Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keluarga merupakan cikal bakal wajah peradaban. Baik buruknya masyarakat bisa
dinilai dari profil-profil keluarga didalamnya. Belakangan ini kita dapat mengamati apa
yang membuat sebuah keluarga itu retak. Jika kita pikirkan, keluarga merupakan ikatan
yang sangat kuat. Orang-orang didalamnya telah dipertemukan oleh Tuhan bukan tanpa
sebab, sudah ada pertimbangan menurut ukuran-Nya. Komposisinya tidak bisa digantikan
oleh yang lain. Pernikahan yang menjadi awal sebuah keluarga pun selalu direalisasikan
dalam perhelatan yang agung nan meriah. Akan tetapi, saat ini banyak sekali terdengar
cerita perceraian atau keluarga yang ‘berantakan’ tapi belum masuk tahap perpisahan.
Hal ini disebabkan karena banyak manusia yang tidak memahami arti sebuah
keluarga. Padahal arti sebuah keluarga adalah saling memiliki, saling percaya, saling
menghormati, saling melindungi dan saling berbagi rasa, saling menjaga kehormatan serta
saling menjaga rahasia diantara anggota keluarga. Maka dari itu, karena pentingnya
sebuah keluarga, di dalam makalah ini penulis akan menyajikan materi yang berkaitan
dengan keluarga, dimulai dari konsep dasar, cara mempersiapkan diri untuk pernikahan,
cara menanggapi dinamika masalah keluarga, cara mengelola dan manajemen keuangan
hingga cara mencapai keluarga yang sehat dan bahagia.

B. TUJUAN PENULISAN
1. Mampu memahami asuhan keperawatan keluarga tentang hipertensi.
2. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada konsep asuhan keperawatan
keluarga tentang hipertensi.
3. Mampu merumuskan masalah keperawatan pada konsep asuhan keperawatan keluarga
tentang hipertensi.
4. Mampu menentukan intervensi keperawatan pada konsep asuhan keperawatan
keluarga tentang hipertensi.
5. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada konsep asuhan keperawatan
keluarga tentang hipertensi.
6. Mampu melakukan evaluasi dan mendokumentasikan semua tindakan keperawatan
pada konsep asuhan keperawatan keluarga tentang hipertensi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR KELUARGA

1. Definisi Keluarga
Keluarga yang merupakan bagian dari masyarakat sesungguhnya mempunyai
peranan yang sangat penting dalam membentuk budaya dan perilaku sehat. Dari
keluargalah pendidikan kepada individu dimulai, tatanan masyarakat yang baik
diciptakan, budaya dan perilaku sehat dapat lebih dini ditanamkan. Oleh karena itu,
keluarga mempunyai posisi yang strategis untuk dijadikan sebagai unit pelayanan
kesehatan karena masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan dan saling
mempengaruhi antar anggota keluarga, yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi
juga keluarga dan masyarakat yang ada disekitarnya.

Banyak ahli menguraikan pengertian keluarga sesuai dengan perkembangan


sosial masyarakat. Berikut ini definisi keluarga menurut beberapa ahli dalam (Jhonson
R, 2010):

1) Raisner
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dan dua orang atau lebih masing-
masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, kakak, dan
nenek.

2) Duval
Menguraikan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan,
kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya
dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari setiap
anggota keluarga.

3) Spradley and Allender


Satu atau lebih yang tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan emosional dan
mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan tugas.

4) Departemen Kesehatan RI
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap
dalam keadaan saling ketergantungan.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga
adalah sebagai berikut:

a. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan
atau adopsi.
b. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap
memperhatikan satu sama lain.
c. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran
sosial yaitu suami, istri, anak, kakak dan adik.
d. Mempunyai tujuan yaitu menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan
perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.

2. Tipe atau Bentuk Keluarga


Gambaran tentang pembagian tipe keluarga sangat beraneka ragam, tergantung
pada konteks keilmuan dan orang yang mengelompokkan, namun secara umum
pembagian tipe keluarga dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Pengelompokkan secara Tradisional
Secara tradisional, tipe keluarga dapat dikelompokkan dalam 2 macam, yaitu:
a. Keluarga Inti (Nuclear Family), adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu
dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
b. Keluarga Besar (Extended Family), adalah keluarga inti ditambah anggota
keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah, seperti kakek, nenek,
paman, dan bibi
2) Pengelompokkan secara Modern
Dipengaruhi oleh semakin berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa
individualisme, maka tipe keluarga modern dapat dikelompokkan menjadi beberapa
macam, diantaranya :
a. Tradisional Nuclear, adalah keluarga inti (Ayah, Ibu dan Anak) yang tinggal
dalam satu rumah yang ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan
perkawinan, dimana salah satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.
b. Niddle Age/Aging Couple, adalah suatu keluarga dimana suami sebagai pencari
uang dan istri di rmah atau kedua-duanya bekerja di rumah, sedangkan anak-anak
sudah meninggalkan rumah karena sekolah/menikah/meniti karier.
c. Dyadic Nuclear, adalah keluarga dimana suami-istri sudah berumur dan tidak
mempunyai anak yang keduanya atau salah satunya bekerja di luar umah.
d. Single Parent, adalah keluarga yang hanya mempunyai satu orang tua sebagai
akibat perceraian atau kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di
rumah atau di luar rumah.
e. Dual Carrier, adalah keluarga dengan suami–istri yang kedua-duanya orang
karier dan tanpa memiliki anak.
f. Three Generation, adalah keluarga yang terdiri atas tiga generasi atau lebih yang
tinggal dalam satu rumah.
g. Comunal, adalah keluarga yang dalam satu rumah terdiri dari dua pasangan
suami-istri atau lebih yang monogami berikut anak-anaknya dan bersama-sama
dalam penyediaan fasilitas.
h. Cohibing Couple/Keluarga Kabitas/Cahabitation, adalah keluarga dengan dua
orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa ikatan perkawinan.
i. Composite/Keluarga Berkomposisi, adalah sebuah keluarga dengan perkawinan
poligami dan hidup/tinggal secara bersama-sama dalam satu rumah.
j. Gay and Lesbian Family, adalah keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang
berjenis kelamin sama.

3. Peranan Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat,
kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan
pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dan keluarga, kelompok
dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai
berikut:
1) Ayah sebagai suami dari istri dan ayah bagi anak-anak, berperan sebagai pencari
nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga,
sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkunganya.
2) Ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk
mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik bagi anak-anaknya,
pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosial serta sebagai anggota
masyarakat di lingkungannya, disamping itu juga ibu perperan sebagai pencari
nafkah tambahan dalam keluarganya.
3) Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.

4. Tugas Keluarga
Pada dasarnya ada tujuh tugas pokok keluarga, yaitu sebagai berikut:
1) Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
2) Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.
3) Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-
masing.
4) Sosialisasi antar anggota keluarga.
5) Pengaturan jumlah anggota keluarga.
6) Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.
7) Membangkitkan dorongan dan semangat pada anggota keluarga.

5. Struktur Keluarga
Struktur sebuah keluarga memberikan gambaran tentang bagaimana suatu
keluarga itu melaksanakan fungsinya dalam masyarakat. Adapun macam-macam
Struktur Keluarga diantaranya adalah :
1) Patrilineal, adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
2) Matrilineal, adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
3) Matrilokal, adalah sepasang suami-istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.
4) Patrilokal, adalah sepasang suami-istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
suami.
5) Keluarga Kawin, adalah hubungan suami-istri sebagai dasar bagi pembinaan
keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya
hubungan dengan suami atau istri.

6. Fungsi Keluarga
Friedman (2010) mengemukakan fungsi keluarga, yaitu sebagai berikut:
1) Fungsi afektif, yaitu fungsi keluarga yang utama adalah untuk mengajarkan segala
sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarganya dalam berhubungan dengan
orang lain.
2) Fungsi sosialisasi, yaitu fungsi mengembangkan dan sebagai tempat melatih anak
untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan
orang lain di luar rumah.
3) Fungsi reproduksi, yaitu fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga
kelangsungan keluarga.
4) Fungsi ekonomi, yaitu fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara
ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam
meningkatkan penghasilan dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga.
5) Fungsi pemeliharaan kesehatan, yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan
kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi.

7. Tahap Perkembangan Keluarga


Siklus kehidupan setiap keluarga mempunyai tahapan-tahapan. Seperti individu-
individu yang mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan yang berturut-turut,
keluarga juga mengalami tahap perkembangan yang berturut-turut. Adapun tahap-tahap
perkembangan menurut Duvall dan Miller dalam (Friedman, 1998) adalah :
1) Tahap I : keluarga pemula perkawinan dari sepasang insan menandai bermulanya
sebuah keluarga baru dan perpindahan dari keluarga asal atau status lajang ke
hubungan baru yang intim.
2) Tahap II : keluarga sedang mengasuh anak dimulai dengan kelahiran anak pertama
hingga bayi berusia 30 bulan.
3) Tahap III : keluarga dengan anak usian pra sekolah dimulai ketika anak pertama
berusia dua setengah tahun, dan berakhir ketika anak berusia lima tahun.
4) Tahap IV : keluarga dengan anak usia sekolah dimulai ketika anak pertama telah
berusia enam tahun dan mulai masuk sekolah dasar dan berakhir pada usia 13 tahun,
awal dari masa remaja.
5) Tahap V : keluarga dengan anak remaja dimulai ketika anak pertama melewati umur
13 tahun, berlangsung selama enam hingga tujuh tahun. Tahap ini dapat lebih
singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih lama jika anak masih
tinggal dirumah hingga berumur 19 atau 20 tahun.
6) Tahap VI : keluarga yang melepas anak usia dewasa muda, ditandai oleh anak
pertama meninggalkan rumah orang tua dan berakhir dengan “rumah kosong” ketika
anak terakhir meninggalkan rumah. Tahap ini dapat singkat atau agak panjang,
tergantung pada berapa banyak anak yang belum menikah yang masih tinggal
dirumah. Fase ini ditandai oleh tahun-tahun puncak persiapan dari dan oleh anak-
anak untuk kehidupan dewasa yang mandiri.
7) Tahap VII : orang tua usia pertengahan dimulai ketika anak terakhir meninggalkan
rumah dan berakhir pada saat pensiun atau kematian salah satu pasangan.
8) Tahap VIII : keluarga dalam masa pensiun dan lansia dimulai dengan salah stu atau
kedua pasangan memasuki masa pensiun, hingga salah satu pasangan meninggal dan
berakhir dengan pasangan lainnya meninggal dan tugas tumbuh kembang lansia
pada tahap ini adalah:
a. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.
b. Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun.
c. Mempertahankan hubungan perkawinan.
d. Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan.
e. Mempertahankan ikatan keluarga antar generasi.

B. KONSEP DASAR HIPERTENSI


1. Definisi Hipertensi
Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) adalah suatu keadaan dimana
seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh
angka bagian atas (systolic) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah
menggunakan alat pengukur tekanan darah baik berupa cuff air raksa
(Spygmomanometer) ataupun alat digital lainnya (Herlambang, 2013).
Tensi (tekanan darah) adalah banyaknya darah yang dipompakan jantung
dikalikan tahanan di pembuluh darah perifer. Adapun hipertensi (tekanan darah tinggi)
adalah keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal
atau tekanan sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg dan diastoliknya diatas 90 mmHg
(Wijoyo, 2011).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah di atas batas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas
dan angka kematian (mortalitas). Tekanan yang abnormal tinggi pada pembuluh darah
menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung,
dan kerusakan ginjal (Rusdi,et al, 2009).
2. Klasifikasi Hipertensi
Menurut Herlambang (2013) penyakit darah tinggi atau hipertensi dikenal dengan
2 jenis klasifikasi, diantaranya hipertensi primary dan hipetensi secondary.
1) Hipertensi primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah tinggi
sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Seseorang
yang pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan atau
bahkan obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah
tinggi. Begitu pula seseorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor
tinggi sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang
yang kurang olahraga pun mengalami tekanan darah tinggi.
2) Hipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan
darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit lainnya seperti
gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh. Sedangkan pada
ibu hamil tekanan darah secara umum meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu.
Terutama pada wanita yang berat badannya diatas normal atau gemuk (obesitas).
Hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHgatau lebih, tetapi
tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran
normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan
bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan
sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat
sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun
drastis.

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII


Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg
aPre-hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg
Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg
3. Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada (Ritu Jain, 2011) :
1) Elastisitas dinding aorta menurun.
2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20
tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai
faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya,
yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Rahmawati, 2012).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 2010).

5. Manifestasi klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun
secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan
dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud
adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan;
yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan
tekanan darah yang normal.Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati,
bisa timbul gejala berikut (Kristanti, 2013):
1) Sakit kepala
2) Kelelahan
3) Mual
4) Muntah
5) Sesak nafas
6) Gelisah

Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantung dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran
dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati
hipertensif, yang memerlukan penanganan segera. Tanda dan gejala pada hipertensi
dibedakan menjadi : (Edward K Chung, 2013).
a. Tidak Ada Gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala Yang Lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

6. Komplikasi
Hipertensi tidak dapat secara langsung membunuh penderitanya, melainkan
hipertensi memicu terjadinya penyakit lain yang tergolong kelas berat alias mematikan.
Laporan Komite Nasional Pencegahan, Deteksi, Evaluasi dan Penanganan Hipertensi
menyatakan bahwa tekanan darah yang tinggi dapat meningkatkan resiko serangan
jantung, gagal jantung, stroke dan gagal ginjal (Wahdah, 2011)
Hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya komplikasi kardiovaskular dan
merupakan masalah utama kesehatan masyarakat yang tengah mengalami transisi sosial
ekonomi. Dibandingkan dengan individu yang memiliki tekanan darah normal,
penderita hipertensi memiliki risiko terserang penyakit jantung koroner 2 kali lebih
besar dan risiko yang lebih tinggi untuk terserang stroke. Apabila tidak diobati, kurang
lebih setengah dari penderita hipertensi akan meninggal akibat penyakit jantung dan
sekitar 33% akan meninggal akibat stroke sementara 10 sampai 15 % akan meninggal
akibat gagal ginjal. Oleh sebab itu pengontrolan tekanan darah merupakan hal yang
sangat penting (Junaidi, 2010).

7. Faktor resiko
Menurut Fauzi (2014) tekanan darah tinggi memiliki beberapa faktor resiko
antara lain:
1) Risiko tekanan darah tinggi meningkat sesuai dengan faktor usia.
2) Ras dan suku bangsa juga berhubungan dengan risiko hipertensi.
3) Latar belakang keluarga.
4) Kelebihan berat badan atau obesitas.
5) Tidak aktif secara fisik. Denyut jantung orang-orang yang tidak aktif cenderung
lebih tinggi. Sehingga semakin keras jantung harus bekerja dengan setiap kontraksi
dan semakin kuat gaya pada arteri. Kekurangan aktifitas fisik juga meningkatkan
risiko kelebihan berat badan.
6) Merokok, terlalu banyak garam (sodium) pada diet. Terlalu banyak sodium pada diet
dapat menyebabkan tubuh menahan caira yang meningkatkan tekanan darah.
7) Terlalu potassium pada diet. Potassium membantu menyeimbangkan jumlah dari
sodium di sel. Jika tidak mendapat potassium yang cukup pada diet atau menahan
potassium bisa menumpuk terlalu banyak sodium di dalam darah.

Faktor-faktor risiko penyakit hipertensi yang tidak ditangani dengan baik


dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah dan dapat
diubah (Depkes RI, 2006).
a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
1) Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi, dengan bertambahnya umur, risiko
terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan
usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar diatas 65
tahun.
2) Jenis kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih banyak
yang menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita, rasio sekitar 2.29 untuk
peningkatan tekanan darah sistolik.
3) Keturunan
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga
mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer
(esensial). Tentunya faktor genetik ini juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan
lain, yang kemudian menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor genetik
juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel.
Menurut Davidson bila kedua orang tua menderita hipertensi maka sekitar 45%
akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita
hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.
b. Faktor risiko yang dapat diubah
Faktor risiko dapat diubah yaitu faktor risiko yang diakibatkan perilaku tidak sehat
dari penderita hipertensi antara lain (Depkes RI, 2006) :
1) Status gizi
Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya normal.
2) Psikososial dan stres
Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa
takut, rasa (bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon
adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih kuat dan cepat, sehingga tekanan
darah akan meningkat. Jika stres berlangsung lama, tubuh akan berusaha
mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan
patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag.
3) Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui
rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh
darah arteri, dan mengakibatkan proses artereoskelerosis, dan tekanan darah
tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok
dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga
meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot
jantung. Merokok peda penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan
risiko kerusakan pembuluh darah arteri.
4) Olahraga
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan
bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Pada orang tertentu dengan
melakukan olahraga aerobik yang teratur dapat menurunkan tekanan darah, tanpa
perlu sampai berat badan turun.
5) Konsumsi alkohol berlebih
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan darah telah dibuktikan. Mekanisme
peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun, diduga
peningkatan kadar kartisol, dan peningkatan volume sel darah merah serta
kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah.
6) Konsumsi garam berlebih
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di
luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan
darah. Pada masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang,
ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan
garam sekitar 7-8 gram tekanan darah rata-rata lebih tinggi.
7) Hiperlipedimea/Hiperkolestrolemi
Kelainan metabolisme lipid (lemak) yang ditandai dengan peningkatan kadar
kolestrol total, trigliserida, kolestrol LDL, dan/atau penurunan kadar kolestrol
HDL dalam darah. Kolestrol merupakan faktor penting dalam terjadinya
ateroskelerosis yang mengakibatkan peninggian tahanan perifer pembuluh darah
sehingga tekanan darah meningkat.

8. Penatalaksanaan Medis
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan (Ni Kadek, et al, 2014):
1) Penatalaksanaan Non Farmakologis.
a. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam
plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
b. Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging, bersepeda
atau berenang.
2) Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian
atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
a. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
b. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
c. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
d. Tidak menimbulkan intoleransi.
e. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
f. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.Golongan obat - obatan yang
diberikan pada klien dengan hipertensi seperti golongan diuretik, golongan
betabloker, golongan antagonis kalsium, golongan penghambat konversi rennin
angitensin.

9. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan(viskositas)
dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
c. Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
2) CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3) EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4) IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan
ginjal.
5) Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung.

10. Penatalaksanaan Keperawatan


1) Pengkajian Keluarga
a. Pengumpulan data:
1. Struktur dan sifat anggota keluarga.
2. Faktor sosial budaya dan ekonomi.
3. Faktor lingkungan.
4. Riwayat kesehatan.
2) Analisa data
Analisa data bertujuan untuk mengetahui masalah kesehatan yang dialami oleh
keluarga. Dalam menganalisa data dapat menggunakan typology masalah dalam
Family Health Care. Permasalahan dapat dikatagorikan sebagai berikut :
a. Ancaman kesehatan
Keadaan yang dapat memungkinkan terjadinya penyakit, kecelakaan atau
kegagalan dalam mencapai potensi kesehatan.
b. Kurang atau tidak sehat
Kegagalan dan memantapkan kesehatan.
c. Krisis
Saat-saat dimana keadaan menuntut terpantaunya banyak dari individu atau
keluarga dalam hal penyesuaian maupun sumber daya mereka.

3) Penentuan Prioritas Masalah


Didalam menentukan prioritas masalah kesehatan keluarga menggunakan sistem
skoring berdasarkan tipologi dengan pedoman sebagai berikut :
No. Kriteria Bobot
1. Sifat masalah 1
Skala : ancaman kesehatan 2
tidak atau kurang sehat 3
krisis 1
2. Kemungkinan masalah dapat diubah 2
Skala : dengan mudah 2
hanya sebagian 1
tidak dapat 0
3. Potensi masalah untuk dicegah 1
Skala : tinggi 3
cukup 2
rendah 1
4. Menonjolkan masalah 1
Skala : masalah berat harus ditangani 2
ada masalah tapi tidak perlu ditangani 1
masalah tidak dirasakan 0

4) Diagnosa Dan Perencanaan Keperawatan


a. Diagnosa Keperawatan Keluarga
1. Ketidaksanggupan keluarga mengenal masalah penyakit hipertensi
berhubungan dengan ketidaktahuan tentang gejala hipertensi.
2. Ketidaksanggupan keluarga dalam mengambil keputusan dalam
melaksanakan tindakan yang tepat untuk segera berobat kesarana kesehatan
bila terkena hipertensi berhubungan dengan kurang pengetahuan
klien/keluarga tentang manfaat berobat kesarana kesehatan.
3. Kurangnya pengetahuan tentang hipertensi pada keluarga berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan anggota
keluarga.
4. Ketidaksanggupan memelihara lingkungan rumah yang dapat
mempengaruhi kesehatan keluarga berhubungan kesehatan keluarga
berhubungan dengan tidak dapat melihat keuntungan dan manfaat
pemeliharaan lingkungan serta ketidaktahuan tentang usaha pencegahan
penyakit hipertensi.
5. Ketidakmampuan menggunakan sumber yang ada dimasyarakat guna
memelihara kesehatan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien
dan keluarga tersedianya fasilitas kesehatan seperti JPS, dana sehat dan
tidak memahami manfaatnya.
6. Ketidakmampuan mengenal masalah nutrisi sebagian salah satu penyebab
terjadinya hipertensi adalah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
cara pengaturan diet yang benar.
7. Ketidakmampuan keluarga untuk menyediakan diet khusus bagi penderita
hipertensi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang cara
pengolahan makanan dalam jumlah yang benar.
8. Ketidakmampuan meyediakan makanan rendah garam bagi penderita
hipertensi berhubungan dengan kurang pengetahuan dan kebiasaan sehari-
hari yang mengkonsumsi makanan yang bnayak mengandung garam

b. Intervensi Keperawatan Keluarga


Rencana keperawatan keluarga adalah sekumpulan tindakan keperawatan yang
ditentukan oleh perawat untuk dilaksanakan dalam memecahkan masalah
kesehatan dan keperawatan yang telah diidentifikasikan (Nasrul Effendi, 2008 :
54)
1. Ketidakmampuan mengenal masalah nutrisi sebagian salah satu penyebab
terjadinya hipertensi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan cara
pengaturan diet yang benar.
Tujuan :
Keluarga mampu mengenal cara pengaturan diet bagi anggota keluarga yang
menderita penyakit hipertensi.
Kriteria hasil :
Keluarga mampu menyebutkan secara sederhana batasan pengaturan diet
bagi anggota keluarga yang menderita hipertensi.
Intervensi :
1) Beri penjelasan kepada keluarga cara pengaturan diet yang benar bagi
penderita hipertensi.
2) Beri penjelasan kepada klien dan keluarga bagaimana caranya
menyediakan makanan-makanan rendah garam bagi penderita hipertensi.

2. Ketidakmampuan dalam mengambil keputusan untuk mengatur diet


terhadap anggota keluarga yang menderita hipertensi berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan keluarga tentang manfaat dari pengaturan diet.
Tujuan :
Keluarga dapat memahami tentang manfaat pengaturan diet untuk klien
hipertensi.
Kriteria hasil :
1) Keluarga mamapu menjelaskan tentang manfaat pengaturan diet bagi
klien hipertensi.
2) Keluarga dapat menyediakan makanan khusus untuk klien hipertensi.
Intervensi :
1) Beri penjelasan kepada keluarga tentang manfaat pengaturan diet untuk
klien hipertensi.
2) Beri penjelasan kepada keluarga jenis makanan untuk hipertensi.

3. Ketidakmampuan keluarga untuk menyediakan diet khusus bagi penderita


hipetensi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang cara
pengolahan makanan dalam jumlah yang benar.
Tujuan :
Keluarga mampu menyediakan diet khusus untuk penderita hipertensi.
Kriteria hasil :
1) Klien dan keluarga mampu menyediakan diet khusus untuk penderita
hipertensi.
2) Keluarga mampu menyajikan makanan dalam jumlah yang tepat bagi
klien hipertensi.
Intervensi :
1) Berikan pernjelasan pada klien dan keluarga cara pengolahan makanan
untuk klien hipertensi.
2) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga jumlah makanan yang di
konsumsi oleh klien hipertensi.
3) Beri contoh sederhana kepada klien dan keluarga untuk membuat
makanan dengan jumlah yang tepat.

4. Ketidakmampuan meyediakan makanan rendah garam bagi penderita


hipertensi berhubungan dengan kurang pengetahuan dan kebiasaan sehari-
hari yang mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung garam.
Tujuan :
Seluruh kleuarga membiasakan diri setiap hari mengkonsumsi makanan
yang rendah garam.
Kriteria hasil :
1) Klien dan keluarga dapat menjelaskan manfaat makanan yang rendah
garam.
2) Klien dan keluarga dapat menjelaskan jenis makanan yang dapat
mengandung garam.
3) Klien dan keluarga mampu merubah kebiasaan dari mengkonsumsi
makanan yang banyak mengandung garam.
Intervensi :
1) Beri penjelasan kepada klien dan keluarga tentang pengaruh garam
terhadap klien hipertensi.
2) Beri penjelasan kepada klien dan keluarga jenis makanan yang banyak
mengandung garam.
3) Beri motivasi kepada klien dan keluarga bahwa mereka mampu untuk
merubah kebiasaan yang kurang baik tersebut yang didasari pada niat
dan keinginan untuk berubah.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2012. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.

Fauzi. I. 2014. Buku Pintar Deteksi Dini Gejala dan Pengobatan Asam Urat, Diabetes dan
Hipertensi. Yogyakarta: Araska.

Freadman, M. M. (2013). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.


Makhfudli, (2013). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika
Mubarok, W. I. (2010). Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika.
Susanto, T. (2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Jakarta: TIM.
Wahdah, N. 2011. Menaklukan Hipertensi dan Diabetes. Yogyakarta: Multipress

Wijoyo, P. M. 2011. Rahasia Penyembuhan Hipertensi Secara Alami. Bee Media Agro:
Jakarta

Wilkinson, Judith. (2011). Buku saku diagnosa keperawatan: diagnose NANDA, intervensi
NIC, Kriteria hasil NOC, ed.9. Alih bahasa, Esty Wahyuningsih; editor edisi bahasa
Indonesia, Dwi Widiarti. Jakarta: EGC.

Zaidin Ali, S. M. (2010). Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai