Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MASALAH

PENCEGAHAN LUKA TEKAN

Oleh :

PUTRI AYU SULISTYOWATI

2130010

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

TAHUN AJARAN 2021 - 2022


LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definisi

Luka tekan adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari

tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh dengan

urutan dan waktu biasa. Selanjutnya, gangguan ini terjadi pada individu yang berada di

atas kursi atau di atas tempat tidur, sering kali pada inkontinensia dan malnutrisi ataupun

individu yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat

kesadaran. Luka tekan juga diartikan sebagai kerusakan lokal dari kulit dan jaringan

dibawah kulit yang disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna

Kalijana, 2008).

1.2 Etiologi

Dekubitus atau luka tekan merupakan kerusakan jaringan yang terlokalisir,

disebabkan karna adanya kompresi jaringan lunak diatas tulang yang menonjol dan

adanya tekanan dari luar, dalam jangka waktu yang lama. Kompresi jaringan dapat

membuat gangguan pada suplai darah didaerah yang tertekan. Apabila terus

berlangsung akan menyebabkan insufiens aliran darah, anoreksia atau iskemia jaringan

dan akhirnya dapat menimbulkan kematian sel. Banyak faktor yang menyebabkan

pembentukan luka tekan pada pasien. Faktor ini sering dihubungkan dengan penyakit,

misalnya menurunnya tingkat kesadaran yang berhubungan dengan efek setelah trauma

terjadi, tekanan pada gips, atau akibat penyakit seperti menurunya sensasi yang

berhubungan dengan cedera serebrovaskuler.


1.3 Klasifikasi

1) Tahap 1

Muncul kemerahan pada kulit, yang memucat ketika kulit diregangkan. Kulit

dengan pigmentasi yang gelap mungkin tidak memiliki pucat yang dapat dilihat,

warnanya dapat berbeda dari area disekitarnya.

2) Tahap 2

Kehilangan kulit sebagian, meliputi epidermis, dermis atau keduanya. Luka ini

superfisial dan tampak secara klinis sebagai abrasi, melepuh atau membentuk

kawah yang dalam.

3) Tahap 3

Kehilangan jaringan kulit seluruhnya. Lemak subkutan tampak, tetapi tulang,

tendon dan otot tidak tampak. Cekungan (sloug) dapat tampak, tetapi tidak jelas

dalamnya jarigan yang hilang. Dapat meliputi lubang dan lorong.

4) Tahap 4

Kehilangan seluruh jaringan dengan tulang, tendon dan otot tampak. Cekungan

atau bekas luka tampak pada beberapa bagian luka.

Dalam proses penyembuhan luka, ada 3 fase yang terlibat, yaitu : inflamasi,

proliferasi dan remodeling

a. Fase inflamasi : tahap inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap luka sendiri dan

terjadi dalam beberapa menit setelah cedera dan berakhir kira-kira 3 hari.

Selama homeostatis, sel pembuluh darah yang cedera berkontriksi dan platelet

berkumpul untuk menghentikan perdarahan. Pembekuan ini membentuk

matriks fibrin yang kemudian menjadi kerangka perbaikan sel. Respons

inflamasi ini sangat penting dan jangan memberikan kompres dingin di area

luka untuk mengurangi pembengkakan, jika pembengkakan terjadi dalam

kompartemen yang tertutup (misalnya pergelangan kaki atau leher).


b. Fase proliferatif : fase ini dimulai dan berakhir dalam waktu 3-24 jam.

Aktivitas utama fase ini adalah mengisi luka dan membentuk kembali

permukaan luka melalui proses epitelialisasi. Fibroblas tampak pada fase

matriks untuk granulasi. Kolagen memberikan kekuatan dan integritas

struktural pada luka. Selama periode ini, luka berkontraksi untuk mengurangi

area yang mengalami penyembuhan.

c. Remodeling : maturasi, tahap akhir proses penyembuhan luka, kadang terjadi

lebih dari satu tahun, bergantung pada kedalaman dan besarnya luka. Jaringan

parut kolagen terus diatur dan meningkatkan kekuatanya selama beberapa

bulan. Namun luka yang telah sembuh biasanya tidak memiliki daya regang

terhadap jaringan yang digantikan. Serat kolagen mengalami remodeling atau

pengaturan kembali sebelum menunjukkan penampilan yang normal. Biasanya

jaringan parit, terdiri atas sedikit sel yang berpigmen (melanosit) dan memiliki

warna yang lebih terang dari kulit normal.

1.4 Patofisiologi

Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan

lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu

lama. Terjadi gangguan mikrosirkulasi jaringan lokal dan mengakibatkan hipoksia

jaringan. Jaringan memperoleh oksigen dan nutrisi serta membuang sisa metabolisme

melalui darah. Beberapa faktor yang mengganggu proses ini akan mempengaruhi

metabolisme sel dengan cara mengurangi atau menghilangkan sirkulasi jaringan yang

menyebabkan iskemi jaringan.

Iskemia jaringan adalah tidak adanya darah secara lokal atau penurunan aliran darah

akibat obstruksi. Penurunan aliran darah menyebabkan daerah tubuh menjadi pucat. Pucat

terlihat ketika adanya warna kemerahan pada pasien berkulit terang. Pucat tidak terjadi

pada pasien yang berkulit pigmen gelap.


Kerusakan jaringan terjadi ketika tekanan mengenai kapiler yang cukup besar dan

menutup kapiler tersebut. Tekanan pada kapiler merupakan tekanan yang dibutukan untuk

menutup kapiler misalnya jika tekanan melebihi tekanan kapiler normal yang berada pada

rentang 16 sampai 32 mmHg.

Setelah priode iskemi, kulit yang terang mengalami satu atau dua perubahan hiperemi.

Hiperemia reaktif normal (kemerahan) merupakan efek vasodilatasi lokal yang terlihat,

respon tubuh normal terhadap kekurangan aliran darah pada jaringan dibawahnya, area

pucat setelah dilakukan tekanan dengan ujung jari dan hyperemia reaktif akan menghilang

dalam waktu kurang dari satu jam. Kelainan hyperemia reaktif adalah vasodilatasi dan

indurasi yang berlebihan sebagai respon dari tekanan. Kulit terlihat berwarna merah muda

terang hingga merah. Indurasi adalah area edema lokal dibawah kulit. Kelainan hiperemia

reaktif dapat hilang dalam waktu antara lebih dari 1 jam hingga 2 minggu setelah tekanan

di hilangkan.

Ketika pasien berbaring atau duduk maka berat badan berpindah pada penonjolan

tulang. Semakin lama tekanan diberikan, semakin besar resiko kerusakan kulit. Tekanan

menyebabkan penurunan suplai darah pada jaringan sehingga terjadi iskemi. Apabila

tekanan dilepaskan akan terdapat hiperemia reaktif, atau peningkatan aliran darah yang

tiba-tiba ke daerah tersebut. Hiperemia reaktif merupakan suatu respons kompensasi dan

hanya efektif jika tekan dikulit di hilangkan sebelum terjadi nekrosis atau kerusakan.

1.5 Manifestasi Klinis

a. Stadium 1: Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit.

Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya

reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari. Tanda dan gejala: Adanya perubahan

dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal,

maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan temperaturkulit

(lebih dingin atau lebih hangat), Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau

lunak), Perubahan sensasi (gatal atau nyeri).


b. Stadium 2: Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa

terlihat eritema dan indurasi serta kerusakan kulit partial (epidermis dan sebagian

dermis) ditandai dengan adanya lecet dan lepuh . Stadium ini dapat sembuh dalam

10-15 hari. Tanda dan gejala: Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau

dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau

membentuk lubang yang dangkal.

c. Stadium 3: Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai

terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur fibril.

Tanda dan gejala: Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau

nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka

terlihat seperti lubang yang dalam.

d. Stadium 4: Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat

sembuh dalam 3-6 bulan. Tanda dan gejala : Hilangnya lapisan kulit secara lengkap

dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau

tendon.

1.6 Komplikasi

Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupun dapat terjadi

pada luka yang superfisial. Menurut Sabandar (2008), komplikasi yang dapat terjadi

antara lain:

1) Infeksi

Umumnya bersifat multi bacterial baik aerobic maupun anaerobik.

2) Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteotitis,

osteomielitis, dan arthritis septik.

3) Septikimia

Septikemia adalah adanya bakteri dalam darah. Hal ini umumnya dikenal

sebagai keracunan darah atau bakteremia. Istilah lain untuk septikemia adalah

Blood poisoning. Septikemia ini adalah merupakan infeksi akut yang disebabkan
oleh adanya mikroorganisme tertentu dan produk beracun dalam aliran darah.

Septikemia merupakan suatu kondisi infeksi serius yang mengancam jiwa, dan

cepat memburuk.

4) Anemia

Pasien anemia beresiko terjadi dekubitus. Penurunan level hemoglobin

mengurangi kapasitas darah membawa nutrisi dan oksigen serta mengurangi

jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Anemia juga mengganggu

metabolisme sel dan mengganggu penyembuhan luka (Potter & Perry, 2005).

5) Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemia adalah albumin yang rendah, keadaan dimana kadar albumin serum

< 3,5 g/dL. Hipoalbuminemia mencerminkan pasokan asam amino yang tidak

memadai dari protein, sehingga mengganggu sintesis albumin serta protein lain oleh

hati.

1.7 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan

dua jam post prandial > 200 mg/dl.

b. Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan

cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine :

hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ )

c. Kultur pus

d. Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai

dengan jenis kuman.


1.8 Lokasi Luka Tekan

Lokasi luka tekan sebenarnya biasanya terjadi di seluruh permukaan tubuh kita bila

mendapat penekanan keras secara terus menerus. Namun paling sering terjadi pada tulang

yang menonjol. Lokasi tersebut diantaranya adalah : tulang oksipital, skapula, prosesus

spinous, siku, puncak ilika, sakrum, ischium, tendon achiles, tumit, telapak kaki, telinga, bahu,

spinal ilika anterior, trochanter, paha, lutut medial, lutut lateral, tungkai bawah atas. Lokasi

tersebut diantaranya adalah

a. Tuberositas Ischii (Frekuensinya mencapai 30%) dari lokasi tersering

b. Trochanter Mayor (Frekuensinya mencapai 20% dari lokasi tersering

c. Sacrum (Frekuensinya mencapai 15%) dari lokasi tersering.

d. Tumit (Frekuensinya mencapai 10%) dari lokasi tersering.

e. Maleolous

f. Genu

g. Lainnya meliputi cubiti, scapula dan processus spinosus vertebrae.


Gambar 1 Pada gambar diatas disebutkan lokasi anatomi tubuh manusia yang memiliki resiko

tinggi mengalami luka tekan akibat tirah baring lama. Setiap tonjoloan bagian tubuh yang

tertindih dalam jangka waktu tertentu secara terus menerus dapat menyebabkan terhentinya

aliran darah yang memberikan suplai oksigen beserta nutrisi sehingga dapat menyebabkan

kematian jaringan dan menjadi luka.

1.9 Patogenesis Luka Dekubitus

Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya dekubitus yaitu:

1) Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler

2) Durasi dan besarnya tekanan

3) Toleransi jaringan

Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan, semakin besar

tekanan dan durasinya, maka semakin besar pula insidensinya terbentuknya luka.
Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang terjadi saat

menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area sakral dan tumit merupakan area yang

paling rentan. Efek tekanan juga dapat di tingkatkan oleh distribusi berat badan yang tidak

merata. Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari permukaan tempatnya

berada karena adanya gravitasi. Jika tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh

maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat dan metabolisme

sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan.

1.10 Pencegahan Luka Tekan

1) Pengkajian riiko dengan menggunakan tool

Penggunaan tool sebaiknya dilakukan setiap 48 jam di unit perawatan akut, setiap 24 jam

di unit perawatan kritis, setiap minggu saat 4 minggu pertama di unit perawataan jangka

panjang (long term care) kemudian setiap bulan hingga setiap 3 bulan. dan setiap kali

kunjungan rumah pada unit home care.

2) Perawatan Diri

Perawatan kulit bertujuan untuk mencegah kejadian luka tekan melalui upaya merawat,

mempertahankan, dan memperbaiki toleransi kulit terhadap tekanan. Perawatan kulit

terdiri dari tindakan-tindakan seperti :

a. Pengkajian kulit dan risiko luka tekan

Pengkajian risiko luka tekan dapat dilakukan dengan menggunakan Skala Braden.

Inspeksi kulit dilakukan secara teratur dengan frekuensi sesuai kebutuhan masing-masing

pasien. Inspeksi dilakukan untuk melihat apakah ada kondisi-kondisi seperti kulit kering,

sangat basah, kemerahan, pucat dan indurasi. Pemeriksaan lain seperti apakah ada tanda

hangat yang terlokalisir, perubahan warna dan edema.


b. Massage

Massage yang kuat pada area tonjolan tulang atau kulit yang kemerahan dihindarkan.

Penggunaan massage untuk mencegah luka tekan masih kontroversial, mengingat tidak

semua jenis massage bisa digunakan. Namun massage di area tulang menonjol atau

bagian kulit yang telah menunjukkan tanda kemerahan atau discolorisation patut dihindari

karena hasil biopsi post mortem pada jaringan yang di lakukan massage menunjukkan

adanya degenerasi jaringan, dan maserasi. Teknik Massage yang diperbolehkan hanya

Efflurage namun tidak untuk jaringan diatas tulang yang menonjol maupun yang telah

menunjukkan kemerahan ataupun pucat. Lama waktu massage yang digunakan masih

bervariasi antara 15 menit. Massage umumnya dilakukan 2 kali sehari setelah mandi.

c. Manajemen kulit kering

Kulit yang kering diberi emolients dan krem. Penting untuk memberikan pelembab secara

teratur untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Mengurangi lingkungan yang

menyebabkan kulit kering dan berkurangnya kelembaban kulit seperti suhu dingin, dan

hidrasi tidak adekuat. Kulit kering meningkatkan risiko terbentuknya fissura dan rekahan

stratum korneum. Penggunaan pelembab topikal diduga bermanfaat untuk

mempertahankan kelembaban kulit dan keutuhan stratum corneum namun belum ada

ketetapan jenis pelembab apa yang memberikan manfaat terbaik dan memberi evidence

secara langsung pengaruhnya terhadap pencegahan luka tekan, mempertahankan

kelembaban stratum corneum dan mencegah kulit kering. Penelitian membuktikan

penggunaan Mephentol (suatu agent topikal terbuat dari campuran asam lemak

hyperoksigenasi dan herbal (Equisetum arvense and Hypericum perforatum) efektif

mencegah timbulnya luka tekan derajat I pada pasien dengan risiko menengah hingga

risiko tinggi mengalami luka tekan.


d. Manajemen kulit lembab yang berlebihan

Pertama, sumber kelembaban yang berlebihan harus diidentifikasi misalnya keringat,

urine atau yang lainnya. Upaya selanjutnya dengan :

1) Membersihkan kulit dengan mandi menggunakan air hangat dan sabun dengan pH

seimbang. Aktifitas mandi mungkin mengurangi sedikit pelindung kulit normal

sehingga membuat kulit kering dan mudah iritasi oleh karena itu jenis sabun yang

digunakan harus diperhatikan dengan baik.

2) Memberikan pelembab karena aktifitas membersihkan kulit yang berulang kali

membuat kulit menjadi kering, namun jika sabun atau bahan pembersih yang

digunakan sudah dilengkapi dengan pelembab yang cukup mungkin pemberian

pelembab tidak begitu dibutuhkan.

3) Proteksi dengan bahan-bahan pelindung seperti film, krem, ointment, atau pasta

yang biasanya terbuat dari zink oxide, asam laktat, petrolatum atau dimeticone dan

kombinasinya. Penggunaan pelindung kulit seperti underpad dan celana dapat

meminimalkan ekspose kulit dengan bahan-bahan lembab yang iritan tersebut asal

segera diganti ketika mulai basah atau lembab.

3) Dukungan Permukaan

Dukungan permukaan termasuk pelapisan (ditempatkan di atas tempat tidur standar) atau

kasur khusus. Ada 2 jenis dukungan permukaan: statis tanpa bergerak dan dinamis dengan

bagian yang bergerak yang dijalankan oleh energi. Matras udara dan air efektif tetapi

mungkin bocor, jadi mereka perlu terus-menerus dirawat.. Kadang-kadang digunakan

glove yang diisi air atau bantalan donat. Namun bantalan donat kini mulai ditinggalkan

karena terbukti menimbulkan efek tekanan baru pada area pinggir donat. Termasuk upaya

memperbaiki dukungan permukaan adalah menjaga alat tenun tetap licin dan kencang,

kasur yang rata dan tebal serta pemberian bantal pada area-area berisiko tekanan seperti

tumit, siku, bahu dan sacrum.


4) Nutrisi

Nutrisi adalah faktor pendukung yang penting untuk mempertahankan kulit yang sehat dan

elastis. Pemberian secara oral, parenteral maupun melalui sonde feeding sama efektifnya

asalkan jumlah yang diberikan cukup sesuai kebutuhan. Suplemen nutrisi dapat diberikan

jika diperlukan. Beberapa penelitian menunjukkan nutrien yang penting untuk pencegahan

dan proses penyembuhan luka tekan adalah protein, vitamin C, kalori, zat besi dan zink.

5) Edukasi

Pendidikan kesehatan kepada keluarga dilakukan secara terprogram dan komprehensif

sehingga keluarga diharapkan berperan serta secara aktif dalam perawatan pasien. Percaya

bahwa pasien dan keluarga adalah bagian integral dalam perawatan pasien khususnya

upaya pencegahan luka tekan. Topik pendididkan kesehatan yang dianjurkan adalah

sebagai berikut etiologi dan faktor risiko luka tekan, aplikasi penggunaan tool pengkajian

risiko, pengkajian kulit, memilih dan atau gunakan dukungan permukaan, perawatan kulit

individual, demonstrasi posisi yang tepat untuk mengurangi risiko luka tekan dan

dokumentasi data yang berhubungan.


1.11 Pathway

Imobilitas

Tekanan pada kulit yang terus menerus dan dalam waktu yang

lama
Penurunan metabolisme sel untuk mengedarkan O2 dan nutrisi

serta mengeliminasi sampah

Penurunan aliran darah yang membawa 02 dan nutrisi ke jaringan

Jaringan kekurangan 02 (Hipoksia)

Iskemia Jaringan

Gangguan sirkulasi Menurunnya kemampuan sel


Perubahan
darah dan kelainan keratin yang berada di struktur dermis
dan epidermis
pembuluh darah permukaan kulit untuk

melindungi kulit dari mikroba,


Nyeri akut Resiko kerusakan integritas kulit
panas, abrasi(gesekan) dan zat

kimia

Resiko infeksi
1.12 Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut (00132) berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, aparan

saraf.

b. Resiko infeksi (00004) berhubungan dengan imobilitas fisik, faktor mekanik

(kekuatan geser, tekanan, tahanan, perubahan sirkulasi, iritasi kulit).

c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002)

berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorpsi makanan. Definisi :

Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik.

d. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume

cairan yang aktif.

1.13 Intervensi

a. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, paparan saraf.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan

nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil : klien melaporkan nyeri

berkurang atau terkontrol, menunjukkan ekspresi wajah atau postur tubuh

rileks

Intervensi Anak

1) Seperti dengan orang dewasa , gunakan intervensi nonfarmakologi untuk

melengkapi , bukan untuk menggantikan, intervensi farmakologi .

Rasional : Intervensi non farmakologi mengurangi stress terkait prosedur.

2) Gunakan lingkungan, kebiasaan, dan intervensi non farmakologi untuk

melakukan prosedur dalam penanganan nyeri.

Rasional : Penggunaan intervensi farmakologis untuk manajemen nyeri

dapat dikombinasikan dengan lingkungan, kebiasaan dan intervensi non

farmakologi metode ini memiliki efek sinergis dalam mengurangi nyeri


prosedural pada neonatus.

3) Untuk neonatus gunakan sokrosa oral dan Non Nutritional Sucking (NNS)

atau ASI untuk nyeri dengan durasi pendek, seperti saat pengambilan darah

pada neonatus.

Rasional : Neonatus, khususnya neonatus prematur, akan lebih sensitif

untuk nyeri daripada anak-anak. Sukrosa oral secara singkat menghasilkan

analgesia pada neonatus sampai usia 6 bulan. Sukrosa oral dan NNS lebih

efektif daripada EMLA untuk pengambilan darah pada neonatus.

4) Mengenali menyusui yang telah terbukti mengurangi indikator perilaku

nyeri.

Rasional : Menyusui, tidak begitu efektif dalam mengurangi rasa nyeri

seperti sukrosa oral.

5) Gunakan anastesi lokal topikal seperti krim EMLA atau LMX- 4 sebelum

melakukan prosedur pengambilan darah pada bayi atau anak.

Rasional : Pengambilan darah adalah suatu keadaan yang menyakitkan dan

membuat stres untuk anak. Anastesi topikal lebih efektif dalam menangani

nyeri ketika pengambila. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan.

6) Nilai tingkat nyeri menggunakan skala nyeri yang sah dan dapat

dipertanggung jawabkan sesuai dengan usia, kemampuan kognitif dan

kemampuan anak untuk memberikan laporan diri.

Rasional : Penggunaan alat observasi lingkungan dapat membantu

mengukur skala nyeri pada neonatus, bayi dan anak kurang dari 4 tahun.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan imobilitas fisik, faktor mekanik

(kekuatan geser, tekanan, tahanan, perubahan sirkulasi, iritasi kulit).

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam,

diharapkan resiko infeksi klien teratasi dengan kriteria hasil :

Mencapai penyembuhan luka tepat pada waktunya dan bebas dari

jaringan eksudat, demam atau mengigil.

Intervensi

1) Selau cermat dalam kebersihan tangan ketika bekerja dengan bayi

prematur.

Rasional : Transmisi silang yang biasa dibawa oleh tangan dari

petugas kesehatan (Borghesi & Stronati, 2008).

2) Prosedur keperawatan cluster untuk mengurangi jumlah kontak

dengan bayi, memungkinkan waktu umtuk kebersihan tangan yang

tepat.

Rasional : Peningkatan dari penanganan minimal dan cluster dari

prosedur keperawatan mengurangi episode kontak, membantu

untuk membatasi kendala.

3) Hindari penggunanan krim topikal profilaksis pada bayi prematur.

Rasional : Meningkatka risiko infeksi stafilokokus dan setiap

petugas kesehatan diperoleh infeksi. Sebuah kecenderungan pada

infeksi bayi tercatat paling banyak terjadi infeksi profilaksis.

4) Dorong untuk memberikan makanan utama berupa ASI.

Rasional : Meningkatkan pertahanan kekebalan tubuh bayi.Ganti

laken yang sudah kotor dengan yang bersih (Borghesi & Stronati,

2008).
5) Monitor penggunaan ulang antibiotik pada bayi.

Rasional : Beritahu orang tua tentang kunjungan medis, pengaruh

menyusui dan perawatan dirumah untuk menghindari peningkatan

kebutuhan penggunaan antibiotik. Jaga kebersihan diri pasien.

c. Risiko kerusakan integritas kulit ( 00047): Tahap I atau II luka tekan

berhubungan dengan imobilitas fisik, faktor mekanik, perubahan

sirkulasi, iritasi kulit.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam,

diharapkan pasien menunjukkan integritas jaringan , kulit dan membran

mukosa dengan kriteria hasil : pasien memiliki warna kulit normal,

memiliki suhu tubuh normal, tidak mengalami nyeri di ekstremitas,

mengkonsumsi makanan secara adekuat untuk meningkatkan integritas

kulit.

Intervensi

1) Monitor perubahan kondisi fisik, kaji adanya faktor risiko yang

dapat menyebabkan kerusakan kulit (misalnya harus terbaring

ditempat tidur atau kursi, ketidakmampuan untuk bergerak)

Rasional : mengetahui perubahn yang terjadi pada keadaan fisik

pasien, sehingga dapat terus dipantau dan diberikan intervensi

sesuai kondisi.

2) Gunakan instrumen pengkajian baku untuk memantau faktor

risiko luka tekan pasien.

Rasional : Dapat menggunakan Skala Braden Q yang digunakan

khusus pada pasien anak.

3) Ubah posisi pasien setiap 1 sampai 2 jam secara teratur dan atur

posisi dengan bantal untuk menaikkan titik penekanan dari


tempat tidur.

Rasional : Menghindari risiko terjadinya luka tekan pada pasien,

karena pasien mengalami intoleran aktivitas.

4) Bersihkan kulit saat terkena kotoran dan jadwalkan mandi untuk

pasien dengan menghindari penggunaan air panas, gunakan

agens pembersih yang ringan.

Rasional : Menjaga kebersihan kulit pasien agar terhindar dari

bakteri patogen yang dapat meningkatkan risiko luka tekan.

5) Pertahankan tempat tidur bersih, kering dan bebas kerutan.

Rasional : Tempat tidur yang kering dapat mengurangi kelembapan

pada area kulit.

d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002)

berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorpsi makanan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien dapat

meningkatkan status gizinya dnegna kriteria hasil : mempertahankan

masa tubuh dan berat badan dalam batas normal, memiliki nila

laboratorium dalam batas normal, menoleransi diit yang dianjurkan.

Intervensi :

1) Pemantauan status nutrisi pasien

Rasional : Mengumpulkan dan menganaalisis data pasien untuk

mencegah dan meminimalkan kurang gizi.

2) Membantu pasien untuk makan/minum

Rasional : Agar dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.

3) Memberikan informasi pada keluarga mengenai nutrisi yang

diperlukan pada masing-masing tahap perkembangan.

Rasional : Membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan


nutrisi, sehingga pertumbuhan anak dapat optimal.

4) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi.

Rasional : Dengan kolaborasi bersama ahli gizi, diharapkan

nutrisi pada pasien mencukupi, tidak kurang dan tidak lebih.

e. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan

volume cairan yang aktif. Setelah dilakukan tindaka keperawatan

selama 3 x 24 jam keseimbangan cairan dalam ruang intrasel dan

ekstrasel tubuh, dengan kriteria hasil : keseimbangan cairan, elektrolit

dan asam basa, hidrasi. Intervensi :

1) Hitung kebutuhan rumatan cairan harian anak.

Rasional : Kehilangan cairan harus segera diganti diatas

jumlah yang hilang.

2) Berikan cairan sesuai kebutuhan tubuh pasien

Rasional :

3) Berikan terapi IV sesuai program

Rasional : Membantu pemenuhan kebutuhan cairan dan

elektrolit melalui program terapi.

4) Membantu atau menyediakan asupan makanan dan cairan

dalam diit pasien.

Rasional : Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit pasien

Anda mungkin juga menyukai