Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN UROLITHIASIS

Disusun Oleh

RAUDHAH

NIM P1908056

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS

WIYATA HUSADA SAMARINDA


2019
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
UROLITHIASIS

Disusun Oleh :

Nama : Raudhah
NIM : P1908056

Telah disetujui oleh perseptor dan dosen pembimbing

Pada Tanggal ........ .................................. 2019

Dosen Pembimbing Perseptor

Keperawatan Medikal Bedah Ruang IBS RSKD Balikpapan

(Ns. Kiki Hardiansyah Safitri, M.Kep, Sp.Kep MB) ( Ns. Widi Astuti, S.Kep )
NIK 11307.28.816.088 NIP 19760408 1997032002

Mengetahui,

Dosen Koordinator Keperawatan Medikal Bedah

Ns. Chrisyen Damanik, S.Kep., M.Kep


NIK : 113072.83.11.023
LAPORAN PENDAHULUAN
UROLITHIASIS

KONSEP DASAR PENYAKIT


A. PENGERTIAN

Urolithiasis adalah batu yang terbetuk dari berbagai macam proses kimia di dalam
tubuh manusia dan terletak di dalam ginjal serta saluran kemih pada manusia seperti

ureter (Pharos, 2012)

Urolithiasis merupakan obstruksi benda padat pada saluran kencing yang berbentuk
karena faktor presifitasi endapan dan senyawa tertentu. Batu tersebut bias berbentuk

dari berbagai senyawa, misalnya kalsium oksalat (60%), fosfat (30%), asam urat (5%)
dan sistin (1%). (Prabowo. E dan Pranata, 2014)

Urolithiasis adalah suatu kondisi dimana dalam saluran kemih individu terbentuk
batu berupa kristal yang mengendap dari urin (Mehmed & Ender, 2015).

Urolithiasis merupakan kumpulan batu saluran kemih, namun secara rinci ada

beberapa penyebutannya. Berikut ini adalah istilah penyakit batu berdasarkan letak

batu antara lain:

1) Nefrolithiasis disebut sebagai batu pada ginjal

2) Ureterolithiasis disebut batu pada ureter


3) Vesikolithiasis disebut sebagai batu pada vesika urinaria/ batu buli

4) Uretrolithisai disebut sebagai batu pada ureter

B. ETIOLOGI

Penyebab terjadinya urolithiasis secara teoritis dapat terjadi atau terbentuk diseluruh

salurah kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran
urin (statis urin) antara lain yaitu sistem kaliks ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan

bawaan pada pelvikalis (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi intravesiko kronik,

seperti Benign Prostate Hyperplasia (BPH), striktur dan buli-buli neurogenik


merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu

(Prabowo & Pranata, 2014). Beberapa teori pembentukan batu adalah :


a. Teori Nukleasi

Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu (nukleus).
Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang kelewat jenuh (supersaturated)
akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti
batu dapat berupa kristal atau benda asing di saluran kemih.
b. Teori Matriks

Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin, dan


mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.

c. Penghambatan kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara

lain : magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika


kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan

terbentuknya batu di dalam saluran kemih.

C. MANIFESTASI KLINIS

Gejala-gejala Urolithiasis antara lain:


1. Kolik renal dan non kolik renal merupakan 2 tipe nyeri yang berasal dari ginjal kolik

renal umumnya disebabkan karena batu melewati saluran kolektivus atau saluran

sempit ureter, sementara non kolik renal disebabkan oleh distensi dari kapsula

ginjal.
2. Hematuria pada penderita BSK seringkali terjadi hematuria (air kemih berwarna

seperti air teh) terutama pada obstruksi ureter.

3. Infeksi jenis BSK apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder akibat

obstruksi.
4. Demam adanya demam yang berhubungan dengan BSK merupakan kasus darurat

karena dapat menyebabkan urosepsis.

5. Mual-muntah. Obstruksi saluran kemih bagian atas seringkali menyebabkan mual

dan muntah.

