Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN

LUKA TERTUSUK DURI BULU BABI


Dosen Pengampu : Bapak Iwan.S.Kep.Ns.M.Kes

DI SUSUN OLEH :
NI MADE SINDI ASIH
P07120319042

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN PALU
TAHUN AJARAN 2021/2022
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Pembahasan 1
BAB II PEMBAHASAN 3
1. Bulu Babi 3
2. Fisiologi Bulu Babi 3
3. Habitat Penyebaran Bulu Babi 6
4. Tanda dan Gejala Tertusuk Bulu Babi 7
5. Langkah-Langkah Penanganan Pertama Bila Tertusuk Bulu Babi 7
BAB III Konsep Keperawatan Tertusuk Bulu Babi 8
A. Pengkajian 8
B. Diagnosa Keperawatan 8
C. Intervensi 9
BAB IV PENUTUP 13
A. Kesimpulan 13
B. Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Serangan binatang laut berbahaya merupakan salah satu resiko yang


dihadapi oleh para wisatawan dan orang yang berada/bekerja diair laut.
Disamping itu resiko karena sifat alamiah laut seperti arus, pasang surut, ombak,
suhu air laut, kondisi didasar laut dan jenis pekerjaan/kegiatan yang dilaukan
dilaut juga menimbulkan resiko trauma diair laut. Salah satu trauma di laut yaitu
tertusuk binatang laut atau karang laut.

Untuk mencegah terjadinya serangan binatang laut berbahaya kita harus


mengetahui jenis binatang laut berbahaya diperairan tersebut, pola hidupnya, pola
perilakunya saat mau menyerang manusia, serta jenis alat pelindung diri yang
tepat.

Pertolongan pertama yang tepat serta terapi definitif sedini mungkin dan
mengatasi kedaruratan akibat trauma (perdarahaan, syok, reaksi antigen-antibody)
dan kecepatan evakuasi kefasilitas medis terdekat sangat menentukan kehidupan
korban

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu bulu babi?


2. Bagaimana penjelasan tentang fisiologi bulu babi?
3. Dimana habitat penyebaran bulu babi?
4. Apa saja tanda dan gejala bila tertusuk bulu babi?
5. Apa saja langkah-langkah pertama jika tertusuk bullu babi?
6. Bagaimana konsep asuhan keperawatan tentang tertusuk duri bulu babi?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui tentang bulu babi


2. Untuk mengetahui fisiologi dari bulu babi
3. Untuk mengetahui tempat penyebaran habitat bulu babi
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala bila tertusuk bulu babi
5. Untuk mengetahui penanganan pertama jika tertusuk bulu babi
6. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan jika tertusuk duri bulu babi
BAB II

PEMBAHASAN

1. Bulu Babi

Bulu babi atau landak laut (dalam Bahasa Inggris disebut sea urchin atau
dalam Bahasa Jepang disebut uni) adalah hewan avertebrata laut. Para ahli
mengelompokkan bulu babi dalam Klas Echinoidea, Filum Echinodermata
(echinos = landak; derma = kulit). Organisme ini sangat banyak, menurut Aziz
(1999) in Dahuri (2003) dikenal sekitar 800 spesies di dunia. Sedangkan di
Perairan Indonesia terdapat sekitar 84 jenis bulu babi (Aziz, 1993).

Bulu babi termasuk filum Echinodermata, bentuk dasar tubuhnya segilima.


Mempunyai lima pasang garis kaki tabung dan duri panjang yang dapat
digerakkan. Kaki tabung dan duri memungkinkan binatang ini merangkak di
permukaan karang dan juga dapat digunakan untuk berjalan di pasir. Cangkang
luarnya tipis dan tersusun dari lempengan-lempengan yang berhubungan satu
sama lain.

Tubuhnya umumnya berbentuk seperti bola cangkang yang keras berkapur


dan dipenuhi dengan duri-duri (Nantji, 2005). Durinya amat panjang, lancip
seperti jarum dan sangat rapuh. Duri-durinya terletak berderet dalam garis-garis
membujur dan dapat digerak-gerakkan, panjangnya dapat mencapai ukuran 10 cm
dan lebih. Bulu babi berbahaya jika terinjak karena durinya sangat rapuh/ mudah
patah dan durinya mengandung racun.

