Anda di halaman 1dari 14

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Tumor intrakranial termasuk dalam lesi desak ruang (space occupied lession).
Space Occupied Lession (SOL) ialah lesi fisik substansial, seperti neoplasma,
perdarahan, atau granuloma, yang menempati ruang di otak. SOL Intrakranial
didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta
hematoma atau malformasi vaskular yang terletak di dalam rongga tengkorak. Tumor
intrakranial atau tumor otak merupakan suatu massa abnormal dari jaringan didalam
kranium, dimana sel-sel tumbuh dan membelah dengan tidak dapat dikendalikan oleh
mekanisme yang mengontrol sel-sel normal (Simamora & Zanariah, Space Occupying
Lesion (SOL), 2017).
Tumor atau neoplasma susunan saraf pusat dibedakan menjadi tumor primer
dan tumor sekunder atau metastatik. Tumor primer bisa timbul dari jaringan otak,
meningen, hipofisis dan selaput myelin. Tumor sekunder adalah suatu metastasis yang
tumor primernya berada di luar susunan saraf pusat, bisa berasal dari paru-paru,
mamma, prostat, ginjal, tiroid atau digestivus. Tumor ganas itu dapat pula masuk ke
ruang tengkorak secara perkontinuitatum, yaitu dengan melalui foramina basis kranii,
seperti misalnya pada infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring (YSP &
Amroisa, 2014).
Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal
secara sangat cepat pada daerah central nervous system (CNS). Sel ini akan terus
berkembang mendesak jaringan otak yang sehat di sekitarnya, mengakibatkan terjadi
gangguan neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan
intrakranial). Oleh karena tumor otak secara histologik dapat menduduki tempat yang
vital sehingga menimbulkan kematian dalam waktu singkat (YSP & Amroisa, 2014).
Tumor intrakanial dapat mengarah pada defisit lokal tergantung pada
lokasinya. Lesi pada lobus frontalis tergantung pada sering mengarah pada penurunan
progresif intelektual, perlambatan aktivitas mental dan gangguan personalitas. Lesi
pada lobus temporalis dapat mengarah pada depersonalisasi, gangguan emosi,
gangguan sikap, gangguan lapang pandang, ilusi audiotorik atau halusinasi auditorik.
Lesi pada lobus parietalis dapat mengakibatkan gangguan sensasi kontralateral,
kejang dan penurunan sensorik. Lesi pada lobus oksipitasis dapat menghasilkan
gangguan lapang pandang persial(Andini & Hanriko, 2016).
B. Etiologi
1. Riwayat trauma kepala
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma
selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat
belum diketahui gejala klinis.
2. Faktor genetik
Tujuan susunan saraf pusat primer merupakan komponen besar dari beberapa
gangguan yang diturunkan sebagai kondisi autosomal, dominan termasuk sklerasis
tuberose, neurofibromatosis.
3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik dan virus.
Pada binatang telah ditemukan bahwa karsinogen kimia dan virus
menyebabkan terbentuknya neoplasma primer susunan saraf pusat tetapi
hubungannya dengan tumor pada manusia masih belum jelas.
Sedangkan menurut Ellis, Calne, & Watson, 2016, Lesi yang menempati ruang
di dalam otak, dapat disebabkan oleh:
1. Perdarahan
a. Ekstradural
b. Subdural
c. Intrakranial
2. Tumor
3. Hidrocephalus
4. Pembengkakan otak (edema, misalnya cedera kepala atau ensefalitis)
5. Abses cerebral
Penyebab tumor sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Adapun
beberapa faktor secara umum penyebab tumor sebagai berikut(Nurarif & Kusuma,
2015):
1. Herediter : Pada riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang
ditemukan kecuali anggota sekeluarga.
2. Sisa-sisa sel embrional : Sel embrional yang tertinggal dalam tubuh akan
menjadi ganas dan merusak, sehingga menjadi perkembangan abnormal,
terutama intrakranial dan kordoma.
3. Radiasi : Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat
memicu terjadinga suatu glioma.
C. Manifestasi Klinik
Menurut Brunner & Suddart (2007), tanda dan gejala yang dapat muncul antara
lain:
1. Tanda dan gejala peningkatan TIK :
a) Sakit kepala
b) Muntah
c) Papiledema
2. Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :
a) Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak pada
satu sisi tubuh ( kejang jacksonian )
b) Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral (hilang
penglihatan pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan dengan
tumor) dan halusinasi penglihatan.
c) Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan
kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak terkoordinasi dan
nistagmus ( gerakan mata berirama dan tidak disengaja )
d) Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status emosional dan
tingkah laku, disintegrasi perilaku mental, pasien sering menjadi ekstrim yang
tidak teratur dan kurang merawat diri
e) Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan
saraf kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf
kelima), kelemahan atau paralisis (saraf kranial keketujuh), abnormalitas
fungsi motorik.
f) Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi,
gangguan bicara dan gangguan gaya berjalan terutam pada lansia.
Menurut Tidy, 2016 tanda dan gejala yang muncul yaitu :
1. Peningkatan tekanan intrakranial
2. Nyeri kepala
Nyeri bersifat dalam, terus-menerus, tumpul, dan kadang-kadang bersifat hebat
sekali, biasanya diperberat saat beraktivitas yang menyebabkan peningkatan TIK
yaitu batuk, membungkuk, dan mengejan.
3. Nausea dan muntah
Akibat rangsangan pada medulla oblongata
4. Perubahan status mental atau perubahan perilaku
5. Kelemahan, ataxia atau gangguan gaya berjalan
6. Kemungkinan kejang
D. Komplikasi
Adapun gangguan sebagai komplikasi yang muncul yaitu (Meagher & Lutsep,
2013):
1. Gangguan fungsi neurologis: Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami
gangguan pada serebelum maka akan menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan
keseimbangan) atau gaya berjalan yang sempoyongan dan kecenderunan jatuh ke
sisi yang lesu, otot-otot tidak terkoordinasi dan ristagmus ( gerakan mata berirama
tidak disengaja ) biasanya menunjukkan gerakan horizontal.
2. Gangguan kognitif: Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak mengalami
gangguan sehingga dampaknya kemampuan berfikir, memberikan rasional,
termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memerhatikan juga
akan menurun.
3. Gangguan tidur & mood: Tumor otak bisa menyebabkan gangguan pada kelenjar
pireal, sehingga hormone melatonin menurun akibatnya akan terjadi resiko sulit
tidur, badan malas, depresi, dan penyakit melemahkan system lain dalam tubuh.
4. Disfungsi seksual : Pada wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang mensekresi
kuantitas prolaktin yang berlebihan dengan menimbulkan amenurrea atau
galaktorea (kelebihan atau aliran spontan susu). Pada pria dengan prolaktinoma
dapat muncul dengan impotensi dan hipogonadisme. Gejala pada seksualitas
biasanya berdampak pada hubungan dan perubahan tingkat kepuasan.
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges, Moorhouse, & Murr (2010), pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis Sol Intrakranial antara lain:
1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas
tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang
sistem vaskuler.
2. MRI : Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang
otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang
menggunakan CT Scan
3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.
4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
5. Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah
yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus
temporal pada waktu kejang
Pemeriksaan penunjang yang lain yaitu :
1. Positron Emission Tomography (PET)
PET selanjutnya dilakukan untuk melengkapi MRI. Penggunaan utamanya adalah
untuk membedakan tinggi rendahnya derajat tumor.
2. Chest X-ray
Chest X-Ray harus selalu dilakukan jika tumor dicurigai menyingkirkan gejala
karsinoma bronkogenik primer; dalam kasus abses serebral, dapat
mengungkapkan sumber infeksi.
3. Burr-hole biopsy
Biopsi burr-hole mungkin tepat untuk menegakkan diagnosis jaringan.
(Ellis, Calne, & Watson, 2016)
F. Penatalaksanaan
Metode umum penatalaksanaan Sol Intrakranial dapat meliputi :
1. Pembedahan : Jika hasil CT-Scan didapati adanya tumor, dapat dilakukan
pembedahan. Ada pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis
tumornya. Pada kasus abses seperti loculated abscess, pembesaran abses
walaupun sudah diberi antibiotik yang sesuai, ataupun terjadi impending
herniation. Sedangkan pada subdural hematoma, operasi dekompresi harus segera
dilakukan jika terdapat subdural hematoma akut dengan middle shift > 5 mm.
Operasi juga direkomendasikan pada subdural hematoma akut dengan ketebalan
lebih dari 1 cm.
2. Radioterapi : Ada beberapa jenis tumor yang sensitif terhadap radioterapi, seperti
low grade glioma. Selain itu radioterapi juga digunakan sebagai lanjutan terapi
dari pembedahan parsial.
3. Kemoterapi : Terapi utama jenis limpoma adalah kemoterapi. Tetapi untuk
oligodendroglioma dan beberapa astrocytoma yang berat, kemoterapi hanya
digunakan sebagai terapi tambahan.
4. Antikolvusan : Mengontrol kejang merupakan bagian terapi yang penting pada
pasien dengan gejala klinis kejang. Pasien SOL sering mengalami peningkatan
tekanan intrakranial, yang salah satu gejala klinis yang sering terjadi adalah
kejang. Phenytoin (300-400mg/kali) adalah yang paling umum digunakan. Selain
itu dapat juga digunakan carbamazepine (600-1000mg/hari), phenobarbital (90-
150mg/hari) dan asam valproat (750-1500mg/hari).
5. Antibiotik : Jika dari hasil pemeriksaan diketahui adanya abses, maka antibiotik
merupakan salah satu terapi yang harus diberikan. Berikan antibiotik intravena,
sesuai kultur ataupun sesuai data empiris yang ada. Antibiotik diberikan 4-6
minggu atau lebih, hal ini disesuaikan dengan hasil pencitraan, apakah ukuran
abses sudah berkurang atau belum. Carbapenem, fluorokuinolon, aztreonam
memiliki penetrasi yang bagus ke sistem saraf pusat, tetapi harus memperhatikan
dosis yang diberikan (tergantung berat badan dan fungsi ginjal) untuk mencegah
toksisitas.
6. Kortikosteroid : Kortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangu
tekana intrakranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat.
Dexamethasone adalah kortikosteroid yang dipilh karena aktivitas
mineralkortikoid yang minimal. Dosisnya dapat diberikan mulai dari 16mg/hari,
tetapi dosisnya dapat ditambahkan maupun dikurangi untuk mencapai dosis yang
dibutuhkan untuk mengontrol gejala neurologik.
7. Head up 30-45˚: Berfungsi untuk mengoptimalkan venous return dari kepala,
sehingga akan membantu mengurangi TIK.
8. Menghindari Terjadinya Hiperkapnia: PaCO2 harus dipertahankan dibawah 40
mmHg, karena hiperkapnia dapat menyebabkan terjadinya peningkatan aliran
darah ke otak sehingga terjadi peningkatan TIK, dengan cara hiperventilasi ringan
disertai dengan analisa gas darah untuk menghindari global iskemia pada otak..
9. Diuretika Osmosis : Manitol 20% dengan dosis 0,25-1 gr/kgBB diberikan cepat
dalam 30-60 menit untuk membantu mengurangi peningakatan TIK dan dapat
mencegah edema serebri.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal masuk rumha sakit dan askes.
2. Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang : demam, anoreksi dan malaise peninggian tekanan
intrakranial serta gejala nerologik fokal.
4. Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media,
mastoiditis) atau infeksi paru – paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema), jantung
(endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).
5. Aktivitas / istirahat
Gejala : malaise
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
6. Pemeriksaan Fisik
a) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda : TD meningkat
Nadi : Menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada
vasomotor).
b) Eliminasi
Gejala : Tidak ada, dan Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.
c) Nutrisi
Gejala : Kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
d) Hygiene
Gejala : -) dan Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan
diri (pada periode akut).
e) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.
Tanda : Penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit dalam
keputusan, afasia, mata : pupil unisokor, peningkatan TIK, nistagmus, kejang
umum lokal.
f) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher / pungung
kaku.
Tanda : Tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
g) Pernapasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental
(letargi sampai koma) dan gelisah.
h) Keamanan
Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis, telinga tengah,
sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen ataukulit, fungsi lumbal, pembedahan,
fraktur pada tengkorak / cedera kepala.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan neurologis
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
factor biologis
5. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan kerusakan cerebral
C. Rencana/Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa NOC (Tujuan & Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)
Keperawatan
1. Resiko NOC : NIC:
ketidakefektifan  Perfusi jaringan: Serebral Monitor tekanan intracranial
perfusi jaringan  Bantu menyisipkan perangkat
otak Setelah dilakukan tindakan pemantauan TIK
keperawatan, diharapkan tidak  Berikan informasi kepada
terjadi ketidakefektifan perfusi pasien dan keluarga/orang
jaringan serebral, dengan kriteria penting lainnya
hasil:  Monitor kualitas dan
 Tekanan intrakranial tidak karakteristik gelombang TIK
terganggu  Monitor tekanan aliran darah
 Tekanan darah dalam rentang otak
normal  Monitor status neurologis
 Tingkat kesadaran tidak  Letakkan kepala dan leher
menurun pasien dalam posisi netral,
 Komunikasi yang tepat dengan hindari fleksi pinggang yang
situasi berlebihan
 Sesuaikan kepala tempat tidur
untuk mengoptimalkan perfusi
serebral
Monitor Tanda-tanda Vital
 Monitor tekanan darah, nadi,
suhu, dan status pernafasan
dengan tepat
 Monitor tekanan darah setelah
pasien minum obat jika
memungkinkan
 Monitor pola pernapasan yang
abnormal
Manajemen edema serebral
 Monitor status neurologi
dengan ketat dan bandingkan
dengan nilai normal
 Monitor karakteristik cairan
serebrospinal: warna,
kejernihan, konsistensi,
 Kurangi stimulus dalam
lingkungan pasien
 Rencanakan asuhan
keperawatan untuk
memberikan periode istirahat
 Catat perubahan pasien dalam
berespon terhadap stimulus
2 Ketidakefektifan NOC: NIC:
pola napas  Status pernapasan: ventilasi Manajemenjalannapas
berhubungan  Status pernapasan:  Buka jalan napas, gunakan
dengan kerusakan kepatenanjalan nafas teknik chin lift atau jaw thrust
neurologis  Status vital sign bila perlu
Setelah dilakukan tindakan  Posisikan pasien untuk
keperawatan selama…. Pasien memaksimalkan ventilasi
akan menunjukkan keefektifan  Identifikasi pasien perlunya
pola napas dengan pemasangan alat jalan nafas
Kriteria hasil: buatan
 Mendemonstrasikan batuk  Pasang mayo bila perlu
efektif dan suara napas yang  Lakukan fisioterapi dada jika
bersif, tidak ada sianosis, dan perlu
dypsneu (mampu  Keluarkan secret dengan batuk
mengeluarkan sputum, atau suction
mampu pernapas dengan  Auskultasi suara napas, catat
mudah, tidak ada pursed lips) adanya suara tambahan
 Menunjukkan jalan napas  Lakukan suction pada mayo
yang paten (pasien tidak  Berikan bronkodilator bila
merasa tercekik, irama napas, perlu
frekuensi pernapasan dalam  Berikan pelembab udara kassa
rentang normal, tidak ada basah NaCl lembab
suara nafas abnormal)  Atur intake untuk cairan
 Tanda-tanda vital dalam mengoptimalkan
rentang normal keseimbangan
 Monitor respirasi dan status
O2
Terapi oksigen
 Bersihkan mulut, hidung dan
secret
 Pertahankan jalan napas yang
paten
 Atur peralatan oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi pasien
 Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigen
Monitor vital sign
 Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
3 Nyeri akut NOC: NOC:
berhubungan  Tingkat nyeri Management nyeri
dengan agen cedera  Kontrol nyeri  Lakukan pengkajian nyeri
fisik (prosedur  Tingkat kenyamanan secara komprehensif termasuk
bedah) Setelah dilakukan tindakan lokasi, karakteristik, durasi,
keperawatan selama….nyeri frekuensi, kualitas dan faktor
pasien teratasi dengan presipitas
Kriteria Hasil  Observasi reaksi nonverbal
 Mampu mengontrol nyeri dari ketidaknyamanan
(tahu penyebab nyeri, mampu  Gunakan teknik komunikasi
menggunakan tehnik teraupetik untuk mengetahui
nonfarmakologi untuk pengalaman nyeri pasien
mengurangi nyeri, mencari  Kaji kultur yang
bantuan) mempengaruhi respon nyeri
 Melaporkan bahwa nyeri  Evaluasi pengalaman nyeri
berkurang dengan masa lampau
menggunakan managemen  Evaluasi bersama pasien dan
nyeri tim kesehatan lain tentang
 Mampu mengenali nyeri ketidakefektifan kontrol nyeri
(skala, intensitas, frekuensi masa lampau
dan tanda nyeri)  Bantu pasien dan keluarga
 Menyatakan rasa nyaman untuk mencari dan
setelah nyeri berkurang menemukan dukungan
 Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
 Kurangi faktor prepitasi nyeri
 Pilih dan lakukan penanganan
nyeri
 Tingkatkan istirahat
Pemberian analgesic
 Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian
 Cek instruksi dokter tentang
jenis obat dan dosis serta
frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian
lebih dari Satu
 Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan nyerinya
4. Ketidakseimbangan NOC : NIC:
nutrisi kurang dari  Status nutrisi  Identifikasi adanya alergi atau
kebutuhan tubuh Setelah dilakukan tindakan intoleransi makanan yang
keperawatan, diharapkan dimiliki klien
mobilitas fisik tidak terganggu,
 Instruksikan klien mengenai
dengan kriteria hasil:
kebutuhan nutrisi
 Asupan makanan meningkat
 Asupan cairan meningkat  Berikan pilihan makanan
 Rasio berat badan/tinggi badan sambil menawarkan
tidak menyimpang dari rentang bimbingan terhadap pilihan
normal makanan yang lebih sehat
 Tidak ada mual dan muntah  Ciptakan lingkungan yang
optimal pada saat
mengonsumsi makanan
 Lakukan atau bantu pasien
terkait dengan perawatan
mulut sebelum makan
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang di butuhkan
5. Penurunan Setelah dilakukan tindakan Kaji status neurologis
kapasitas adaptif keperawatan, diharapkan tingkat Kaji adanya kebingungan,
intrakranial kesadaran, orientasi terhadap perubahan pikiran, keluhan
berhubungan lingkungan adekuat dengan pusing dan pingsan
dengan kerusakan kriteria hasil : Pantau ukuran pupil, bentuk
cerebral  Mengenal waktu, tempat dan dan kesimetrisan dan
orang reaktivitas
 Kesadaran baik Monitor tingkat kesadaran
Monitor tingkat orientasi
Observasi tanda-tanda vital
Beri jarak kegiatan
keperawatan yang diperlukan
yang bisa meningkatkan
tekanan intrakranial
Monitor laboratorium terhadap
adanya perubahan oksigenasi
dalam darah
Penatalaksanaan terapi medik
BAB III
WEB OF CAUTION (WOC)
Etiologi
Trauma,genetik,
Pertumbuhan sel otak Tumor otak
paparan zat kimia abnormal

Obstruksi sirkulasi cairan Penekanan jaringan otak terhadap Massa dalam otak bertambah
serebrospinal dari ventrikel lateral sirkulasi darah dan O2
ke sub arachniod

Timbul manifestasi klinik/gejala


Hidrochepalus lokal sesuai fokal tumor

Kerusakan aliran darah ke


Penurunan suplai O2 kejaringan otak
otak Tumor di cerebellum,
akibat obstruksi sirkulasi otak
hipotalamus, fossaposterior

Perpindahan cairan intravascular Hipoksia cerebral


kejaringan serebral

Resiko ketidakefektifan Tubuh melakukan kompensasi dengan


perfusi jaringan otak mempercepat pernapasan
Peningkatan volume intracranial

Kompensasi (butuh waktu Ketidakefektifan pola nafas


Peningkatan TIK berhari-hari sampai berbulan-
bulan) dengan cara:

Penurunan kapasitas - Volume darah intracranial


adaptif intrakranial - Volume cairan
cerebrospinal
- kandungan cairan intra sel
Herniasi cerebral
- Mengurangi sel-sel parenkim

Bergesernya ginus medialis labis


temporal ke inferion melalui insisura Tidak terkompensasi
Nyeri (Kepala)
tentorial
Kompresi subkortikal dan
batang otak

Iritasi pusat vegal di


medula oblongata

Muntah

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Andini, D., & Hanriko, R. (2016). Sefalgia kronik dan hemiparese sinistra e.e. space
occupying lesion. J Medula Unila, 5(1), 45-49.
Brunner, & Suddart. (2007). Textbook of Medical-Surgical Nursing. 10th edition. Vol.2.
Philadelphia: W.B. Saunders Company.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (6 ed.). (I. Nurjannah, & R. D. Tumanggor, Penerj.)
Philadephia: Elsevier.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing care plans ed.8.
Philadelphia: F.A Davis Company.
Ellis, H., Calne, S. R., & Watson, C. (2016). Lecture notes: general surgery. India: Wiley
Blackwell.

Heather, H. T. (2015). Nursing Diagnoses definitions and classification 2015-2017 (10 ed.).
(B. A. Keliat, H. D. Windarwati, A. Pawirowiyono, & A. Subu, Penerj.) Jakarta:
EGC.
Meagher, R. J., & Lutsep, H. L. (2013, Desember 10). Subdural Hematoma. Dipetik
September 10, 2018, dari Medscape: http://emedicine.medscape.com/article/113720
Tidy, C. (2016, Desember 2). Space-occupying lesions of the brain. Dipetik September 10, 2018,
Retrieved from Patient: https://patient.info/doctor/space-occupying-lesions-of-the-brain

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing outcomes
Classification (NOC) (5 ed.). (I. Nurjannah, & R. D. Tumanggor, Penerj.)
Philadelphia: Elsevier.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis & nanda nic-noc edisi revisi jilid 3. Yogyakarta: Mediactio.
Simamora, S. K., & Zanariah, Z. (2017). Space occupying lesion (SOL). J Medula Unila,
7(1), 68-73.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., & Hinkle, J. L. (2010). Textbook of medical-surgical nursing (12
ed., Vol. 1). Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.
YSP, R., & Amroisa, N. (2014). Primary Brain Tumor with Hemiparese Dextra and Parese
Nerve II, III, IV, VI. Medula, 2(3), 79–85.

Anda mungkin juga menyukai