D. PATOFISIOLOGI

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-
tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu sistem kalises

ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises, divertikel, obstruksi

infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat berigna, striktura, dan buli-buli
neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadi pembentukan

batu. (Dinda, 2011)


Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organic yang terlarut di
dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap
larut) kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga

menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat Kristal
masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat

Kristal menempel pada epitel saluran kemih, dan dari sini bahan-bahan lain
diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk

menyumbat saluran kemih. (Dinda, 2011)


Kondisi metasble di pengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine,

kosentrasi solute di dalam urine, laju aliran di dalam saluran kemih, atau adanya koloid

di dalam urine, kosentrasi solute di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum

di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu. (Dinda, 2011)

Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan
dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium

fosfat, sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium

fosfat, batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis

pembentukan batu-batu di atas hampir sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih
yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Misalkan batu asam urat

mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat

terbentuk karena urine bersifat basa. (Dinda, 2011)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

a. Urinalisis

1) Makroskopik didapatkan gross hematuria.


2) Mikroskopik ditemukan sedimen urin yang menunjukkkan adanya

leukosituria, hematuria, kristal-kristal pembentuk batu.

3) Pemeriksaan kimiawi ditemukan pH urin lebih dari 7,6 menunjukkan adanya


pertumbuhan kuman pemecah urea dan kemungkinan terbentuk batu fosfat.

Bisa juga pH urin lebih asam dan kemungkinan terbentuk batu asam urat.

4) Pemeriksaan kultur urin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah


urea.

5) Pemeriksaan Faal Ginjal. Pemeriksaan ureum dan kreatinin adalah untuk


melihat fungsi ginjal baik atau tidak. Pemeriksaan elektrolit untuk memeriksa
factor penyebab timbulnya batu antara lain kadar kalsium, oksalat, fosfat
maupun urat di dalam urin.
b. Pemeriksaan Darah Lengkap

Dapat ditemukan kadar hemoglobin yang menurun akibat terjadinya hematuria.


Bisa juga didapatkat jumlah lekosit yang meningkat akibat proses peradangan

di ureter.
2. Radiologis

Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi bendungan
atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan; pada

keadaan ini dapat dilakukan retrograd pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad

pielografi, bila hasil retrograd pielografi tidak memberikan informasi yang

memadai. Pada foto BNO batu yang dapat dilihat disebut sebagai batu radioopak,

sedangkan batu yang tidak tampak disebut sebagai batu radiolusen, berikut ini
adalah urutan batu menurut densitasnya, dari yang paling opaq hingga yang paling

bersifat radiolusent; calsium fosfat, calsium oxalat, magnesium amonium fosfat,

sistin, asam urat, xantine.

F. KOMPLIKASI

Adapun komplikasi dari batu kandung kemih ini dibedakan komplikasi akut dan

komplikasi jangka panjang :

1. Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian,


kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang

tidak direncanakan. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan

kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter,

sepsis, trauma vaskuler,hematuria. Sedang yang termasuk kurang signifikan


perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK

dan migrasi stent.

2. Komplikasi jangka panjang adalah Gagal ginjal akut sampai kronis. Striktur tidak
hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari

batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar

dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar
penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi ( IVP ) pasca operasi
G. PENATALAKSANAAN SECARA TEORI
1. Medikamentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu diharapkan dapat

keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri,


memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak

supaya dapat mendorong batu keluar. Dapat juga diberi pelarut batu seperti
batu asam urat yang dapat dilarutkan dengan pemberian bikarbonas natrikus

disertai makanan alkalis.


2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi).

Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy

pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal,

atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan. Batu dipecah

menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran


kemih.

3. Endourologi

a. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi : memasukkan alat ureteroskopi per

uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan
memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem

pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi atau uretero-

renoskopi ini.

b. Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan


keranjang Dormia.

4. Bedah Laparoskopi

Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang

berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Identitas
Secara otomatis ,tidak factor jenis kelamin dan usia yang signifikan dalam proses

pembentukan batu. Namun, angka kejadian urolgitiasis dilapangan sering kali


terjadi pada laki-laki dan pada masa usia dewasa. Hal ini dimungkinkan karena

pola hidup, aktifitas, dan geografis.


2. Riwayat penyakit sekarang

Keluhan yang sering terjadi pada klien batu saluran kemih ialah nyeri pada

saluran kemih yang menjalar, berat ringannya tergantung pada lokasi dan

besarnya batu, dapat terjadi nyeri/kolik renal klien dapat juga mengalami

gangguan gastrointestinal dan perubahan.


3. Pola psikososial

Hambatan dalam interaksi social dikarenakan adanya ketidaknyamanan (nyeri

hebat) pada pasien, sehingga focus perhatiannya hanya pada sakitnya. Isolasi

social tidak terjadi karena bukan merupakan penyakit menular.


4. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari

a. Penurunan aktifitas selama sakit terjadi bukan karena kelemahan otot,

tetapi dikarenakan gangguan rasa nyaman (nyeri). Kegiatan aktifitas relative

dibantu oleh keluarga,misalnya berpakaian, mandi makan,minum dan lain


sebagainya,terlebih jika kolik mendadak terjadi.

b. Terjadi mual mutah karena peningkatan tingkat stres pasien akibat nyeri

hebat. Anoreksia sering kali terjadi karena kondisi ph pencernaan yang

asam akibat sekresi HCL berlebihan. Pemenuhan kebutuhan cairan


sbenarnya tidak ada masalah. Namun, klien sering kali membatasi minum

karena takut urinenya semakin banyak dan memperparah nyeri yang

dialami.
c. Eliminasi alvi tidak mengalami perubahan fungsi maupun pola, kecuali

diikuti oleh penyakit penyerta lainnya. Klien mengalami nyeri saat kencing

(disuria, pada diagnosis uretrolithiasis). Hematuria (gross/flek), kencing


sedikit (oliguaria), disertai vesika (vesikolithiasis).
5. Pemeriksaan fisik
Anamnese tentang pola eliminasi urine akan memberikan data yang kuat.
Oliguria, disuria, gross hematuria menjadi ciri khas dari urolithiasis. Kaji TTV,

biasanya tidak perubahan yang mencolok pada urolithiasis. Takikardi akibat nyeri
yang hebat, nyeri pada pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika

(vesikolithiasis/uretrolithiasis), teraba massa keras/batu (uretrolthiasis).


a. Keadaan umum

Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan
fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan

penyulit yang ditimbulkan. Terjadi nyeri/kolik renal klien dapat juga

mengalami gangguan gastrointestinal dan perubahan.

b. Tanda-tanda vital

Kesadaran compos mentis, penampilan tampak obesitas, tekanan darah


110/80 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi nafas 20 kali/menit,

suhu 36,2 C, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) 29,3 kg/m2. Pada pemeriksaan

palpasi regio flank sinistra didapatkan tanda ballotement (+) dan pada
perkusi nyeri ketok costovertebrae angle sinistra (+).

c. Pemeriksaan fisik persistem

1) Sistem persyarafan, tingkat kesadaran, GCS, reflex bicara, compos

mentis.

2) Sistem penglihatan, termasuk penglihatan pupil isokor, dengan reflex


cahaya (+) .
3) Sistem pernafasan, nilai frekuensi nafas, kualitas, suara dan jalan nafas.

Atau tidak mengeluh batuk atau sesak. Tidak ada riwayat bronchitis, TB,

asma, empisema, pneumonia.

4) Sistem pendengaran, tidak ditemukan gangguan pada system

pendengaran.
5) Sistem pencernaan, Mulut dan tenggorokan: Fungsi mengunyah dan

menelan baik, Bising usus normal.

6) Sistem abdomen, adanya nyeri tekan abdomen, teraba massa keras atau
batu, nyeri ketok pada pinggang.

7) Sistem reproduksi tidak ada masalah/gangguan pada sistem reproduksi.


8) Sistem kardiovaskuler, tidak ditemukan gangguan pada sistem
kardiovaskular.
9) Sistem integumen, hangat, kemerahan, pucat.

10) Sistem muskuluskletal, mengalami intoleransi aktivitas karena nyeri yang


dirasakan yang melakukan mobilitas fisik tertentu.

11) Sistem perkemihan, adanya oliguria, disuria, gross hematuria, menjadi


ciri khas dari urolithiasis, nyeri yang hebat, nyeri ketok pada pinggang,

distensi vesika pada palpasi vesika (vesikolithiasis/ urolithiasis, nyeri


yang hebat, nyeri ketok pada pinggang, distensi vesika pada palpasi

vesika (vesikolithiasis/uretrolithiasis), teraba massa keras/batu

(uretrolithiasis). nilai frekuensi buang air kecil dan jumlahnya, Gangguan

pola berkemih.

6. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap, kimia darah

(ureum, kreatinin, asam urat), dan urin lengkap. Hasilnya ditemukan

peningkatan kadar leukosit 11.700/μl (normalnya: 5000- 10.000/μl); kimia darah


tidak ditemukan peningkatan kadar ureum, kreatinin, maupun asam urat; urin

lengkap ditemukan warna keruh, epitel (+), sedimen (+), peningkatan kadar

eritrosit 5-7/LPB (normalnya: 0-1/LPB), leukosit 10-11/LPB (0-5/LPB).

b. Radiologis
Pada pemeriksaan radiologi dilakukan rontgen Blass Nier Overzicht (BNO) dan

ultrasonografi (USG) abdomen. Hasilnya pada rontgen BNO didapatkan tampak

bayangan radioopaque pada pielum ginjal setinggi linea paravertebrae sinistra

setinggi lumbal III Ukuran 1,5 x 2 cm; USG didapatkan tampak batu pada ginjal
kiri di pole atas-tengah-bawah berukuran 1 cm x 1,2 cm x 1,8 cm; tampak

pelebaran sistem pelvicokaliseal.

1) Foto Polos Abdomen


Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan

adanya batu radiopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan

kalsium fosfat bersifat radiopak dan paling sering dijumpai diantara batu
jenis lain, sedangkan batu asama urat bersifat non-opak (radiolusen)
2) Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai keadaan anatomi dan fungsi
ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batuk semi-opak ataupun

batu non-opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika PIV
belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya

penurunan fungis ginjal sebagai gantinya adalah pemeriksaan pielografi


retrograde.

3) Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV,

yaitu pada keadaan-keadaan : alergi terhadap kontras, faal ginjal yang

menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat

menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli, hidronefrosis, pionefrosis.


B. DIAGNOSA DAN RENCANA KEPERAWATAN

Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi

1 Nyeri akut  Memperlihatkan pengendalian nyeri,yang  Pemberian Analgesik

Definisi: pengalaman sensori dan dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (1-5;  Manajemen medikasi

emosional yang tidak tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering,  Manajemen nyeri

menyenangkan yang muncul atau selalu :  Bantuan analgesia yang dikendalikan oleh pasien

akibat kerusakan jaringan yang 1) Mengenali awitan nyeri  Manajemen sedasi


actual atau potensial atau 2) Menggunakan tindakan pencegahan

digambarkan dalam hal kerusakan 3) Melaporkan nyeri dapat dilakukan Aktivitas Keperawatan

sedemikian rupa.  Menunjukkan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh Pengkajian


Batasan karakteristik: indikator sebagai indikator berikut (sebutkan 1-5;  Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai

1. Perubahan selera makan sangat berat, berat, sedang, ringan, atau tidak pilihan pertama untuk mengumpulkan informasi

2. Perubahan tekanan darah ada): pengkajian

3. Perubahan prekuensi jantung 1) Ekpresi nyeri pada wajah  Minta pasien untuk menilai nyeri atau

4. Perubahan prekuensi 2) Gelisah atau ketegangan otot ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10
pernafasan 3) Durasi episode nyeri (0=tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan,

5. Diaphoresis 4) Merintih dan menangis 10=nyeri hebat)

6. Prilaku ditraksi 5) Gelisah  Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau


7. Sikap melindungi area nyeri  Tingkat Kenyamanan: tingkat persepsi positif peredaan nyeri oleh analgesik dan kemungkinan

8. Gannguan tidur terhadap kemudahan fisik dan psikologis efek sampingnya


Faktor yang berhubungan :  Pengendalian nyeri: tindakan individu untuk  Kaji dampak agama, budaya, kepercyaan, dan

Agen cedera (misalnya biologis, mengendalikan nyeri lingkungan terhadap nyeri dan repons pasien
fisik, dan psikologis) Di tandai  Tingkat keparahan nyeri yang dapat di amati atau  Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata kata

dengan dilaporkan sesuai usia dan tingkat perkembanagan pasien

1. Keluhan nyeri, colik billiary  Manajemen nyeri NIC :

(frequensi nyeri ). - Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif


2. Ekspresi wajah saat nyeri, meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan

prilaku yang hati-hati. durasi, frekuensi dan kualitas dan intensitas

3. Respon autonomik atau keparahan nyeri, dan faktor

(perubahan pada tekanan presipitasinya

darah ,nadi). - Observasi isyarat nonverbal


4. Fokus terhadap diri yang ketidaknyamanan, khususnya pada mereka

terbatas. yag tidak mampu berkomunikasi efektif

Penyuluhan untuk pasien/keluarga


 Sertakan dalam intruksi pemulangan pasien

obat khusus yang harus di minum, frekuensi


pemberian, kemungkinan efeksamping,

kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan


khusus saat mengkonsumsi oabat tersebut

(misalnya, pembatasan aktivitas fisik,


pembatasan diet), dan nama orang yang harus

dihubungi bila mengalami nyeri membandel.

 Instruksikan pasien untuk menginformasikan

kepada perawat jika peredaan nyeri tidak dapat


dicapai

 Informasikan kepada pasien tentang prosedur

yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan

strategi koping yang disarankan

 Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik


narkotik atau opiod (misalnya, risiko

ketergantungan atau overdosis


 Manajemen nyeri (NIC): berikan informasi

tenteng nyeri , seperti penyebab nyeri, berapa

lama akan berlangsung, dan antisispasi

ketidaknyamanan akibat prosedur


 Majemen nyeri (NIC): Ajarkan penggunaan

teknik nonfarmakologis (misalnyaa, umpan


balik biologis, transcutaneus elektrical nerve

stimulation (tens) hipnosis relaksasi, imajinasi


terbimbing, terapai musik, distraksi, terapai

bermain, terapi aktivitas, akupresur, kompres

hangat atau dingin, dan masase sebelum atau

setelah, dan jika memungkinkan selama


aktivitas yang menimbulkan nyeri ; sebelum

nyeri terjadi atau meningkat; dan berama

penggunaan tindakan peredaran nyeri yang

lain.

Aktivitas kolaboratif
 Kelola nyeri pasca bedah awal dengan
pemberian opiat yang terjadwal (misalnya,

setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA

 Manajement nyeri NIC :

- Gunakan tindakan pengendalian nyeri


sebelum nyeri menjadi lebih berat

- Laporkan kepada dokter jika tindakan berhasil


- Laporkan kepada dokter jika tindakn tidak

berhasil atau jika keluhan saat ini


merupakan perubahan yang bermakna dari

pengalaman nyeri pasien di maa lalu.

Aktivitas lain
 Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi

melalui pengkajian nyeri dan efek samping

 Bantu pasien mengidentifikasi tindakan

kenyaman yang efektif di masa lalu seperti

,distraksi,relaksasi ,atau kompers hangat dingin


 Hadir di dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan

rasa nyaman
Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi

2 Gangguan Eliminasi Urine  Menunjukkan kontinensia urine, yang di buktikan  Pelatihan kandung kemih: meningkatkan fungsi
Definisi: disfungsi pada eliminasi oleh indicator berikut (sebutkan 1-5: selalu, sering, kandung kemih pada individu yang mengalami

urine kadan-kadang, jarang, atau tidak pernah inkotenensia urine dengan meningkatkan

ditunjukkan): kemampuan kandung kemih untuk menahan urine

Batasan karakteristik 1) Infeksi saluran kemih (SDP) [sel darah dan kemampuan pasien untuk menekan urinasi.

1. Dissurya putih]<100.000)  Manajemen eliminasi urine : mempertahankan


2. Sering berkemih 2) Kebocoran urine diantara berkemih pola eliminasi urine yang optimum.

3. Inkontinensia  Menunjukkan kontinensia urine, yang dibuktikan

4. Nokturya oleh indicator berikut (sebutkan 1-5:tidak pernah, Aktifitas Keperawatan

5. Retensi jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu di Pengkajian


6. Dorongan tunjukkan):  Manajemen eliminasi urin (NIC) :

1) Eliminasi secara mandiri - Pantau eliminasi urine, meliputi frekuensi,

Faktor yang berhubungan : 2) Mempertahankan pola berkemih yang dapat konsisten, bau, volume, dan warna, jika perlu.

1. Obstopsi anatomic diduga - Kumpulkan specimen urine porsi tengah untuk


2. Penyebab multiple  Kontinensia urine : pengendalian eliminasi urine dari urinalis.

kandung kemih

 Eliminasi urine: pengumpulan dan pengeluaran


urine Penyuluhan untuk pasien/keluarga
 Manajemen eliminasi urine (NIC) :
- Ajarkan pasien tentang tanda dan gejala

infeksi saluran kemih


- Instruksikan pasien dan keluarga untuk

mencatat haluaran urine, bila diperlukan.

- Instruksikan pasien untuk berespons segera

terhadap kebutuhan eliminasi.


- Ajarkan pasien untuk minum 200 ml cairan

pada saat makan, di antara waktu makan,

diantara waktu makan, dan awal petang.

Aktivitas kolaboratif
 Manajemen eliminasi urine (NIC), rujuk ke dokter

jika terdapat tanda dan gejala infeksi saluran


kemih.
Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi

3 Retensi urine  Menunjukkan kontinesia urine, yang dibuktikan  Kateterisasi urine


Definisi: pengosongan kandung oleh indicator berikut (sebutkan 1-5: selalu, sering,  Manajemen eliminasi urine

kemih tidak komplet kdang-kadang, jarang, atau tidak pernah di  Perawatan retensi urine

Batasan karakteristik: tunjukkan):

1. Tidak ada haluaran urie 1) Kebocoran urine diantara berkemih Aktffitas Keperawatan

2. Distensi kandung kemih 2) Urine residu pasca-berkemih > 100-200 cc Pengkajian


3. Menetes  Kontinesia urine: pengendalian eliminasi urine dari  Identifikasi dan dokumentasikan pola

4. Disuria kandung kemih pengosongan kandung kemih

5. Sering berkemih  Eliminasi urine: pengumpulan dan pengeluaran  Perawatan retensi urine (NIC) :

6. Inkontenensia aliran berlebih urine - Pantau penggunaan agens non resep dengan

7. Residu urine antikolinergik atau agonisalfa.

8. Sensasi kandung kemih penuh - Pantau efek obat resep, seperti penyekat

9. Berkemih sedikit saluran kalsium dan antikolinergik.

Faktor yang berhubungan : - Pantau asupan dan haluaran.


1. Sumbatan - Pantau distensi kandung kemih melalui palpasi

2. Tekanan ureter tinggi dan perkusi.


Penyuluhan untuk pasien/keluarga
 Ajarkan pasien tentang tanda dan gejala infeksi
saluran kemih yang di laporkan misalnya: demam,

menggigil, nyeri pinggang, hematuria, serta


perubahan konsistensi dan bau urine.

 Perawatan retensi urine (NIC): instruksikan pasien

dan keluarga untuk mencatat haluaran urine.

Aktivitas kolaboratif

 Rujuk ke perawat terapi enterostoma untuk

instruksi kateterisasi intermiten mandiri

penggunaan prosedur bersih setiap 4-6 jam pada

saat terjaga
 Perawatan retensi urine (NIC): rujuk pada spesialis

kontenensia urine.

Aktivitas lain

 Lakukan program pelatihan pengosongan

kandung kemih
 Bagi cairan dalam sehari untuk menjamin asupan

yang adekuat tanpa menyebabkan kandung kemih


over-distensi

 Anjurkan pasien mengonsumsi cairan per oral:


_____cc untuk sore hari, dan _____cc untuk malam

hari

 Perawatan retensi urine (NIC) :

- Berikan privasi untuk eliminasi


- Gunakan kekuatan sugesti dengan mengalirkan

air atau membilas toilet

- Stimulasi reflek kandung kemih dengan

menempelkan es ke abdomen menekan ke

bagian dalam paha atau menagalirkan air


- Berikan cukup waktu untuk pengosongan

kandung kemih (10 menit)


DAFTAR PUSTAKA

Dinda. 2011. Urolithiasis (Batu Saluran Kemih)-Manajemen Modern dan Kesehatan


Masyarakat. Di akses di www.itokindo.org free

M. Bulechek, G. (2016). edisi 6. Nursing Interventions Classification ( N I C ). Singapore:


Elsevier Global Rights.

Prabowo dan Pranata. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Nahdi TF. Jurnal Medula, Volume. 1 Nomor. 4 / Oktober 2013


Purnomo, B.B. (2010). Pedoman Diagnosis & Terapi Smf Urologi LAB Ilmu Bedah . Malang:
Universitas Kedokteran Brawijaya.

Judith.M.Wilkison dan Nancy.R.( 2013). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed 9.Jakarta:


EGC

Sandy Waha (2012), Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 11 No. 2 / Oktober 2012

Anda mungkin juga menyukai