dianjurkan untuk
resusitasi adalah NaCl 0,9 % atau RL. Kadar Natrium harus dipertahankan dalam
batas normal, keadaan hyponatremia menimbulkan odema otak dan harus dicegah
dan diobati.
B. Hyperventilasi
Tindakan hyperventilasi harus dilakukan secara hati-hati, hiperventilasi dapat
menurunkan PCO2 sehingga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak.
Hiperventilasi yang lama dan cepat menyebabkan iskemia otak karena perfusi
otak menurun PCO2 < 25 mmHg , hiperventilasi harus dicegah. Pertahankan level
PCO2 pada 25 30 mmHg bila TIK tinggi.
C. Manitol
Diberikan dengan dosis 1 gram/kg BB bolus IV. Indikasi penderita koma yang
semula reaksi cahaya pupilnya normal, kemudian terjadi dilatasi pupil dengan atau
tanpa hemiparesis. Dosis tinggi tidak boleh diberikan pada penderita hypotensi
karena akan memperberat hypovolemia
D. Furosemid
Diberikan bersamaan dengan manitol untuk menurunkan TIK dan akan
meningkatkan diuresis. Dosis 0,3 0,5 mg/kg BB IV.
E. Steroid
Steroid tidak bermanfaat. Pada pasien cedera kepala tidak dianjurkan.
F. Barbiturat
Barbiturat bermanfaat untuk menurunkan TIK. Tidak boleh diberikan bila terdapat
hypotensi dan fase akut resusitasi, karena barbiturat dapat menurunkan tekanan
darah.
G. Antikonvulsan
Penggunaan antikonvulsan profilaksisi tidak bermanfaat untuk mencegah
terjadinya epilepsi pasca trauma. Phenobarbital & Phenytoin sering dipakai dalam
fase akut hingga minggu ke I. Obat lain yang bisa digunakan adalah diazepam dan
lorazepam.
10. Komplikasi
Komplikasi dari cedera kepala meliputi edema pulmonal, kejang, infeksi, bocor cairan
otak, hipertermia, masalah mobilisasi.
12. Prognosis
Penderita lansia mempunyai kemungkinan lebih rendah untuk pemuluhan dari cedera
kepala. Penderita anak-anak memiliki daya pemulihan yang baik.
13. Pathway
(Terlampir)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
1.
Analisa data :
Data Subjektif :
1) Klien mengatakan tidak bisa BAB
2) Klien mengatakan merasa asam di mulut
3) Klien mengeluh pusingklien mengeluh sesak
4) Klien mengeluh sulit mengeluarkan sputum
Data objektif :
1) Klien tampak gelisah
2) Klien tampak meringis
3) Pernafasan klien dangkal
4) RR klien : meningkat,
5) HR : meningkat, lemah, ireguler
6) TD : meningkat
7) Mulut klien kering
8) Turgor klien lambat
9) Klien tampak mengalami diaphoresis
10) Penurunan tonus otot pada ekstremitas
II. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran arteri ke
cerebral terhambat ditandai dengan klien mengeluh pusing, Tekanan Darah klien
2.
3.
porsi menjadi porsi, klien tampak tidak menghabiskan makanan yang disediakan,
klien tampak berkeringat dingin.
III.Rencana keperawatan
(terlampir)
DAFTAR PUSTAKA
Lynda Juall Carpenito, 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Dochterman, Joanne McCloskey. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC). St. Louis,
Missouri: Mosby Elsevier
Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby
Elsevier
Apley graham and Solomon Louis. 1995. Ortopedi Fraktur System Apley. Edisi 7. Widya
medika: Jakarta.
Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Price, Silvia A. Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi
4 : EGC