Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM DENGAN


MASALAH MASTITIS DAN INFEKSI PUERPURALIS

NAMA : DEPI YUPITA

NPM : F0H020016

KELAS : 2B

DOSEN PEMBIMBING :

Ns.Rina Delfina, S.Kep.,M.Kep

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

FAKULTAS MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BENGKULU 2020/2021


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, saya
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Asuhan keperawatan pada ibu post partum dengan masalah Mastitis dan Infeksi Puerperalis”
ini dengan sebaik mungkin. Saya menyusun makalah ini guna untuk memenuhi tugas dari
dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Maternitas.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini. Saya berharap semoga
makalah yang saya susun dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bengkulu , 31 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
a. Mastitis
Mastitis adalah infeksi peradangan pada mammae, terutama pada primipara yang
biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus. Infeksi ini terjadi melalui luka
pada puting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran darah (Prawirohadjo,
2001). Mastitis adalah peradangan payudara, yang dapat disertai atau tidak disertai
dengan infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga
mastitis laktasional atau mastitis puerperalis. Kadang-kadang keadaan ini dapat
menjadi fatal apabila tidak diberi tindakan yang adekuat.Mastitis juga seringkali
disebut sebagai abses payudara, dimana terjadi pengumpulan nanah lokal di dalam
payudara. Keadaan ini menyebabkan beban penyakit yang berat dan memerlukan
biaya yang sangat besar untuk pengobatannya. Penelitian terbaru juga ada yang
menyatakan bahwa mastitis dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui
menyusui.Pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat teknik menyusui yang kurang
benar merupakan penyebab yang penting.

b. Infeksi Puerpuralis
Masa nifas merupakan masa pulih kembali (puerperium) yang dimulai setelah
plasenta lahir dan berakhir ketika alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil berlangsung kira-kira 2 minggu (42 hari). Masa nifas merupakan
masa yang kritis untuk ibu dan bayi sehingga dibutuhkan asuhan masa nifas pada
periode tersebut agar tidak muncul beberapa komplikasi pada masa nifas salah
satu komplikasi yang sering timbul pada ibu masa persalinan nifas yaitu infeksi
puerperalis. Infeksi puerperalis merupakan peradangan yang disebabkan oleh
masuknya mikroorganisme asing ke alat-alat genitalia pada masa persalinan dan
nifas. Infeksi puerperalis adalah istilah yang merupakan infeksi traktus genitalis
setelah melahirkan (puerper alis didefinisikan sebagai periode 42 hari setelah
kelahiran janin dan eksklusi atau ekstrasi plasenta dan membran).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah yaitu “Bagaimana


konsep asuhan keperawatan pada ibu post partum dengan masalah Mastitis dan
Infeksi Puerperalis”
C. Tujuan
a. Mengetahui definisi Mastitis dan Infeksi puerperalis;
b. Mengetahui etiologi Mastitis dan Infeksi puerperalis;
c. Mengetahui klasifikasi Mastitis dan Infeksi puerperalis;
d. Mengetahui patofisiologi Mastitis dan Infeksi puerperalis;
e. Mengetahui manifestasi klinis Mastitis dan Infeksi puerperalis;
f. Mengetahui penatalaksanaan mastitis dan Infeksi puerperalis ;
g. Mengetahui pencegahan mastitis dan Infeksi puerperalis ;
h. Mengetahui pemeriksaan penunjang mastitis dan Infeksi puerperalis;
i. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan mastitis dan Infeksi
puerperalis.

D. Manfaat
a. Bagi mahasiswa, hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan
pengertian terhadap pentingnya kesehatan dan mampu memberikan asuhan
keperawatan dengan benar;
b. Bagi penulis, makalah ini diharapkan dapat menambah dan meningkatkan
wawasan, pengetahuan dan pengalaman belajar yang terkait dengan masalah pada
sistem reproduksi wanita, yaitu penyakit Mastitis dan infeksi Puerperalis sehingga
dalam mempraktikkan ilmu yang terkait akan lebih mudah.
BAB II

KONSEP TEORI

A. Definisi
a. Pengertian Mastitis
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara.
Biasanya terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri
biasanya masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka.Pada infeksi
yang berat atau tidak diobati, dapat terbentuk abses payudara (penimbunan nanah
di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi sistematik seperti demam, terjadi 1-3
minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran air susu
(Masjoer, 2001).
Penyebab penting dari mastitis adalah pengeluaran ASI yang tidak efisien
akibat teknik menyusui yang buruk. Untuk menghambat terjadinya mastitis ini
dianjurkan untuk menggunakan bra atau pakaian dalam yang memiliki penyangga
yang baik pada payudaranya (Sally I, 2003 dalam Anonim, 2013).

b. Definisi Infeksi Puerperalis


Infeksi puerperalis adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya
kuman-kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas.
(Sarwono Prawirohardjo,2005 : 689).

Infeksi puerperalis adalah infeksi bakteri pada traktus genetalia yang terjadi
setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu hingga 38ᵒC atau lebih selama
2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan mengecualikan 24 jam
pertama.

B. Etiologi
a. Etiologi Mastitis
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan
pada kulit yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini sering kali
berasal dari mulut bayi yang masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan
atau retakan di kulit pada puting susu. Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang
menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah
melahirkan.Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada beberapa
minggu pertama setelah melahirkan.
Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara (Mastitis)
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi
mastitis.
2. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara
bengkak.
3. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental
engorgement sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis.
4. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah
terkena infeksi.

Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan


peradangan menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu.
Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan
saluran air susu oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini
menyebabkan payudara lebih mudah mengalami infeksi.Dua penyebab utama
mastitis adalah stasis ASI dan infeksi.

Stasis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau
berkembang menuju infeksi. Guther pada tahun 1958 menyimpulkan dari
pengamatan klinis bahwa mastitis diakibatkan oleh stagnasi ASI di dalam
payudara, dan bahwa pengeluaran ASI yang efisien dapat mencegah keadaan
tersebut.Ia menyatakan bahwa bila terjadi infeksi, bukan primer, tetapi
diakibatkan oleh stagnasi sebagai media pertumbuhan bakteri.

b. Etiologi infeksi puerperalis


Penyebab dari infeksi puerperalis ini melibatkan mikroorganisme anaerob
dan aerob patogen yang merupakan flora normal serviks dan jalan lahir atau
mungkin juga dari luar. Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50 % adalah
streptococcus dan anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni
normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi
puerperalis antara lain :
1. Streptococcus haematilicus aerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang
ditularkan dari penderita lain, alat – alat yang tidak steril, tangan
penolong, dan sebagainya.
2. Staphylococcus aurelis
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai
penyebab infeksi di rumah sakit.
3. Escherichiacoli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum, menyebabkan infeksi
terbatas.
4. Clostridium welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan pada
abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah
sakit.

C. Klasifikasi
1. Klasifikasi Mastitis
Mastitis diklasifikasikan menjadi 4 jenis yaitu, mastitis puerperalis
epidemic, mastitis noninfeksiosa, mastitis subklinis dan mastitis
infeksiosa. Dimana keempat jenis tersebut muncul dalam kondisi yang
berbeda-beda. Diantaranya adalah sebagai berikut (Bertha, 2002 dalam
Djamudin,2009) :
1. Mastitis Puerparalis Epidemic
Mastitis puerperalis epidemic ini biasanya timbul apabila pertama kali bayi
dan ibunya terpajan pada organisme yang tidak dikenal atau verulen. Masalah
ini paling sering terjadi di rumah sakit, yaitu dari infeksi silang atau
bekesinambungan strain resisten.
2. Mastitis Noninfeksiosa
Mastitis noninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian atau
seluruh payudara, produksi ASI melambat dan aliran terhenti.Namun proses
ini membutuhkan waktu beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 2–3
minggu. Untuk sementara waktu, akumulasi ASI dapat menyebabkan respons
peradangan.
3. Mastitis Subklinis
Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang dapat
disertai dengan pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI
sangat berkurang yaitu kirakira hanya sampai di bawah 400 ml/hari (<400
ml/hari).
4. Mastitis Infeksiosa
Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi
oleh faktor imun dalam ASI dan oleh respon–respon inflamasi. Secara normal,
ASI segar bukan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

Pembagian berdasrkan lokasinya :


1. Mastitis dibawah aerola mammae.
2. Mastitis ditengah aerola mammae.
3. Mastitis lebih dalam antara mammae dan otot-otot.

2. Klasifikasi Infeksi puerperalis


Infeksi puerperalis diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu :
1) Infeksi yang terbatas pada perineum , vulva , vagina , serviks , dan
endometrium.
1. Infeksi perineum, vulva, dan serviks
Tanda dan gejalanya :
 Rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, disuria, dengan atau tanpa
distensi urine.
 Jahitan luka mudah lepas, merah, dan bengkak.
 Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaan tidak berat, suhu
sekitar 38ᵒC, dan nadi kurang dari 100x/menit.
 Bila luka terinfeksi tertutup jahitan dan getah radang tidak dapat
keluar, demam bisa meningkat hingga 39-40ᵒ C, kadang-kadang
disertai menggigil.
2. Endometritis
Tanda dan gejalanya :
 Kadang – kadang lokhea tertahan dalam uterus oleh darah sisa
plasenta dan selaput ketuban yang disebut lokiametra.
 Pengeluaran lokia bisa banyak atau sedikit, kadang-kadang
berbau/tidak, lokhea berwarna merah atau coklat.
 Suhu badan meningkat mulai 48 jam postpartum, menggigil, nadi
biasanya sesuai dengan kurva suhu tubuh.
 Sakit kepala, sulit tidur, dan anoreksia.
 Nyeri tekan pada uterus, uterus agak membesar dan lembek, his
susulan biasanya sangat mengganggu.
 Leukositosis dapat berkisar antara 10.000-13.000/mm³.

2) Penyebaran dari tempat tersebut melalui vena , jalan limfe dan permukaan dan
endometrium.
a. Septikemia dan piemia
 Pada septikemia, sejak permulaan klien sudah sakit dan lemah sampai
3 hari postpartum suhu meningkat dengan cepat. Biasanya disertai
menggigil dengan suhu 39-40ᵒC. Keadaan umum cepat memburuk,
nadi sekitar 140-160x/menit atau lebih. Klien juga dapat meninggal
dalam 6-7 hari post partum.
 Pada piemia, suhu tubuh klien tinggi disertai dengan menggigil yang
terjadi berulang-ulang. Suhu meningkat dengan cepat kemudian suhu
turun dan lambat laun timbul gejala abses paru, pneumonia, dan
pleuritis.
b. Peritonotis
 Pada umumnya terjadi peningkatan suhu, nadi cepat dan kecil, perut
kembung dan nyeri,serta ada defensif muskuler. Wajah klien mula-
mula kemrahan, kemudian menjadi pucat, mata cekung, kulit wajah
dingin, serta terdapat facishipocratica.
 Pada peritonitis yang terdapat di daerah pelvis, gejala tidak seberat
peritonis umum klien demam, perut bawah nyeri,tetapi keadaan umum
tetap baik.
c. Selulitis pelvis
 Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri di
kiri atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, patut dicurigai
adanya selulitis pelvis.
 Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di
sebelah uterus.
 Di tengah jaringan yang meradang itu bisa timbul abses dimana suhu
yang mula – mula tinggi menetap , menjadi naik turun disertai
menggigil.
 Klien tampak sakit, nadi cepat, dan nyeri perut.
D. Patofisiologi
a. Patofisiologi Mastitis
Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi karena
proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses
infeksi. Mastitis akibat proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal.
Namun karena sebab-sebab tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pengeluaran ASI atau yang biasa disebut sebagai stasis ASI.Hal ini
membuat ASI terperangkap di dalam ductus dan tidak dapat keluar dengan
lancar.Akibatnya mammae menjadi tegang.Sehingga sel epitel yang memproduksi
ASI menjadi datar dan tertekan.permeabilitas jaringan ikat meningkat, beberapa
komponen(terutama protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk
ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel memicu respon imun. Terjadi inflmasi
hingga sehingga mempermudah terjadinya infeksi.Kondisi ini membuat lubang
duktus laktiferus menjadi port de entry bakteri, terutama bakteri Staphylococcus
aureus dan Strepcococcus sp.
Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastitis yang terjadi
akibat proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat timbul
fisura/robekan/perlukaan pada puting yang terbentuk saat awal laktasi akan
menjadikan port de entry/tempat masuknya bakteri. Proses selanjutnya adalah
infeksi pada jaringan mammae.

b. Patofisiologi Infeksi Puerperalis


Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan
diameter kirakira 4 cm. Permukaannya tidak rata, berbenjol – benjol karena
banyak vena yang ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik
untuk tumbuhnya kuman-kuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam
tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinan, demikian juga
vulva, vagina dan perineum yang semuanya merupakan tempat masuknya kuman-
kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka-luka tersebut atau
menyebar di luar luka asalnya. Adapun infeksi dapat terjadi sebagai berikut:
 Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada
pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam
vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain adalah bahwa sarung tangan
atau alat – alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya
bebas dari kuman-kuman.
 Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri
yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas lainnya
yang berada di ruangan tersebut. Oleh karena itu, hidung dan mulut
petugas yang bertugas harus ditutup dengan masker dan penderita infeksi
saluran nafas dilarang memasuki kamar bersalin.
 Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari
penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa
oleh aliran udara kemana-mana, antara lain ke handuk, kain-kain yang
tidak steril, dan alat-alat yang digunakan untuk merawat wanita dalam
persalinan atau pada waktu nifas.
 Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting,
kecuali jika menyebabkan pecahnya ketuban.
 Infeksi Intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu
berlangsungnya persalinan. Infeksi intraparum biasanya terjadi pada waktu
partus lama, apalagi jika ketuban sudah lam pecah dan beberapakali
dilakukan pemeriksaan dalam. Gejal-gejala ialah kenaikan suhu, biasanya
disertai dengan leukositosis dan takikardia; denyut jantung janin dapat
meningkat pula. Air ketuban biasanya menjadi keruh dan berbau. Pada
infeksi intra partum kuman-kuman memasuki dinding uterus pada waktu
persalinan, dan dengan melewati amnion dapat menimbulkan infeksi pula
pada janin.

E. Manifestasi Klinis
a. Tanda dan Gejala dari mastitis ini biasanya berupa :
1. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan kadang terasa
nyeri.
2. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting teregang menjadi rata.
3. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap
ASI sampai pembengkakan berkurang.
4. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam, rasa
dingin dan tubuh terasa pegal dan sakit.
5. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan
payudara yang terkena.

Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang membengkak
karena sumbatan saluran ASI antara lain :
1. Payudara terasa nyeri
2. Teraba keras
3. Tampak kemerahan
4. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti
pecah–pecah, dan badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena
sumbatan tanpa infeksi, biasanya di badan tidak terasa nyeri dan tidak
demam. Pada payudara juga tidak teraba bagian keras dan nyeri serta
merah.

Gejala mastitis infeksiosa :


1. Lemah, myalgia, nyeri kepala seperti sedang flu dan ada juga yang
disertai takikardia;
2. Demam suhu >38,5 °C;
3. Ada luka pada puting payudara;
4. Terasa keras dan tegang;
5. Payudara membengkak, mengeras, lebih hangat, kemerahan yang
berbatas tegas;
6. Peningkatan kadar natrium sehingga bayi tidak mau menyusu karena
ASI terasa asin.
7. Mastitis infeksiosa hanya dapat diobati dengan pemerasan ASI dan
antibiotik sistemik. Tanpa pengeluaran ASI yang efektif, mastitis non
infeksiosa sering berkembang menjadi mastitis infeksiosa, dan mastitis
infeksiosa menjadi pembentukan abses.

Gejala mastitis non infeksiosa

1. Adanya bercak panas/nyeri tekan akut;


2. Bercak kecil keras yang nyeri tekan;
3. Tidak ada demam dan ibu masih merasa baik-baik saja;
4. Mastitis non infeksiosa membutuhkan tindakan pemerasan ASI setelah
menyusui.
Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila
didapat sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara,
dan permukaan kulit tidak pecah – pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila
terasa sakit pada payudara namun tidak disertai adanya bagian payudara yang
mengeras, maka hal tersebut bukan mastitis (Pitaloka, 2001 dalam Anonim,
2013).

b. Tanda dan gejala dari infeksi puerperalis ini yaitu :


 Morbiditas puerperalis ditandai dengan kenaikan suhu 38'C atau lebih
tinggi setelah 24 jam pertama pascapartum selama dua hari dari 10 hari
pertama pascapartum;
 Infeksi vagina, vulva, dan perineum terlokalisasi ditandai dengan
nyeri, kenaikan suhu, edema, kemerahan, kaku dan nyeri tekan pada
luka; sensasi panas; perih waktu berkemih, dan adanya keluaran dari
luka;
 Manifestasi endometritis meliputi kenaikan suhu selama beberapa hari.
Pada endometritis berat, gejalanya meliputi malaise, sakit kepla, sakit
punggung, rasa tidak nyaman, kehilangan selera makan, uterus besar
dan keras, kram pascapartum yang berat, serta lokia berwarna merah
kecoklatan dan berbau busuk;
 Parametritis (pervik selulitis) umumnya mengakibatkan kenaikan suhu
lebih dari 38,6'C, menggigil, nyeri abdomen, subinvolusi uterus,
takikardli, letargi.
 Tanda dan gejala peritonitis meliputi demam tinggi, nadı cepat, nyeri
abdomen, mual, muntah, dan gelisah. (Straight, Barbara R. 2004)
F. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Mastitis
Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan adalah
pemberian susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan diberi
antibiotik. Dengan tindakan ini terjadinya abses seringkali dapat dicegah, karena
biasanya infeksi disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Penicilin dalam dosis
cukup tinggi dapat diberikan sebagai terapi antibiotik.Sebelum pemberian
penicilin dapat diadakan pembiakan/kultur air susu, supaya penyebab mastitis
benar-benar diketahui. Apabilaada abses maka nanah dikeluarkan,kemudian
dipasang pipa ke tengah abses agar nanah dapat keluar terus. Untuk mencegah
kerusakan pada duktus laktiferus, sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-
duktus tersebut.

Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah:


1. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling banyakwanita merasa sakit dan
membuat frustasi.Selain dalam penanganan yang efektif dan pengendalian nyeri,
wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus diyakinkan kembali tentang
nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang
terkena tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih,
baik bentuk maupun fungsinya. Klien membutuhkan bimbingan yang jelas tentang
semua tindakan yang dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan
menyusui/memeras ASI dari payudara yang sakit. Klien akan membutuhkan
tindak lanjut untuk mendapat dukungan terus menerus dan bimbingan sampai
kondisinya benar-benar pulih.
2. Pengeluaran ASI dengan efektif
Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain:
a. Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya.
b. Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki,
tanpa pembatasan.
c. Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai menyusui
dapat dimulai lagi
3. Terapi antibiotik
Terapi antibiotik diindikasikan pada:
a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan
infeksi.
b. Gejala berat sejak awal
c. Terlihat puting pecah-pecah
d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI
diperbaiki maka Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap
Staphylococcus aureus. Untuk organisme gram negatif,
sefaleksin/amoksisillin mungkin paling tepat. Jika mungkin, ASI dari
payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan sensivitas bakteri antibiotik
ditentukan.
Antibiotik Dosis
Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral
Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam
Sefaleksin 250.500tiap 6 jam

e. Pada kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain:


1. Berikan antibiotik Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari setiap 6 jam
selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10
hari.
2. Bantulah ibu agar tetap menyusui
3. Bebat/sangga payudara
4. Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak dan
nyeri yaitu dengan memberikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4
jam dan lakukan evaluasi secara rutin.
Pengobatan yang tepat dengan pemberian antibiotik, mintalah pada
dokter antibiotik yang baik dan aman untuk ibu yang menyusui, selain itu
bila badan terasa panas, ibu dapat minum obat turun panas, kemudian untuk
bagian payudara yang terasa keras dan nyeri, dapat dikompres dengan
menggunakan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri. Bila tidak tahan
nyeri, dapat meminum obat penghilang rasa sakit, istirahat yang cukup amat
perlu untuk mengembalikan kondisi tubuh menjadi sehat kembali.
Disamping itu, makan dan minum yang bergizi, minum banyak air putih
juga akan membantu menurunkan demam, biasanya rasa demam dan nyeri
itu akan hilang dalam dua atau tiga hari dan ibu akan mampu beraktivitas
seperti semula.
4. Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen dipertimbangkan
sebagai obat yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi
dan nyeri. Parasetamol merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat
penting, karena tirah baring dengan bayinya dapat meningkatkan frekuensi
menyusui, sehingga dapat memperbaiki pengeluaran susu. Tindakan lain yang
dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada payudara yang akan
menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu
cukup minum cairan. Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama
15-20 menit, 4 kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk mencegah
pembengkakan, sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada
payudara yang terkena.
1) Mastitis (Payudara tegang / indurasi dan kemerahan)
 Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila
diberikan sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan
berkurang.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
 Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.
 Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
2) Abses Payudara (Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang
kemerahan).
 Diperlukan anestesi umum.
 Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya
tidak mendorong saluran ASI.
 Pecahkan kantung PUS dengan klem jaringan (pean) atau jari
tangan.
 Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.
 Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Berikan parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
 Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus.
 Lakukan follow up setelah peberian pengobatan selama 3 hari. Jika
terjadi abses, biasanya dilakukan penyayatan dan pembuangan
nanah, serta dianjurkan untuk berhenti menyusui.Untuk
mengurangi nyeri dapat diberikan obat pereda nyeri (misalnya
acetaminophen atau ibuprofen).Kedua obat tersebut aman untuk
ibu menyusui dan bayinya.

b. Penatalaksanaan infeksi puerperalis


Infeksi nifas dapat diobati dengan cara sebagai berikut :
1. Pemberian Sulfonamid
Trisulfa merupakan kmbinasi dari sulfadizin 185gr, sulfamerazin 130 gr dan
sulfatiozol 185 gr. Dosis 2 gr diikuti 1 gr 4-6 jam kemudian per oral.
2. Pemberian Penisilin
Penisilin prokain 1,2 sampai 2,4 juta satuan IM, penisilin G 500.000 satuan
setiap 6 jam IM ditambah ampisilin kapsul 4 x 250 gr per oral.
3. Tetrasiklin, eritromisin dan kloramfenikol.
4. Hindari pemberian politerapi antibiotika berlebihan.
5. Lakukan evaluasi penyakit dan pemeriksaan laboratorium.

G. Pencegahan
a. Pencegahan Mastitis
Untuk mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan beberapa tindakan sebagai
berikut (Soetjiningsih, 1997) :

1. Menyusui secara bergantian antara payudara kiri dan kanan;


2. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan
payudara dengan cara memompanya;
3. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka
pada puting susu;
4. Minum banyak cairan;
5. Menjaga kebersihan puting susu;
6. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.

Tindakan-tindakan berikut ini juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya


mastitis, yaitu:

1. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui


 Menyusui sedini mungkin setelah melahirkan;
 Menyusui dengan posisi yang benar;
 Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif;
 Makan dengan gizi yang seimbang;
2. Pemberian infotentang hal-hal yang mengganggu proses menyusui,
membatasi, mengurangi isapan proses menyusui dan meningkatkan statis
ASI antara lain:
 Penggunaan dot;
 Pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama;
 Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum bayi
siap untuk menghisap payudara yang lain;
 Beban kerja yang berat atau penuh tekanan;
 Kelamaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam;
 Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lain.
3. Pemberian info tentang penatalaksaan yang efektif pada payudara yang
penuh dan kencang. Adapun hal-hal yang harus dilakukan yaitu:
 Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh
bayinya untuk memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka
pada punting susu;
 Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama
bayi menghendaki tanpa batas;
 Perawatan payudara dengan dikompres dengan air hangat dan
pemerasan ASI.
4. Pemberian informasi tentang perhatian dini terhadap semua tanda statis
ASIIbu harus memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan,
nyeri/panas/kemerahan:
 Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko, seperti kealpaan
menyusui;
 Bila ibu mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala;
 Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu
untuk:beristirahatdi tempat tidur bila mungkin, sering menyusui pada
payudara yang terkena, mengompres panas pada payudara yang
terkena, berendam dengan air hangat/pancuran, memijat dengan
lembut setiap daerah benjolan saat bayi menyusui untuk membantu
ASI mengalir dari daerah tersebut, mencari pertolongan dari nakes
bila ibu merasa lebih baik selanjutnya;
5. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain Ibu membutuhkan bantuan
terlatih dalam menyusui setiap saat dan ibu mengalami kesulitan yang dapat
menyebabkan statis ASI, seperti:
 Nyeri/puting pecah-pecah;
 Ketidaknyaman payudara setelah menyusui;
 Kompresi puting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika bayi
melepaskan payudara);
 Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang atau lama;
 Kehilangan percaya diri pada suplay ASInya, menganggap ASInya
tidak cukup;
 Pengenalan makanan lain secara dini;
 Menggunakan dot;
6. Pengendalian infeksi
Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan
sering sebelum dan setelah kontak dengan bayi. Kontak kulit dini, diikuti
dengan rawat gabung bayi dengan ibu merupakan jalan penting untuk
mengurangi infeksi rumah sakit.

b. Pencegahan infeksi puerperalis


Pencegahan infeksi puerperalis adalah sebagai berikut :
 Selama kehamilan, bila ibu anemia diperbaiki. Berikan diet yang baik;
 Koitus pada kehamilan tua sebaiknya dilarang;
 Selama persalinan, batasi masuknya kuman di jalan lahir. Jaga persalinan
agar tidak berlarut-larut. Selesai persalinan dengan trauma sedikit
mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dan
petugasdalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan harus steril dan lakukan
pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi tepat;
 Selama nifas rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat ibu dengan
tanda-tanda infeksi nifas bersama dengan wanita dalam nifas yang sehat.

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Penunjang Mastitis
Data yang mendukung pemeriksaan yang tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan
fisik meliputi pemeriksaan laboratorium dan rontgen. Pada ibu nifas dengan mastitis
tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen (Wiknjosastro, 2005). Namun World
Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada
beberapa keadaan yaitu bila:
1. pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang baik dalam 2
hari;
2. terjadi mastitis berulang;
3. mastitis terjadi di rumah sakit; dan
4. penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang
langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan
terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk
mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan
hasil positif palsu dari kultur. Dimana pemeriksaan kultur ASI tersebut juga
digunakan untuk menentukan antibiotik yang tepat bagi klien.

b. Pemeriksaan penunjang Infeksi puerperalis


1. Jumlah sel darah putih (SDP) : normal atau tinggi dengan pergeseran diferensial ke
kiri.
2. Laju edap darah (LED) dan jumlah sel darah merah (SDM) sangat meningkat dengan
adanya infeksi.
3. Hemoglobin atau Hematokrit (Hb/Ht) mengalami penurunan pada keadaan anemia.
4. Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan intrauterus atau intraservikal atau drainase
luka atau pewarnaan gram di uterus mengidentifikasi organisme penyebab.
5. Urinalisis dan kultur mengesampingkan infeksi saluran kemih.
6. Ultrasonografi menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang tertahan
melokalisasi abses perineum.
7. Pemeriksaan bimanual : menentukan sifat dan lokal nyeri pelvis, massa atau
pembentukan abses, serta adanya vena-vena dengan thrombosis.
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

a. Identitas klien :
Nama, Umur, No hp, Suku, Agama, Pendidikan, Pekerjanaan, Alamat dan
penanggung jawab.

b. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu
2. Riwayat kesehatan sekarang
3. Riwayat kesehatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohadjo, S. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP

Djamudin, syahrul. 2009. Askep Nifas Pada Ibu Dengan Infeksi Payudara. [serial
online].http://healthycaus..com/(4 Februari 2014).\

Prasetyo, Doddy Yuman, 2010. Asuhan Keperawatan Mastitis. [serial online].


http://doddyy.askepmastitis.com/2010/06/askep-mastitis.pdf (04 Februasy 2014)

Anda mungkin juga menyukai