Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PENGENDALIAN INFEKSI


A. PENGERTIAN
Infeksi merupakan invasi dan poliferasi mikroorganisme pada jaringan
tubuh. Mikroorganisme yang menginvasi dan berpoliferasi pada jaringan tubuh
disebut agens infeksi. Apabila mikroorganisme tersebut tidak menimbulkan tanda
klinis penyakit, infeksi yang ditimbulkan disebut infeksi asimptomatik atau
subklinis (Kozier, 2010).
1. Jenis Mikroorganisme yang Menyebabkan Infeksi
Empat kategori utama yang menyebabkan infeksi pada manusia adalah
bakteri, virus, jamur, dan parasit.
a. Bakteri merupakan mikroorganisme yang paling sering menyebabkan
infeksi. Beberapa ratus spesies dapat menyebabkan penyakit pada
manusia dan dapat hidup serta ditularkan melalui udara, air, makanan,
tanah, jaringan dan cairan tubuh, serta benda mati.
b. Virus terutama tersusun atas asam nukleat

sehingga

untuk

memperbanyak diri, harus masuk ke dalam sel hidup


c. Jamur meliputi ragi dan kapang.
d. Parasit hidup pada organisme hidup yang lain. Parasit meliputi
protozoa, seperti penyebab malaria, cacing, dan antropoda (tungau,
pinjal, sengkenit) (Kozier, 2010; 4)
2. Rantai Infeksi
Enam mata rantai membentuk rantai infeksi: agens penyebab atau
mikrorganisme, tempat organisme biasanya berada (reservoir); pintu keluar
reservoir; metode (cara penyebaran); pintu masuk ke dalam inang; dan
inang yang rentan.

Agen infeksi

Host/pejamu

Reservoir

Portal de exit

Portal de entry

Cara penularan
(Perry & Potter 2005)
a. Agens penyebab
Kemampuan mikroorganisme dalam menimbulkan proses infeksi
bergantung pada jumlah mikroorganisme yang terdapat dalam tubuh;
virulensi dan potensi mikroorganisme (patogenisitas), kemampuan
mikroorganisme untuk masuk ke dalam tubuh; kerentanan inang; dan
kemampuan mikroorganisme untuk hidup dalam tubuh inang.
b. Reservoir
Sumber yang umum adalah individu lain, mikroorganisme dalam tubuh
klien, tanaman, hewan, atau lingkungan umum. Pembawa (carrier)
adalah manusia atau hewan yang menjadi reservoir agens infeksi
tertentu dan biasanya tidak menunjukkan tanda klinis penyakit. Pada
keadaan tertentu, keadaan carrier dapat berdurasi singkat (carrier
sementara atau transien) atau panjang (carrier kronik). Makanan, air,
dan feses juga dapat menjadi reservoir.
c. Pintu keluar reservoir
Sebelum terjadi infeksi pada inang,

mikroorganisme

harus

meninggalkan reservoir. Area tubuh manusia yang sering kali menjadi


reservoir dan pintu keluar reservoir dapat dilihat pada tabel berikut
Area Tubuh

Organisme Penyebab Infeksi


Virus parainfluenza
Saluran
Mycobacterium tuberculosis
napas
Straphylococcus aureus
Saluran cerna Virus hepatitis A
Spesies Salmonella

Pintu Keluar Reservoir


Mulut atau hidung lewat bersin, batuk,
bernapas, atau berbicara
Mulut: saliva, muntah; anus: feses;

ostomi
Saluran
kemih
Saluran
reproduksi

Darah

Jaringan

EnterokokusEscherichia coli
Pseudomonas aeruginosa
Neisseria gonorrhoeae
Treponema pallidum
Virus herpes simpleks tipe 2
Virus hepatitis B (HBV)
Virus hepatitis B
HIV
Traphylococcus aureus
Straphylococcus epidermidis
Strapylococcus aureus
Eschericia coli
Spesies proteus
Streptococcus beta-hemolitik A
atau B

Meatus uretra dan alih salir kemih


Vagina: rabas vagina; Meatur urinaria:
semen, urine
Luka terbuka, area penusukan jarum,
kerusakan integritas kulit atau
membran mukosa

Drainase dari robekan atau luka

d. Cara penyebaran Setelah meninggalkan reservoir, mikroorganisme


membutuhkan cara penyebaran untuk mencapai individu lain atau inang
baru lewat pintu masuk reseptif. Terdapat tiga mekanisme penyebaran,
yaitu:
1) Penyebaran langsung. Penyebaran langsung melibatkan pemindahan
mikroorganisme secara cepat dan langsung dari satu individu ke
individu lain melalui sentuhan, gigitan, ciuman, atau hubungan
seksual.
2) Penyebaran tidak langsung. Penyebaran tidak langsung dapat
berupa penyebaran lewat perantara atau penyebaran lewat vektor.
a) Penyebaran lewat perantara. Perantara adalah semua zat yang
berfungsi

sebagai

media

dalam

menghantarkan

dan

memasukkan agens infeksi ke inang yang rentan melalui pintu


masuk yang sesuai.
b) Penyebaran lewat vektor. Vektor adalah hewan atau serangga
terbang atau merayap yang bertindak sebagai media transportasi
agens infeksi.
3) Penyebaran lewat udara. Penyebaran lewat udara meliputi droplet
atau debu. Nuklei droplet, yaitu residu droplet yang menguap yang
dilontarkan oleh inang yang terinfeksi (misalnya, individu pengidap
tuberkulosis) dapat tetap berada di udara dalam jangka waktu yang
lama.
e. Pintu masuk ke inang yang rentan

Kulit merupakan barier terhadap agens infeksi; namun, adanya


kerusakan pada kulit mudah menjadi pintu masuk mikroorganisme.
f. Inang yang rentan
Inang yang rentan adalah individu yang berisiko mengalami infeksi.
Inang luluh imun adalah individu "berisiko tinggi", yaitu individu yang
lebih mudah terserang infeksi dibanding individu lain karena satu atau
beberapa alasan.
3. Pertahanan Tubuh terhadap Infeksi
Pertahanan tubuh tidak spesifik melindungi individu dari semua
mikroorganisme, tanpa menghiraukan pemajanan sebelumnya. Sebaliknya,
pertahanan spesifik (imun), diarahkan terhadap bakteri, virus, jamur, atau
agens infeksi lain yang telah teridentifikasi.
a. Pertahanan tubuh tidak spesifik
Pertahanan tubuh tidak spesifik meliputi barier anatomis dan fisiologis,
serta respon radang.
1) Barier Anatomis dan Fisiologis
a) Kulit dan membran mukosa yang utuh merupakan lini pertama
pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme.
b) Saluran hidung memiliki fungsi defensif. Saat melewati saluran
yang berliku tersebut, udara yang msauk kontak dengan membran
mukosa yang lembap serta silia. Membran mukosa yang lembap dan
silia menjerat mikroorganisme, debu, dan benda asing lain. Paru
memilki makrofag (fagosit besar) alveolar.
c) Setiap orifisium tubuh juga memiliki mekanisme protektif. Rongga
mulut

secara

teratur

melepaskan

apitelium

mukosa

untuk

membersihkan kolonisasipada mulut.


d) Mata terlindung dari infeksi karena adanya air mata, yang secara
kontinu membasuh mikroorganisme keluar dan berisi enzim
lisozim. Tingkat keasaman tinggi pada asam lambung mencegah
pertumbuhan mikroba.
e) Vagina juga memiliki pertahanan alami terhadap infeksi. Saat
seorang gadis mencapai pubertas, gula memfermentasi laktobasilus
dalam cairan vagina, menghasilkan pH vagina pada rentang 3,5
sampai 4,5. pH yang rendah ini menghambat pertumbuhan banyak
mikroorganisme penyebab penyakit.
2) Respon radang

Radang merupakan respon pertahanan jaringan yang tidak spesifik


dan setempat terhadap cedera atau agens infeksi. Radang
merupakan

mekanisme

adaptasi

yang

menghancurkan

atau

melarutkan agens penyebab cedera, mencegah penyebaran cedera


lebih lanjut, dan meningkatkan perbaikan jaringan yang rusak.
Radang memiliki karakeristik:
a) Nyeri (dolor)
b) Pembengkakan (tumor)
c) Kemerahan (rubor)
d) Panas (kalor)
e) Kerusakan fungsi pada bagian tersebut, jika cederanya berat
(fungsiolesa)
Serangkaian peristiwa dinamis biasanya merujuk pada tiga tahap
respon radang:
Tahap pertama: Respon vaskular dan seluler
Tahap kedua: Produksi eksudat
Tahap ketiga: Fase penyembuhan
(1) Respon Vaskular dan Seluler
Pada tahap awal radang, terjadi kontriksi pembuluh darah pada
area cedera selama beberapa saat. Kontriksi awal ini segera
diikuti dengan dilatasi pembuluh darah kecil (akibat pelepasan
histamin oleh jaringan yang mengalami cedera) sehingga lebih
banyak aliran darah ke area cedera. Peningkatan suplai darah ini
disebut hiperemia dan menimbulkan tanda kemerahan dan
panas.
Permeabiltas pembuluh darah meningkat pada area cedera
dengan dilatasi pembuluh darah sebagai respons terhadap
kematian sel, pelepasan mediator kimia (misalnya, bradikinin,
serotonin, dan prostaglandin), serta pelepasan histamin.
Perubahan permeabilitas ini mengakibatkan peningkatan aliran
cairan, protein, dan leukosit (sel darah putih) ke dalam ruang
interstitial, yang secara klinis dimanisfestasikan dengan tanda
khas radang berupa pembengkakan (edema) dan nyeri. Nyeri
terjadi karena penekanan akibat penumpukan cairan pada ujung
saraf lokal dan mediator kimia, yang dianggap mengiritasi ujung

