Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN B DENGAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG KOMERING 1.2

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Oleh:

Nurros Mei

NIM: 0406482225004

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2022
A. Kajian Teoritis Chronic Kidney Disease (CKD)
1. Definisi
Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease/ CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektolit sehingga menyebabkan uremia (retensi
urea dan sampah nitroen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2008). Menurut Nursalam (2006),
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan kerusakan ginjal progressif yang berakibat fatal
dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta
komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal).

2. Etiologi
Diabetes melitus, hipertensi, gagal jantung, aritmia, hiperkalemia, anemia, imunitas yang
menurun, gangguan mineral dan lain-lain merupakan penyebab yang terdapat pada CKD dan
menyebabkan perubahan fisiologi yang dapat mengakibatkan kegawatan (Setyohadi, Sally &
Putu, 2016).
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik diantaranya
adalah:

Klasifikasi penyakit Penyakit


Penyakit infeksi tubulointerstitial Pielonefritis kronik atau refluks
nefropati
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertensif Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteria renalis
Gangguan jaringan ikat Lupus eritematosus
Gangguan kongenital dan Penyakit ginjal polikistik
herediter Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik Diabetes melitus
Goat
Hiperparatiroidisme
Amiloidosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik
Nefropati timah
Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas; batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal
Traktus urinarius bagian bawah:
hipertrofi prostat, struktur uretra,
anomaly congenital, leher vesika
urinaria dan uretra

3. Patofisiologi
Penyakit Chronic Kidney Disease (CKD ) pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang
masih tersisa (Surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi,
yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladapsi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun
penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis reninangiotensin-
aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan
progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis rennin-angiotensin-aldosteron,sebagian
diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor (TGF). Beberapa hal yang
juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit CKD adalah albuminuria,
hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya
sklerosis dan fibrosis glomerlus maupun tubulointerstitia ( Price, 2006).
Pada stadium paling dini penyakit Chronic Kidney Disease, terjadi kehilangan daya cadang
ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang
ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%,
pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik) tapi sudah terjadi peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan tanda
gejala uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritis, mual muntah, nyeri, cemas dengan keadaannya dan lain
sebagainnya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran
napas, maupun unfeksi saluran cerna. juga akan terjadi gangguan keseimbangan elektrolit
antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi
yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement
therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal, pada keadaan ini pasien dikatakan sampai
pada stadium gagal ginjal (Lemone, Burke, & Baukloff, 2016).

4. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala gagal ginjal kronik menurut Baradero, Dayrit, & Siswadi (2009) dan
Kowalak, Welsh, & Mayer (2017) yaitu:
a. Sistem hematopoietik: Anemia (cepat lelah) dikarenakan eritropoietin menurun,
trombositopenia dikarenakan adanya perdarahan, ekimosis dikarenakan trombositopenia
ringan, perdarahan dikarenakan koagulapati dan kegiatan trombosit menurun.
b. Sistem kardiovaskular: Hipervolemia dikarenakan retensi natrium, hipertensi dikarenakan
kelebihan muatan cairan, takikardia, disritmia dikarenakan hiperkalemia, gagal jantung
kongestif dikarenakan hipertensi kronik, perikarditis dikarenakan toksin uremik dalam
cairan pericardium.
c. Sistem pernafasan: Takipnea, pernapasan kussmaul, halitosis uremik atau fetor, sputum
yang lengket, batuk disertai nyeri, suhu tubuh meningkat, hilar pneumonitis, pleural
friction rub, edema paru.
d. Sistem gastrointestinal: Anoreksia, mual dan muntah dikarenakan hiponatremia,
perdarahan gastrointestinal, distensi abdomen, diare dan konstipasi.
e. Sistem neurologi: Perubahan tingkat kesadaran (letargi, bingung, stupor, dan koma)
dikarenakan hiponatremia dan penumpukan zatzat toksik, kejang, tidur terganggu,
asteriksis
f. Sistem skeletal: Osteodistrofi ginjal, rickets ginjal, nyeri sendi dikarenakan
ketidakseimbangan kalsium-fosfor dan ketidakseimbangan hormon paratiroid yang
ditimbulkan
g. Kulit: Pucat dikarenakan anemia, pigmentasi, pruritus dikarenakan uremic frost, ekimosis,
lecet
h. Sistem perkemihan: Haluaran urine berkurang, berat jenis urine menurun, proteinuria,
fragmen dan sel urine, natrium dalam urine berkurang semuanya dikarenakan kerusakan
nefron
i. Sistem reproduksi: Interfilitas dikarenakan abnormalitas hormonal, libido menurun,
disfungsi ereksi, amenorea.

5. Diagnosa medis
Secara definisi, penyakit ginjal kronis merupakan penurunan fungsi ginjal secara kronis
yang ditandai dengan penurunan GFR (Glomerulus Filtration Rate) < 60 ml/min/1,73mm
selama 3 bulan atau lebih. Namun untuk mendiagnosis CKD dapat dilakukan secara objektif
dan dapat dipastikan melalui tes laboratorium tanpa mengidentifikasi penyebab penyakit,
sehingga dapat dideteksi oleh dokter non-nefrologi dan ahli kesehatan lainnya.
Penyakit ginjal dibagi menjadi akut atau kronik. Untuk menetukannya, dibagi berdasarkan
durasinya. Jika durasi >3 bulan ( >90hari) maka disebut kronik. Kronisitas ini untuk
membedakan CKD dengan penyakit ginjal akut lainnya seperti akut GN termasuk AKI yang
memerlukan intervensi dan memiliki etiologi dan hasil yang berbeda.
Durasi penyakit ginjal ini dapat didokumentasikan dan disimpulkan berdasarkan konteks
klinis. Untuk diagnosis yang akurat, dianjurkan untuk pemeriksaan ulang fungsi ginjal dan
kerusakan ginjal. Untuk waktu evaluasi bergantung pada penilaian klinis, dengan evaluasi awal
untuk pasien diduga memiliki AKI dan evaluasi selanjutnya untuk pasien diduga memiliki
CKD. Pada AKI terjadi peningkatan serum creatinin secara tiba-tiba dengan jumlah yang tinggi
namun pada CKD peningkatan serum creatinin terjadi secara perlahan dan kronis.
a. Penurunan GFR
GFR merupakan salah satu komponen dari fungsi eksresi yang dapat dijadikan acuan
sebagai keseluruhan index dari fungsi ginjal. Kerusakan struktual yang meluas dapat
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan berkurangnya GFR.
GFR <60 ml/min/1.73 m2 (Kategori G3a-G5) merupakan setengah dari nilai normal pada
pria dan wanita dewasa selama 3 bulan dapat diindikasi dengan CKD dengan nilai normal
GFR yaitu sekitar 125ml/min/1,73m2.
b. Kerusakan Ginjal
Kerusakan ginjal bisa terjadi di dalam parenkim, pembuluh darah besar atau tubulus
collecting duct yang paling sering dipakai sebagai penanda dari jaringan ginjal. Penanda ini
dapat memberikan petunjuk tentang kemungkinan kerusakan dalam ginjal dan temuan
klinis penyebab penyakit ginjal.
1) Proteinuria dan Albuminuria
Proteinuria merupakan istilah yang ditandai dengan adanya peningkatan jumlah
protein dalam urin. Albuminuria mengacu pada peningkatan albumin secara abnormal
dalam urin. Tingkat kehilangan albumin dan protein umumnya disebut AER ( Albumin
Excretion Rate) dan PER (Protein Excretion Rate). Batas AER ≥30mg/24 jam yang
bertahan selama >3 bulan untuk menunjukkan CKD. Batas ini kira-kira setara dengan
ACR dalam sample urin acak ≥30mg/g atau ≥3mg/mmol.
2) Sedimen urin abnormal
Temuan seperti sel, Kristal dan mikroorganisme dapat muncul dalam endapan urin
dalam berbagai gangguan ginjal dan saluran kemih, tetapi temuan sel tubular ginjal, sel
darah merah (RBC), sel darah putih (WBC), granular kasar, wide cast, dan banyak sel
dismorfik sel darah merah adalah patognomic kerusakan ginjal.
3) Elektrolit dan kelainan lain akibat gangguan tubular
Abnormalitas elektrolit dapat terjadi akibat kelainan reabsopsi dan sekresi tubulus
ginjal.
4) Kelainan imaging
Tes imaging dapat memungkinkan diagnosis penyakit pada struktur ginjal, pembuluh
darah atau tubulus collecting. Pasien dengan kelainan struktural yang signifikan
dianggap memiliki CKD jika kelainan tersebut dapat bertahan > 3 bulan.
5) Riwayat transplantasi ginjal
Penerima transplantasi ginjal didefinisikan CKD terlepas dari tingkat GFR atau adanya
penanda kerusakan ginjal.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi : Bertujuan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi GGK
1) Foto polos abdomen
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
2) Pielografi Intra vena (PIV)
Menilai sistem pelviokalesis dan ureter.

3) USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises
dan ureter proksimal, kandung kemih serta prostat
4) Renogram
Menilai ginjal kiri dan kanan, lokasi gangguan (vaskluker, parenkim, ekskresi) serta
sisa fungsi ginjal.
5) EEG
Menunjukkan dugaan ensefalopati metabolik
6) Biopsi ginjal
Memungkinkan identifikasi histologi dari proses penyakit yang mendasari

b. Laboratorium
1) Hasil pemeriksaan darah meliputi:
- Penurunan pH darah arteri dan kadar bikarbonat, kadar hemoglobin dan nilai
hematokrit yang rendah
- Pemendekan usia sel darah merah, trombositopenia ringan, defek trombosit
Kenaikan kadar ureum , kreatini, natrium dan kalium
- Peningkatan sekresi aldosteron yang berhubungan dengan peningkatan produksi
renin
- Hiperglikemia ( tanda kerusakan metabolisme karbihidrat)
- Hipertrigliseridemia dan kadar high - density lipoprotein yang rendah
2) Hasil urinalisis yang membantu penegakan diagnosis, meliputi:
- Berat jenis yang tetap pada nilai1,010
- Proteinuria, glikosuria, sel darah merah, leukosit, silinder, atau kristal yang
bergantung pada penyebab

7. Penatalaksanaan medis
Menurut Kowalak, Welsh, & Mayer (2017) penatalaksanaan medis pada gagal ginjal kronik
adalah:
a. Diit
b. Pemberian obat
c. Transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia
d. Dialisis
e. Transplantasi ginjal
f. Perikardiosentesis darurat atau pembedahan darurat untuk penanganan kor tamponade.

8. Penatalaksanaan keperawatan

Menurut Siagian dan Damayanty, (2018) Penatalaksanaan keperawatan pada


pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :

a) Konservatif

- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin

- Observasi balance cairan

- Observasi adanya odema

- Batasi cairan yang masuK


b) Dialysis
- Peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat
akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
c) Hemodialisis Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin.

9. Komplikasi
Secara umum komplikasi pada penyakit ginjal kronis disebabkan oleh berkurangnya
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan zat-zat berlebihan dalam tubuh. Zat-zat ini dapat
berupa: urea, kalium, fosfat. Penyakit-penyakit yang dapat timbul akibat penyakit ginjal kronis
adalah sebagai berikut:
a. Sindrom Uremia : sindrom uremia disebabkan oleh akumulasi urea dalam darah.
Akumulasi ini disebabkan oleh berkurangnya kemampuan ginjal untuk mengekskresikan
urea sehingga urea diabsorbsi kembali ke peredaran darah dan terakumulasi di darah.
Penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan oleh uremia antara lain:
1) Sistem Saraf Pusat: kelelahan, gangguan memori, insomnia, nyeri kepala,
kebingungan, ensefalopati (infeksi pada system saraf pusat)
2) System saraf perifer: keram, neuropati perifer
3) Gastrointestinal: anorexia, mual/muntah, gastroparesis, ulkus gastrointestinal
4) Hematologi: anemia, gangguan hemostasis
5) Kardiovaskular: hipertensi, atherosclerosis, penyakit arteri coroner, pericarditis, edema
pulmonal
6) Kulit: gatal-gatal, kulit kering, uremic frost (sekresi urea yang berlebihan melalui
kelenjar keringat)
7) Nutrisi: malnutrisi, berat badan menurun, katabolisme otot
b. Hypoalbuminemia: hipoalbumin pada darah disebabkan oleh ekskresi albumin yang
berlebihan oleh ginjal yang ditandai dengan proteinuria pada urinalisis. Secara umum
gejala albuminuria ditandai dengan edema pada wajah atau tungkai, dapat terjadi juga
edema yang mengancam nyawa misalnya seperti edema paru
c. Gagal Jantung Kongestif: penyakit ini juga disebut “high-output heart failure” penyakit ini
pada penyakit ginjal kronis disebabkan oleh tingginya volume darah akibat retensi cairan
dan natrium pada ginjal. Peningkatan volume darah menyebabkan jantung tidak dapat
memompa secara adekuat dan menyebabkan gagal jantung.
d. Anemia: Anemia pada penyakit ginjal kronis secara umumnya disebabkan oleh penurunan
produksi eritropoietin dalam ginjal dimana eritropoietin berfungsi sebagai hormone untuk
maturasi sel darah merah. Mekanisme lain anemia adalah berkurangnya absorpsi besi dan
asam folat dari pencernaan sehingga terjadi defisiensi besi dan asam folat.
e. CKD-MBD (Chronic Kidney Disease-Mineral Bone Disorder) : merupakan kelainan tulang
yang disebebkan oleh penyakit ginjal kronis yang disebabkan oleh bebebrapa hal:
1) Kelainan pada mineral seperti kalsium, fosfat, dan kelainan pada hormone paratiroid
serta vitamin D
2) Kelainan pada pembentukan tulang;
3) Kalsifikasi sel-sel vaskular

10. Prognosis
Prognosis pasien CKD berdasarkan data epidemiologi dan angka kematian meningkat sejalan
dengan fungsi ginjal yang memburuk. Penyebab kematian utama pada CKD adalah penyakit
kardiovaskular. Dengan adanya renal replacement therapy dapat meningkatkan angka harapan
hidup pada CKD stadium lanjut. Transplantasi ginjal dapat menimbulkan komplikasi akibat
pembedahan. CAPD meningkatkan angka harapan hidup dan quality of life dibandingkan
hemodialisis dan dialisis peritoneal (Siagian & Damayanty, 2018).
11. WOC (Nurarif & Kusuma, 2015)

Zat toksik Vaskular Infeksi Obstruksi saluran kemih

Reaksi antigen Arterio skerosis Tertimbun ginjal Retensi urin Batu besar & kasar
antibodi
Suplay darah ginjal turun
Menekan syaraf perifer Iritasi/cedera jaringan

GFR turun Nyeri pinggang Hematuria

GGK Nyeri Kronis Anemia

Sekresi protein terganggu Retensi Na Sekresi eritropoitis turun

Sindrom uremia Total CES naik Produksi Hb turun

Tek. Kapiler naik


Urokrom tertimbun Suplai nutrisi dalam darah turun
Ggn keseim asam basa Perpospatemia
di kulit Volume interstisial
naik Gangguan nutrisi
Prod asam lambung naik Pruritus
Perubahan warna
kulit Edema (kelebihan Oksihemoglobin turun
Kerusakan
integritas vol. cairan
Nausea, vomitus Iritasi lambung kulit Suplai O2 kasar turun
Pre load naik
Intoleransi Aktivitas
Resiko infeksi Resiko
Perdarahan Beban jantung naik
Gastritis Perfusi jaringan
Hematemesei Hipertrofi perifer tidak efektif
Mual, muntah Malena ventrikel kiri
Payah jantung kiri
Anemia
Defisit Nutrisi
Keletihan COP turun Bendungan atrium
kiri naik

Aliran darah ginjal Suplai O2 turun Suplai O2 ke otak


turun turun
Tekanan vena
Metabolisme
pulmonalis
RAA turun anaerob Kehilangan
kesadaran
Kapiler paru
Retensi Na dan Asam laktat naik naik
H2O
Fatigue, nyeri sendi Edema paru
Kelebihan Volume
Cairan Nyeri
Gangguan
Pertukaran Gas
B. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
Menurut Saferi & Mariza (2013) pengkajian pada pasien gagal ginjal kronik/Chronic Kidney
Disease (CKD) adalah
1) Anamnesis
Pengkajian antara lain keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
terdahulu
a. Keluhan Utama
Biasanya pasien dengan gagal ginjal kronik mengalami rasa nyeri pada bagian
pinggang, BAK dalam jumlah sedikit, perut membesar, mual muntah, tidak nafsu
makan, gatal pada kulit.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kemungkinan adanya DM, nefrosklerosis, Hipertensi, GGA yang tak teratasi,
obstruksi/ infeksi, urinarius, penyalahgunaan analgetik.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat asidosis tubulus ginjal dan penyakit polikistik dalam keluarga.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Aktivitas/ istirahat : Kelelahan yang ekstrem, kelemahan, malaise.
2) Sirkulasi : Riwayat Hipertensi, nyeri dada.
3) Intregritas Ego : Faktor stress, contoh finansial, hubungan,
perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan
4) Eliminasi : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, abdomen
kembung, diare/ konstipasi
5) Makanan/ cairan : BB meningkat (edema), BB menurun
(malnutrisi), anoreksia (tidak nafsu makan) penggunaan diuretik.
6) Neurosensori : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/
kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada telapak kaki
(neuropati perifer).
7) Nyeri/ kenyamanan : Nyeri pinggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri
kaki (memburuk pada malam hari).
8) Pernafasan : Nafas pendek, dispnue, batuk dengan/ tanpa sputum
kental dan banyak
2) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum dan Tanda- Tanda Vital
Kondisi gagal ginjal kronik biasanya lemah (fatigue), tingkat kesadaran
bergantung pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan TTV sering
didapatkan RR meningkat (tachyneu), hipertensi/ hipotensi sesuai
kondisi fluktuatif.
b) B1 (Breathing)
Pada pasien gagal ginjal kronik/ Chronic Kidney Disease (CKD)
biasanya mendapatkan bau napas sering kali dikaitkan dengan rasa
logam dalam mulut, dapat terjadi edema dalam paru, pleuritis,
pernapasan kusmaul.
c) B2 (Blood)
Penyakit yang berhubungan dengan kejadian gagal ginjal kronik salah
satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi diatas ambang
kewajaran akan mempengaruhi volume vaskuler. Stagnasi ini akan
memicu retensi natrium dan air sehingga akan meningkatkan beban
jantung.
d) B3 (Brain)
Pengkajian yang dapat dilihat dari aspek ini adalah kesadaran.
Manefestasi gagal ginjal kronik/ Chronic Kidney Disease (CKD) terjadi
lebih awal dan mencakup perubahan mental kesulitan berkonsentrasi,
keletihan, dan insomnia. Gejala psikotik, kejang, dan koma dikaitkan
dengan ensefalopati uremik lanjut.
e) B4 ( Bladder)
Dengan gangguan/ kegagalan fungsi ginjal secarakompleks
(filtrasi, sekresi, reabsorbsi, dan ekskresi), maka manefestasi yang
paling menonjol adalah penurunan urine output ˂400 ml/hari bahkan
sampai pada anuria (tidak adanya urine output)
f) B5 (Bowel)
BB badan mengalami penurunan, anoreksia, mual dan muntah adalah
gejala awal uremia, cegukan biasa dialami, nyeri perut, fetor uremik,
bau napas seperti urine seringkali dapat menyebabkan anoreksia.
g) B6 (Bone)
Pada pasien gagal ginjal kronik/ Chronic Kidney Disease (CKD) sering
terjadi nyeri otot dan tulang, kelemahan otot, pasien beresiko mengalam
fraktur spontan.Gangguan pada kulit yaitu pucat, warna kulit uremik
(kuning hijau), kulit kering, turgor buruk, preuritis, edema.
2) Diagnosis Keperawatan
Menurut SDKI (2017), diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada pasien CKD adalah:
a. Nyeri Kronis b.d Kerusakan sistem saraf
b. Kelebihan Volume Cairan (Hipervolemi) b.d gangguan aliran balik vena
c. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
d. Gangguan Pertukaran Gas b.d perubahan membran alveolus kapiler
e. Perfusi jaringan perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi Hb
f. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2
g. Kerusakan integritas kulit b.d pruritus/perubahan pigmentasi
3) Intervensi
Menurut SIKI (2018), rencana keperawatan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.

No. Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi dan Raisonal


D.007 Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
7 keperawatan diharapkan tingkat Observasi:
nyeri menurun dengan kriteria  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Kemampuan menuntaskan
 Identifikasi skala nyeri
aktivitas meningkat
- Keluhan nyeri menurun  Identifikasi faktor yang memperberat
- Sikap protektif dan meringis dan memperingan nyeri
menurun
 Monitor efek samping penggunaan
- Gelisah menurun
analgetik
- Kesulitan tidur menurun
- Frekuensi nadi membaik Terapeutik:
 Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri

 Kontrol lingkungan yang memperberat


rasa nyeri

 Fasilitasi istirahat dan tidur


 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

D.002 Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipervolemia


2 keperawatan diharapkan Observasi
keseimbangan cairan meningkat  Periksa tanda dan gejala hipervolemia
dengan kriteria hasil: (mis. Ortopnea, dispnea, edema, JVP
- Asupan cairan sedang meningkat, suara napas tambahan).
- Keluaran urin sedang  Identifikasi penyebab hipervolemia
- Kelembaban membran  Monitor status hemodinamik
mukosa meningkat  Monitor intake dan output
- Edema menurun cairanmonitor kecepatan infus secara
- Dehidrasi menurun ketat
Terapeutik
 Timbang BB setiap hari pada waktu
yang sama
 Batasi asupan cairan dan garam
Edukasi
 Ajarkan cara mengukur dan mencatat
asupan dan haluaran cairan
D.001 Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi
9 keperawatan diharapkan status Observasi:
nutrisi membaik dengan kriteria  Identifikasi status nutrisi
hasil:  Identifikasi alergi dan intoleransi
- Porsi makanan yang makanan
dihabiskan meningkat  Identifikasi perlunya penggunaan selang
- Berat badan membaik nasogastric
- IMT membaik  Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
Terapeutik:
 Lakukan oral hygiene sebelum makan,
Jika perlu
 Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan

D.000 Setelah dilakukan intervensi Pemantauan Respirasi


3 keperawatan diharapkan Observasi:
pertukaran gas meningkat dengan  Monitor pola nafas, monitor saturasi
kriteria hasil: oksigen
- Dispnea menurun
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman
- Bunyi napas tambahan
dan upaya napas
menurun
- PCO2 membaik  Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- PO2 membaik
Terapeutik
- Takikardia membaik
 Atur interval pemantauan respirasi
- pH arteri membaik
sesuai kondisi pasien

Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan

D.000 Setelah dilakukan intervensi Perawatan Sirkulasi


9 keperawatan diharapkan perfusi Observasi:
perifer meningkat dengan kriteria  Identifikasi faktor risiko gangguan
hasil: sirkulasi
- Denyut nadi perifer
 Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau
meningkat
bengkak pada ekstremitas
- Warna kulit pucat menurun
- Pengisian kapiler membaik Terapeutik
- Akral membaik  Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area keterbatasan
perfusi

 Hindari pengukuran tekanan darah pada


ekstremitas dengan keterbatasan perfusi

 Hindari penekanan dan pemasangan


torniquet pada area yang cedera

 Lakukan pencegahan infeksi

 Lakukan hidrasi

Edukasi
 Anjurkan berhenti merokok

 Anjurkan berolahraga rutin

 Anjurkan untuk melakukan perawatan


kulit yang tepat

 Anjurkan program diet untuk


memperbaiki sirkulasi
 Informasikan tanda dan gejala darurat
yang harus dilaporkan

D.005 Setelah dilakukan intervensi Manajemen Energi


6 keperawatan diharapkan toleransi Observasi:
aktivitas meningkat dengan  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
kriteria hasil: mengakibatkan kelelahan
- Frekuensi nadi meningkat  Monitor pola dan jam tidur
- Keluhan lelah menurun  Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Dispnea saat dan setelah Edukasi
aktivitas menurun  Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
Terapeutik:
 Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus
 Lakukan latihan rentang gerak pasif
dan/atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau berjalan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
D.012 Setelah dilakukan intervensi Perawatan Integritas Kulit
9 keperawatan diharapkan Observasi:
integritas kulit meningkat dengan  Identifikasi penyebab gangguan
kriteria hasil: integritas kulit
- Kerusakan lapisan kulit
Terapeutik:
menurun
 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
- Kemerahan menurun baring
- Suhu kulit membaik
 Gunakan produk berbahan petrolium
atau minyak pada kulit kering

 Hindari produk berbahan dasar


alkohol pada kulit

Edukasi
 Anjurkan menggunakan pelembab

 Anjurkan minum air yang cukup

 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

 Anjurkan menghindari terpapar suhu


ekstrem

 Anjurkan mandi dan menggunkan sabun


secukupnya

DAFTAR PUSTAKA

Jainurakhma. J., et all. (2021). Dasar-Dasar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam dengan
Pendekatan Klinis. Jakarta: Yayasan Kita Menulis.
Kowalak, J.P., Welsh, W., & Mayer, B. (2017). Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC.
Lemone, P., Burke K.M., & Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah.
Jakarta: EGC.
Nurarif, A.H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: Penerbit Mediaction Jogja.

Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Saferi.A., dan Mariza. Y. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Siagian, K. N., dan Damayanty, A. E. (2018). Identifikasi Penyebab Penyakit Ginjal Kronik pada Usia
Dibawah 45 Tahun. Anatomica Medical Journal, 1(3), 159–166.

Smeltzer, et al. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai