A. Latar Belakang
Manusia membutuhkan informasi berupa rangsangan dari lingkungan
luar sekitar untuk dapat menjalani hidupnya dengan baik. Agar rangsangan
yang berasal dari luar tubuh dapat ditangkap dibutuhkan alat-alat tubuh
tertentu yang bernama indera. Kelima alat indera itu adalah mata, hidung,
telinga / kuping, kulit dan lidah. Setiap orang normalnya memiliki lima /
panca indera yang berfungsi dengan baik untuk menangkap rangsangan
sehingga dapat memberikan respon sesuai dengan keinginan atau sesuai
dengan insting kita. Orang yang cacat indra masih bisa hidup namun tidak
akan bisa menikmati hidup layaknya manusia normal. Indera Manusia ada
lima sehingga disebut panca indera disertai arti definisi / pengertian, yaitu :
1. Indera Penglihatan
2. Indra Penciuman
3. Indera Pengecap .
4. Indera Pendengaran
5. Indera Peraba.
Dalam kesempatan ini kami akan membahas salah satu dari alat indera
tersebut, yaitu anatomi dan fisiologi pada indera pendengaran. Telinga adalah
alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar
kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di
sekitar kita tanpa harus melihatnya dengan mata kepala kita sendiri. Orang
yang tidak bisa mendengar disebut tuli. Telinga kita terdiri atas tiga bagian
yaitu bagian luar, bagian tengah dan bagian dalam.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini, diantaranya :
1. Apa saja anatomi dan fisiologi indera pendengaran ?
C. Tujuan
Makalah ini di buat dalam memenuhi tugas mata kuliah Anatomi dan
Fisiologi Manusia. Selain itu diharapkan agar mahasiswa mampu:
1. Mengetahui dan memahami panca indera khusunya dalam indera
pendengaran.
2. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi dari indera
pendengaran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Telinga
Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam.
Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian
lateral dari membran timpani (Lee K.J,1995; Mills JH et al, 1997).
Daun telinga di bentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh
kulit. Ke arah liang telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi
hampir sepertiga lateral, dua pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang
yang ditutupi kulit yang melekat erat dan berhubungan dengan membran
timpani. Bentuk daun telinga dengan berbagai tonjolan dan cekungan serta
bentuk liang telinga yang lurus dengan panjang sekitar 2,5 cm, akan
menyebabkan terjadinya resonansi bunyi sebesar 3500 Hz (Mills JH et al,
1997).
Telinga tengah berbentuk seperti kubah dengan enam sisi. Telinga
tengah terbagi atas tiga bagian dari atas ke bawah, yaitu epitimpanum terletak
di atas dari batas atas membran timpani, mesotimpanum disebut juga kavum
timpani terletak medial dari membran timpani dan hipotimpanum terletak
kaudal dari membran timpani (Liston SL et al,1989; Pickles JO,1991).
Organ konduksi di dalam telinga tengah ialah membran timpani,
rangkaian tulang pendengaran, ligamentum penunjang, tingkap lonjong dan
tingkap bundar (Liston SL et al,1989; Pickles JO,1991; Mills JH et al, 1997).
Kontraksi otot tensor timpani akan menarik manubrium maleus ke arah
anteromedial, mengakibatkan membran timpani bergerak ke arah dalam,
sehingga besar energi suara yang masuk dibatasi (Liston SL et al,1989;
Pickles JO,1991; Mills JH et al, 1997).
Fungsi dari telinga tengah akan meneruskan energi akustik yang berasal
dari telinga luar kedalam koklea yang berisi cairan. Sebelum memasuki
koklea bunyi akan diamplifikasi melalui perbedaan ukuran membran timpani
dan tingkap lonjong, daya ungkit tulang pendengaran dan bentuk spesifik dari
membran timpani. Meskipun bunyi yang diteruskan ke dalam koklea
mengalami amplifikasi yang cukup besar, namun efisiensi energi dan
kemurnian bunyi tidak mengalami distorsi walaupun intensitas bunyi yang
diterima sampai 130 dB (Mills JH et al, 1997).
Aktifitas dari otot stapedius disebut juga reflek stapedius pada manusia
akan muncul pada intensitas bunyi diatas 80 dB (SPL) dalam bentuk reflek
bilateral dengan sisi homolateral lebih kuat. Reflek otot ini berfungsi
melindungi koklea, efektif pada frekuensi kurang dari 2 khz dengan masa
latensi 10 mdet dengan daya redam 5-10 dB. Dengan demikian dapat
dikatakan telinga mempunyai filter terhadap bunyi tertentu, baik terhadap
intensitas maupun frekuensi (Liston SL et al,1989; Pickles JO,1991; Mills JH
et al, 1997; Wright A, 1997).
Gambar 2.1. Anatomi Telinga (Dhingra PL., 2007)
B. Fisiologi Pendengaran
Beberapa organ yang berperan penting dalam proses pendengaran
adalah membrane tektoria, sterosilia dan membran basilaris. Interaksi ketiga
struktur penting tersebut sangat berperan dalam proses mendengar. Pada
bagian apikal sel rambut sangat kaku dan terdapat penahan yang kuat antara
satu bundel dengan bundel lainnya, sehingga bila mendapat stimulus akustik
akan terjadi gerakan yang kaku bersamaan. Pada bagian puncak stereosillia
terdapat rantai pengikat yang menghubungkan stereosilia yang tinggi dengan
stereosilia yang lebih rendah, sehingga pada saat terjadi defleksi gabungan
stereosilia akan mendorong gabungan-gabungan yang lain, sehingga akan
menimbulkan regangan pada rantai yang menghubungkan stereosilia tersebut.
Keadaan tersebut akan mengakibatkan terbukanya kanal ion pada membran
sel, maka terjadilah depolarisasi. Gerakan yang berlawanan arah akan
mengakibatkan regangan pada rantai tersebut berkurang dan kanal ion akan
menutup. Terdapat perbedaan potensial antara intra sel, perilimfa dan
endolimfa yang menunjang terjadinya proses tersebut. Potensial listrik koklea
disebut koklea mikrofonik, berupa perubahan potensial listrik endolimfa yang
berfungsi sebagai pembangkit pembesaran gelombang energi akustik dan
sepenuhnya diproduksi oleh sel rambut luar (May, Budelis, & Niparko, 2004).
Pola pergeseran membran basilaris membentuk gelombang berjalan
dengan amplitudo maksimum yang berbeda sesuai dengan besar frekuensi
stimulus yang diterima. Gerak gelombang membran basilaris yang timbul
oleh bunyi berfrekuensi tinggi (10 kHz) mempunyai pergeseran maksimum
pada bagian basal koklea, sedangkan stimulus berfrekuensi rendah (125 kHz)
mempunyai pergeseran maksimum lebih kearah apeks. Gelombang yang
timbul oleh bunyi berfrekuensi sangat tinggi tidak dapat mencapai bagian
apeks, sedangkan bunyi berfrekuensi sangat rendah dapat melalui bagian
basal maupun bagian apeks membran basilaris. Sel rambut luar dapat
meningkatkan atau mempertajam puncak gelombang berjalan dengan
meningkatkan gerakan membran basilaris pada frekuensi tertentu. Keadaan ini
disebut sebagai cochlear amplifier.
Gambar 2.5. Skema Fisiologi Pendengaran (Hall, J. 1998)
Skema proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh telinga luar,
lalu menggetarkan membran timpani dan diteruskan ketelinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran tersebut melalui
daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani
dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasikan akan diteruskan ke
telinga dalam dan di proyeksikan pada membran basilaris, sehingga akan
menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini
merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-
sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik
dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran.
4. Tuli
Tuli atau tuna rungu ialah kehilangan kemampuan untuk dapat mendengar.
Tuli dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tuli konduktif dan tuli saraf. Tuli
konduktif terjadi disebabkan oleh menumpuknya kotoran telinga di saluran
pendengaran, sehingga mengganggu transmisi suara ke koklea. Tuli saraf terjadi bila
terdapat kerusakan syaraf pendengaran atau kerusakan pada koklea khususnya pada
organ korti.
5. Othematoma
Pada beberapa kasus kelainan pada telinga terjadi kelainan yang disebut
othematoma atau popular dengan sebutan telinga bunga kol, suatu kondisi dimana
terjadi gangguan pada tulang rawan telinga yang dibarengi dengan pendarahan
internal serta pertumbuhan jaringan telinga yang berlebihan (sehingga telinga tampak
berumbai laksana bunga kol). Kelainan ini diakibatkan oleh hilangnya aurikel dan
kanal auditori sejak lahir.
6. Penyumbatan
Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan
menyebabkan gatal-gatal, nyeri serta tuli yang bersifat sementara. Dokter akan
membuang serumen dengan cara menyemburnya secara perlahan dengan
menggunakan air hangat (irigasi). Tetapi jika dari telinga keluar nanah, terjadi
perforasi gendang telinga atau terdapat infeksi telinga yang berulang, maka tidak
dilakukan irigasi. Jika terdapat perforasi gendang telinga, air bisa masuk ke telinga
tengah dan kemungkinan akan memperburuk infeksi. Pada keadaan ini, serumen
dibuang dengan menggunakan alat yang tumpul atau dengan alat penghisap. Biasanya
tidak digunakan pelarut serumen karena bisa menimbulkan iritasi atau reaksi alergi
pada kulit saluran telinga, dan tidak mampu melarutkan serumen secara adekuat.
7. Perikondritis
Perikondritis adalah suatu infeksi pada tulang rawan (kartilago) telinga luar.
Perikondritis bisa terjadi akibat: - cedera - gigitan serangga - pemecahan bisul dengan
sengaja. Nanah akan terkumpul diantara kartilago dan lapisan jaringan ikat di
sekitarnya (perikondrium). Kadang nanah menyebabkan terputusnya aliran darah ke
kartilago, menyebabkan kerusakan pada kartilago dan pada akhirnya menyebabkan
kelainan bentuk telinga. Meskipun bersifat merusak dan menahun, tetapi perikondritis
cenderung hanya menyebabkan gejala-gejala yang ringan. Untuk membuang
nanahnya, dibuat sayatan sehingga darah bisa kembali mengalir ke kartilago. Untuk
infeksi yang lebih ringan diberikan antibiotik per-oral, sedangkan untuk infeksi yang
lebih berat diberikan dalam bentuk suntikan. Pemilihan antibiotik berdasarkan
beratnya infeksi dan bakteri penyebabnya. (medicastore) Ada banyak lagi gangguan
yang terjadi pada alat pendengaran kita ini, misalnya tumor, cedera, eksim, otitis dan
lain-lain.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indera pendengar dan keseimbangan terdapat di dalam telinga. Telinga
manusia terdiri atas tiga bagian, yaitu
a. Telinga luar, yang menerima gelombang suara.
b. Telinga tengah, dimana gelombang suara dipindahkan dari udara ke
tulang dan oleh tulang ke telinga dalam.
c. Telinga dalam, dimana getaran ini diubah menjadi impuls saraf spesifik
yang berjalan melalui nervus akustikus ke susunan saraf pusat. Telinga
dalam juga mengandung organ vestibuler yang berfungsi untuk
mempertahankan keseimbangan.
Pendengaran merupakan indera mekanoreseptor karena telinga
memberikan respon terhadap getaran gelombang suara yang terdapat di udara.
Factor utama yang menyokong kepekaan telinga adalah sistem mekanik dari
telinga luar dan telinga tengah, yang satu mengumpulkan suara dan kedua
menyalurkan ke telinga bagian dalam.
DAFTAR PUSTAKA4
Wibowo, danil S. 2005. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: PT Grasindo
Hutapea. Albert M. 2003. Penuntun Praktikum Anatomi Fisiologi. Jakarta: EGC
Gipson, John MD. 1995. Anatomi dan Fisiologi Modern Untuk Perawat. Edisi kedua.
Jakarta: EGC