Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PEMBAHASAN

A. Konsep Teoritis
1. Definisi
Epidural Hematom (EDH) adalah perdarahan intrakranial yang terjadi karena fraktur
tulang tengkorak dalam ruang antara tabula interna kranii dengan duramater. Hematoma
epidural merupakan gejala sisa yang serius akibat cedera kepala dan menyebabkan angka
mortalitas sekitar 50%. Hematoma epidural paling sering terjadi di daerah perietotemporal
akibat robekan arteria meningea media.
Epidural hematom adalah hematom/perdarahan yang terletak antara duramater dan
tubula interna/lapisan bawah tengkorak dan sering terjadi pada lobus temporal dan parietal.
(Smeltzer & Bare, 2013)

Gambar 1. Epidural hematom

Hematoma epidural (EDH) merupakan kumpulan darah di antara duramater dan


tabula interna karena trauma Pada penderita traumatik hematoma epidural, 85-96% disertai
fraktur pada lokasi yang sama. Perdarahan berasal dari pembuluh darah-pembuluh darah di
dekat lokasi fraktur.
Sebagian besar hematoma epidural (EDH) (70-80%) berlokasi di daerah
temporoparietal, di mana bila biasanya terjadi fraktur calvaria yang berakibat robeknya
arteri meningea media atau cabang-cabangnya, sedangkan 10% EDH berlokasi di frontal
maupun oksipital. Volume EDH biasanya stabil, mencapai volume maksimum hanya
beberapa menit setelah trauma, tetapi pada 9% penderita ditemukan progresifitas
perdarahan sampai 24 jam pertama.

2. Anatomi Fisiologi
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya.
Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah sekali terkena cedera dan
mengalami kerusakan. Selain itu, begitu rusak, neuron tidak dapat diperbaiki lagi. Tepat di
atas tengkorak terletak galea aponeurotika, yaitu jaringan fibrosa padat, dapat digerakkan
dengan bebas, yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Di antara kulit dan
galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membrane dalam yang mengandung
pembuluh-pembuluh besar. Bila robek, pembuluh-pembuluh ini sukar mengadakan
vasokontriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah bermakna pada penderita laserasi
kulit kepala.
Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meningens. Lapisan luarnya adalah
pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi
arachnoidea dan piamater.
a. Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu
lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang
melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat dimana keduanya berpisah untuk
menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara
lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara
bagian-bagian otak.
b. Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya terpisah
dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi spatium
subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan
dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu
anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan.
c. Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi permukaan
otak dan membentang kedalam sulcus, fissure dan sekitar pembuluh darah di seluruh
otak. Piamater juga membentang kedalam fissure transversalis di bawah corpus
callosum. Di tempat ini pia membentuk telachoroidea dari ventrikel tertius dan lateralis,
dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk
membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di
atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk telachoroidea di tempat itu.

3. Etiologi
Epidural hematom terjadi karena laserasi atau robekan pembuluh darah yang ada
diantara duramater dan tulang tengkorak akibat benturan yang mengakibatkan fraktur
tengkorak seperti kecelakaan kendaraan dan trauma (Japardi, 2014). Perdarahan biasanya
bersumber dari robeknya arteri meningica media (paling sering), vena diploica (karena
fraktur kalvaria), vena emmisaria dan sinus duralis (Bajamal, 2013).

4. Patofisiologi
Epidural hematom secara khas timbul sebagai akibat dari sebuah luka atau trauma
atau fraktur pada kepala yang menyebabkan laserasi pada pembuluh darah arteri,
khususnya arteri meningea media dimana arteri ini berada diantara duramater dan
tengkorak daerah temporal. Rusaknya arteri menyebabkan perdarahan yang memenuhi
epidural. Apabila perdarahan terus mendesak duramater, maka darah akan memotong atau
menjauhkan daerah duramater dengan tengkorak, hal ini akan memperluas hematoma.
Perluasan hematoma akan menekan hemisper otak dibawahnya yaitu lobus temporal ke
dalam dan ke bawah. Seiring terbentuknya hematom maka akan memberikan efek yang
cukup berat yakni isi otak akan mengalami herniasi. Herniasi menyebabkan penekanan
saraf yang ada dibawahnya seperti medulla oblongata yang menyebabkan terjadinya
penurunan hingga hilangnya kesadaran. Pada bagian ini terdapat nervus okulomotor yang
menekan saraf sehingga menyebabkan penekanan TIK, akibatnya terjadi penekanan saraf
yang ada diotak (Japardi, 2014 dan Mcphee et al, 2014).
5. Pathway Keperawatan

