Oleh:
Nurros Mei
NIM: 0406482225004
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
A. Kajian Teoritis Chronic Kidney Disease (CKD)
1. Definisi
Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease/ CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektolit sehingga menyebabkan uremia (retensi
urea dan sampah nitroen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2008). Menurut Nursalam (2006),
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan kerusakan ginjal progressif yang berakibat fatal
dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta
komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal).
2. Etiologi
Diabetes melitus, hipertensi, gagal jantung, aritmia, hiperkalemia, anemia, imunitas yang
menurun, gangguan mineral dan lain-lain merupakan penyebab yang terdapat pada CKD dan
menyebabkan perubahan fisiologi yang dapat mengakibatkan kegawatan (Setyohadi, Sally &
Putu, 2016).
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik diantaranya
adalah:
3. Patofisiologi
Penyakit Chronic Kidney Disease (CKD ) pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang
masih tersisa (Surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi,
yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladapsi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun
penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis reninangiotensin-
aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan
progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis rennin-angiotensin-aldosteron,sebagian
diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor (TGF). Beberapa hal yang
juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit CKD adalah albuminuria,
hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya
sklerosis dan fibrosis glomerlus maupun tubulointerstitia ( Price, 2006).
Pada stadium paling dini penyakit Chronic Kidney Disease, terjadi kehilangan daya cadang
ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang
ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%,
pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik) tapi sudah terjadi peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan tanda
gejala uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritis, mual muntah, nyeri, cemas dengan keadaannya dan lain
sebagainnya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran
napas, maupun unfeksi saluran cerna. juga akan terjadi gangguan keseimbangan elektrolit
antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi
yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement
therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal, pada keadaan ini pasien dikatakan sampai
pada stadium gagal ginjal (Lemone, Burke, & Baukloff, 2016).
5. Diagnosa medis
Secara definisi, penyakit ginjal kronis merupakan penurunan fungsi ginjal secara kronis
yang ditandai dengan penurunan GFR (Glomerulus Filtration Rate) < 60 ml/min/1,73mm
selama 3 bulan atau lebih. Namun untuk mendiagnosis CKD dapat dilakukan secara objektif
dan dapat dipastikan melalui tes laboratorium tanpa mengidentifikasi penyebab penyakit,
sehingga dapat dideteksi oleh dokter non-nefrologi dan ahli kesehatan lainnya.
Penyakit ginjal dibagi menjadi akut atau kronik. Untuk menetukannya, dibagi berdasarkan
durasinya. Jika durasi >3 bulan ( >90hari) maka disebut kronik. Kronisitas ini untuk
membedakan CKD dengan penyakit ginjal akut lainnya seperti akut GN termasuk AKI yang
memerlukan intervensi dan memiliki etiologi dan hasil yang berbeda.
Durasi penyakit ginjal ini dapat didokumentasikan dan disimpulkan berdasarkan konteks
klinis. Untuk diagnosis yang akurat, dianjurkan untuk pemeriksaan ulang fungsi ginjal dan
kerusakan ginjal. Untuk waktu evaluasi bergantung pada penilaian klinis, dengan evaluasi awal
untuk pasien diduga memiliki AKI dan evaluasi selanjutnya untuk pasien diduga memiliki
CKD. Pada AKI terjadi peningkatan serum creatinin secara tiba-tiba dengan jumlah yang tinggi
namun pada CKD peningkatan serum creatinin terjadi secara perlahan dan kronis.
a. Penurunan GFR
GFR merupakan salah satu komponen dari fungsi eksresi yang dapat dijadikan acuan
sebagai keseluruhan index dari fungsi ginjal. Kerusakan struktual yang meluas dapat
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan berkurangnya GFR.
GFR <60 ml/min/1.73 m2 (Kategori G3a-G5) merupakan setengah dari nilai normal pada
pria dan wanita dewasa selama 3 bulan dapat diindikasi dengan CKD dengan nilai normal
GFR yaitu sekitar 125ml/min/1,73m2.
b. Kerusakan Ginjal
Kerusakan ginjal bisa terjadi di dalam parenkim, pembuluh darah besar atau tubulus
collecting duct yang paling sering dipakai sebagai penanda dari jaringan ginjal. Penanda ini
dapat memberikan petunjuk tentang kemungkinan kerusakan dalam ginjal dan temuan
klinis penyebab penyakit ginjal.
1) Proteinuria dan Albuminuria
Proteinuria merupakan istilah yang ditandai dengan adanya peningkatan jumlah
protein dalam urin. Albuminuria mengacu pada peningkatan albumin secara abnormal
dalam urin. Tingkat kehilangan albumin dan protein umumnya disebut AER ( Albumin
Excretion Rate) dan PER (Protein Excretion Rate). Batas AER ≥30mg/24 jam yang
bertahan selama >3 bulan untuk menunjukkan CKD. Batas ini kira-kira setara dengan
ACR dalam sample urin acak ≥30mg/g atau ≥3mg/mmol.
2) Sedimen urin abnormal
Temuan seperti sel, Kristal dan mikroorganisme dapat muncul dalam endapan urin
dalam berbagai gangguan ginjal dan saluran kemih, tetapi temuan sel tubular ginjal, sel
darah merah (RBC), sel darah putih (WBC), granular kasar, wide cast, dan banyak sel
dismorfik sel darah merah adalah patognomic kerusakan ginjal.
3) Elektrolit dan kelainan lain akibat gangguan tubular
Abnormalitas elektrolit dapat terjadi akibat kelainan reabsopsi dan sekresi tubulus
ginjal.
4) Kelainan imaging
Tes imaging dapat memungkinkan diagnosis penyakit pada struktur ginjal, pembuluh
darah atau tubulus collecting. Pasien dengan kelainan struktural yang signifikan
dianggap memiliki CKD jika kelainan tersebut dapat bertahan > 3 bulan.
5) Riwayat transplantasi ginjal
Penerima transplantasi ginjal didefinisikan CKD terlepas dari tingkat GFR atau adanya
penanda kerusakan ginjal.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi : Bertujuan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi GGK
1) Foto polos abdomen
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
2) Pielografi Intra vena (PIV)
Menilai sistem pelviokalesis dan ureter.
3) USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises
dan ureter proksimal, kandung kemih serta prostat
4) Renogram
Menilai ginjal kiri dan kanan, lokasi gangguan (vaskluker, parenkim, ekskresi) serta
sisa fungsi ginjal.
5) EEG
Menunjukkan dugaan ensefalopati metabolik
6) Biopsi ginjal
Memungkinkan identifikasi histologi dari proses penyakit yang mendasari
b. Laboratorium
1) Hasil pemeriksaan darah meliputi:
- Penurunan pH darah arteri dan kadar bikarbonat, kadar hemoglobin dan nilai
hematokrit yang rendah
- Pemendekan usia sel darah merah, trombositopenia ringan, defek trombosit
Kenaikan kadar ureum , kreatini, natrium dan kalium
- Peningkatan sekresi aldosteron yang berhubungan dengan peningkatan produksi
renin
- Hiperglikemia ( tanda kerusakan metabolisme karbihidrat)
- Hipertrigliseridemia dan kadar high - density lipoprotein yang rendah
2) Hasil urinalisis yang membantu penegakan diagnosis, meliputi:
- Berat jenis yang tetap pada nilai1,010
- Proteinuria, glikosuria, sel darah merah, leukosit, silinder, atau kristal yang
bergantung pada penyebab
7. Penatalaksanaan medis
Menurut Kowalak, Welsh, & Mayer (2017) penatalaksanaan medis pada gagal ginjal kronik
adalah:
a. Diit
b. Pemberian obat
c. Transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia
d. Dialisis
e. Transplantasi ginjal
f. Perikardiosentesis darurat atau pembedahan darurat untuk penanganan kor tamponade.
8. Penatalaksanaan keperawatan
a) Konservatif
9. Komplikasi
Secara umum komplikasi pada penyakit ginjal kronis disebabkan oleh berkurangnya
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan zat-zat berlebihan dalam tubuh. Zat-zat ini dapat
berupa: urea, kalium, fosfat. Penyakit-penyakit yang dapat timbul akibat penyakit ginjal kronis
adalah sebagai berikut:
a. Sindrom Uremia : sindrom uremia disebabkan oleh akumulasi urea dalam darah.
Akumulasi ini disebabkan oleh berkurangnya kemampuan ginjal untuk mengekskresikan
urea sehingga urea diabsorbsi kembali ke peredaran darah dan terakumulasi di darah.
Penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan oleh uremia antara lain:
1) Sistem Saraf Pusat: kelelahan, gangguan memori, insomnia, nyeri kepala,
kebingungan, ensefalopati (infeksi pada system saraf pusat)
2) System saraf perifer: keram, neuropati perifer
3) Gastrointestinal: anorexia, mual/muntah, gastroparesis, ulkus gastrointestinal
4) Hematologi: anemia, gangguan hemostasis
5) Kardiovaskular: hipertensi, atherosclerosis, penyakit arteri coroner, pericarditis, edema
pulmonal
6) Kulit: gatal-gatal, kulit kering, uremic frost (sekresi urea yang berlebihan melalui
kelenjar keringat)
7) Nutrisi: malnutrisi, berat badan menurun, katabolisme otot
b. Hypoalbuminemia: hipoalbumin pada darah disebabkan oleh ekskresi albumin yang
berlebihan oleh ginjal yang ditandai dengan proteinuria pada urinalisis. Secara umum
gejala albuminuria ditandai dengan edema pada wajah atau tungkai, dapat terjadi juga
edema yang mengancam nyawa misalnya seperti edema paru
c. Gagal Jantung Kongestif: penyakit ini juga disebut “high-output heart failure” penyakit ini
pada penyakit ginjal kronis disebabkan oleh tingginya volume darah akibat retensi cairan
dan natrium pada ginjal. Peningkatan volume darah menyebabkan jantung tidak dapat
memompa secara adekuat dan menyebabkan gagal jantung.
d. Anemia: Anemia pada penyakit ginjal kronis secara umumnya disebabkan oleh penurunan
produksi eritropoietin dalam ginjal dimana eritropoietin berfungsi sebagai hormone untuk
maturasi sel darah merah. Mekanisme lain anemia adalah berkurangnya absorpsi besi dan
asam folat dari pencernaan sehingga terjadi defisiensi besi dan asam folat.
e. CKD-MBD (Chronic Kidney Disease-Mineral Bone Disorder) : merupakan kelainan tulang
yang disebebkan oleh penyakit ginjal kronis yang disebabkan oleh bebebrapa hal:
1) Kelainan pada mineral seperti kalsium, fosfat, dan kelainan pada hormone paratiroid
serta vitamin D
2) Kelainan pada pembentukan tulang;
3) Kalsifikasi sel-sel vaskular
10. Prognosis
Prognosis pasien CKD berdasarkan data epidemiologi dan angka kematian meningkat sejalan
dengan fungsi ginjal yang memburuk. Penyebab kematian utama pada CKD adalah penyakit
kardiovaskular. Dengan adanya renal replacement therapy dapat meningkatkan angka harapan
hidup pada CKD stadium lanjut. Transplantasi ginjal dapat menimbulkan komplikasi akibat
pembedahan. CAPD meningkatkan angka harapan hidup dan quality of life dibandingkan
hemodialisis dan dialisis peritoneal (Siagian & Damayanty, 2018).
11. WOC (Nurarif & Kusuma, 2015)
Reaksi antigen Arterio skerosis Tertimbun ginjal Retensi urin Batu besar & kasar
antibodi
Suplay darah ginjal turun
Menekan syaraf perifer Iritasi/cedera jaringan
Edukasi
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Lakukan hidrasi
Edukasi
Anjurkan berhenti merokok
Edukasi
Anjurkan menggunakan pelembab
DAFTAR PUSTAKA
Jainurakhma. J., et all. (2021). Dasar-Dasar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam dengan
Pendekatan Klinis. Jakarta: Yayasan Kita Menulis.
Kowalak, J.P., Welsh, W., & Mayer, B. (2017). Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC.
Lemone, P., Burke K.M., & Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah.
Jakarta: EGC.
Nurarif, A.H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: Penerbit Mediaction Jogja.
Siagian, K. N., dan Damayanty, A. E. (2018). Identifikasi Penyebab Penyakit Ginjal Kronik pada Usia
Dibawah 45 Tahun. Anatomica Medical Journal, 1(3), 159–166.
Smeltzer, et al. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI