Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM DENGAN


MASALAH MASTITIS DAN INFEKSI PUERPURALIS

NAMA : Larasati Eka Putri

NPM : F0H020060

KELAS : 2B

DOSEN PEMBIMBING :

Ns.Rina Delfina, S.Kep.,M.Kep

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

FAKULTAS MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BENGKULU 2020/2021


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, saya
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Asuhan keperawatan pada ibu post partum dengan masalah Mastitis” ini dengan sebaik
mungkin. Saya menyusun makalah ini guna untuk memenuhi tugas dari dosen pengampu
mata kuliah Keperawatan Maternitas.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini. Saya berharap semoga
makalah yang saya susun dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bengkulu , 31 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Judul ………………………………………………………………………….

Kata Pengantar ……………………………………………………………….

Bab I Pendahuluan …………………………………………………………...

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………..


1.2 Tujuan Penulisan ………………………………………………………...
1.3 Rumusan Masalah ……………………………………………………….
1.4 Tujuan …………………………………………………………………...
1.5 Manfaat ………………………………………………………………….

Bab II Tinjauan Teori

2.1 Defenisi ……………………………………………………………………..

2.2 Etiologi ………………………………………………………………………

2.3 Klasifikasi ……………………………………………………………………

2.4 Patofisiologi ………………………………………………………………….

2.5 Manifestasi Klinis ……………………………………………………………

2.6 Penatalaksanaa ……………………………………………………………….

2.7 Pencegahan ………………………………………………………………......

2.8 Pemeriksaan Penunjang ……………………………………………………...


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Periode pascapartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin
(menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi wanita
pada kondisi tidak hamil. Ingat bahwa perubahan ini adalah pada kondisi tidak hamil,
bukan kondisi prahamil, seperti yang sering dikatakan. Kondisi organ prahamil hilang
selamanya, paling mencolok setelah pertama kali hamil dan melahirkan, tetapi juga
pada setiap kehamilan selanjutnya.
Periode ini disebut juga puerperium, dan wanita yang mengalami puerperium
puerpera. Periode pemulihan pascapartum berlangsung sekitar 6 minggu.
Kehamilan, persalinan dan menyusui merupakan proses fisiologi yang perlu
dipersiapkan oleh wanita dari pasangan subur agar dapat dilalui dengan aman. Selama
masa kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan. Kehamilan,
persalinan dan menyusui merupakan proses fisiologi yang perlu dipersiapkan oleh
wanita dari pasangan subur agar dapat dilalui dengan aman. Selama masa kehamilan,
ibu dan janin adalah fungsi yang tak terpisahkan.
Mastitis adalah infeksi peradangan pada mammae, terutama pada primipara yang
biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus. Infeksi ini terjadi melalui luka pada
puting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran darah (Prawirohadjo, 2001).
Mastitis adalah peradangan payudara, yang dapat disertai atau tidak disertai dengan
infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis
laktasional atau mastitis puerperalis. Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal
apabila tidak diberi tindakan yang adekuat.Mastitis juga seringkali disebut sebagai
abses payudara, dimana terjadi pengumpulan nanah lokal di dalam payudara. Keadaan
ini menyebabkan beban penyakit yang berat dan memerlukan biaya yang sangat besar
untuk pengobatannya. Penelitian terbaru juga ada yang menyatakan bahwa mastitis
dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui
menyusui.Pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat teknik menyusui yang
kurang benar merupakan penyebab yang penting.

B. Tujuan Penulisan

1. Memenuhi tugas belajar mengajar pada mata kuliah MATERNITAS IL


2. Guna memberikan wawasan kepada para pembaca supaya dapat memahami
dan mengerti tentang MASTITIS
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah yaitu “Bagaimana
konsep asuhan keperawatan pada ibu post partum dengan masalah Mastitis”
D. Tujuan
a. Mengetahui definisi Mastitis
b. Mengetahui etiologi Mastitis
c. Mengetahui klasifikasi Mastitis
d. Mengetahui patofisiologi Mastitis
e. Mengetahui manifestasi klinis Mastitis
f. Mengetahui penatalaksanaan mastitis
g. Mengetahui pencegahan mastitis
h. Mengetahui pemeriksaan penunjang mastitis
i. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan mastitis

E. Manfaat
a. Bagi mahasiswa, hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan
pengertian terhadap pentingnya kesehatan dan mampu memberikan asuhan
keperawatan dengan benar;
b. Bagi penulis, makalah ini diharapkan dapat menambah dan meningkatkan
wawasan, pengetahuan dan pengalaman belajar yang terkait dengan masalah pada
sistem reproduksi wanita, yaitu penyakit Mastitis.
BAB II

KONSEP TEORI

A. Definisi
a. Pengertian Mastitis
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara.
Biasanya terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri
biasanya masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka.Pada infeksi
yang berat atau tidak diobati, dapat terbentuk abses payudara (penimbunan nanah
di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi sistematik seperti demam, terjadi 1-3
minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran air susu
(Masjoer, 2001).
Penyebab penting dari mastitis adalah pengeluaran ASI yang tidak efisien
akibat teknik menyusui yang buruk. Untuk menghambat terjadinya mastitis ini
dianjurkan untuk menggunakan bra atau pakaian dalam yang memiliki penyangga
yang baik pada payudaranya (Sally I, 2003 dalam Anonim, 2013).

B. Etiologi
a. Etiologi Mastitis
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan
pada kulit yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini sering kali
berasal dari mulut bayi yang masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan
atau retakan di kulit pada puting susu. Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang
menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah
melahirkan.Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada beberapa
minggu pertama setelah melahirkan.
Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara (Mastitis)
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi
mastitis.
2. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara
bengkak.
3. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental
engorgement sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis.
4. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah
terkena infeksi.

Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan


peradangan menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu.
Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan
saluran air susu oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini
menyebabkan payudara lebih mudah mengalami infeksi.Dua penyebab utama
mastitis adalah stasis ASI dan infeksi.

Stasis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau
berkembang menuju infeksi. Guther pada tahun 1958 menyimpulkan dari
pengamatan klinis bahwa mastitis diakibatkan oleh stagnasi ASI di dalam
payudara, dan bahwa pengeluaran ASI yang efisien dapat mencegah keadaan
tersebut.Ia menyatakan bahwa bila terjadi infeksi, bukan primer, tetapi
diakibatkan oleh stagnasi sebagai media pertumbuhan bakteri.

C. Klasifikasi
a. Klasifikasi Mastitis
Mastitis diklasifikasikan menjadi 4 jenis yaitu, mastitis puerperalis
epidemic, mastitis noninfeksiosa, mastitis subklinis dan mastitis
infeksiosa. Dimana keempat jenis tersebut muncul dalam kondisi yang
berbeda-beda. Diantaranya adalah sebagai berikut (Bertha, 2002 dalam
Djamudin,2009) :
1. Mastitis Puerparalis Epidemic
Mastitis puerperalis epidemic ini biasanya timbul apabila pertama kali bayi
dan ibunya terpajan pada organisme yang tidak dikenal atau verulen. Masalah
ini paling sering terjadi di rumah sakit, yaitu dari infeksi silang atau
bekesinambungan strain resisten.
2. Mastitis Noninfeksiosa
Mastitis noninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian atau
seluruh payudara, produksi ASI melambat dan aliran terhenti.Namun proses
ini membutuhkan waktu beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 2–3
minggu. Untuk sementara waktu, akumulasi ASI dapat menyebabkan respons
peradangan.
3. Mastitis Subklinis
Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang dapat
disertai dengan pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI
sangat berkurang yaitu kirakira hanya sampai di bawah 400 ml/hari (<400
ml/hari).
4. Mastitis Infeksiosa
Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi
oleh faktor imun dalam ASI dan oleh respon–respon inflamasi. Secara normal,
ASI segar bukan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

Pembagian berdasrkan lokasinya :


1. Mastitis dibawah aerola mammae.
2. Mastitis ditengah aerola mammae.
3. Mastitis lebih dalam antara mammae dan otot-otot.

D. Patofisiologi
a. Patofisiologi Mastitis
Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi karena
proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses
infeksi. Mastitis akibat proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal.
Namun karena sebab-sebab tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pengeluaran ASI atau yang biasa disebut sebagai stasis ASI.Hal ini
membuat ASI terperangkap di dalam ductus dan tidak dapat keluar dengan
lancar.Akibatnya mammae menjadi tegang.Sehingga sel epitel yang memproduksi
ASI menjadi datar dan tertekan.permeabilitas jaringan ikat meningkat, beberapa
komponen(terutama protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk
ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel memicu respon imun. Terjadi inflmasi
hingga sehingga mempermudah terjadinya infeksi.Kondisi ini membuat lubang
duktus laktiferus menjadi port de entry bakteri, terutama bakteri Staphylococcus
aureus dan Strepcococcus sp.
Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastitis yang terjadi
akibat proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat timbul
fisura/robekan/perlukaan pada puting yang terbentuk saat awal laktasi akan
menjadikan port de entry/tempat masuknya bakteri. Proses selanjutnya adalah
infeksi pada jaringan mammae.

E. Manifestasi Klinis
a. Tanda dan Gejala dari mastitis ini biasanya berupa :
1. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan kadang terasa
nyeri.
2. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting teregang menjadi rata.
3. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap
ASI sampai pembengkakan berkurang.
4. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam, rasa
dingin dan tubuh terasa pegal dan sakit.
5. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan
payudara yang terkena.

Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang membengkak
karena sumbatan saluran ASI antara lain :
1. Payudara terasa nyeri
2. Teraba keras
3. Tampak kemerahan
4. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti
pecah–pecah, dan badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena
sumbatan tanpa infeksi, biasanya di badan tidak terasa nyeri dan tidak
demam. Pada payudara juga tidak teraba bagian keras dan nyeri serta
merah.

Gejala mastitis infeksiosa :


1. Lemah, myalgia, nyeri kepala seperti sedang flu dan ada juga yang
disertai takikardia;
2. Demam suhu >38,5 °C;
3. Ada luka pada puting payudara;
4. Terasa keras dan tegang;
5. Payudara membengkak, mengeras, lebih hangat, kemerahan yang
berbatas tegas;
6. Peningkatan kadar natrium sehingga bayi tidak mau menyusu karena
ASI terasa asin.
7. Mastitis infeksiosa hanya dapat diobati dengan pemerasan ASI dan
antibiotik sistemik. Tanpa pengeluaran ASI yang efektif, mastitis non
infeksiosa sering berkembang menjadi mastitis infeksiosa, dan mastitis
infeksiosa menjadi pembentukan abses.

Gejala mastitis non infeksiosa

1. Adanya bercak panas/nyeri tekan akut;


2. Bercak kecil keras yang nyeri tekan;
3. Tidak ada demam dan ibu masih merasa baik-baik saja;
4. Mastitis non infeksiosa membutuhkan tindakan pemerasan ASI setelah
menyusui.
Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila
didapat sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara,
dan permukaan kulit tidak pecah – pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila
terasa sakit pada payudara namun tidak disertai adanya bagian payudara yang
mengeras, maka hal tersebut bukan mastitis (Pitaloka, 2001 dalam Anonim,
2013).
F. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Mastitis
Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan adalah
pemberian susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan diberi
antibiotik. Dengan tindakan ini terjadinya abses seringkali dapat dicegah, karena
biasanya infeksi disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Penicilin dalam dosis
cukup tinggi dapat diberikan sebagai terapi antibiotik.Sebelum pemberian
penicilin dapat diadakan pembiakan/kultur air susu, supaya penyebab mastitis
benar-benar diketahui. Apabilaada abses maka nanah dikeluarkan,kemudian
dipasang pipa ke tengah abses agar nanah dapat keluar terus. Untuk mencegah
kerusakan pada duktus laktiferus, sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-
duktus tersebut.

Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah:


1. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling banyakwanita merasa sakit dan
membuat frustasi.Selain dalam penanganan yang efektif dan pengendalian nyeri,
wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus diyakinkan kembali tentang
nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang
terkena tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih,
baik bentuk maupun fungsinya. Klien membutuhkan bimbingan yang jelas tentang
semua tindakan yang dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan
menyusui/memeras ASI dari payudara yang sakit. Klien akan membutuhkan
tindak lanjut untuk mendapat dukungan terus menerus dan bimbingan sampai
kondisinya benar-benar pulih.
2. Pengeluaran ASI dengan efektif
Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain:
a. Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya.
b. Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki,
tanpa pembatasan.
c. Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai menyusui
dapat dimulai lagi
3. Terapi antibiotik
Terapi antibiotik diindikasikan pada:
a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan
infeksi.
b. Gejala berat sejak awal
c. Terlihat puting pecah-pecah
d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI
diperbaiki maka Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap
Staphylococcus aureus. Untuk organisme gram negatif,
sefaleksin/amoksisillin mungkin paling tepat. Jika mungkin, ASI dari
payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan sensivitas bakteri antibiotik
ditentukan.

Antibiotik Dosis
Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral
Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam
Sefaleksin 250-500 tiap 6 jam

e. Pada kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain:


1. Berikan antibiotik Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari setiap 6 jam
selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10
hari.
2. Bantulah ibu agar tetap menyusui
3. Bebat/sangga payudara
4. Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak dan
nyeri yaitu dengan memberikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4
jam dan lakukan evaluasi secara rutin.
Pengobatan yang tepat dengan pemberian antibiotik, mintalah pada
dokter antibiotik yang baik dan aman untuk ibu yang menyusui, selain itu
bila badan terasa panas, ibu dapat minum obat turun panas, kemudian untuk
bagian payudara yang terasa keras dan nyeri, dapat dikompres dengan
menggunakan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri. Bila tidak tahan
nyeri, dapat meminum obat penghilang rasa sakit, istirahat yang cukup amat
perlu untuk mengembalikan kondisi tubuh menjadi sehat kembali.
Disamping itu, makan dan minum yang bergizi, minum banyak air putih
juga akan membantu menurunkan demam, biasanya rasa demam dan nyeri
itu akan hilang dalam dua atau tiga hari dan ibu akan mampu beraktivitas
seperti semula.
4. Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen dipertimbangkan
sebagai obat yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi
dan nyeri. Parasetamol merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat
penting, karena tirah baring dengan bayinya dapat meningkatkan frekuensi
menyusui, sehingga dapat memperbaiki pengeluaran susu. Tindakan lain yang
dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada payudara yang akan
menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu
cukup minum cairan. Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama
15-20 menit, 4 kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk mencegah
pembengkakan, sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada
payudara yang terkena.
1) Mastitis (Payudara tegang / indurasi dan kemerahan)
 Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila
diberikan sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan
berkurang.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
 Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.
 Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
2) Abses Payudara (Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang
kemerahan).
 Diperlukan anestesi umum.
 Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya
tidak mendorong saluran ASI.
 Pecahkan kantung PUS dengan klem jaringan (pean) atau jari
tangan.
 Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.
 Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
 Sangga payudara.
 Kompres dingin.
 Berikan parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
 Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus.
 Lakukan follow up setelah peberian pengobatan selama 3 hari. Jika
terjadi abses, biasanya dilakukan penyayatan dan pembuangan
nanah, serta dianjurkan untuk berhenti menyusui.Untuk
mengurangi nyeri dapat diberikan obat pereda nyeri (misalnya
acetaminophen atau ibuprofen).Kedua obat tersebut aman untuk
ibu menyusui dan bayinya.

G. Pencegahan
a. Pencegahan Mastitis
Untuk mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan beberapa tindakan sebagai
berikut (Soetjiningsih, 1997) :

1. Menyusui secara bergantian antara payudara kiri dan kanan;


2. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan
payudara dengan cara memompanya;
3. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka
pada puting susu;
4. Minum banyak cairan;
5. Menjaga kebersihan puting susu;
6. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.

Tindakan-tindakan berikut ini juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya


mastitis, yaitu:

1. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui


 Menyusui sedini mungkin setelah melahirkan;
 Menyusui dengan posisi yang benar;
 Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif;
 Makan dengan gizi yang seimbang;
2. Pemberian infotentang hal-hal yang mengganggu proses menyusui,
membatasi, mengurangi isapan proses menyusui dan meningkatkan statis
ASI antara lain:
 Penggunaan dot;
 Pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama;
 Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum bayi
siap untuk menghisap payudara yang lain;
 Beban kerja yang berat atau penuh tekanan;
 Kelamaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam;
 Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lain.
3. Pemberian info tentang penatalaksaan yang efektif pada payudara yang
penuh dan kencang. Adapun hal-hal yang harus dilakukan yaitu:
 Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh
bayinya untuk memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka
pada punting susu;
 Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama
bayi menghendaki tanpa batas;
 Perawatan payudara dengan dikompres dengan air hangat dan
pemerasan ASI.
4. Pemberian informasi tentang perhatian dini terhadap semua tanda statis
ASIIbu harus memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan,
nyeri/panas/kemerahan:
 Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko, seperti kealpaan
menyusui;
 Bila ibu mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala;
 Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu
untuk:beristirahatdi tempat tidur bila mungkin, sering menyusui pada
payudara yang terkena, mengompres panas pada payudara yang
terkena, berendam dengan air hangat/pancuran, memijat dengan
lembut setiap daerah benjolan saat bayi menyusui untuk membantu
ASI mengalir dari daerah tersebut, mencari pertolongan dari nakes
bila ibu merasa lebih baik selanjutnya;
5. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain Ibu membutuhkan bantuan
terlatih dalam menyusui setiap saat dan ibu mengalami kesulitan yang dapat
menyebabkan statis ASI, seperti:
 Nyeri/puting pecah-pecah;
 Ketidaknyaman payudara setelah menyusui;
 Kompresi puting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika bayi
melepaskan payudara);
 Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang atau lama;
 Kehilangan percaya diri pada suplay ASInya, menganggap ASInya
tidak cukup;
 Pengenalan makanan lain secara dini;
 Menggunakan dot;
6. Pengendalian infeksi
Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan
sering sebelum dan setelah kontak dengan bayi. Kontak kulit dini, diikuti
dengan rawat gabung bayi dengan ibu merupakan jalan penting untuk
mengurangi infeksi rumah sakit.

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Penunjang Mastitis
Data yang mendukung pemeriksaan yang tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan
fisik meliputi pemeriksaan laboratorium dan rontgen. Pada ibu nifas dengan mastitis
tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen (Wiknjosastro, 2005). Namun World
Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada
beberapa keadaan yaitu bila:
1. pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang baik dalam 2
hari;
2. terjadi mastitis berulang;
3. mastitis terjadi di rumah sakit; dan
4. penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang
langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan
terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk
mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan
hasil positif palsu dari kultur. Dimana pemeriksaan kultur ASI tersebut juga
digunakan untuk menentukan antibiotik yang tepat bagi klien.
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian keperawatan

Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara, pengumpulan


riwayat kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik, serta
review catatan sebelumnya.
Langkah-langkah pengkajian yang sistemik adalah pengumpulan data, sumber
data.klasifikasi data, analisa data dan diagnosa keperawatan
1) Pengumpulan data
Adalah bagian dari pengkajian keperawatan yang merupakan landasan
proses keperawatan. Kumpulan data adalah kumpulan informasi yang bertujuan untuk
mengenal masalah klien dalam memberikan asuhan keperawatan.
2) Sumber data
Data dapat diperoleh melalui klien sendiri, keluarga, perawat lain dan petugas
kesehatan lain baik secara wawancara maupun observasi. Data yang disimpulkan
meliputi:
.
 Data biografi /biodata
Meliputi identitas klien dan identitas penanggung antara lain: nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
 Riwayat keluhan utama
Riwayat keluhan utama meliputi adanya benjolan yang menekan payudara.adanya
ulkus, kulit berwarna merah dan mengeras, bengkak, nyeri.
 Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya. Apakah ada
keluarga yang menderita penyakit yang sama.

 Pengkajian fisik meliputi:


1. Keadaan umum
2. Tingkah laku
3. BB dan TB
4. Pengkajian head to toe

 Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah hemoglobin biasanya menurun, leukosit meningkat,
trombosit meningkat jika ada penyebaran ureum dan kreatinin.
2. Pemeriksaan urine, diperiksa apakah ureum dan kreatinin meningkat.
3. Tes diagnostic yang bias dilakukan pada penderita carcinoma mammae
adalah sinar X, ultrasonografi, xerora diagrafi, diaphanografi dan pemeriksaan
reseptor hormon.

 Pengkajian pola kebiasaan hidup sehari-hari meliputi:

 Nutrisi
Kebiasaan makan, frekuensi makan nafsu makan, makanan pantangan,
makanan yang disukai, banyaknya minum. Dikaji riwayat sebelum dan
sesudah
masuk RS.
 Eliminasi
Kebiasaan BAB/BAK, frekuensi, warna, konsistensi, sebelum dan sesudah
masuk RS.
 Istirahat dan tidur
Kebiasaan tidur, lamanya tidur dalam sehari sebelum dan sesudah sakit.

 Personal hygiene
1. Frekuensi mandi dan menggosok gigi dalam sehari
2. Frekuensi mencuci rambut dalam seminggu
3. Dikaji sebelum dan pada saat di RS

 Identifikasi masalah psikologis, sosial dan spiritual


 Status psikologis
Emosi biasanya cepat tersinggung, marah, cemas, pasien berharap cepat
sembuh, merasa asing tinggal di RS, merasa rendah diri, mekanisme
koping yang negatif.
 Status social
Merasa terasing dengan akibat klien kurang berinteraksi dengan
masyarakat lain.
 Kegiatan keagamaan
Klien mengatakan kegiatan shalat 5 waktu berkurang.

 Klasifikasi Data
1. Data Pengkajian
 Data subyektif
Data yang diperoleh langsung dari klien dan keluarga, mencakup hal-
hal sebagai berikut: klien mengatakan nyeri pada payudara, sesak dan
batuk.nafsu makan menurun, kebutuhan sehari-hari dilayani di tempat
tidur. harapan klien cepat sembuh, lemah, riwayat menikah, riwayat
keluarga.
 Data obyektif
Data yang dilihat langsung atau melalui pengkajian fisik atau
penunjang meliputi : asimetris payudara kiri dan kanan, nyeri tekan
pada payudara, hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostik.

 Analisa Data
Merupakan proses intelektual yang merupakan kemampuan pengembangan daya
pikir yang berdasarkan ilmiah, pengetahuan yang sama dengan masalah yang
didapat pada klien.

2. Diagnosa keperawatan

1) Gangguan rasa nyaman infeksi : nyeri berhubungan dengan proses infeksi :


mastitis.

2) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

3. Perencanaan

Perencanaan keperawatan adalah pengembangan dari pencatatan perencanaan


perawatan untuk memenuhi kebutuhan klien yang telah diketahui.

 Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan proses infeksi :


mastitis.
Tujuan :
1. Nyeri berkurang / hilang.
2. Ibu dapat menyusui bayinya dengan nyaman.
3. Ibu dapat beraktifitas dengan normal

Intervensi :

1. Ajarkan teknik relasksasi.


2. Kompres hangat pada area nyeri.
3. Kolaborasi pemberian obat analgetik.

Rasional :

1. Teknik relaksasi akan sangat membantu mengurangi rasa nyeri.


2. Kompres hangat akan membantu melancarkan peredaran darah pada
area nyeri.
3. Pemberian obat analgetik bekerja mengurangi rasa nyeri.

 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

Tujuan :
1. Intake nutrisi adekuat
2. Tidak terjadi penurunan berat badan khususnya selama masa
menyusui

Intervensi :
1. Anjurkan pemberian makanan/nutrisi dengan porsi kecil tapi sering.
2. Jelaskan pentingnya nutrisi khususnya pada masa menyusui.
3. Jika perlu berikan tambahan multi vitamin.

Rasional:
1. Porsi kecil tapi sering akan lebih memberikan banyak kesempatan
bagi pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
2. Pendidikan kesehatan/penkes mengenai nutrisi akan mendorong
pasien untuk lebih memperhatikan pemenuhan kebutuhan nutrisinya.
3. Multi vitamin dapat meningkatkan nafsu makan

4. Penatalaksanaan

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana


keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan,
pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah
dicatat dalam rencana perawatan klien.
Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya
pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien. kemudian bila
perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien terhadap setiap
intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan
kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan
merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya.

5. Evaluasi

Tahapan evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang


diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan
kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tahap akhir dari proses
keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke arah pencapaian hasil.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Mastitis adalah infeksi pada payudara yang terjadi pada 1-2 % wanita yang menyusui.
Mastitis umum terjadi pada minggu 1-5 setelah melahirkan terutama pada primipara. Infeksi
terjadi melalui luka pada puting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran darah. Mastitis
ditandai dengan nyeri pada payudara, kemerahan area payudara yang membengkak, demam,
menggigil dan penderita merasa lemah dan tidak nafsu makan. Terjadi beberapa minggu
setelah melahirkan. Penyebab adalah infeksi Stapilococus aureus,

Mastitis ditangani dengan antibiotika. Infeksi payudara atau mastitis perlu diperhatian
oleh ibu-ibu yang baru melahirkan. Infeksi ini biasanya terjadi kira-kira 2 minggu setelah
melahirkan yang disebabkan adanya bakteri yang hidup di permukaan payudara. Kelelahan,
stres, dan pakaian ketat dapat menyebabkan penyumbatan saluran air susu dan dari payudara
yang sedang nyeri, jika tidak segera diobati bisa terjadi abses.
DAFTAR PUSTAKA

Schwarz Richard H., dkk. 1997. Kedaruratan Obstetri, Edisi III. Widya Medika: Jakarta

Doenges M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC: Jakarta

Dixon M., dkk. 2005. Kelainan Payudara, Cetakan I. Dian Rakyat Jakarta

Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta.

Sjamsuhidajat R. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. EGC: Jakarta

Tapan. 2005. Kanker, Ami Oksidan dan Terapi Komplement. Elex Media Komputindo:
Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohadjo, S. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP

Djamudin, syahrul. 2009. Askep Nifas Pada Ibu Dengan Infeksi Payudara. [serial
online].http://healthycaus..com/(4 Februari 2014).\

Prasetyo, Doddy Yuman, 2010. Asuhan Keperawatan Mastitis. [serial online].


http://doddyy.askepmastitis.com/2010/06/askep-mastitis.pdf (04 Februasy 2014)

Anda mungkin juga menyukai