Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang
penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di
klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.
Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000
kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya. Kasus batu empedu sering
ditemukan di Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa. Setiap
tahun beberapa ratus ribu penderita ini menjalani pembedahan. Dua per tiga
dari batu empedu adalah asimptomatis dimana pasien tidak mempunyai
keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik tahunan hanya 1-4%.
Sementara pasien dengan gejala simtomatik batu empedu mengalami
komplikasi 12% dan 50% mengalami nyeri kolik pada episode selanjutnya.
Risiko penderita batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif
kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu menimbulkan masalah
serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan
penyulit akan terus meningkat.
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan
pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu
tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos
abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain.
Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi
batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran
empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran
empedu sekunder. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat
terbentuk primer di dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa
melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak
ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara
Barat.

1
Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi
komplikasi akan lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu
asimtomatik.
Pada sekitar 80% dari kasus, kolesterol merupakan komponen terbesar
dari batu empedu. Biasanya batu - batu ini juga mengandung kalsium
karbonat, fosfat atau bilirubinat, tetapi jarang batu- batu ini murni dari satu
komponen saja.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat di rumuskan permasalahan
sebagai berikut:
Adakah issue etik dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit kolelitiasis?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum yang dapat di capai adalah sebagai berikut :
Secara umum tenaga kesehatan dapat menjadikan makalah ini sebagai
sumber pembelajaran mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit kolelitiasis.
2. Tujuan khusus yang dapat di capai adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana definisi kolelitiasis?
b. Bagaimana anatomi kolelitiasis?
c. Bagaimana klasifikasi kolelitiasis?
d. Bagaimana etiologi kolelitiasis ?
e. Bagaimana manifestasi klinik kolelitiasis?
f. Bagaimana patofisiologi kolelitiasis?
g. Bagaimana pathway kolelitiasis?
h. Bagaimana komplikasi kolelitiasis?
i. Bagaimana pemeriksaan diagnostik kolelitiasis?
j. Bagaimana penatalaksanaan medik kolelitiasis?
k. Bagaimana pengkajian mengenai kolelitiasis?
l. Bagaimana diagnosa keperawatan kolelitiasis?
m. Bagaimana intervensi keperawatan kolelitiasis?

2
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah dengan melakukan
studi pustaka. Kami mencari bahan bahan tentang kolelitiasis melalui internet,
juga melalui buku buku.

E. Manfaat Penulisan
1. Sebagai bahan pembelajaran untuk pasien dengan penderita kolelitiasis
agar lebih menjaga kesehatannya.
2. Sebagai tambahan membuat asuhan keperawatan tentang kolelitiasis.
3. Sebagai sumber informasi bagi para pembaca tentang kolelitiasis.

F. Sistematika penulisan
1. Pembagian pembuka
a. Sampul
b. Kata pengantar
c. Daftar isi

2. Bagian tubuh
a. Bab I
1) Latar belakang
2) Tujuan penulisan
3) Metode penulisan
4) Manfaat penulisan
5) Sistematika penulisan
b. Bab II
1) Definisi kolelitiasis
2) Anatomi kolelitiasis
3) Klasifikasi kolelitiasis
4) Etiologi kolelitiasis
5) Manifestasi kolelitiasis
6) Patofisiologi kolelitiasis
7) Pathway kolelitiasis

3
8) Komplikasi kolelitiasis
9) Pemeriksaan diagnostik kolelitiasis
10) Penatalaksanaan medik konjungtivitis
11) Pengkajian kolelitiasis
12) Diagnosa Keperawatan kolelitiasis
13) Intervensi Keperawatan kolelitiasis
3. Bagian penutup
c. Bab III
1) Kesimpulan
2) Saran
d. Daftar pustaka

4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

I. KONSEP DASAR MEDIK


A. Definisi
Kolelitiasis adalah batu yang terbentuk oleh colesterol, kalsium,
bilirubinat atau campuran yang disebabkan oleh perubahan pada
komposisi empedu ( Marlyn E Doengoes, 2000).
Batu empedu adalah endapan satu atau lebih komponen empedu
berupa kolesterol, bilirubin, garam-garam empedu, kalsium dan protein
(Sylvia A Price,1998).
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu
keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu
(vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang
bervariasi. (Nucleus Precise Newsletter, edisi 72, 2011).

B. Anatomi fisiologi

Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah


pear yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7
10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi
dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus,

5
corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol
dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus berhubungan dengan
dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus
bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang
dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam
omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis
membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica
fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan
permukaan visceral hati.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang
arteri hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam
vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga
berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang
terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan
melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica
menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung
empedu berasal dari plexus coeliacus. (Sjamsuhidajat R, 2005)

C. Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu
empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan, yaitu:
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari
70% kolesterol.
2. Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.
3. Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk
dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. (Williams, 2003)

6
D. Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya, akan
tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan
metabolism yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu,
stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Kondisi klinis yang dikaitkan
dengan semakin meningkatnya insiden batu empedu adalah diabetes,
sirosis hati, pangkreatitis, kanker kandung empedu dan penyakit/reseksi
ileum. faktor lainnya adalah obesitas, multipararitas, pertambahan usia,
jenis kelamin perempuan dan ingestisegera makanan yang mengandung
kalori rendah/lemak rendah (puasa). (Williams, 2003)
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah
ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang,
semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko
tersebut antara lain :
1. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung
empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi
dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam
kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung
empedu.
2. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung
untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang
lebih muda.
3. Berat Badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI
maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga

7
mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan
kandung empedu.
4. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti
setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap
unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi
kandung empedu.
5. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih
besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
6. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu
lebih sedikit berkontraksi.
7. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah
crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
8. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi
yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu
menjadi meningkat dalam kandung empedu.

E. Manifestasi Klinis
Pada pasien kolelitiasis sangat bervariasi, ada yang mengalami
gejala asimptomatik dan gejala simptomatik. Pasien kolelitiasis dapat
mengalami dua jenis gejala : gejala yang disebabkan oleh penyakit
kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada
jalan perlintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut
atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen
dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen dapat terjadi.
Gangguan ini dapat terjadi bila individu mengkonsumsi makanan yang
berlemak atau yang digoreng. (Smeltzer dan Bare, 2002)

8
Gejala yang mungkin timbul pada pasien kolelitiasis adalah nyeri
dan kolik bilier, icterus, perubahan warna urin dan feses dan difesiensi
vitamin. Pada pasien yang mengalami nyeri dan kolik blier disebabkan
karena adanya abstruksi pada duktus sistikus yang tersumbat oleh batu
empedu sehingga terjadi distensi dan menimbulkan infeksi. Kolik bilier
tersebut disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas, pasien
akan mengalami mual dan muntah dalam beberapa jam sesudah
mengkonsumsi makanan dalam porsi besar. Gejala kedua yang dialami
oleh pasien kolelitiasis ialah icterus yang biasanya terjadi pada obstruksi
duktus koledokus. Salah satu gejala khas dari obstruksi pengaliran getah
empedu kedalam duodenum yaitu penyerapan empedu oleh darah yang
membuat kulit dan membrane mukosa berwarna kuning sehingga terasa
gatal gatal dikulit. Gejala selanjutnya terlihat dari warna urin yang
berwarna sangat gelap dan feses yang tampak kelabu dan pekat. Kemudian
gejala terakhir terjadinya devisiensi vitamin atau tergangguanya proses
penyerapan vitamin A, D, E, dan K karena obstruksi aliran empedu,
contohnya defisiensi vitamin K dapat menghambat proses pembekuan
darah yang normal. (Smeltzer dan Bare, 2002)

F. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1)
pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan
inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan.
Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam
pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu
dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid
(terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara
normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang
mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik
dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan,
atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan
keadaan yang litogenik.

9
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal
kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk
suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin
bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang
lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. (Schwartz S
2000).
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari
keempat anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen
(bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu.
Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim glokuronil tranferase bila
bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya
enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan
presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena
bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam
lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak
terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.

Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu



Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan
jalan operasi

10
G. Pathway

Proses degenerasi penyakit hati Penurunan fungsi hati Gangguan metabolisme

Peradangan dalam, sekresi


Pengendapan kolestrol sintesis kolestrol
kolestrol kantong empedu

Batu empedu

Menyumbat aliran getah bening

Distensi kandung Aliran balik getah


empedu empedu (duktus MK : Resiko infeksi
kolekditus ke pancreas)

Port de antree pasca


Bag. Fundus menyentuh Iritasi lumen bedah
bag, abdomen kartilago

Inflamasi Interfensi pembedahan


Merangsang ujung saraf
eferen simpatis

Termostrat dihipotalamus enzyme SGOT dan SGPT


Hasilkan substansi P

Peningkatan suhu Bersifat iriatif disaluran


cerna
Serabut saraf eferen
hipotalamus
MK : Hipertermi Merangsang nervus
vagal
Nyeri hebat pada
kuadran atas dan nyeri
Permeabilitas kapiler
tekan daerah
epigastrium Menekan s. parasimpatis

Cairan shif keperitonium


MK : nyeri Penurunan peristaltic

MK : Resiko kekurangan
Resiko syok volume cairan Makanan tertahan
(hipovolemix) dilambung

MK : Ketidakefektifan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh rasa mual muntah
11
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:
1. Asimtomatik
2. Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut :
a. Empiema
b. Perikolesistitis
c. Perforasi
5. Kolesistitis kronis :
a. Hidrop kandung empedu
b. Empiema kandung empedu
c. Fistel kolesistoenterik
d. Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya
makanan mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu,
sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat
menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi.
Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan
dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi
suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh
alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel
kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat
terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan
nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat
membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi
kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus
pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju
sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang
dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus
juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan
pankretitis.

12
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui
terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar
dapat menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan
menimbulkan ileus obstruksi.

I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai
prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan
dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi
hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat
pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil
yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya
sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi.
Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang
dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam
kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu
empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan
pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan
isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena
liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu
yang mengalami obstruksi. (Smeltzer dan Bare, 2002).
3. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal. (Williams 2003)
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung
yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini
meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus
hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan

13
ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian
bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan
keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta
evaluasi percabangan bilier. (Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).
Pemeriksaan Laboratorium
1. Kenaikan serum kolesterol
2. Kenaikan fosfolipid
3. Penurunan ester kolesterol
4. Kenaikan protrombin serum time
5. Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
6. Penurunan urobilirubin
7. Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 -
10.000/iu)
8. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada
batu di duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml)

J. Penatalaksanaan Medik
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu
penatalaksanaan non bedah dan bedah. Ada juga yang membagi
berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai kolelitiasis, yaitu
penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang
asimptomatik.
1. Penatalaksanaan Nonbedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung
empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan
nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus
ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat
dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk (Smeltzer,SC
dan Bare,BG 2002).
Manajemen terapi :
1) Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
2) Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.

14
3) Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
4) Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk
mengatasi syok.
5) Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

b. Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu
dengan pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih
dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek
samping yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic
seperti terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan
hiperkolesterolemia sedang.
Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada
60% pasien dengan kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka
kekambuhan mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun
setelah terapi. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria
terapi nonoperatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20
mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan
duktus sistik paten. Pada anak-anak terapi ini tidak dianjurkan,
kecuali pada anak-anak dengan risiko tinggi untuk menjalani
operasi.
c. Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk
menghancurkan batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan
pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus
melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan
yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan
dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya
mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus
dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang
digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan
adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu.

15
d. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut
berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu
empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan
maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah
fragmen. (Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).
ESWL sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu.
Analisis biaya-manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa
prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
e. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut,
kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras
radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang
di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka
agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan
berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil
dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000
penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi,
sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut.
ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran
empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.
2. Penatalaksanaan Bedah
a. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna
yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada
0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini
kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

16
b. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada
tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan
secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang
dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding
operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan
mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu
diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di
dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik
tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya
pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada
pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus
koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan
prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat
kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah
yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus
biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparoskopi.

17
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas klien meliputi:
1) Nama :
2) Umur :
3) Agama :
4) Jenis kelamin :
5) Pendidikan :
6) Tanggal masuk rumah sakit :
7) Tanggal pengkajian :
8) No register :
9) Dignosa medis :
b. Identitas orang tua yang terdiri dari :
1) Nama Ayah dan Ibu :
2) Agama :
3) Alamat :
4) Pekerjaan :
5) Penghasilan :
6) Umur :
7) Pendidikan terakhir :
c. Identitas wali meliputi :
1) Nama :
2) Umur :
3) Jenis kelamin :
4) Pendidikan :
5) Hubungan dengan klien :

2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada kuadran
kanan atas, dan mual muntah.

18
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien sering mengalami nyeri di ulu hati yang menjalar ke
punggung , dan bertambah berat setelah makan disertai dengan
mual dan muntah.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau
pernah di riwayat sebelumnya. Klien memiliki Body Mass Index
(BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi
kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi.

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Pada hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan :
1) Inspeksi : datar, eritem (-), sikatrik (-)
2) Auskultasi : peristaltik (+)
3) Perkusi : timpani
4) Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio kuadran kanan atas, hepar-
lien tidak teraba, massa (-)
5) Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu.
Biasanya pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan
teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung
empedu.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi, proses pembedahan
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri
3. Gangguan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan obstruksi aliran empedu, mual, muntah
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahaan drainase
bilier sesudah dilakukan tindakan bedah.

19
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.

c. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri akut nyeri hilang atau 1. Observasi dan catat 1. Membedakan penyebab
berhubungan terkontrol. lokasi, beratnya (skala1- nyeri dan memberikan
dengan KH : pasien 10) dan karakteristik informassi tentang
obstruksi, akan nyeri (menetap, hilang kemajuan/ perbaikan
proses menunjukkan timbul, kolik) penyakit, terjadinya
pembedahan penggunaan komplikasi dan
ketrampilan keefektifan intervensi.
relaksasi dan 2. Catat respon terhadap 2. Nyeri berat yang tidak
aktivitas obat dan laporkan pada hilang dengan tindakan
distraksi, skala dokter bila nyeri hilang rutin dapat menun
nyeri mengalami jukkan terjadinya
penurunan, komplikasi/ kebutuhan
tanda vital terhadap intervensi lebih
dalam batas lanjut
normal. 3. Tingkatkan tirah baring, 3. Tirah baring pada posisi
biarkan pasien fowler rendah
melakukan posisi yang menurunkan tekanan
nyaman intraabdomen: namun
pasien akan melakukan
posisi yang
menghilangkan nyeri
secara alamiah
4. Dorong penggunaan
4. Meningkatkan istirahat,
teknik relaksasi,contoh
memusatkan kembali
bimbingan imajinasi,
perhatian dan dapat
visualisasi, latihan nafas
meningkatkan koping
dalam
5. Kolaborasi :
5. Anti biotik mengobati
Berikan obat sesuai
proses infeksi.
indikasi: anti biotik, anti
kolinergik, sedatif Antikolinergik

20
seperti phenobarbital, menghilangkan spasme/
narkotik seperti kontraksi otot halus dan
meperidin hidoklorida.
membantu
menghilangkan nyeri.
Sedatif meningkatkan
istirahat dan relaksasi
otot. Narkotik
menurunkan nyeri hebat

2. Pola nafas pola nafas 1. Observasi frekuensi/ 1. Nafas dangkal, disstres


tidak efektif menjadi efektif kedalaman pernafasan pernafasan, menahan
berhubungan
dengan nyeri nafas, dapat
KH : frekuensi
pernafasan mengakibatkan
normal (RR= hipoventilasi/ atelectasis
16-20 x/ mnt),
2. Area yang menurun/ tak
tidak ada 2. Auskultasi bunyi nafas
pergerakan otot ada bunyi nafas diduga
bantu nafas, atelektasis, sedangakan
nyeri pasien
bunyi adventisius
terkontrol.
(mengi/ ronchi)
menunjukkan kongesti.
3. Bantu pasien batuk dan
3. Meningkatkan ventilasi
nafas dalam secara
periodik. semua segmen paru dan
memobilisasi serta
mengeluarkan secret
4. Tinggikan kepala tempat
4. Memudahkan ekspansi
tidur, pertahankan posisi
fowler paru, penekanan,
memberkan sokongan
pada insisi untuk
menurunkan tegangan
otot dan meningkatkan
kerja sama dalam
program pengobatan.

3. Gangguan Masalah nutrisi 1. Kaji distensi abdomen, 1. Tanda non verbal


perubahan ketidaknyamanan
tidak menjadi sering bertahak, berhati-
nutrisi

21
kurang dari actual hati, menolak bergerak berhubungan dengan
kebutuhan gangguan pencernaan,
KH : Mual dan
berhubungan nyeri gas
dengan muntah hilang, 2. Hitung intake kalori
2. Mengidentifikasi
obstruksi
berat badan kekurangan/ kebutuhan
aliran
empedu, tidak turun. nutrisi
mual, muntah 3. Mengukur ratio TB dan 3. Mengawasi keefektifan
rencana diet
BB
4. Kaji makanan kesukaan, 4. Melibatkan pasien dalam
makanan yang perencanaan,
menyebabkan distres, memampukan pasien
memiliki rasa kontrol
dan jadwal makan yang
dan mendorong untuk
disukai makan
5. Oral hygiene sebelum 5. Mulut yang bersih
meningkatkan nafsu
makan
makan
6. Ambulasi dan tingkatkan 6. Membantu dalam
aktifitas sesuai toleransi mengeluarkan flatus,
penurunan distensi
abdomen,
mempengaruhi
penyembuhan dan rasa
sehat dan menurunkan
kemungkinan masalah
sekunder sehubungan
imobilisasi seperti
pneumonia,
tromboflebitis.
7.
7. Kolaborasi : a. Berguna dalam
a. Konsultasi dengan membuat kebutuhan
nutrisi individu
ahli gizi sesuai
melalui rute yang
indikasi tepat
b. Mulai diet cair b. Pembatasan lemak
menurunkan
rendah lemak setelah
rangsangan pada
NGT dilepas. kandung empedu dan
nyeri sehubungan
dengan tidak semua
lemak dicerna
c. Tambahkan diet
c. Memenuhi kebutuhan
sesuai toleransi nutrisi dan
biasanya rendah meminimalkan

22
lemak tinggi serat, rangsangan pada
batasi makana yang kandung empedu

banyak mengandung
gas
d. Berikan garam d. Meningkatkan
pencernaan dan
empedu seperti
absorbsi lemak,
biliron : zanchol : vitamin larut lemak,
asam dehidrokolik kolesterol. Bergna
pada kolesistitis
(decholin) sesuai
kronis.
indikasi
e. Lab BUN, alb, e. Memberi informasi
protein serum, kadar kekurangan nutrisi/
keefektifan terapi
transverin.

4. Gangguan tidak terjadi 1. Periksa selang T dan 1. Selang T dapat


integritas
gangguan drain insisi, yakinkan dimassukkan pada
kulit
berhubungan integritas kulit aliran bebas. ductus koleduktus
dengan
KH : selama 7 sampai dengan
perubahaan
drainase penyembuhan 10 hari untuk membuang
bilier
luka tepat waktu batu yang tertahan.
sesudah
dilakukan dan tanpa Drain insisi digunakan
tindakan
komplikasi. untuk membuang cairan
bedah.
yang terkumpul sehingga
mencegah aliran balik
empedu ke daerah
operasi.
2. Pertahankan selang T 2. Mencegah iritasi kuliat
pada system dan mencegah haluaran.
penampungan tertutup. Menurunkan resiko
kontaminasi.
3. Observasi warna dan 3. Pada awalnya drainase
karakter drainase. mengandung darah dan
campuran air. Secara
normal berubah menjadi
warna coklat kehijauan

23
(warna empedu) setelah
jam-jam pertama.
Kantung ostomi
digunakan untuk
menampung drainase
besar tentang
pengeluaran.
4. Observasi adanya 4. Perubahan posisi selang
cegukan, distensi T dapat mengakibatkan
abdomen atau tanda iritasi diafragma atau
peritonitis, pankratitis komplikasi lebih serius
bila empedu mengalir
ke dalam abdomen atau
ductus pancreas
terhambat.
5. Observasi kulit, sclera 5. Terjadinya icterik
dan perubahan warna mengindikasikan adanya
urin obstruksi aliran empedu.
6. Kolaborasi 6. Diperlukan untuk
Pemberian antibiotic pengobatan abses/
sesuai indikasi. infeksi.

5. Kurang Pasien 1. Beri penjelasan/ alasan 1. Informasi dapat


pengetahuan menyatakan pemeriksaan dan menurunkan cemas dan
tentang pemahaman persiapannya rangsang simpatis
kondisi, proses penyakit, 2. Kaji ulang program 2. Batu empedu sering
prognosis pengobatan terapi dan kemungkinan berulang, perlu terapi
dan efek samping jangka panjang
pengobatan KH : terjadinya diare/kram
berhubungan Melakukan selama terapi senidiol
dengan perubahan pola dapat dihubungkan
informasi hidup dan dengan dosis/dapat
yang tidak berpartisipasi diperbaiki. Catatan :
adekuat dalam program wanita yang melahirkan
pengobatan harus dikonsultasikan

24
tentang KB untuk
mencegahkehamilandan
resiko kerusakan hepatik
fetal
3. Kaji ulang proses 3. Memberi dasar
penyakit/prognosis. pengetahuan dimana
Diskusikan perawatan pasien dapat membuat
dan pengobatan. Dorong pilihan berdasarkan
pertanyaan, ekspresi informasi. Komunikasi
masalah efektif dan dukungan
turunkan cemas dan
tingkatkan penyembuhan
4. Diskusikan penurunan 4. Kegemukan adalah
berat badan bila faktor resiko yang
diindikasikan berhubungan dengan
kolelitiasis, dan
penurunan BB
menguntungkan dalam
manajemen medik
terhadaap kondisi kronik
5. Anjurkan pasien untuk 5. Mencegah terulangnya
menghindari makanan serangan kandung
tinggi lemak (mentega, empedu
gorengan, kacang, susu
segar, es krim, minuman
karbonat) dan zat iritan
gaster (pedas, kafein,
sitrun)
6. Anjurkan istirahat pada 6. Meningkatkan aliran
posisi semi fowler empedu dan relaksasi
setelah makan umum selama proses
pencernaan awal
7. Anjurkan untuk tidak 7. Meningkatkan
mengunyah permen pembentukan gas, yang
karet, menghisap permen dapat meningkatkan

25
atau merokok distensi dan
ketidaknyamanan gaster
8. Diskusikan menghindari 8. Menurunkan resiko
produk yang perdarahan sehubungan
mengandung aspirin, dengan perubahab waktu
meniup lewat hidung koagulasi, iritasi
keras-keras, gerakan mukosa, dan trauma.
tegang pada usus, olah
raga kontak, anjurkan
menggunakan sikat gigi
halus, pencukur elektrik

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kolelitiasis adalah batu yang terbentuk oleh colesterol, kalsium,
bilirubinat atau campuran yang disebabkan oleh perubahan pada
komposisi empedu ( Marlyn E Doengoes, 2000). Menurut gambaran
makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan atas
3 (tiga) golongan, yaitu: Batu kolesterol, Batu kalsium bilirubinan (pigmen
coklat) dan Batu pigmen hitam. Penanganan kolelitiasis dibedakan
menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan bedah.

B. Saran
Para mahasiswa/mahasiswi hendaknya mengerti dan memahami
asuhan keperawatan pada klien dengan kolelitiasis, agar dapat menerapkan
asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien.

27
DAFTAR PUSTAKA

http://documents.tips/documents/22649909-kolelitiasispdf.html diakses pada


tanggal 20 April 2017 pukul 19:15 WIB
http://www.jasajurnal.com/epidemiologi-dan-etiologi-kolelitiasis-batu-empedu-
part-1/ diakses tanggal 20 April 2017 pukul 16.30 WIB.
https://www.scribd.com/doc/124526108/ASUHAN-KEPERAWATAN-
KOLELITIASIS diakses tanggal 18 April 2017 pukul 15.00 WIB.
NANDA, NIC- NOC. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnose Medis &NAND, NIC- NOC. Jakarta: Media Action Publishing.

Anonim, 2009, <http://keperawatankita.wordpress.com/2009/02/11/kolelitiasis-


definisi-serta-askepnya/> diakses pada tanggal 19 April 2017 pukul 20.00 WIB

Andessa, 2011, http://hesa-andessa.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-


kolelitiasis.html diakses tanggal 20 April 2017 pukul 15.00 WIB.

Husnul, 2015 http://myhusnuladdress.blogspot.co.id/2015/12/makalah-


kolelitiasis.html diakses tanggal 19 April 2017 pukul 21.00 WIB.

28

Anda mungkin juga menyukai