saraf. Terlalu banyak aliran cairan ke area tertentu, seperti


rongga pleura, atau rongga perikardia dapat menyebabkan
gangguan serius pada fungsi organ tubuh. Pada area lain, seperti
sendi, terjadi gangguan mobilitas.
Aliran darah pada pembuluh darah yang dilatasi lambat.
Perubahan kecepatan aliran darah ini membantu menggerakkan
lebih banyak leukosit ke jaringan yang mengalami cedera.
Normalnya, sel darah mengalir di sepanjang pusat pembuluh
darah, sementara plasma tanpa sel mengalir di sekelilingnya
memutari dinding pembuluh darah, ketika aliran darah
melambat,

leukosit

melakukan

agregasiatau

berjejer

di

sepanjang permukaan bagian dalam pembuluh darah ini. Proses


ini disebut marginasi. Kemudian, leukosit bergerak di sepanjang
dinding pembuluh darah ke dalam ruang jaringan yang
mengalami cedera. Proses ini disebut emigrasi.
Perlintasan korpuskel darah melewati dinding pembuluh darah
disebut

diapedesis.

Leukosit

tertarik

menuju

sel

yang

mengalami cedera oleh kemotaksis.


Sebagai respon terhadap keluarnya leukosit dari pembuluh
darah, sumsum tulang memproduksi banyak leukosit dan
melepaskan leukosit tersebut ke dalam aliran darah. Proses ini
disebut leukositosis. Mekanisme peningkatan leukosit ini
merupakan tanda lain radang.
(2) Produksi eksudat.
Pada tahap kedua proses radang, terjadi produksi eksudat
inflamatori, yang berisi cairan dari pembuluh darah, sel
fagositik yang telah mati, serta sel jaringan mati dan produk
yang dilepaskannya. Protein plasma yang disebut fibrinogen
(yang berubah menjadi fibrin ketika dilepaskan ke jaringan),
tromboplastin (produk yang dilepaskan oleh sel jaringan yang
mengalami cedera), dan platelet membentuk benang-benang
guna menciptakan barier, membatasi area tersebut, dan
mencegah penyebaran agens cedera. Pada tahap kedua, agens

cedera dihancurkan, dan eksudat dibersihkan oleh drainase


limfatik.
Bentuk dan jumlah eksudat bervariasi, bergantung pada jaringan
yang terkena dan intensitas serta durasi radang. Jenis eksudat
utama adalah serosa, purulen, dan hemragik (sanguinosa).
(3) Fase penyembuhan
Tahap ketiga respon radang meliputi perbaikan jaringan yang
mengalami cedera melalui regenerasi atau penggantian jaringan
dengan pembentukan jaringan fibrosa (jaringan parut).
(4) Pertahanan tubuh spesifik
Pertahanan tubuh spesifik meliputi sistem imun. Antien
merupakan zat yang memicu kondisi sensitivitas atau daya
tangkap imun (imunitas). Apabila protein tersebut berasal dari
dalam tubuh individu, disebut autoantigen.
Respon imun memiliki dua komponen: pertahanan tubuh
diperantarai antibodi dan petahanan tubuh diperantarai sel.
(a) Pertahanan tubuh diperantarai antibodi
Nama lain pertahanan tubuh diperantarai antibodi adalah
imunitas humoral (sirkulasi) karena pada pertengahan tubuh
ini, yang berperan adalah limfosit B dengan perantara
antibodi yang dihasilkan oleh sel B. Antibodi yang disebut
juga imunoglobulin, merupakan bagian protein plasma
tubuh. Respon diperantarai antibodi terutama melindungi
individu terhadap fase ekstraseluler infeksi bakteri dan virus.
Terdapat dua jenis imunitas: aktif dan pasif. Pada imunitas
aktif, inang membentuk antibodi sebagai respon terhadap
antigen alami (mis., mikroorganisme infeksius) atau antigen
buatan (mis., vaksin). Sel B teraktivasi ketika mengenali
adanya antigen. Sel B kemudian berdiferensiasi menjadi sel
plasma, yang mensekresi antibodi san protein serumyang
berikatan secara khusus dengan zat asing dan mengawali
berbagai respon penghancuran antigen. Sel B membentuk
molekul antobodi yang terdiri dari lima kelas imunoglobulin
yang diberi nama dengan huruf dan biasanya ditulis sebagai
IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE. Adanya IgM pada analisis

laboratorium menunjukkan adanya infeksi yang baru saja


terjadi. Sebelum respons antibodi menjadi aktif, sel fagosit
yangterdapat dalam darah berikatan dan memakan zat asing.
Kecepatan ikatan dan fagositosis antigen meningkat apabila
terdapat antibodi IgG (yang mmengindikasikan infeksi di
masa lalu dan imunitas yang ditimbulkannya) dalam tubuh.
Pada imunitas pasif (atau didapat), inang menerima antibodi
alami (mis. dari ibu yang menyusui) atau antibodi buatan
(mis., dari injeksi serum imun) yang dihasilkan dari sumber
lain
(b) Pertahanan tubuh diperantarai sel
Pertahanan tubuh diperantarai sel, atau imunitas seluler,
terjadi melalui sistem sel T. Saat terpajan dengan antigen,
jaringan limfosit melepaskan banyak sel T yang telah
teraktivasi ke dalam sistem limfe. Sel T ini dibawa ke
sirkulasi umum. Sel T memiliki tiga kelompok utama:
(1) Sel T penolong, yang membantu fungsi sistem imun
(2) Sel T sitotoksik, yang menyerang dan membunuh
mikroorganisme dan terkadang sel tubuhnya sendiri
(3) Sel T penekan, yang dapat menekan fungsi sel T
penolong dan sel T sitotoksik.
Saat imunitas diperantarai sel hilang, seperti yang terjadi
pada infeksi HIV, individu tersebut "tidak memiliki
pertahanan tubuh" terhadap kebanyakan infeksi virus,
bakteri, dan jamur.
4. Faktor yang Meningkatkan Keretanan terhadap Infeksi
a. Usia memengaruhi risiko infeksi. Bayi baru lahir dan lansia mengalami
penurunan perahanan tubuh terhadap infeksi.
b. Hereditas memengaruhi perkembangan infeksi sedemikian rupa
sehingga beberapa individu memiliki kerentanan genetik terhadap
infeksi tertentu.
c. Sifat, jumlah, dan durasi stresor fisik dan emosi dapat memengaruhi
kerentanan terhadap infeksi. Stresor meningkatkan kortison darah.
Peningkatan kortison darah yang berkepanjangan menurunkan respon

antiradang, menurunkan simpanan energi, menyebabkan keletihan, dan


menurunkan pertahanan terhadap infeksi
d. Pertahanan terhadap infeksi bergantung pada status nutrisi yang
adekuat. Karena antibodi merupakan protein, kemampuan untuk
mensitesis antibodi dapat terhambat akibat asupan nutrisi yang tidak
adekuat, terutama ketika cadangan protein berkurang.
e. Beberapa terapi medis dapat menjadi predisposisi individu terhadap
infeksi.

Sebagai

contoh,

pengobatan

radiasi

untuk

kanker

menghancurkan tidak hanya sel kanker, tetapi juga beberapa sel normal
sehingga membuat individu tersebut lebih rentan terhadap infeksi.
B. TANDA DAN GEJALA
Tanda-tanda infeksi menurut Abrams, 1995; Rukmono, 1973; Mitchell &
Cotran, 2003 antara lain:
1) Rubor
Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah
yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi
pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga
lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang
dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemiaatau
kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut.
2) Kalor
Disebabkan karena hypervaskularisasi lokal pada tempat terinfeksi
dan adanya sisa metabolisme kalor daripada antibodi.Kalor terjadi
bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalordisebabkan
pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu
37C disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak
daripada ke daerah normal.
3) Dolor
Dolor adalah rasa nyeri, nyeri akan terasa pada jaringan yang
mengalami infeksi. Ini terjadi karena sel yang mengalami infeksi bereaksi
mengeluarkan histamin atau zat bioaktif lainnya sehingga menimbulkan
nyeri menangis.
4) Tumor

Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar


ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke
jaringan-jaringan interstitial.
5) Functio laesa
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang.
Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi
belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan
yang meradang.
C. POHON MASALAH

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dalam pemeriksaan penyakit infeksi di laboratorium, ada beberapa tahap
yang dilakukan; antara lain: skrining, diagnosis (meliputi routine
laboratory test, dan confirmatory lab.test), prognosis penyakit terhadap
pemeriksaan dan melakukan monitoring.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk penyakit infeksi yaitu:
Rutin:

1. HEMATOLOGI
Yaitu pemeriksaan blood cell count dan pemeriksaan laju endap darah
(ESR).

Pemeriksaan

blood

cell

count

meliputi

pemeriksaan

pemeriksaan konsentrasi hemoglobin, Periksaan Sel Darah Putih


(WBC), Platelet time, white blood cell differential count, red blood cell
count dan hitung hematokrit.Pada penyakit anemia kronik, ditemukan
penurunan kadar Hb.
Hitung sel darah putih dilakukan untuk menghitung jumlah total sel
daarah putih tersebut, yang dilakukan baik secara manual maupun
otomatis. Prinsipnya, mendilusikan darah dengan larutan asam untuk
melisiskan eritrosit. Pada penyakit leukositosis, dengan WBC >11.0 (x
109/L), biasanya disebabkan karena infeksi bakteri. Pada Leukopenia,
dengan WBC < 4.0 (x109/L), biasanya disebabkan oleh infeksi virus.
WBC differential count dilakukan untuk menghitung jumlah relative
dan setiap jenis sel darah putih yang terdapat dalam darah. Pada blood
smear, dapat ditemukan jumlah relative, leukosit imatur dan dapat
melihat morfologi abnormal dari tiap jenis sel darah putih.
Abnormalitas yang ditemukan dapat secara kuantitatif maupun
kualitatif. Jenis leukosit yaitu:
Granulocyte

Non-granulocyte

Netrofil,

Monosit

Eosinofil,

Limfosit

Basofil
Polimorfonuclear

Mononuclear

Netrofil,

Monosit

Eosinofil,

Limfosit

Basofil
Phagocyte

Immunocyte

Netrofil

Limfosit

Monosit
Neutrofilia disebabkan oleh 3 penyebab utama yaitu infeksi, inflamasi,
dan maglinansi. Keparahan penyakit neutrofilia dipengaruhi oleh

virulensi organism, umur ( pada anak2 lebih besar), dan keadaan imun
pasien. Neutrofilia sendiri disebabkan oleh: infeksi bacterial, agen
toksik, metabolic (uremia, eklamsia, asidosis metabolic), obat-obatan
dan bahan kimia ( merkuri, digitalis, steroid), stimulus fisik dan
emosional, kerusakan jaringan dan nekrosis ( misalnya pada
myocardiac infark, luka, penyakt neoplastik), perdarahan (khususnya
pada kavitas intraserosa peritoneal, pleural, sendi, subdural-), dan
penyakit hematologi (leukemia).
Qualitative Abnormality pada hitung jenis lukosit, dilakukan
perhitungan

jenis

dimulai

dengan

MYELOBLAST

PROMYELOCYTE MYELOCYTE METAMYELOCYTE


BATANG SEGMEN, dengan keterangan: shift 2 dleft ( yaitu pada
peningkatan sel imatur, dan merujuk pada infeksi bakteri akut), dan
shift 2dright ( yaitu terjadi peningkatan segmen /hipersegmentasi,
dan merujuk pada infeksi kronik).
Pemeriksaan Laju endap darah ( ESR ) yaitu kecepatan laju
pengendapan darah dalam satu jam ( di hitung dalam satuan
millimeter). Pemeriksaan ini dilakukan terhadap penyakit inflamatori.
Normalnya 0-20 mm/jam pada wanita dan 0-15mm/jam pada pria.
Peningkatan laju endap darah mengindikasikan infeksi bakteri.
2. URINALIS
Dilakukan dengan Pemeriksaan Fisik (meliputi pemeriksaan warna,
kekeruhan, berat jenis, volume, odo, maupun clarity), Pemeriksaan
Kimiawi (meliputi pemeriksaan Specific gravity, pH, Blood,
Leukocyte esterase, Nitrit, Protein, Glucose, Ketones, Bilirubin &
Urobilinogen ), dan Pemeriksaan Mikroskopik (White blood cells,
Red Blood Cells, Epithelial cells, Crystal, Bacteria).
3. FECAL EXAMINATION
Meliputi beberapa pemeriksaan antara lain:
a. Pemeriksaan Makroskopik; yaitu pemeriksaan terhdap warna,
konsistensi dan bentuk, serta mucus. Feses normal berwarna

kecoklatan karena dipengaruhi oleh pigmen bile. Feses yang


berwarna orange-coklat mengindikasikan adanya bakteriuria
anawrobik pada intestinal. Pada feses normal tidak ditemukan
mucus, kecuali pada adenoma vilosa, colitis, TB intestine,
inflamasi rectal, dll.
b. Microscopic examination; yaitup pemeriksaan feses di bawah
mikroskop untuk melihat adanya cyst, tropozoit, telur parasit,
maupun telur cacing. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk melihat
leukosit dalam feses. Jika dalam feses ditemukan lemak >6 gr/d
mengindikasikan terjadinya malabsorpsi atau maldigesti lemak.
4. CHEMICAL EXAMINATION; yaitu pemeriksaan darah dalam feses
(melihat perdarahan pada intestinal )
SERO-IMMUNOLOGY TESTS
Prinsipnya yaitu reaksi antara antigen dan antibodi
a. Antigen Identification
misalnya: HBsAg
b. Antibody measurement
misalnya: Anti HBs
MICROBIOLOGIC EXAMINATION
Yaitu mengidentifikasi mikroorganisme dengan cara:
1) Direct staining: melihat jamur +/-, bacteria dll.
2) culture of bacteria & fungi. Sensitif terhadap antibiotic.
3) Polymerase chain reaction yaitu untuk mendeteksi DNA/ RNA
mikroorganisme.
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan Medis:
1. Aseptik, yaitu tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan.
Istilah ini dipakai untuk menggambarkan semua usaha yang dilakaukan
untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang
kemungkinan besar akan mengakibatkan infeksi. Tujuan akhirnya
adalah mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroorganisme, baik
pada permukaan benda hidup maupun benda mati agar alat-alat
kesehatan dapat dengan aman digunakan.

2. Aniseptik, yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau


menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan
tubuh lain.
3. Dekontaminasi, tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat
ditangani oleh petugas kesehatan secara aman, terutama petugas
pembersihan medis sebelum pencucian dilakukan. Contohnya adalah
meja pemeriksaan, alat-alat kesehatan, dan sarung tangan yang
terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh di saat prosedur
bedah/tindakan dilakukan.
4. Pencucian, yaitu tindakan menghilangkan semua darah, cairan tubuh,
atau setiap benda asing seperti debu dan kotoran
5. Sterilisasi, yaitu tindakan menghilangkan semua mikroorganisme
(bakteri, jamur,parasit, dan virus) termasuk bakteri endospora dari
benda mati.
6. Desinfeksi, yaitu tindakan menghilangkan sebagian besar (tidak semua)
mikroorganisme penyebab penyakit dari benda mati. Desinfeksi tingkat
tinggi dilakuakn dengan merebus atau menggunakan larutan kimia.
Tindakan ini dapat menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali
beberapa bakteri endospora.
Prinsip-prinsip pencegahan infeksi yang efektif berdasarkan:
a. Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus dianggap
dapat menularkan penyakit karena infeksi yang terjadi bersifat
asimptomatik (tanpa gejala).
b. Setiap orang harus dianggap beresiko terkena infeksi.
c. Permukaan tempat pemeriksaan, peralatan dan benda-benda lain yang
akan dan telah bersentuhan dengan kulit tak utuh, selaput mukosa, atau
darah harus dianggap terkontaminasi sehingga setelah selesai digunakan
harus dilakukan proses pencegahan infeksi secara benar.
d. Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya
telah diproses dengan benar, harus dianggap telah terkontaminasi.
e. Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total tetapi dapat dikurangi
hingga

sekecil

mungkin

dengan

menerapkan

pencegahan infeksi yang benar dan konsisten.

tindakan-tindakan

Tindakan-tindakan pencegahan infeksi meliputi :


a.
b.
c.
d.

Pencucian tangan.
Penggunaan sarung tangan.
Penggunaan cairan antiseptic untuk membersihkan luka pada kulit.
Pemrosesan alat bekas pakai (dekontaminasi, cuci dan bilas, desinfeksi

tingkat tinggi atau sterilisasi).


e. Pembuangan sampah.

F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Selama fase pengkajian proses keperawatan, perawat mengumpulkan
riwayat klien, melakukan pengkajian fisik, dan mengumpulkan data
laboratorium.
1. Riwayat Keperawatan
Selama pengkajian riwayat keperawatan, perawat mengkaji:
a. Tingkat risiko klien terkena infeksi
b. Semua keluhan klien mengenai adanya infeksi.
Untuk mengidentifikasi klien berisiko, perawat meninjau bagan status
klien dan membuat daftar wawancara keperawatan guna
mengumpulkan data mengenai faktor yang memengaruhi
perkembangan infeksi, terutama proses penyakit yang ada, riwayat
infeksi berulang, pengobatan dan tindakan terapeutik saat ini, stresor
emosi saat ini, status nutrisi dan riwayat imunisasi
2. Pengkajian Fisik
Tanda dan gejala infeksi sangat beragam, bergantung pada area tubuh
yang terkena. Sebagai contoh, bersin, rabas cair atau mukoid dari
hidung, dan hidung tersumbat biasanya terjadi bersamaan dengan
infeksi pada hidung atau sinus; sering berkemih dan urine keruh atau
gelap sering menyertai infeksi saluran kemih. Pada umumnya, kulit
dan membran mukosa terlibat dalam proses infeksi lokal, yang
mengakibatkan:
a. Pembengkakan lokal
b. Kemerahan lokal
c. Nyeri atau nyeri tekan saat palpasi atau saat digerakkan
d. Teraba panas pada area yang terinfeksi
e. Kehilangan fungsi pada bagian tubuh yang terkena, tergantung
pada area dan perluasan area yang terkena

Selain itu, luka terbuka dapat menghasilkan eksudat dengan berbagai


warna.
Tanda infeksi sistemik mencakup:
a.
b.
c.
d.
e.

Demam
Peningkatan frekuensi nadi dan frekuensi napas, jika demam tinggi
Malaise dan kehilangan energi
Anoreksia, dan pada beberapa situasi, mual dan muntah
Pembesaran dan nyeri tekan kelenjar limfe yang mengalir ke area

infeksi
3. Data Laboratorium
Data laboratorium yang mengindikasikan adanya infeksi mencakup:
a. Peningkatan hitung leukosit (normal 4.500 sampai 11.000/ml)
b. Peningkatan leukosit tertentu pada hitung jenis leukosit. Jenis sel
darah putih tertentu akan meningkat atau menurun pada infeksi
tertentu.
c. Peningkatan laju endap darah (LED). Normalnya, sel darah merah
biasanya mengendap perlahan, tetapi laju tersebut meningkat
saatterjadi proses radang.
d. Kultur urine, darah, sputum, atau drainase lain (membiakkan
mikroorganisme dalam media pertumbuhan khusus di
laboratorium) yang mengindikasikan adanya mikroorganisme
patogen.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko Infeksi
Keadaan ketika individu berisiko terserang agens patogenik atau
opotunistik (virus, jamur,bakteri, protozoa, atau parasit lain ) yang
berasal dari sumber-sumber endogen atau eksogen
Faktor yang berhubungan dengan
Berbagai situasi dan masalaah kesehataan dapat memunculkan kondisi
yang mendukung erkembangan infeksi. Beberapa faktor yang umum
dijumpai adalaah sebagai berikut :
Patofisilogis
1. Resiko infeksi berhubungan dengan melemahnya daya tahan
hospes,sekunder akibat : Ca, gagal ginjal, gangguan hematologis,
DM, alkoholisme, AIDS, gangguan hati, gangguan pernapasan,
iunosupresi, perubahan atau insufisiensi leukosit, imunodefisiensi,
penyakit periodontal, artritis, dan perubahan sistem integumen.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan sirkulasi sekunder


akibat :limfe,dema,obesitas, penyakit vaskuler perifer.
Terkait-penangan
3. Resiko infeksi behubungan dengan tempat masuknya organisme
,sekunder akibat : pembedahan, dialisis, nutrisi parenteral total,
adanya jalur invasif,intubasi dan pemberian makan enteral.
4. Resiko berhubungan dengan melemahnya daya tahan hospes
,sekunder akibat terapi radiasi, transplantasi organ dan terapi
mediasi (mis, kemoterapi, imunosupresan)
Situasional (Personal, lingkungan)
5. Resiko infeksi berhubungan dengan melemahnya daya tahan
hospes ,sekunder akibat : imubilitas yang lama, peningkatan lama
rawat di RS, malnutrisi, stres, merokok, riwayat infeksi.
6. Resiko infeksi berhubungan tempat masuknya organisme sekunder
akibat : trauma (kecelakaan), periode postpartum, gigitan
(hewan,serangga,manusia),cedera

termal,

lingkungan

hangat,lembab,gelap (lipatan kulit,gips)


7. Resiko infeksi berhubungan dengan kontak dengan agens yang
menular (nosokomial, atau yang didapat dari komunitas )
Maturasional
8. Resiko berhubungan dengan peningkatan kerentanan bayi,
sekunder akibatkurangya antibodimaternal (bergantung pada
pemajanan maternal), luka terbuka (umbilikus,sikumsisi, sistem
imun imatur, kurangnya flora normal)
Bayi/Anak
9. Resiko berhubungan dengan peningkatan kerentanan, sekunder
akibat kurangnya imunisasi
Lansia
10. Resiko infeksi berhubunngan dengan meningkatnya kerentanan
lansia, sekunder akibat; kondisi yang melemah,penurunan respon
imun,penyakit kronis multipel.