2. Fisiologi Bulu Babi

A. Sistem Pencernaan

Bagian mulut dari bulu babi terdapat membran peristome yang di


dalamnya terdapat organ yang disebut Aristoteles Lantern yang berfungsi untuk
mengambil dan mengunyah makanan dari substrat. Organ tersebut terhubung
dengan saluran pencernaan seperti faring, lambung, usus, hingga ke anus.
Aristoteles latern merupakan suatu organ yang terdiri atas gigi/rahang, tulang serta
otot.

Gigi/rahang ditopang oleh ossicle yang dinamakan pyramid plate yang memiliki
alur sebagai landasan dari gigi untuk bergerak ke bawah (keluar) maupun ke atas
(masuk). Terjadi gerakan gigi ke bawah atau ke atas merupakan peranan dari otot
extensor, sedangkan terjadinya gerakan gigi-gigi ke atas atau masuk ke dalam
merupakan peranan otot retractor. Pada saat gigi-gigi tersebut keluar, ujung-ujung
gigi tersebut akan terkumpul di satu titik dan memotong makanan yang ada.

Gambar 2. 4 Sistem Pencernaan

B. Sistem Sirkulasi

Hewan ini memiliki pembuluh sirkular dan 5 buah pembuluh radier. Respirasi
berlangsung di sebagian besar echinoidea melalui sepuluh insang peristomial
terletak di daerah sekitar mulut, satu pasang di setiap sudut antara pelat
ambulacral.

C. Sistem Ekskresi

Hewan ini terdapat sebuah pembuluh sirkular, 5 buah pembuluh, tabung


telapak dengan ampula, seluruh sistem itu serupa pada bintang laut. Gerakannya
tidak begitu aktif, mencakup gerakan duri-duri dan tabun telapak pada sisi oral.

D. Sistem Reproduksi
Bulu babi mempunyai kelamin yang terpisah dalam artian bahwa induk
jantan mempunyai kelamin jantan (testis) yang menghasilkan sperma dan induk
betina mempunyai kelamin betina. jantan dan betina pada bulu babi juga sulit
dibedakan tanpa menggunakan mikroskop. Secara kasar hanya warna yang
digunakan untuk membedakan gonad, misalnya pada bulu babi Paracentrotus
livindus, gonad jantan berwarna kuning sedangkan betina berwarna orange. Induk
jantan biasanya terlebih dulu mengeluakan sperma kemudian diikuti oleh
pengeluaran telur oleh betina. Pembelahan sel pada umumnya berkelipatan 2,
pada saat fase embrio, bentuknya menyerupai segitiga sama kaki dan apabila telah
mencapai fase anakan akan mulai tampak tentakel-tentakel dan duri-duri dan
selanjutnya dapat tumbuh hingga organ tubuhnya menjadi lengkap pada saat
mencapai tahap dewasa.

Lima buah gonad melekat pada sisi aboral test, masingmasing bermuara
sebagai porus genitalis pada papan genital. Fertilisasi terjadi didalam air seperti
halnya bintang laut, larva yang terbentuk bersimetri bilateral, berenang bebas dan
disebut larva pluteus. Gonad landak laut terhubung dengan suatu celah untuk
melepaskan sperma ataupun telur yang disebut sebagai gonophore.

Pada landak laut jantan dan betina ukuran gonophore berbeda, yakni
gonophore betina lebih besar dari pada gonophore jantan. Pada saat memijah, telur
dan sperma akan dilepaskan dan kemudian terjadi fertilisasi. Setelah telur
mengalami fertilisasi, maka terjadi pembelahan. Pembelahan menjadi dua sel,
empat sel, dan seterusnya hingga terbentuk blastula. Selanjutnya blastula akan
mengalami gastrulasi, mulut mulai terbentuk dan terbentuklah tahapan prisma
dimana larva mulai mampu untuk makan. Setelah tahapan prisma, maka larva
berkembang menjadi tahap pluteus dan setelah itu terjadi metamorfosis menjadi
juvenil landak laut.

Larva echinoidea kebanyakan melalui tahapan berenang bebas yang


disebut echinopluteus, larva tersebut memiliki simetri bilateral tanpa terlihat
adanya simetri pentaradial yang menjadi ciri dari landak laut. Larva akan
mengalami metamorfosis menjadi juvenile setelah larva tersebut menempel di
dasar perairan (substrat). Jangka waktu antara perkembangan plankton hingga
menetap di dasar perairan sangat tergantung pada jenis dan keadaan geografis.

E. Sistem Vaskular Air (Ambulakrum)

Kaki tabung atau tube feet merupakan bagian dari sistem kanal yang
berada di dalam tubuh landak laut. Kaki tabung memiliki peranan dalam
pergerakan dan menangkap partikel makanan. Cara kerja dari sistem kanal untuk
memunculkan kaki tabung yaitu pertama air laut masuk melalui suatu celah di sisi
aboral yang disebut madreporite. Air mengalir di dalam kanal dengan dibantu oleh
silia dan mengalir ke dalam saluran yang disebut stone canal, kemudian memasuki
ring canal dan terdistribusi ke lima bagian radial canal untuk kemudian air
mengisi kaki-kaki tabung sehingga kaki tabung terjulur keluar. Kaki tabung
dilengkapi dengan alat penghisap. Hal tersebut baerguna bagi landak laut untuk
menempel pada substrat dan berjalan di permukaan substrat. Melalui kaki tabung
ini, partikel makanan juga dapat ditangkap dan dipindahkan melalui kaki-kaki
tabung sebelum akhirnya sampai di bagian oral.

F. Sistem Syaraf

Sistem syaraf terdiri atas cincin syaraf yang mengelilingi mulut, lima
syaraf radial (terdapat sepanjang saluran radial), pleksus subepidermal, duri, dan
pediselaria.

3. Habitat Penyebaran Bulu Babi

Landak laut atau bulu Babi pada daerah berpasir, daerah padang lamun,
daerah pertumbuhan algae, maupun di daerah terumbu karang dan karang-karang
mati. Landak laut seringkali ditemukan pada habitat yang spesifik, namun
sebagian landak laut mampu hidup pada daerah yang berbeda. Echinometra
mathaei merupakan landak laut yang hanya dijumpai di celah-celah bebatuan atau
karang mati.
Contoh lain dari landak laut yang hidup pada habitat yang spesifik adalah
Colobocentrotus atratus yang hidup pada tebing-tebing daerah pasang surut bukan
pada dasar perairan seperti landak laut pada umumnya. Hal tersebut berbeda
dengan Diadema setosum yang dapat ditemukan pada hampir semua daerah mulai
rataan pasir, padang lamun, hingga pada daerah bebatuan. Marga Diadema
memakan daun lamun dan dianggap sebagai herbivora, namun pada lingkungan
yang berbeda mereka dapat beradaptasi dengan memakan krustasea, foraminifera,
polip karang dan algae.

Landak laut hidup secara berkelompok maupun soliter tergantung dari


jenis dan habitatnya. Jenis landak laut yang ditemukan di padang lamun yaitu
jenis Diadema setosum, D. antillarum, Tripneustes gratilla, T.ventricosus,
Lytechinus variegatus, dan Strongylus spp. Cenderung hidup mengelompok,
sedangkan jenis Mespilia globulus, Toxopneustes pileolus, Pseudoboletia
maculata, dan Echinothrix diadema cenderung menyendiri.

4. Tanda dan Gejala Tertusuk Bulu Babi

a. Bengkak dan kemerahan


b. Nyeri hebat
c. Infeksi
d. Tusukan yang dalam dan multioel: fatigue, shock, gagal nafas, sampai
kematian

5. Langkah-Langkah Penanganan Pertama Bila Tertusuk Bulu Babi

Langkah–langkah penanganan bila kita atau orang disekitar kita tertusuk bulu
babi, yang perlu dilakukan adalah :

1) Jangan panik
2) Biasanya pada korban tertusuk bulu babi tidak perlu dilakukan tindakan
ABCD apabila tidak ada tanda-tanda sesak napas atau henti napas dan
gangguan sirkulasi
3) Racunnya sendiri dapat dinetralisir dengan amonia, perlakuan asam ringan
(jeruk lemon atau cuka) dengan cara menyiramkan pada daerah tubuh
yang tertusuk.
4) Keluarkan durinya dan beri antiseptik
5) Pertolongan selanjutnya bawalah ke rumah sakit untuk mendapatkan
perawatan secara medis.

BAB III

KONSEP PERAWATAN TERTUSUK DURI BULU BABI

A. PENGKAJIAN

Kaji kondisi pasien, apabila ada tertusuk duri bulu babi akan ditemukan :

a. Nyeri tak kunjung hilang, lebih dari empat hari


b. Sensasi rasa panas di area kulit yang tertusuk bulu babi
c. Demam
d. Pusing
e. Sulit bernapas
f. Mual dan muntah
g. Ruam yang meluas lebih dari area kulit yang terkena sengatan
h. Perubahan denyut jantung
i. Hilang kesadaran

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi


2. Syok berhubungan dengan tidak adekuatnya peredaran darah ke jaringan
3. Rasa gatal, bengkak dan bintik – bintik merah berhubungan dengan proses
inflamasi
4. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin
5. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada
hipotalamus
6. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak
adekuat

C. INTERVENSI

1.Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi

Tujuan : Meredakan nyeri

Intervensi

a. Sengat kalau masih ada dicabut dengan pinset


Rasional : mengeluarkan sengat serangga yang masih tertinggal
b. Berikan kompres dingin
Rasional : meredakan nyeri dan mengurangi bengkak
c. Lakukan tehnik distraksi relaksasi
Rasional : mengurangi nyeri
d. Kolaborasi dalam pemberian antihistamin seperti diphenhidramin
(Benadryl) dalam bentuk krim/salep atau pil, losion Calamine
Rasional : mengurangi gatal – gatal

2.Syok berhubungan dengan tidak adekuatnya peredaran darah ke jaringan

Tujuan : Menangani penyebab, memperbaiki suplai darah ke jaringan

Intervensi

a. Atasi setiap penyebab shock yang mungkin dapat di atasi(perdarahan luar)


Rasional:Mengurangi keparahan
b. Pasien dibaringkan kepala lebih rendah.
Rasional :Kepala lebih rendah supaya pasien tidak hilang kesadaran
c. Kaki di tinggikan dan di topang
Rasional:Meningkatkan suplai darah ke otak
d. Longgarkan pakaian yang ketat atau pakaian yang menghalangi
Rasional : Sirkulasi tidak terganggu
e. Periksa dan catat pernapasan nadi dan tingkat reaksi tiap 10 menit
Rasional:Mengetahui tingkat perkembangan pasien

3.Rasa gatal, bengkak dan bintik – bintik merah berhubungan dengan proses
inflamasi

Tujuan : Mencegah peradangan akut

Intervensi

a. Pasang tourniket pada daerah di atas gigitan


Rasional : Mencegah tersebarnya racun ke seluruh tubuh
b. Bersihkan area yang terkena gigitan dengan sabun dan air untuk
menghilangkan partikel yang terkontaminasi oleh serangga (seperti
nyamuk).
Rasional :Untuk menghindari terkontaminasi lebih lanjut pada luka
c. Kolaborasi dalam pemberian antihistamin dan serum Anti Bisa Ular
(ABU) polivalen i.v dan disekitar luka. ATS dan penisilin procain 900.000
IU
d. Rasional:Mencegah terjadinya infeksi

4.Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin

Tujuan:Mengembalikan fungsi pernapasan

Intervensi

a. Auskultasi bunyi nafas


Rasional :mengetahui kondisi nafas pasien
b. Pantau frekuensi pernapasan
Rasional :mencegah pasien mengalami gangguan pernafasan yang lebih
akut
c. Atur posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih tinggi
Rasional :agar sirkulasi darah dan jalan nafas tidak terganggu
d. Observasi warna kulit dan adanya sianosis
Rasional :untuk mengetahui persebaran bisa ular dan tingkat keparahnnya
e. Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot
Rasional :spasme otot akan memberikan tanda adanya gangguan
pernafasan yang parah
f. Batasi pengunjung klien
Rasional:mengurangi stress pada pasien
g. Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)
Rasional:membantu jalan nafas pasien
h. Beri O2 sesuai indikasi (menggunakan ventilator)
Rasional :memberikan kecukupan oksigen pada pasien dan membnatu
pernapasan

5.Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada hipotalamus

Tujuan:mengembalikan suhu normal pasien (36-37oC)

Intervensi

a. Pantau suhu klien, perhatikan menggigil atau diaforesis


Rasional :mengetahui keadaan suhu tubuh pasien dan reaksi tubuh pasien
terhadap racun yang menyebar di tubuh pasien
b. Pantau suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur
Rasional:linen yang tebal maupun tipis akan memppengaruhi suhu tubuh
pasien
c. Beri kompres mandi hangat
Rasional agar pasien tidak kehilangan suhu tubuh yang ekstrem apabila
diberi kompres dingin
d. Beri antipiretik
Rasional :membantu menurunkan suhu tubuh pasien
e. Berikan selimut pendingin
Rasional: membantu menurunkan suhu tubuh pasien

6.Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak


adekuat

Tujuan :Mencegah terjadinya infeksi

Intervensi

a. Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi


Rasional :agar pasien tidak terkena infeksi dari luar
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas terhadap klien
Rasional :agar tindakan yang diberikan perawat ke pasien selalu dalam
keadaan steril
c. Ubah posisi klien sesering mungkim minimal 2 jam sekali
Rasional :mencegah gangguan integritas kulit pada bagian yang terus
tertekan
d. Batasi penggunaan alat atau prosedur infasive jika memungkinkan
Rasional :mencegah terjadinya luka
e. Lakukan infeksi terhadap luka alat infasif setiap hari
Rasional :mencegah paparan kuman dari luar kepada pasien
f. Lakukan tehnik steril pada waktu penggantian balutan
Rasional :mencegah kontaminasi kuman pada luka pasien
g. Gunakan sarung tangan pada waktu merawat luka yang terbuka atau
antisipasi dari kontak langsung dengan ekskresi atau sekresi
Rasional :mencegah tertularnya kuman dari pasien ke perawat/tenaga
medis lainnya
h. Pantau kecenderungan suhu mengigil dan diaforesis
Rasional :mencegah infeksi menjalar ke bagian lain
i. Berikan obat antiinfeksi (antibiotic)
Rasional :membantu proses penyembuhan pasien dan pertahanan pasien
dari kuman yang lain.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Serangan binatang laut berbahaya merupakan salah satu resiko yang
dihadapi oleh para wisatawan dan orang yang berada/bekerja diair laut. Disamping
itu resiko karena sifat alamiah laut seperti arus, pasang surut, ombak, suhu air laut,
kondisi didasar laut dan jenis pekerjaan/kegiatan yang dilaukan dilaut juga
menimbulkan resiko trauma diair laut.Binatang laut yang biasanya menyerang para
wisatawan yang berlibur di pantai adalah bulu babi,ikan pari,kerang laut,ular
laut,ubur-ubur,stonefish,gurita dan sebagainya. Keadaan yang sering muncul
apabila pasien telah tergigit dengan binatang laut adalah akan adanya bekas gigitan
pada kulit pasien,rasa gatal di area yang tergigit,kemerahan,suhu tubuh
meningkat,pasien merasa mual dan bahkan muntak,sianosis,bengkak,pasien
nampak kebingungan ,perdarahan pasien pingsan,lumpuh,sesak nafas,alergi,syok
hipopolemik,nyeri kepala bahakan pasien dapat meninggal apabila tidak ditangani
dengan cepat.
Pertolongan pertama yang dapat diberikan pada pasien yang mengalami gigitan
hewan laut adalah:
a. Jangan biarkan korban latihan, karena hal ini dapat menyebarkan
racun,kecuali dokter memerintahkan.
b. Jangan memberi obat apapun.
c. Air tawar sering memperburuk racun, sehingga bilas luka hanya dengan
air laut.
d. Jika menghapus sebuah stinger, pakailah sarung tangan.
e. Gunakan handuk untuk menyeka tentakel liar atau sengatan.

B. SARAN

Penulisan asuhan keperawatan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga


perbaikan dan pengembangan sangat dibutuhkan agar tugas Asuhan Keperawatan
Luka Tertusuk Duri Bulu Babi ini layak digunakan sebagai sebuah referensi
dalam penulisan Asuhan Keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Ayyagari, A, and Kondamudi, R, B. 2014. Ecological Significance of the


Association between stomopneustes Variolaris (Echi-noidea) and
Lumbrinerislatreilli (polychaeta) from Visakhapatnam Coast India. Jurnal
of Marine Biologi. India
Aziz A. 1993. Beberapa catatan tentang perikanan bulu babi. Oseana 18(2): 65-75
Budiman, C.C., D.Y Katili., M.L.D. Langoy, dan P.V. Maabat. 2014.
Keanekaragaman Echinodermata di Pantai Basaan Satu Kecamatan
Ratatotok Sulawesi Utara. Jurnal
MIPA UNSRAT Online 3(2): 97101.
D. Alwi, S.H Muhammad, H.H,
Musadik. 2020. Struktur Komunitas Teripang (Holotroidea) di Perairan
Juanga Kabupaten Pulau Morotai. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan. Vol.
6 No.1. e-ISSN: 2089-5364 p-ISSN: 2622-8327. Hal 41-48
Kastawi, 2003. Zoologi avertebrata, Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang.
Krebs, C. J., 1985. Ecology. The Experimental Analysis of Distribution and
Abundance. New York:
Harper Collins, Publisher, p. 894 Ludwig, J. A. and J. F. Reynolds. 1988.
Statistical Ecology a Rimer on Methode and Computing. A Willey
Interscience Publication, Canada.
Mattewakkang. 2013. Inventarisasi Makrozoobentos pada berbagai Jenis Lamun
di Pulau Binebatang. Skripsi. Ilmu kelautan. Universitas Hasanudin.
Makasar.
Musfirah, N. H 2018. Struktur Komunitas Bulu Babi (Echinoidea) yang
berasosiasi dengan Ekosistem Lamun di Pulau Barrang Lompo, Provinsi
Sulawesi Selatan. Skripsi Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin Makassar. 68 hal.
Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Edisi revisi. Penerbit Djembatan, Jakarta.
Odum, E. P. 1996 . Dasar-Dasar Ekologi: edisi ketiga. Yogyakarta : Gadja Mada
University Press.
Rachmawaty. 2004. Studi penyebaran dan kepadatan Bulu Babi
(Tripneustes gratilla) pada padang lamun di perairan Pantai Desa
Atowatu Kecamatan Soropia Kabupaten Kendari peroide II (Juni-Agustus
2003). [Skripsi]. Kendari :. Universitas Haluoleo.
Radjab, A.W 2001. Reproduksi dan siklus hidup bulu babi. Oseana 26(3): 25-36.
36. Permonde, Sulawesi Selatan. Jakarta : Badan Riset Kelautan dan
Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Setiawan F (2010). Panduan Lapangan Identifikasi Ikan Karang dan
Invertebrata Laut dilengkapi Dengan Metode Monitoringnya. Wildlife
Conservation Society (WCS).
Suryanti dan C. A’in. 2013. Perbedaan Kelimpahan Bulu Babi (Sea Urchin) pada
Substrat yang Berbeda di Legon Boyo Karimunjawa Jepara. Prosiding
SEMNAS Ke III.Hasil-hasil Perikanan dan Kelautan. FPIK . UNDIP.
Semarang. ISSN 2339-0833. 4:165172.
Penyebab/Alasan Reaksi Alergi Berat

1. Syok anakfilaksis disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas atau reaksi


alergi yang parah. Reaksi hipersensitivitas akan menyebabkan sistem
imun (sistem kekebalan) bereaksi tidak normal atau berlebihan terhadap
bahan atau zat tertentu (alergen). Reaksi sistem imun yang berlebihan
pada syok anakfilaksis akan menyebabkan gangguan aliran darah dan
penyerapan oksigen pada seluruh organ tubuh. Akibatnya, akan muncul
sejumlah gejala dan keluhan.
2. Penyebab alergi sengatan lebah adalah reaksi sistem kekebalan yang
dipicu oleh racun lebah. Sengatan ini berasal dari duri di bagian belakang
tubuh lebah.Racun sengatan lebah yang mengandung protein, akan
memengaruhi sel-sel kulit dan sistem kekebalan tubuh dari orang yang
disengat.Pada orang yang normal, sengatan lebah biasanya hanya memicu
rasa sakit dan bengkak di sekitar area yang tersengat. Namun pada
seseorang dengan alergi sengatan lebah, racun lebah bisa memicu reaksi
sistem kekebalan yang lebih serius.
3. Batuk alergi disebabkan oleh reaksi kekebalan tubuh terhadap zat pemicu
alergi atau alergen, misalnya debu, jamur, serbuk sari, bulu atau kotoran
hewan, asap rokok, dan polusi udara. Jenis batuk ini tidak dapat menular
dan gejalanyabisa berlangsung hingga berbulan-bulan. Dalam kondisi ini,
tubuh akan mengeluarkan zat kimia bernama histamin. Histamin inilah
yang bisa menyebabkan saluran hidung bengkak dan membuat kita bersin
atau batuk.
4. Tanpa disadari, alergi juga bisa jadi penyebab seseorang mengalami sesak
napas. Hampir segala jenis alergi, mulai dari alergi makanan, bulu
binatang, sengatan binatang, debu, hingga reaksi alergi yang dipicu
perubahan suhu, dapat menimbulkan reaksi alergi berupa sesak napas.
5. Beberapa jenis makanan yang dapat menjadi pemicu alergi adalah kacang-
kacangan, susu, makanan laut, dan kedelai. Jika kamu alergi terhadap
salah satu jenis makanan tersebut dan tanpa sengaja mengonsumsinya,
maka kamu akan merasakan sensasi gatal-gatal dalam mulut. Kemudian
reaksi alergi akan berkembang dan menyebabkan bibir, lidah,
tenggorokan, mata, dan wajah membengkak. Hati-hati karena alergi
tersebut juga dapat menyebabkan kulit merah dan gatal, mual-mual, sakit
perut, hingga diare.

Anda mungkin juga menyukai