KONSEP TEORITIS
C. Etiologi
Infeksi perinatal dapat disebabkan oleh berbagai bakteri seperti escherichia
coli,pseudomonas pyocyaneus, klebsielia, staphylococcus aureus, dan coccus
gonococcus. Infeksi ini bisa terjadi pada saat antenatal, intranatal, dan postnatal.
a. Infeksi antenatal
Infeksi yang terjadi pada masa kehamilan ketika kuman masuk ke tubuh janin
melalui sirkulasi darah ibu, lalu masuk melewati plasenta dan akhirnya ke dalam
sirkulasi darah umbilikus. Berikut adalah kuman yang menginvasi ke dalam janin:
Virus: rubella, poliomielitis, variola,vaccinia, coxsackie, dan cytomegalic
inclusio.
Spirochaeta: terponema palidum.
Bakteri : E.coli dan listeria monocytoganes.
b. Infeksi intranatal
Infeksi terjadi pada masa persalinan. Infeksi ini sering terjadi ketika
mikroorganisme masuk dari vagina, lalu naik dan kemudian masuk ke dalam
rongga amnion, biasanya setelah selaput ketuban pecah. Ketuban yang pecah lebih
dari 12 jam akan menjadi penyebab timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi
dapat terjadi pula walaupun air ketuban belum pecah, yaitu pada partus lama yang
sering dilakukan manipulasi vagina, termasuk periksa dalam dan kromilage
(melebarkan jalan lahir dengan jari tangan penolong).Infeksi dapat pula terjadi
melalui kontak langsung dengan kuman yang berasal dari vagina, misalnya pada
blennorhoe.
c. Infeksi postnatal
Infeksi pada periode ini dapat terjadi setelah bayi lahir lengkap, misalnya melalui
kontaminasi langsung dengan alat-alat yang tidak steril, tindakan yang tidak
antiseptik atau dapat juga terjadi akibat infeksi silang, misalnya pada neonatus
neonatorum, omfalitis dan lain-lain.
C. Patofisiologi
Masuknya bakteri dan mengontaminasi sirkulasi sistemik. Bakteri melepaskan
endotoksin dan menyebabkan terganggunya proses metabolisme secara progresif.
Pada keadaan fulminan (tiba-tiba berat) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian
sel karena aktivasi sepsis dengan komplemen. Hasilnya menyebabkan penurunan
perfusi jaringan, asidosis metabolik, serta syok yang menyebabkan disseminated
intravaskular coagulatian (DIC) dan kematian. Patogenesis dapat terjadi pada:
a. Antenatal
Terjadi karena adanya faktor resiko, pada saat antenatal kuman dari ibu setelah
melewati plasenta dan umbilikus masuk ke dalam tubuh melalui sirkulasi darah
janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang menebus plasenta, antara lain:
virus rubella, herpes, influeza, dan masih banyak yang lain.
b. Intranatal
Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman ada pada vagina dan serviks naik
mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadilah amnionitis dan korionitis,
selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain saat
persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi oleh bayi sehingga menyebabkan
infeksi pada lokasi yang terjadi pada janin melalui kulit bayi saat bayi melewati
jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman.
c. Pascanatal
Infeksi yang terjadi sesudah persalinan, umumnya terjadi akibat infeksi
nasokomial dari lingkungan di luar rahim, (misal: melalui alat-alat, penghisap
lendir, selang endotrakea, infus, dan lain-lain). Dan infeksi dapat juga terjadi
melalui luka umbillikus.
D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis dari infeksi neonatus di mulai tanpa gejala, tanda-tanda
ringan, menggigit, iritabel, letargi, gelisah, dan keinginan menyusu yang kurang
dapat menjadi tanda-tanda utama. Selain itu terdapat tanda-tanda sebagai berikut:
a. Temperatur yang tidak stabil dapat meninggi atau kurang dari normal (biasanya
hipotermia terjadi pada bayi BBLR).
b. Perubahan warna kulit
c. Lambatnya waktu pengisian kapiler
d. Perubahan denyut jantung, frekuensi nafas
e. Berat badan tiba-tiba turun
f. Pergerakan kurang
g. Muntah dan diare menjadi nyata pada keadaan penyakit yang progresif
h. Edema
i. Salerema purpura atau perdarahan
j. Ikterus
k. Hepatosplenomegali
l. Kejang
m. Data laboratorium yang tidak stabil (khususnya hipoglikemia) dan neptropenia.
E. Komplikasi
a. Hipoglikemia, asidosis metabolik.
b. Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intrakranial.
c. Ikterus.
d. Dehidrasi
e. Anemia
f. Hiperbilirubinemia
g. Meningnitis
h. DIC.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium pada infeksi neonates adalah sebagai berikut:
a. Kultur untuk mengidentifikasi bakteri patogen
1) Kultur darah (Baku emas diagnosis bakteremia), dilakukan dengan cara:
a) Tambahkan sedikitnya 0,5 -1,0 ml darah yang didapat melalui venipuncture
steril ke dalam botol kultur
b) Sebagian besar bakteria akan tumbuh dalam waktu 24 sampai 48 jam
c) Lakukan komunikasi dengan petugas lab mikrobiologi setiap hari, jangan
menunggu laporan tertulis.
d) Sebelum terapi antibiotik
e) Bila hasil positip, ulang 48 jam kemudian
2) Fungsi lumbal, Sepsis Kemungkinan meningitis 25-30%. Bayi dengan
meningitis mungkin tidak menunjukkan gejala yang spesifik. 15% bayi dengan
meningitis akan menunjukkan kultur darah negatif
3) CSS, nilai CSS normal pada neonates adalah:
a) Jumlah leukosit: 0 - 32 WBC/mm3
b) Kadar glukose : 24 - 119 mg /dl
c) Kadar Protein: 20 - 170 mg /dl
4) Urine
a) Berguna bagi neonatus yang mengalami sepsis awitan lambat.
b) Spesimen steril didapat melalui kateterisasi steril atau melalui aspirasi
suprapubik kandung kemih.
b. Pemeriksaan hematologis
1) Hitung leukosit, Nilai normal 4500-10000 sel/mm3, sedangkan pada Neonatus
9000-30000 sel/mm3. Segala macam infeksi menyebabkan leukosit naik; baik
infeksi bakteri, virus, parasit, dan sebagainya. Leukosit rendah (disebut juga
leukopenia) dapat disebabkan oleh infeksi atau sepsis hebat.
2) Hitung platelet/Hitung trombosit. Nilai normal pada anak 150.000-450.000
sel/mm3. Penurunan trombosit (trombositopenia) dapat ditemukan pada sepsis.
Nilai ambang bahaya pada <30.000 sel/mm3.
3) Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR)/Laju endap Darah (LED). Nilai normal
anak <10 mm/jam pertama. LED yang meningkat menandakan adanya infeksi
atau inflamasi.
4) Pemeriksaan lainnya (C- reactive protein)
a. Peningkatan globulin pada fase infeksi aktif serial setiap12 jam,sangat
sensitif
b. 97-100% sepsis , CRP meningkat
c. Normal: < 0,5 mg/ dl
d. Peningkatan palsu dengan adanya asfiksia, aspirasi mekonium, KPD
e. Mungkin tidak positif pada awalnya (sensitivitasnya hanya 60%)
f. Tes berulang akan lebih berguna (sensitivitasnya hingga 84%)
g. Nilai Prediktif Negatif: 90%
G. Pencegahan
1. Pada masa antenatal:
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala,
imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi
yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan
kesehatan ibu dan janin. Rujuk ke pusat kesehatan bila diperlukan.
2. Pada masa persalinan:
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik.
3. Pada masa pasca persalinan:
Rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, jaga lingkungan dan
peralatan tetap bersih, perawatan luka umbilikus secara steril.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan infeksi neonatus adalah sebagai berikut:
Penanganan di rumah :
a. Berikan posisi semifowler agar sesak berkurang.
b. Apabila suhu tinggi, lakukan kompres dingin.
c. Berikan ASI perlahan-lahan, sedikit demi sedikit.
d. Apabila bayi muntah, lakukan perawatan muntah yaitu posisi tidur miring ke
kiri atau kanan.
e. Apabila diare, perhatikan personal hygiene dan keadaan lingkungan.
f. Rujuk segera ke rumah sakit, lakukan informed consent pada keluarga.
A. Pengkajian
1) Biodata bayi
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Sistem saraf pusat : Fontanel yang menonjol, letargi, temperatur yang tidak
stabil, hipotonia, tremor yang kuat.
b) Sistem pencernaan : hilangnya keinginan untuk menyusui, penurunan intake
melalui oral, muntah, diare, distensi abdomen.
c) Sistem integument: kuning, adanya lesi, ruam.
d) Sistem pernapasan: apnea, sianosis, takipnea, penurunan saturasi oksigen, nasal
memerah, mendengkur, dan retraksi dinding dada.
e) Sistem kardiovaskular: takikardi, penurunnya denyut perifer, pucat.
3) Riwayat kesehatan keluarga (Apakah ada anggota keluarga yang menderita sifilis)
4) Data psikologi
a) Keluhan dan reaksi bayi terhadap penyakitnya.
b) Tingkat adaptasi bayi terhadap penyakitnya.
B. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermi b/d penyakit (proses infeksi).
2) Pola napas tidak efektif b/d disfungsi neuromuskular
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d faktor biologi (diare,
anoreksia, dan muntah), faktor psikologis (malas minum).
4) Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif (diare).
D. Rencana Keperawatan
2 Pola napas tidak efektif b/d disfungsi Setelah melakukan tindakan keperawatan Airway Management
neuromuskular selama 1x24 jam, ketidakefektifan pola 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
pernapasan dapat diatasi, dengan kriteria 2. Keluarkan sekret dengan suction
hasil: 3. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
1. Bayi tidak sesak lagi tambahan
2. Bayi tenang 4. Kolaborasikan pemberian bronkodilator bila perlu
3. Skret di saluran napas tidak ada lagi 5. Monitor respirasi dan status O2
4. Menunjukkan jalan nafas yang paten
(tidak ada suara nafas abnormal) Oxygen Therapy
5. Tanda-tanda vital dalam rentang normal 1. Pertahankan jalan nafas yang paten
(tekanan darah, nadi, pernafasan) 2. Atur peralatan oksigenasi
3. Monitor aliran oksigen
4. Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
5. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan keperawatan Nutrition Management
kebutuhan tubuh b/d faktor biologi (diare, selama 2x24 jam, gangguan pemenuhan 1. Kaji adanya alergi makanan
anoreksia, dan muntah), faktor psikologis nutrisi dapat diatasi dengan kriteria hasil: 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
(malas minum) 1. Diare, anoreksia, muntah berhenti jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
2. Bayi mau disusui 3. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
3. Tanda-tanda malnutrisi tidak ditemukan 4. Anjurkan pada ibu untuk tetap memberikan ASI
1. Tidak terjadi penurunan berat badan yang 5. Auskultasi bising usus
berarti
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor lingkungan selama makan
4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama
jam makan
5. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
6. Monitor turgor kulit
7. Monitor adanya muntah
8. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
4 Kekurangan volume cairan b/d kehilangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Fluid management
cairan aktif (diare). selama 2x60 menit, volume cairan kembali 1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
normal, dengan kriteria hasil: 2. Monitor vital sign
1. Suhu dan nadi dalam batas normal 3. Lakukan terapi IV
2. membran mukosa dan kulit tidak kering 4. Berikan cairan
3. Tanda-tanda dehidrasi tidak ditemukan, 5. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
elastisitas turgor kulit baik, membran muncul meburuk
mukosa lembab, tidak ada rasa haus 6. Anjurkan pada ibu tetap memberikan ASI
yang berlebihan 7. Awasi masukan dan pengeluaran, catat dan ukur
frekuensi diare, dan kehilangan cairan
DAFTAR PUSTAKA
https://solusisehatbidanyuli.blogspot.co.id/2016/04/makalah-infeksi-neonatus.html.
Matondang, dkk. 2013. Diagnosis Fisik pada Anak. Jakarta : CV Aung Seto.
Rizema, Sitiatava Putra, 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita untuk Keperawatan
dan Kebidanan. Yogyakarta : D-Medika.