Luka trauma/fraktur kepala

Rusaknya pembuluh darah arteri meningeal

Darah keluar dari vaskuler Darah memenuhi epidural Darah memenuhi epidural

Syok hipovolemik Hematoma

Hipoksia otak Naiknya volume intrakranial Edema otak

Iskemik Herniasi Peningkatan TIK

Resiko ketidakefektifan Penekanan N. Batang otak Nyeri akut


perfusi jaringan serebral

Penurunan kesadaran dan Gangguan pusat pernapasan


motorik
Hiperventilasi

Hambatan mobilitas
fisik Pola napas tidak
efektif
6. Manifestasi Klinik
Pasien dengan EDH seringkali tampak memar disekitar mata dan dibelakang telinga.
Tanda dan gejala yang biasanya dijumpai pada orang yang menderita epidural hematom
diantaranya adalah mengalami penurunan kesadaran sampai koma secara mendadak dalam
kurun waktu beberapa jam hingga 1-2 hari, adanya suatu keadaan “lucid interval” yaitu
diantara waktu terjadinya trauma kepala dan waktu terjadinya koma terdapat waktu dimana
kesadaran penderita adalah baik, tekanan darah yang semakin bertambah tinggi, nadi
semakin bertambah lambat, sakit kepala yang hebat, hemiparesis, dilatasi pupil yang
ipsilateral, keluarnya darah yang bercampur CSS dari hidung (Rhinorea) dan telinga
(Othorea), susah bicara, mual, pernapasan dangkal dan cepat kemudian irregular, suhu
meningkat, funduskopi dapat memperlihatkan papil edema (setelah 6 jam kejadian), dan
foto rontgen menunjukkan garis fraktur yang jalannya melintang dengan jalan arteri
meningea media atau salah satu cabangnya (Greenberg et al, 2015).

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut NANDA (2015), pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada kasus
epidural hematom yaitu sebagai berikut:
1) CT Scan : untuk mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler
pergeseran otak. CT Scan merupakan pilihan primer dalam hal mengevaluasi trauma
kepala. Sebuah epidural hematom memiliki batas yang kasar dan penampakan yang
bikonveks pada CT Scan dan MRI. Tampakan biasanya merupakan lesi bikonveks
dengan densitas tinggi yang homogen, tetapi mungkin juga tampak sebagai densitas
yang heterogen akibat dari pencampuran antara darah yang menggumpal dan tidak
menggumpal.
2) MRI : memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih jelas karena
mampu melakukan pencitraan dari berbagai posisi apalagi dalam pencitraan hematom
dan cedera batang otak.
3) Angiografi serebral : untuk menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran
jaringan otak karena edema dan trauma.
4) EEG : untuk memperlihatkan gelombang patologis.
5) Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan/edema) dan adanya fragmen tulang.
6) BAER (Brain Auditory Evoked Respon) : untuk menentukan fungsi korteks dan batang
otak.
7) PET (Positron Emminision Topography) : untuk menunjukkan metabolisme otak.
8) Pungsi Lumbal : Untuk menduga kemungkinan perdarahan subarachnoid.
9) AGD : untuk melihat masalah ventilasi/oksigenasi yang meningkatkan TIK.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epidural hematom terdiri dari:
1) Terapi Operatif
Terapi operatif bisa menjadi penanganan darurat yaitu dengan melakukan kraniotomi.
Terapi ini dilakukan jika hasil CT Scan menunjukkan volume perdarahan/hematom
sudah lebih dari 20 CC atau tebal lebih dari 1 cm atau dengan pergeseran garis tengah
(midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematom
untuk menghentikan sumber perdarahan sedangkan tulang kepala dikembalikan. Jika
saat operasi tidak didapatkan adanya edema serebri sebaliknya tulang tidak
dikembalikan (Bajamal, 2013).
2) Terapi Medikamentosa
Terapi Medikamentosa dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Mengelevasikan kepala pasien 30o setelah memastikan tidak ada cedera spinal atau
posisikan trendelenburg terbalik untuk mengurangi TIK.
b. Berikan dexametasone (pemberian awal dengan dosis 10 mg kemudian dilanjutkan
dengan dosis 4 mg setiap 6 jam).
c. Berikan manitol 20% untuk mengatasi edema serebri.
d. Berikan barbiturat untuk mengatasi TIK yang meninggi.
9. Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai antara lain:
1) Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada situasi ini
secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini penderita
akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainnya memasuki vegetatif state.
Walaupun demikian, penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan
sekitarnya. Penderita pada vegetatif state lebih dari satu tahun jarang sembuh.
2) Kejang
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya sekali
kejang pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini
berkembang menjadi epilepsy.
3) Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran (meningen)
sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan
ini memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain.
4) Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori merupakan
kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala mengalami masalah
kesadaran.
5) Penyakit Alzheimer dan Parkinson
Pada kasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit Alzheimer tinggi
dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung frekuensi dan
keparahan cedera.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien antara lain sebagai berikut:
1) Identitas klien meliputi:
a. Nama
b. Umur : EDH biasanya sering terjadi pada usia produktif dihubungkan dengan angka
kejadian kecelakaan yang rata-rata sering dialami oleh usia produktif.
c. Jenis kelamin : EDH dapat terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan.
d. Agama
e. Pendidikan
f. Alamat
g. Pekerjaan
h. Status perkawinan
2) Riwayat kesehatan
a. Diagnosa medis
b. Keluhan utama : keluhan utama biasanya nyeri kepala setelah kecelakaan, dapat
menjadi lucid interval (kehilangan kesadaran secara mendadak) ketika EDH tidak
ditangani segera.
c. Riwayat penyakit sekarang berisi tentang kejadian yang mencetuskan EDH, kondisi
pasien saat ini serta upaya yang sudah dilakukan pada pasien.
d. Riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah dialami seperti DM
atau hipertensi, alergi, imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang
digunakan, riwayat penyakit keluarga
3) Genogram
4) Pengkajian keperawatan (11 pola gordon)
5) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan head to toe, pemeriksaan GCS
b. Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga
terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa
berupa chyne stokes atau ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi,
wheezing (kemungkinan karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi
sputum pada jalan napas.
c. Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan
pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke
jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,
takikardia yang diselingi dengan bradikardia, distritmia)
d. Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanyan gangguan
otak akibat cedera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian, vertigo sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstremitas.
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi:
 Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
 Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia.
 Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
 Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
 Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
 Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh ke salah satu
sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

Pengkajian saraf kranial :


Pengkajian saraf kranial yang ditemui pada Epidural hematom :
1) Saraf I : klien akan mengalami gangguan penciuman/anosmia unilateral dan
bilateral
2) Saraf II : klien yang mengalami hematom palpebra akan mengalami penurunan
lapang pandang dan mengganggu fungsi saraf optikus.
3) Saraf III, IV dan VI : klien mengalami gangguan anisokoria
4) Saraf V : klien mengalami gangguan koordinasi kemampuan dalam mengunyah
5) Saraf VII : persepsi pengecapan mengalami perubahan.
6) Saraf VIII : pendengaran mengalami perubahan
7) Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan dalam
membuka mulut
8) Saraf XI : klien tidak mampu mobilisasi
9) Saraf XII : indra pengecapan mengalami perubahan.
e. Baldder
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia urin,
ketidakmampuan menahan miksi
f. Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan : bising usus lemah, mual, muntah (mungkin
proyektil) kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia)
dan terganggunya proses eliminasi alvi.
g. Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi
yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi
spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena
rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal.
Selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa berdasarkan Nanda, 2015 pada pasien dengan epidural hematom adalah
sebagai berikut:
Pre Operasi :
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah
ke otak.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekret.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan kemampuan mencerna nutrisi (penurunan tingkat kesadaran).
5. Resiko cedera. Faktor resiko : gangguan kesadaran.

Post Operasi :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.
2. Resiko infeksi. Faktor-faktor risiko : prosedur invasif, kerusakan jaringan dan
peningkatan paparan lingkungan.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah
ke otak.
4. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
5. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekret.
6. Resiko cedera. Faktor resiko : gangguan kesadaran.
7. Resiko kerusakan integritas kulit. Faktor resiko : imobilitas fisik.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer & Bare, 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta :
EGC

Nurarif, A.H. & Kusuma, H.K. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing

Bajamal, A.H. (2013). Epidural Hematom (EDH=Epidural Hematom).

Japardi, 2014. Cedera kepala. Jakarta: PT Bhauna Ilmu Populer.

Greenberg, et al. 2015. Intracranial Hemorrhage, Clinical Neurology, 5th edition. United States
of America: Lange Medical Books, McGraw-Hill.

Nurarif. A.H. dan Kusuma. H. (2015) Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction.

Anda mungkin juga menyukai