H. RENCANA KEPERAWATAN
No.

Diagnosa

Tujuan

Keperawatan
Resiko Infeksi
Definisi

Setelah

Intervensi

Rasional

dilakukan Kontrol Infeksi


1. 1.Menurunkan potensial
:
1. Bersihkan lingkungan
asuhan keperawatan
terpajan pada penyakit
Mengalami
setelah dipakai px lain
selama . X 24 jam
infeksius
2. Pertahankan
teknik
peningkatan resiko
2. 2. Untuk menjaga
diharapkan
status
isolasi
terserang
lingkungan tetap steril
kekebalan
px 3. Batasi
pengunjung
3. 3. Untuk mencegah
organisme
meningkat dengan
bila perlu
penulaan infeksi /virus
patogenik
4. Instruksikan
pada
KH :
4. 4. Untuk mencegah
Faktor-faktor
1. Klien bebas dari
pengunjung
untuk
penulaan infeksi /virus
resiko:
tanda dan gejala
mencuci tangan saat5. 5. Mencegah penyebaran
1. Penyakit
infeksi
berkunjung
dan patogen melalui cairan
kronis : DM
2. Mendeskripsikan
6. 6. Mencegah penyebaran
setelah
berkunjun
dan Obesitas
proses penularan
patogen melalui cairan
2. Pengetahuan
meninggalkan px
7. 7. Untuk menghindari
penyakit , faktor 5. Gunakan
sabun
yang
tidak
dari tertular infeksi/virus
yang
antimikroba
untuk
cukup untuk
8. 8. Agar alat tetap steril
memengaruhi
cuci tangan
9. 9. Mencegah terjadinya
menghindari
6. Cuci tangan setiap
penularan serta
risiko infeksi
pemanjangan
sebelum dan sesudah10.10 Mencegah terjadinya
penatalaksanaann
patogen
tindakan kolaboratif
infeksi saluran kemih
3. Pertahanan
ya
7. Gunakan baju,sarung
3. Menunjukkn
akibat pemasangan
tubuh primer
tangan sebagai alat
kemampuan
kateter
yang
tidak
pelindung
11. 11. Malnutrisi dpt
untuk
adekuat
:
8. Pertahankan
memengaruhi kesehatan
mencegahtimbun
gangguan
lingkungan
aseptik
umum dan menurunkan
ya infeksi
peritalsis,
selama pemasangan
4. Jumlah leukosit
tahanan terhadap infeksi
kerusakan
alat
12. Menghambat
dalam
batas
9. Ganti letak IV perifer
integritas kulit
pertumbuhan bakteri
normal
dan line central dan
(pemasangan 5. Menunjukkan
patogen
dressing sesuai dg 13. Mencegah terjadinya
kateter
IV,
perilaku
hidup
petunjuk
komplikasi lebih berat

prosedur

sehat

invasif)

perubahan
sekresi

pH,
siliaris,

pecah ketuban
dini,

pecah

ketuban lama,
merokok,
stasis

ciran

tubuh, trauma
jaringan ( mis,
trauma
destruksi
jaringan)
4. Ketidak
adekuatan
pertahanan
sekunder

penurunan Hb,
imunosupresa
n

kateter

intermiten

utk

menurunkan

penurunan
kerja

10. Gunakan

(mis.

Imunitas
didapat

tidak

aekuat,

agen

farmaseutikal
termasuk
imunosupresa
n,steroid,
antibodi
monoklonal,
imunomudulat

infeksi

kandung kemih
11. Tingkatkan
intake
nutrisi
12. Berikan

(proteksi
infeksi)
13. Monitor

patogen
14. Mengetahui tingkat
virulensi suatu infeksi
imun tubuh dalam
mempertahankan

protection

kekebalannya
terhadap 15. Mengetahui sejauh
mana tubuh dapat

tanda

dan

gejala infeksi sistemik


dan lokal
14. Monitor

infeksi bakteri

dan bagaimana sistem


terapi

antibiotik bila perlu


infection

yang diakibatkan

hitung

mempertahankan
kekebalannya dan
mencegah terjadinya

komplikasi lebih berat


granulosit, WBC
16. Mencegah terjadinya
15. Monitor kerentanan
infeksi silang
terhadap infeksi
17. Mencegah terjadinya
16. Pertahankan
teknik
infeksi silang
aseptik pd px yg
18. Mencegah perluasan
beresiko
area infeksi
17. Pertahankan
teknik
19. Mencegah terjadinya
isolasi k/p
komplikasi lebih berat
18. Berikan
perawatan
yang diakibatkan
kulit
pada
area
infeksi bakteri
epidema
19. Inspeksi kulit dan
patogen
20. Mencegah terjadinya
membran
mukosa
infeksi pada area post
terhadap kemerahan,
operasi
panas dan drainase
21. Malnutrisi dpt
20. Inspeksi
kondisi
memengaruhi
luka/insisi bedah
21. Dorong
masukan
kesehatan umum dan
nutrisi yg cukup
22. Dorong
masukan
cairan
23. Dorong istirahat

menurunkan tahanan
terhadap infeksi
22. Dehidrasi dapat

or,suoresi

24. Instruksikan px utk

respon

minum

inflamasi)
5. Vaksinasi

sesuai resep
25. Ajarkan
px

tidak adekuat
6. Pemajangan

kesehatan pasien
23. Istirahat yang cukup

dan

keluarga tanda dan


gejala infeksi
26. Ajarkan

terhadap
patogen

cara

menghindari infeksi
27. Laporkan kecurigaan

lingkungan
meningkat

antibiotik

memperburuk status

infeksi
28. Laporkan

wabah
7. Prosedur

kultur

positif

invasif
8. Malnutrisi
I. REFERENSI
Amin,hardhi.2015. Nanda nic noc. Yogyakarta: Media Action
Carpenito.Lynda

Juall,Moyet.2012.Buku

Saku

Diagnosa

Keperawatan.

Jakarta:EGC
Hidayaat,Aziz Alimu. 2014.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta:
Salemba Medika
Marilyn E, Doenges. 1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakata :EGC
Kozier.2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai