Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

GERONTIK TENTANG DERMATITIS PADA PASIEN TN.Z DI RUANG


WISMA STROBERI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA KASIH
SAYANG IBU BATU SANGKAR TAHUN 2021

Oleh :

ASTRI UNDARI.,S.Kep
2030282031

Dosen Pembimbing

1. Yaslina, M.Kep, Ns,Sp.S.Kep.Kom


2. Ns. Falerisiska Yunere, M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

TAHUN 2020/2021
BAB I
TEORI TENTANG LANSIA

A. DEFINISI LANSIA
Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang

yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur

pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya.

Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut

Aging Process atau proses penuaan. Seseorang dikatakan lansia ialah apabila

berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi

kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial (Nugroho, 2012).

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan

menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin

rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan

kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan,

pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring

meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel,

jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada

kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh

pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada

activity of daily living (Fatimah, 2010).Gerontologi berasal dari bahasa Latin,

yaitu geros berarti usia lanjut dan logos berarti ilmu. Gerontologi merupakan

cabang ilmu yang mempelajari proses menua dan masalah yang terjadi pada lanjut

usia. Geriatri berasal dari bahasa Latin, yaitu geros berarti lanjut usia dan eatriea

berarti kesehatan atau medis. Geriatri merupakan cabang ilmu kedokteran yang
berfokus pada masalah kedokteran, yaitu penyakit yang timbul pada usia lanjut

(Kushariyadi, 2010).

B. BATASAN LANSIA
Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda, umumnya
berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia
adalah sebagai berikut:
1. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menggolongkan lanjut
usia menjadi 4 yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun
2. Menurut Prof. DR. Koesoemanto Setyonegoro, Sp.Kj., batasan usia
dewasa sampai lanjut usia dikelompokkan menjadi:
a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun
b. Usia dewasa penuh (middle years) usia 25-60/65 tahun
c. Lanjut usia (geriatric age) usia >65/70 tahun
3. Menurut Hurlock, perbedaan lanjut usia ada dua tahap, yaitu:
a. Early old age (usia 60-70 tahun)
b. Advanced old age (usia >70 tahun)
4. Menurut Burnsie, ada empat tahap lanjut usia, yaitu:
a. Young old (usia 60-69 tahun)
b. Middle age old (usia 70-79 tahun)
c. Old-old (usia 80-89 tahun)
d. Very old-old (usia > 90 tahun)
C. PERUBAHAN PADA LANSIA
Perubahan yang terjadi pada lansia dapat meliputi perubahan fisik,
psikososial dan mental. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses
penuan normal, seperti rambut yang memulai memutih, kerut-kerut ketuan
diwajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan
tubuh. Lansia juga harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran
diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai.
Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar
untuk dapat menyikapi kehidupan secara bijak (Soejono, 2007).

1. Perubahan Fisik
a. Sel
 Jumlah sel otak menurun
 Ukurannya lebih besar
b. Sistem Persyarafan
 Berat otak menurun 10%-20%
 Respon dan waktu untuk bereaksi menjadi lambat
 Kurang sensitif terhadap sentuhan
c. Sisitem Pendengaran
 Pendengaran bertambah menurun
d. Sistem Penglihatan
 Lensa lebih suram yang menyebabkan katarak
 Hilangnya daya akomodasi mata
 Lapang pandang menurun
e. Sisitem Kardiovaskuler
 Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
 Tekanan darah cenderung tinggi
 Kehilangan elastisitas pembuluh darah
f. Sistem Respirasi
 Elastisitas paru berkurang
 Otot-otot pernapasan menurun
g. Sistem Genitouria
 Otot-otot vesika urinaria melemah
 Prostat membesar
h. Sistem Gastrointestinal
 Kehilangan gigi
 Indra pengecapan menurun
 Daya absorbsi terganggu
i. Sistem Reproduksi
 Mengecilnya ovari dan uterus
 Atropi payudara
j. Sistem Endokrin
 Produksi hormon menurun
 Menurunnya aktivitas tiroid
k. Sistem Integumentum
 Kulit keriput
 Permukaan kulit kasar dan bersisik
 Kulit kepala dan rambut menipis
 Rambut dalam hidung dan telinga menebal
 Kuku jari menjadi keras
 Kelenjar keringat berkurang
l. Sistem Muskuloskeletal
 Tulang telinga makin rapuh
 Pergerakan pinggang, lutut dan jari pergelangan terbatas
 Persendian membesar dan kaku
 Otot-otot kram dan tremor
2. Perubahan Psikososial
a. Pensiun. Akan lebih sering dialami oleh para lanjut usia dengan
masa habisnya akan bekerja yang dipengaruhi oleh perubahan pada
produktivitas dan identitas di lingkungannya.
b. Sadar akan kematian
c. Perubahan dalam cara hidup
d. Penyakit kronis dan ketidakmampuan
e. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik
3. Perubahan Mental
a. Perubahan fisik
b. Kesehatan umum
c. Lingkungan
D. PENYAKIT PADA LANSIA
Masalah yang sering ditemukan pada Lansia, antara lain:
1. Mudah jatuh
2. Mudah lelah
3. Kekacauan mental akut
4. Nyeri dada
5. Sesak nafas saat melakukan aktivitas fisik
6. Palpitasi
7. Pembengkakan kaki bagian bawah
8. Nyeri pinggang & punggung
9. Nyeri sendi pinggul
10. Berat badan menurun
11. Sukar menahan BAK (sering ngompol) & BAB
12. Gangguan ketajaman penglihatan
13. Gangguan pendengaran
14. Gangguan tidur
15. Keluhan pusing-pusing. Disebabkan oleh gangguan lokal, penyakit
sistemis, psikologik: cemas, depresi, kurang tidur.
16. Keluhan perasaan dingin-dingin & kesemutan pd anggota badan.
Disebabkan karena gangguan sirkulasi darah lokal, gangguan
persyarafan umum.
17. Mudah gatal-gatal. Disebabkan oleh kelainan kulit yang kering,
keadaan alergi.
18. Gangguan sirkulasi darah seperti hipertensi, kelainan pembuluh darah,
gangguan pada pembuluh darah koroner dan ginjal.
19. Ganguan metabolisme hormonal, seperti: DM, ketidakseimbangan
tiroid.
20. Gangguan pada persendian, seperti: osteoartritis, gout artritis.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Dermatitis

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai


respons terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen,
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema,
papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Dermatitis cenderung
residif dan cenderung kronis. (Djuanda Adhi, 2010).
Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim merupakan penyakit kulit
yang mengalami peradangan kerena bermacam sebab dan timbul dalam
berbagai jenis, terutama kulit yang kering, umumnya berupa pembengkakan,
memerah, dan gatal pada kulit (Widhya, 2011).

B. Etiologi Dermatitis
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan
kimia (contoh: detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (contoh: sinar, suhu),
mikro-organisme (bakteri, jamur); dapat pula dari dalam (endogen), misalnya
dermatitis atopik.
Klasifikasi dermatitis (Djuanda Adhi, 2010), yaitu :
a) Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak ialah dermatitis karena kontaktan eksternal, yang
menimbulkan fenomen sensitisasi (alergik) atau toksik (iritan).
(1) Dermatitis Kontak Iritan
DKI ialah erupsi yang timbul bila kulit terpajan bahan-
bahan yang bersifat iritan primer melalui jalur kerusakan yang non-
imunologis. Bahan iritan antara lain deterjen, bahan pembersih
peralatan rumah tangga, dan sebagainya.

(2) Dermatitis Kontak Alergik


DKA ialah respons alergik yang didapat bila berkontak
dengan bahan-bahan yang bersifat sensitiser/alergen. Contoh bahan
yang dapat memicu DKA antara lain adalah beberapa jenis
pewangi, pewarna, nikel, obat obatan, dan sebagainya.
b) Dermatitis Atopik
Dermatitis Atopik (DA) adalah kelainan kulit kronis yang sangat
gatal, umum dijumpai, ditandai oleh kulit yang kering, inflamasi dan
eksudasi, yang kambuh-kambuhan. Dermatitis atopik disebabkan oleh
rinitis alergik, asma bronkial, reaksi abnormal terhadap perubahan suhu
(hawa udara panas, dingin) dan ketegangan (stress), resistensi menurun
terhadap infeksi virus dan bakteri, lebih sensitif terhadap serum dan obat.

c) Neurodermatitis Sirkumskripta = Lichen Simplex Chronicus (LSC)


Istilah LSC diambil dari kata likenifikasi yang berarti penebalan
kulit disertai gambaran relief kulit yang semakin nyata. Penyebabnya
belum diketahui secara pasti, tetapi kelainan sering diawali oleh cetusan
gatal yang hebat, misalnya pada inse,,Mct bite.
d) Dermatitis Numularis
Dermatitis Numularis terlihat sebesar uang logam, terdiri atas
eritema, edema, kadang-kadang ada vesikel, krusta atau papul. Tempat
predileksi ialah ekstensor ekstremitas (terutama tungkai bawah), bahu dan
bokong. Penyakit mempunyai kecenderungan residif.

e) Dermatitis Statis
Dermatitis statis atau dermatitis hipostatis merupakan salah satu
jenis dermatitis sirkulatorius. Biasanya dermatitis statis merupakan
dermatitis varikosum, sebab kausa utamanya ialah insufisiensi vena. Di
sebabkan oleh semua keadaan yang menyebabkan statis peredaran darah di
tungkai bawah.
f) Dermatitis Autosensitisasi
Merupakan dermatitis akut yang timbul pada tempat jauh dari
fokus inflamasi lokal, sedangkan penyebabnya tidak berhubungan
langsung dengan penyebab fokus inflamasi tersebut. Manifestasi klinisnya
umumnya dalam bentuk erupsi vesikular akut dan luas, sering
berhubungan dengan ekzem kronis ditungkai bawah(dermatitis statis)
dengan atau tanpa ulkus.

C. Patofisiologi
Dermatitis merupakan peradangan pada kulit, baik pada bagian dermis ataupun
epidermis yang disebabkan oleh beberapa zat alergen ataupun zat iritan. Zat
tersebut masuk kedalam kulit yang kemudian menyebabkan hipersensitifitas pada
kulit yang terkena tersebut. Masa inkubasi sesudah terjadi sensitisasi permulaan
terhadap suatu antigen adalah 5-12 hari, sedangkan masa reaksi setelah terkena
yang berikutnya adalah 12-48 jam. Bahan iritan ataupun allergen yang masuk ke
dalam kulit merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak
lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Keadaan ini akan merusak sel
dermis maupun sel epidermis sehingga menimbulkan kelainan kulit atau
dermatitis.
D. WOC

Dari luar (eksogen): Fisik (sinar, suhu) Mikroorganisme Dari dalam (endogen):
bahan kimia (bakteri, jamur) dermatitis atopik

Terjadi penebalan kulit Masuk kedalam


dan hiperpigmentasi kulit

hipersensitifitas

Dermatitis

Iritan primer

Mengiritasi kulit
Dolor, kalor, rubor, edema,
fungsio lesa Inflamasi pada kulit

MK. Resiko Infeksi


MK. Kerusakan MK. Gangguan citra MK. Nyeri
integritas kulit tubuh
E. Manifestasi Klinis

Menurut (Djuanda Adhi, 2010)

1. Dermatitis kontak
a. Lesi kemerahan yang muncul pada bagian kulit yang terjadi kontak
b. Untuk dermaititis kontak alergi, gejala tidak muncul sebulum 24-48 jam
bahkan sampai 72 jam
c. Utuk dematitis kontak iritan, gejala terbagi menjadi 2 : Akut dan Kronis.
saat akut dapat terjadi perubahan warna kulit menjadi kemerahan, terasa
perih bahkan lecet. saat kronis gejala di mulai dengan kulit yang mengering
dan sedikit meradang yang akhirnya menebal.
d. Pada kasuus berat, dapat terjadi bula (vesikel) pada lesi kemerahan tersebut.
e. Kulit tersa gatal bahkan terasa terbakar
f. Dermatitits kontak iriatan, gatal dan rasa terbakarnya lebih terasa di
bandingan dengan tipe alergi
2. Dermatitis Autopik
ada 3 fase klinis Autopik yaitu
a. DA infantil (2 bulan – 2 tahun)
DA paling sering muncul tahun pertama kehidupan yaitu pad bulan
kedua. Lesi mulamula tampak di daerah muka (Dahi sampai pipi). Berupa
eritema, Papul-Vesikel pecah karena garukan sehingga lesi menjadi Eksudatif
dan akhirnya terbentuk krusta, Lesi bisa meluas ke kepala, leher, Pergelangan
tangan dan tungkai. bila anak mulai merangkak, Lesi bisa ditemukan di
daerah ekstensor ekstremitas. seahunbagian besar penderita sembuh setelah 2
tahun dan sebagian lagi berlanjut ke fase anak.
b. DA Anak (2- 10 tahun)
Dapat merupakan lanjuttan bentuk DA infantil ataupun timbul sendiri
(Denovo). Lokasi lesi dilipatan siku/lutut, bagian fleksor pergelangan
tangan, kelopak mata dan leher. ruam berupa papul likenifikasi, sedikit
skuama, erosi, hiperkeratosis dan mungkin infeksi skunder. DA berat
yang lebih 50% permukaan tubuh dapat mengganggu pertumbuhan.
c. DA pada Remaja dan dewasa
Lokasi Lesi pada reamaja adalah lipatan siku/ lutut, samping leher, dahi,
sekitar mata.pada dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, sering
mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula berlokasi ssetempat
misalnya pada bibir(kering,pecah,bersisik) Vulva,Puting susu/skalp.
Kadang-kadang lesi meluas dan paling parah didaerah lipatan,
mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar
cenderung berkonfluens menjadi plak. likenifikasi dan sedikit
skuama.bisa d dapati ekskoriasi dan eksudasi akibat garukan dan
akhirnya menjadi hiperpigmentasi.umum DA remaja dan dewasa
berlangsung lama kemudian cenderung membaik setelah seusia 30 tahun,
jarang smpai usia pertengahan dan sebagia kecil sampai tua

3. Neurodermatitis Sirkumskripta
a. Kulit sangat gatal
b. Muncul tunggal di daerah leher, pergelangan tangan, lengan bawah, paha
atau mata kaki kadang muncul pada alat kelamin
c. Rasa gatal sering hilang timbul. sering timbul pada saat santai atau
sedang tidur akan berkurang saat beraktivitas. rasa gatal yang di garuk
akan menambah berat rasa gatal tersebut
d. Terjadi perubahan warna kulit yang gatal, kulit yang bersisisk akibat
garukan atau penggosokan yang sudah terjadi bertahun
4. Dermatitis Numularis
a. Gatal yang kadang sangat hebat, sehingga dapat menggagu
b. lesi akut berupa vesikel dan papulo vesikel (0,3-1,0 Cm) ,kemudian
memmbesar dengan cara berkonfluensi atau meluas kesamping
membentuk 1 lesi karakteristik seperti uang logam (koin) Eritematosa.
sedikit edimatosa, dan berbatas tegas
c. Lambat laun vesikel pecah terjadi eksudasi, kemudian mengering menjadi
krusta kekuningan
d. Ukuran lesi bisa mencapai garis tengah berukuran 5 cm atau lebih, jumlah
lesi dapat hanya satu, dapat pula banyak dan tersebar, bilateral/simetris
dengan ukuran berfariasi dar milliar sampai numular, bahkan plakat
e. Tempat predileksi biasnya terdapat di tungakai bawah, badan
lengantermasuk punggung tangan
5. Dermatitis Statis
a. Bercak-bercak berwarna merah dan bersisisik
b. bintik-bintitk berwarna merah dan bersisik
c. borok atau bisul pada kulit
d. kulit yang tipis pada tangan dan kaki
e. luka (lesi kulit)
f. pembengkakakn pada tungkai kaki
g. rasa gatal di sekitar dareah yang terkena
h. rasa kesemutan pada daerah yang terkena

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pada penderita dermatitis, ada beberapa tes diagnostic yang dilakukan. Untuk
mengetahui seseorang apakah menderita penyakit dermatitis akibat alergi dapat kita
periksa kadar IgE dalam darah, maka nilainya lebih besar dari nilai normal (0,1-0,4
ug/ml dalam serum) atau ambang batas tinggi. Lalu pasien tersebut harus melakukan
tes alergi untuk mengetahui bahan/zat apa yang menyebabkan penyakit alergi
(alergen). Ada beberapa macam tes alergi, yaitu :
1. Skin Prick Test (Tes tusuk kulit).
Tes ini untuk memeriksa alergi terhadap alergen hirup dan makanan, misalnya
debu, tungau debu, serpih kulit binatang, udang, kepiting dan lain-lain. Tes ini
dilakukan di kulit lengan bawah sisi dalam, lalu alergen yang diuji ditusukkan
pada kulit dengan menggunakan jarum khusus (panjang mata jarum 2 mm), jadi
tidak menimbulkan luka, berdarah di kulit. Hasilnya dapat segera diketahui dalam
waktu 30 menit Bila positif alergi terhadap alergen tertentu akan timbul bentol
merah gatal. Syarat tes ini :
 Pasien harus dalam keadaan sehat dan bebas obat yang mengandung
antihistamin (obat anti alergi) selama 3 – 7 hari, tergantung jenis obatnya.
 Umur yang di anjurkan 4 – 50 tahun.

2. Patch Tes (Tes Tempel).


Tes ini untuk mengetahui alergi kontak terhadap bahan kimia, pada penyakit
dermatitis atau eksim. Tes ini dilakukan di kulit punggung. Hasil tes ini baru
dapat dibaca setelah 48 jam. Bila positif terhadap bahan kimia tertentu, akan
timbul bercak kemerahan dan melenting pada kulit.

3. RAST (Radio Allergo Sorbent Test).


Tes ini untuk mengetahui alergi terhadap alergen hirup dan makanan. Tes ini
memerlukan sampel serum darah sebanyak 2 cc. Lalu serum darah tersebut
diproses dengan mesin komputerisasi khusus, hasilnya dapat diketahui setelah 4
jam. Kelebihan tes ini : dapat dilakukan pada usia berapapun, tidak dipengaruhi
oleh obat-obatan.
4. Skin Test (Tes kulit).
Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang disuntikkan.
Dilakukan di kulit lengan bawah dengan cara menyuntikkan obat yang akan di tes
di lapisan bawah kulit. Hasil tes baru dapat dibaca setelah 15 menit. Bila positif
akan timbul bentol, merah, gatal.

5. Tes Provokasi.
Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang diminum,
makanan, dapat juga untuk alergen hirup, contohnya debu. Tes provokasi untuk
alergen hirup dinamakan tes provokasi bronkial. Tes ini digunakan untuk penyakit
asma dan pilek alergi. Tes provokasi bronkial dan makanan sudah jarang dipakai,
karena tidak nyaman untuk pasien dan berisiko tinggi terjadinya serangan asma
dan syok. tes provokasi bronkial dan tes provokasi makanan sudah digantikan
oleh Skin Prick Test dan IgE spesifik metode RAST.
7. Penatalaksanaan Terapi
1. Sistemik
Pada kasus dermatitis ringan diberi antihistamin, atau kombinasi antihistamin-
antiserotonin, antibradikinin, anti-SRS-A, dan sebagainya. Pada kasus berat dapat
dipertimbangkan pemberian kortikosteroid.
2. Topikal
Prinsip umum terapi topikal diuraikan di bawah ini :
a) Dermatitis basah (madidans) harus diobati dengan kompres terbuka. Dermatitis
kering (sika) diobati dengan krim atau salep.
b) Makin berat atau akut penyakitnya, makin rendah presentase obat spesifik.
c) Bila dermatitis akut, diberi kompres. Bila subakut, diberi losio (bedak kocok),
pasta, krim, atau linimentum (pasta pendingin). Bila kronik, diberi salep.
d) Pada dermatitis sika, bila superfisial, diberikan bedak, losio, krim, atau pasta;
bila kronik diberikan salep. Krim diberikan pada daerah berambut, sedangkan
pasta pada daerah yang tidak berambut. Penetrasi salep lebih besar dari pada
krim.

Penatalaksanaan
1. Dermatitis Kontak
a. Hindari kontak lebih lanjut dengan zat atau benda penyebab dermatitis
kontak.
b. Pada tipe iritan, basuhlah bagian yang terkena dengan air mengalir
sesegera mungkin.
c. Jika sampai terjadi lecet, tanganilah seperti menangani luka bakar.
d. Obat anti histamin oral untuk mengurangi rasa gatal dan perih yang
dirasakan.
e. Kortikosteroid dapat diberikan secara topikal, oral, atau intravena sesuai
dengan tingkat keparahnnya.
2. Dermatitis Atopik
a. Menghindari dari agen pencetus seperti makanan, udara panas/dingin,
bahan – bahan berbulu.
b. Hindari kulit dengan berbagai jenis pelembab anatara lain krim
hidrofilik urea 10% atau pelembab yang mengandung asam laktat
dengan konsentrasi kurang dari 5%
c. Kortikosteroid topikal potensi rendah diberi pada bayi, daerah
intertriginosa dan daerah genitalia. Kortikosteroid potensi menengah
dapat diberi pada anak dan dewasa. Bila aktifitas penyakit telah
terkontrol. Kortikosteroid diaplikasikan intermiten, umumnya dua kali
seminggu. Kortikosteroid oral hanya dipakai untuk mengendalikan DA
eksaserbasi akut. Digunakan dalam waktu singkat, dosis rendah, diberi
selang – seling. Dosis diturunkan secara tapering. Pemakaian jangka
panjang akan menimbulkan efek samping dan bila tiba – tiba dihentikan
akan timbul rebound phenomen.
d. Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena berpotensi kuat
menimbulkan sensitisasi pada kulit. Pemakaian krim doxepin 5% dalam
jangka pendek (1 minggu) dapat mengurangi gatal tanpa sensitifitas,
tapi pemakaian pada area luas akan menimbulkan efek samping sedatif.
e. Pemberian antibiotika berkaitan dengan ditemukannya peningkatan
koloni S. Aureus pada kulit penderita DA. Dapat diberi eritromisin,
asitromisin atau kaltromisin. Bila ada infeksi virus dapat diberi
asiklovir 3 x 400 mg/hri selama 10 hari atau 4 x 200mg/hari untuk 10
hari.

3. Neurodermatitis Sirkumskripta
a. Pemberian kortikosteroid dan antihistamin oral bertujuan untuk
mengurangi reaksi inflamasi yang menimbulkan rasa gatal. Pemberian
steroid topical juga membantu mengurangi hyperkeratosis. Pemberian
steroid mid-potent diberikan pada reaksi radang yang akut, tidak
direkomendasikan untuk daerah kulit yang tipis (vulva, scrotum, axilla
dan wajah). Pada pengobatan jangka panjang digunakan steroid yang
low-proten, pemakaina high-potent steroid hanya dipakai kurang dari 3
minggu pada kulit yang tebal.
b. Anti-depresan atau anti anxiety sangat membantu pada sebagian orang
dan perlu pertimbangan untuk pemberiannya.
c. Jika terdapat suatu infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik topikal
ataupun oral.
d. Perlu diberikan nasehat untuk mengatur emosi dan perilaku yang dapat
mencegah gatal dan garukan
4. Dermatitis Numularis
a. Bila kulit kering, diberi pelembab atau emolien
b. Secara topikal lesi dapat diobati dengan obat antiinflamasi, misalnya
preparat ter, glukokortikoid, takrolimus, atau pimekrolimus.
c. Bila lesi masih eksudatif sebaiknya dikompes dahulu misalnya dengan
larutan permanganas kalikus 1 : 10.000.
d. Kalau ditemukan infeksi bakterial, diberikan antibiotik secara sistemik.
e. Kortikosteroid sistemik hanya diberikan pada kasus yang berat dan
refrakter, dalam jangka pendek.
f. Pruritus dapat diobati dengan antihistamin golongan H1, Misalnya
hidroksisilin HCL
5. Dermatitis statis
a. Cahaya berdenyut intens
b. Diuretik
c. Imunosupresan
d. Istirahat
e. Kortikosteroid
f. Ligasi Vaskuler
g. Pelembab
h. Terapi Kompresi
BAB II
KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas:
Umur (biasanya mengenai anak yang berumur diatas 2 tahun), jenis kelamin, ras/
suku, pekerjaan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama: klien mengeluh nyeri, gatal- gatal, eritema, edema, kenaikan
suhu tubuh.
b. Riwayat Penyakit Sekarang: pruritus (gatal), kenaikan suhu tubuh,
kemerahan, edema misalnya pada muka (terutama palpebra dan bibir),
gangguan fungsi kulit, eritema, papula (lesi teraba kecil), vesikel (lepuhan
kecil berisi cairan) , skuama (kulit yang bersisik), dan likenifikasi (penebalan
kulit).
c. Riwayat Kesehatan masa lalu:
1) Penyakit yang pernah di derita:
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.
2) Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.
3) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
4) Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.
5) Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit,
atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat
3. Pemeriksaan Fisik
a. Head to toe
1) Kepala
a) Kepala
Inspeksi: Bentuk kepala simetris
Palpasi: Tidak ada lesi, tidak ada benjolan
b) Rambut
Inspeksi: Kondisi rambut bersih, tidak ada ketombe, warna rambut
hitam, rambut lurus tidak rontok.
c) Mata
Inspeksi: Warna sklera putih, tidak konjungtivis, pupil: Normal
isokor,kedua bentuk pupilnya simetris, tidak ada sekret pada mata,
kelopak mata normal warna merah muda, pergerakan mata klien
normal, serta lapang pandang normal.
Palpasi: Tidak adanya edema dan tidak ada benjolan disekitar mata.
d) Hidung
Inspeksi: Tidak ada deformitas pada hidung, tidak ada cuping
hidung, tidak ada sekret, tidak ada polip atau benjolan didalam
hidung, fungsi penciuman baik, kedua lubang hidung simetris dan
tidak terjadi pendarahan pada lubang hidung (epistaksis).
e) Mulut
Inspeksi: Tidak ada perdarahan rahang gigi, warna mukosa mulut
pucat, membran mukosa kering, tidak ada lesi, tidak terdapat
benjolan pada lidah, tidak ada karies pada gigi.
f) Telinga
Inpeksi: Kedua telinga simetris, tidak ada lesi pada telinga, tidak
ada serumen berlebih, tidak adanya edema, ketika diperiksa dengan
otoskop tidak adanya peradangan, dan tidak terdapat cairan pada
membran timpani.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada aurikula dan membran timpani
normal.
Auskultasi: Tes rinne (+), tes wibber (+).
2) Leher
Inspeksi: Bentuk simetris, warna kulit rata sama dengan tubuh, tidak
ada lesi, tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Palpasi: Tidak ada deformitas pada trakea, tidak ada benjolan pada
leher, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada peradangan.
3) Dada
a) Paru
Inspeksi: Bentuk dada bidang, simetris antara kiri dan kanan, pola
napas pendek pada istirahat dan aktivitas, frekuensi napas pasien
reguler, pergerakan otot bantu pernafasan normal.
b) Jantung
TD: peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
Inspeksi: denyutan jantung normal
Palpasi: Ictus cordis normal di IC ke 5
Auskultasi: Bunyi jantung normal, tidak ada pembesaran jantung
atau tidak ada kardiomegali.
Perkusi: pekak
4) Abdomen
Inspeksi: warna kulit abdomen normal seperti warna kulit disekitarnya,
tidak ada distensi, tidak adanya bekas operasi, tidak terdapat kolostomi.
Auskultasi: peristaltik usus normal 5-30 x/ menit
Perkusi: timpani
Palpasi: adanya nyeri tekan, tidak ada hematomegali, tidak ada
pembesaran lien (ginjal)
5) Otot
Inspeksi: Kelemahan otot dan penurunan kekuatan
6) Integumen
Inspeksi: Terdapat kemerahan, edema misalnya pada muka ( terutama
palpebra dan bibir ), gangguan fungsi kulit, eritema, papula (lesi teraba
kecil), vesikel (lepuhan kecil berisi cairan), skuama (kulit yang
bersisik), dan likenifikasi (penebalan kulit).
7) Persyarafan
a) Tingkat kesadaran: composmentis
b) GCS:
(1) Eye: Membuka secara spontan 4
(2) Verbal: Orientasi baik, nilai 5
(3) Motorik: Mengikuti perintah, nilai 6
c) Total GCS: Nilai 15
(1) Reflek: Normal
(2) Tidak ada riwayat kejang
(3) Koordinasi gerak normal
b. ADL (Activitas Daily Living)
1) Pola Persepsi Kesehatan
a) Adanya riwayat infeksi sebelumya
b) Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
c) Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, misalnya, vitamin;
jamu, antibiotik.
d) Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
e) Hygiene personal yang kurang.
f) Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.
2) Pola Nutrisi Metabolik
a) Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali
sehari makan.
b) Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.
c) Jenis makanan yang disukai.
d) Nafsu makan menurun.
e) Muntah-muntah.
f) Penurunan berat badan.
g) Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.
h) Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa
terbakar atau perih.
3) Pola Eliminasi
a) Sering berkeringat.
b) Tanyakan pola berkemih dan bowel.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
a) Pemenuhan sehari-hari terganggu.
b) Kelemahan umum, malaise.
c) Toleransi terhadap aktivitas rendah.
d) Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan
e) Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.
5) Pola Tidur dan Istirahat
a) Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
6) Pola Persepsi Kognitif
a) Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
b) Pengetahuan akan penyakitnya.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
a) Perasaan tidak percaya diri atau minder.
b) Perasaan terisolasi.
8) Pola Hubungan dengan Sesama
a) Hidup sendiri atau berkeluarga
b) Frekuensi interaksi berkurang
c) Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
9) Pola Reproduksi Seksualitas
a) Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.
b) Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.
10) Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
a) Emosi tidak stabil
b) Ansietas, takut akan penyakitnya
c) Disorientasi, gelisah
11) Pola Sistem Kepercayaan
a) Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
b) Agama yang dianut
4. Diagnosa Medis
1) Nyeri b.d adanya lesi kulit
2) Kerusakan integritas kulit b.d inflamasi dermatitis, respon menggaruk

5. Intervensi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri b.d adanya Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
intervensi keperawatan Observasi
lesi kulit
selama 1x24jam maka 1. Identifikasi lokasi,
tingkat nyeri menurun, karakteristik, durasi,
dengan kriteria hasil frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
(5) 2. Identifikasi skala
2. Meringis menurun (5) nyeri
3. Sikap protektif 3. Identifikasi respon
menurun (5) nyeri nonverbal
4. Kesulitan tidur 4. Identifikasi faktor
menurun (5) yang
5. gelisah menurun (5) memperberat
memperingan nyeri
5. Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap
respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh
nyeri terhadap
kualitas hidup
8. Monitor
keberhasilan
komplementer yang
sudah diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis,
akupuntur, terapi
musik, blofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri ( mis. Suhu
ruangan, pencahayaan,
pembisingan)
3. Fasilitas istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredahkan
nyeri

2. Kerusakan Setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit


intervensi keperawatan Observasi
integritas kulit b.d
selama 1x24jam maka 1. Identifikasi penyebab
inflamasi integritas kulit dan gangguan integrasi
jaringan meningkat, kulit (mis. Perubahan
dermatitis, respon
dengan kriteria hasil sirkulasi, perubahan
menggaruk 1. Elastisitas meningkat status nutrisi,
(5) penurunan
2. Hidrasi meningkat (5) kelembaban, suhu
3. Perfusi jaringan lingkungan ekstrim,
meningkat (5) penurunan mobilitas
4. Kerusakan jaringan
menurun (5) Terapeutik
5. Kerusakan lapisan kulit 2. Ubah posisi tiap 2 jam
menurun (5) jiak tirah baring
6. Nyeri menurun (5) 3. Lakukan pemijatan
7. Perdarahan menurun pada area
(5) penonjolan tulang,
8. Kemerahan menurun jika perlu
(5) 4. Bersihkan perineal
dengan air hangat,
terutama selama
periode diare
5. Gunakan produk
berbahan petrolium
atau minyak pada
kulit kering
6. Gunakan produk
berbahan
ringan/alami dan
hipoalergik pada
kulit sensitive
7. Hindari produk
berbahan dasar
alkohol pada kulit
kering
Edukasi
8. Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis.
Lotion, serum)
9. Anjurkan minum air
yang cukup
10. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
11. Anjurkan
meningkatkan asupan
buah dan sayur
12. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrim
13. Anjurkan
menggunakan
surya SPF
minimal 30 saat
berada di luar rumah
14. Anjurkan mandi
dan
menggunakan
sabun secukupnya

6. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan.
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
perawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independent),
saling ketergantungan/kolaborasi (interdependent), dan tindakan rujukan /
ketergantungan (dependent), (Tarwoto, 2015)

7. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses kepweawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak.
Menurut Nurjanah (2005), evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk
menilai efek dari tidakan keperawaan pada klien evaluasi terus menerus dilakuakan
pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan,
digunakan komponen SOAP.

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. NANDA (North American Nursing

Diagnosis Association) NIC-NOC Jilid 1. Yogyakarta : Media Action.

Universitas Muhammadiyah Semarang . (2013). < BAB II Tinjauan Pustaka Dermatitis

[Internet]. Bersumber dari http://digilib.unimus.ac.id/72982/babII.pdf >

[Diakses tanggal 17 Februari 2015. Jam 11.09]

Syaifuddin, H. 2002. Struktur dan Komponen Tubuh Manusia. Jakarta : Widya Medika.

Anda mungkin juga menyukai