Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“Askep kedaruratan gagal nafas “

PEMBIMBING

Ns. Yoani Maria V.B.Aty.,S.Kep.,M.Kep

OLEH KELOMPOK 2:

1. YOSEPHINA B.PUGEL
2. HILDAGARDIS NABU
3. YODI BEAS

KELAS: TK 3 PPN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI PPN

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat-Nya yang berlimpah maka kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk
melengkapi pengambilan nilai mata kuliah keperawatan gawat darurat (GADAR).
Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan trima kasih kepada dosen mata
kuliah Keperawatan gawat darurat (GADAR) yang telah memberikan tugas ini
kepada kami yang berjudul “gagal nafas ”sebagai upaya untuk menjadikan kami
manusia yang berilmu dan berpengetahuan. Keberhasilan kami dalam
menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak.Untuk itu, kami menyampaikan trima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.Kami menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, dan masih banyak
kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu kami mengharapkan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi
siapapun yang membacanya.

Senin, 14 februari 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB 1 PENDAHULUAN 4

1.2 Latar belakang 4

1.2 Tujuan 5

1.2.1 Tujuan umum 5

1.2.2 Tujuan khusus 6

BAB II TINJAUAN TEORI 7

2.1 Pengertian gagal napas 7

2.2 Tanda dan gejala 8

2.3 Patofisiologi gagal napas 9

2.4 Penatalaksanaan gagal napas 10

2.5 Pengkajian primer dan sekunder 12

2.6 Diagnosa keperawatan (SDKI) 16

2.7 Intervensi keperawatan (SIKI) 16

2.8 Tindakan untuk pasien gagal napas 23

2.9 Evaluasi Keperawatan..................................................................................24

BAB III PENUTUP 28

3.1 Kesimpulan 28

3.2 Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Gagal nafas dapat diakibatkan oleh kelainan pada paru, jantung, dinding
dada,otot pernafasan dan mekanisme pengendalian sentral ventilasi di medula
oblongata(Dewa Ayu mas shintya Dewi,2017)Meskipun tidak dianggap
sebagai penyebab langsung gagal nafas, disfungsi dari jantung, sirkulasi paru,
sirkulasi sistemik, transport oksigen hemoglobin dan disfungsikapiler sistemik
mempunyai peran penting pada gagal nafas SAYA TIDAK PAHAM
KALIMAT INI (Dewa Ayu mas shintya Dewi,2017). Gagal nafas penyebab
terpenting????????? adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernafasan
terletak di bawah batang otak(pons dan medulla) (Dewa Ayu mas shintya
Dewi,2017)

Insidensi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) pada The


AmericanEuropean Consensus on ARDS tahun 2010 menemukan antara 12,6-
28,0 kasus/100.000 penduduk/tahun serta dilaporkan sekitar 40% terjadi
kematian akibat gagal napas(Teti Hayati2019). Insidensi gagal napas akut
pada dewasa dari hasil studi di negara Jerman dan Swedia melaporkan bahwa
77,6-88,6 kasus/100.000 penduduk/tahun. Data dari Kementerian Kesehatan
RI, 2012 yang terfatal menyebabkan kematian berdasarkan data peringkat 10
Penyakit Tidak Menular (PTM) pada tahun 2010, Case Fatality Rate (CFR)
angka kejadian gagal napas pada pasien rawat inap dirumah sakit yaitu sebesar
20,98 % menempati peringkat kedua. Berdasarkan data dari buku registrasi
pasien di ICU RSPAD Gatot Soebroto Puskesad dari bulan Januari sampai
dengan bulan Desember 2017 banyaknya pasien di ruang ICU berjumlah
2.277 pasien dan sebanyak 807 pasien (35,44 %) mengalami kejadian gagal
napas. Bila dirata-ratakan perbulannya adalah 189-190 pasien yang dirawat di
ICU. Yang mengalami kejadian gagal napas sebanyak 67-68 pasien/bulan dan
pasien yang meninggal sebanyak 29-30 pasien/bulan (ICU RSPAD Gatot
Soebroto, 2018)(Teti Hayati,2019) cari data ter +baru...INI MASIH DATA
LAMA

Gagal napas yang disebabkan oleh karena adanya obstruksi pada saluran
pernapasan bisa diatasi, dengan salah satu tindakan yang biasa dilakukan dan
dijumpai di pelayanan intensif yaitu pelaksanaan pemberian tindakan suction
(Widiyanto & Hudijono, 2013).

Suction merupakan metode pengisapan sekret atau cairan maupun benda


asing yang dilakukan dengan cara memasukan selang kateter suction melalui
hidung, mulut, atau selang ETT (Nurmiati, 2013). Jika tindakan suction ini
tidak cepat dilakukan maka yang akan muncul adalah masalah dengan
gangguan bersihan jalan napas dan itu akan membuat pasien mengalami
kekurangan suplay oksigen (hipoksemia), dan apabila suplay oksigen tidak
terpenuhi dalam waktu 4-6 menit maka akan menyebabkan kerusakan otak
yang permanen hingga menyebabkan kematian. Cara yang mudah untuk
mengetahui apakah pasien kekurangan oksigen (hipoksemia) atau tidak adalah
dengan pemantauan SpO2 atau kadar saturasi oksigen (Wiyoto, 2010).
Saturasi oksigen merupakan indikator dari presentase hemoglobin yang
berikatan dengan oksigen pada saat melakukan pengukuran (Schut, 2011).
Faktor faktor yang mempengaruhi saturasi oksigen adalah jumlah oksigen
yang masuk ke paru-paru (ventilasi), kecepatan difusi, dan kapasitas
hemoglobin dalam membawa oksigen. Pemeriksaan saturasi oksigen sebagai
pertanda dari lancarnya proses metabolisme tubuh manusia (Teti Hayati,2019)
1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan umum


Mahasiswa dapat mengetahui tentang askep kedaruratan gagal
napas

1.2.2 Tujuan khusus


Mahasiswa dapat menjelaskan :

1 Definisi gagal napas


2 tanda dan gejala gagal napas
3 Patofisiologi gagal napas
4 Penanganan kegawatdarutan gagal napas
5 pengkajian gagal napas
6 diagnosa primer dan sekunder keperawatan gagal napas
7 intervensi keperawatan primer dan sekunder gagal napas
8 implementasi Mandiri dan kolaboratif keperawatan gagal napas
9 evaluasi keperawatan gagal napas
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian gagal napas


Kegagalan napas adalah kondisi yang sering terjadi pada pasien
sakit kritis yang dikaitkan dengan angka kematian yang paling
tinggi,terutama bila ventilasi mekanis invasive diperlukan.kegagalan napas
yang parah dapat menyebabkan terjadinya infeksi paru-paru (Dinda Nur
Rohmah,2020). Gagal napas merupakan fase lanjutan dari gangguan
pernafasan yang menyebabkan kegagalan paru untuk memenuhi kebutuhan
oksigen dan mengeluarkan Karbondioksida (baktiar,2013).

Gagal napas merupakan kondisi saat sistem pernapasan gagal


didalam satu atau lebih fungsi pertukaran gas.hal ini seperti ini bisa terjadi
pada orang yang sebelumnya sehat,sebagai akibat trauma atau penyakit
akut dimana sistem pernapasan dilibatkan,atau hal ini juga dapat
berkembang dalam penyakit neuromuskular.hasil umum dari kegagalan
pernapasan termasuk hipoksemia atau oksigen yang rendah pada darah,dan
hiperkapnia, atau kelebihan karbon dioksida dalam darah.singkatan PO2
biasa digunakan dalam menunjukan tekanan parsial oksigen arteri
darah,dan singkatan PCO2 tekanan perisal karbon dioksida.gagal napas
bukan penyakit spesifik,melainkan akibat dari sejumlah kondisi yang
mendistrupsi ventilasi,kecocokan ventilasi dan perfusi atau juga difusi
gas.kadar oksigen arteri(PO2) kurang dari 50 mmhg secara umum diterima
sebagai dioksida arteri(PCO2) lebih besar dari 50 mmhg secara umum
diterima sebagai indikator gagal nafas. Akan tetapi pasien yang mengalami
COPD tingkat lanjut dapat waspada dan fungsional dengan nilai gas darah
yang akan mengindikasikan gagal napas pada seseoarang yang pernapasan
yang sebelumnya normal(Annisa Fitrah Umara.2021)
2.2 Tanda dan gejala
Tanda-tanda gagal nafas yaitu adanya takipnea dan pernapasan
dangkal tanpa retraksi dan tanda dan gejala tambahan berupa gagal
napas dapat diamati, tergantung pada tingkat hipoksemia dan
hiperkapnia. Dikatakan gagal napas jika memenuhi salah satu keriteria
yaitu PaO2 arteri 45 mmHg, kecuali peningkatan yang terjadi
kompensasi alkalosis metabolik (Arifputra, 2014).Selain itu jika menurut
klasifikasinya gagal napas bisa terbagi menjadi hipoksemia yaitu bila
nilai PaCO2 pada gagal napas tipe ini menunjukkan nilai normal atau
rendah. Gejala yang timbul merupakan campuran hipoksemia arteri dan
hipoksia jaringan, antara lain:

1. Dispneu (takipneu, hipeventilasi)


2. Perubahan status mental
3. Cemas
4. Bingung
5. Kejang
6. Sinosis di distal dan sentral (mukosa,bibir)
7. takikardia
8. hipertensi
9. Hipotensi
10. Bradikardia
11. iskemi miokard
12. infark
13. anemia
14. hingga gagal jantung dapat terjadi pada hipoksia berat.
2.3 Patofisiologi gagal napas
Mekanisme gagal napas menggambarkan ketidak mampuan tubuh
untuk melakukan oksigenasi dan/atau ventilasi dengan adekuat yang
ditandai oleh ketidakmampuan sistem respirasi untuk memasok oksigen
yang cukup atau membuang karbon dioksida. Pada gagal napas terjadi
peningkatan tekanan parsial karbon dioksida arteri (PaCO2) lebih besar
dari 50 mmHg, tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) kurang dari 60
mmHg, atau kedua-duanya. Hiperkarbia dan hipoksia mempunyai
konsekuensi yang berbeda. Peningkatan PaCO2 tidak mempengaruhi
metabolisme normal kecuali bila sudah mencapai kadar ekstrim (>90 mm
Hg). Diatas kadar tersebut, hiperkapnia dapat menyebabkan depresi
susunan saraf pusat dan henti napas. Untuk pasien dengan kadar PaCO2
rendah, konsekuensi yang lebih berbahaya adalah gagal napas baik akut
maupun kronis. Hipoksemia akut, terutama bila disertai curah jantung
yang rendah, sering berhubungan dengan hipoksia jaringan dan risiko
henti jantung. Hipoventilasi ditandai oleh laju pernapasan yang rendah dan
napas yang dangkal. Bila PaCO2 normal atau 40 mmHg, penurunan
ventilasi sampai 50% akan meningkatkan PaCO2 sampai 80 mmHg.
Dengan hipoventilasi, PaO2 akan turun kira-kira dengan jumlah yang
sama dengan peningkatan PaCO2. Kadang, pasien yang menunjukkan
petanda retensi CO2 dapat mempunyai saturasi oksigen mendekati normal
(Bakthiar.(2013))

Disfungsi paru menyebabkan gagal napas bila pasien yang


mempunyai penyakit paru tidak dapat menunjang pertukaran gas normal
melalui peningkatan ventilasi. Anak yang mengalami gangguan padanan
ventilasi atau pirau biasanya dapat mempertahankan PaCO2 normal pada
saat penyakit paru memburuk hanya melalui penambahan laju pernapasan
saja. Retensi CO2 terjadi pada penyakit paru hanya bila pasien sudah tidak
bisa lagi mempertahankan laju pernapasan yang diperlukan, biasanya
karena kelelahan otot (Bakthiar.(2013)).
2.4 Penatalaksanaan gagal napas
Prinsip tatalaksana darurat gagal nafas adalah mempertahankan
jalan nafas tetap terbuka, baik dengan pengaturan posisi kepala pasien
(sniffing position), pembersihan lendir atau kotoran dari jalan nafas atau
pemasangan pipa endotracheal tube, penggunaan alat penyangga
oropharingeal airway (gueded), penyangga nasopharingeal airway, pipa
endotrakhea, trakheostomi. Jika saluran benar-benar terjamin terbuka,
maka selanjutnya dilakukan pemberian oksigen untuk meniadakan
hipoksemia (Bakthiar.(2013)). Bila pasien tidak sadar, buka jalan napas
(manuver tengadah kepala, angkat dagu, mengedepankan rahang) dan
letakkan dalam posisi pemulihan. Isap lendir (10 detik), ventilasi tekanan
positif dengan O2 100%. Lakukan intubasi endotrakea dan pijat jantung
luar bila diperlukan (Bakthiar.(2013)).

Dalam tatalaksana lanjutan, yang perlu dilakukan adalah stabilisasi


dan mencegah perburukan. Penderita-penderita dengan gagal nafas banyak
mengeluarkan lendir sehingga memperberat beban pernafasan. Oleh
karena itu, perawatan jalan nafas sangat memegang peran penting.
Pemberian oksigenasi diteruskan. Kontrol saluran napas, tatalaksana
ventilasi, stabilisasi sirkulasi dan terapi farmakologis (antibiotik,
bronkodilator, nutrisi, fisioterapi) (Bakthiar.(2013))..

Pemberian Oksigen: Dalam tatalaksana lanjutan, oksigen harus


tetap diberikan untuk mempertahankan saturasi oksigen arteri diatas 95%.
Walaupun pemberian O2 mempunyai risiko menurunkan upaya bernapas
pada beberapa pasien yang mengalami hipoventilasi kronis, keadaan ini
bukan kontraindikasi untuk terapi O2 bila pasien diobservasi ketat. Bila
ventilasi tidak adekuat, maka harus segera diberikan bantuan ventilasi
dengan balon ke masker dan O2(Bakthiar.(2013))..

Hipoksemia diatasi dengan pemberian O2 hangat dan lembab


melalui kanul nasal, masker sederhana, masker dengan penyimpanan
(reservoir) oksigen, kotak penutup kepala (oxyhood), dan alat bantu napas
orofaring atau nasofaringBantuan Pernafasan (Ventilasi): Bantuan
pernafasan dapat dilakukan untuk memperbaiki oksigenasi. Bantuan
pernafasan tersebut meliputi Continius Positive Airway Pressure (CPAP)
dan Bilevel Positive Airway Pressure (BiPAP). CPAP akan membuka
alveoli yang kolaps dan mengalirkan cairan edema paru, sehingga
mengurangi ketidakpadanan ventilasi-perfusi, mengurangi gradien oksigen
arteri-alveolus dan memperbaiki PaO2.Bantuan Pernafasan (Ventilasi):
Bantuan pernafasan dapat dilakukan untuk memperbaiki oksigenasi.
Bantuan pernafasan tersebut meliputi Continius Positive Airway Pressure
(CPAP) dan Bilevel Positive Airway Pressure (BiPAP). CPAP akan
membuka alveoli yang kolaps dan mengalirkan cairan edema paru,
sehingga mengurangi ketidakpadanan ventilasi-perfusi, mengurangi
gradien oksigen arteri-alveolus dan memperbaiki PaO2.Pemasangan Pipa
Endotrakheal. Intubasi endotrakhea dapat dilakukan pada beberapa pasien
tertentu. Indikasi melakukan intubasi endotrakhea adalah keadaan berikut
ini:

1. Gagal kardiopulmonal/henti kardiopulmonal

2. Distres pernapasan berat/kelelahan otot pernapasan

3. Refleks batuk/gag reflkes hilang

4. Memerlukan bantuan napas lama karena apnea atau hipoventilasi

5. Transpor antar rumah sakit untuk pasien yang berpotensi gagal


napas

2.5 Pengkajian primer dan sekunder


A. Pengkajian primer

1. AIRWAY

Tanda obyektif dapat diketahui dengan tiga pengamatan look,


listen and feel.
● Look berarti melihat adanya gerakan pengembangan dada

● Listen adalah mendengarkan suara pernafasan. Seringkali


suara mengorok dan bunyi gurgling (bunyi cairan)
menandakan adanya hambatan jalan nafas

● feel adalah merasakan adanya hembusan udara saat klien


melakukan ekspirasi yang bisa kita rasakan pasa pipi
maupun punggung tangan penolong

● Pengkajian/penilaian akan kepatenan jalan nafas, meliputi


pemeriksaan mengenai adanya abstruksi jalan nafas, karena
benda asing. Pada klien yang dapat berbicara, dapat
dianggap bahwa jalan nafas bersih. Dilakukan pula
pengkajian adanya suara nafas tambahan misalnya stridor,
wheezing

2. BREATHING

Pada pasien dengan masalah gagal napas, perlunya pemeriksaan


pernapasan karena sangat penting dilakukan untuk menilai
keadekuatan pemenuhankebutuhan oksigen bagi tubuh. Gangguan
pernapasan dapat terjadi karena gangguan pertukaran gas, perfusi
atau karena kondisi serius pada pusat napas. Penilaian pernapasan
pada pasien dengan gagal napas yakni perhatikan pernapasan
spontan, catat irama dan frekuensi, kedalaman pernapasan.
Lakukan auskultasi bunyi napas, periksa gerakan dinding dada,
apakah ada penggunaan otot tambahan. Cek adanya trauma dada,
luka terbuka adanya flail chest. Periksa juga adanya apnea.
Keadaan dada pasien yang mengembung apalagi tidak simetris
mungkin disebabkan pneumotoraks atau pleurahemorage, untuk
membedakannya dilakukan perkusi di daerah paru. Suara paru
yang hipersonor disebabkan oleh pneumotorak dan
pleurohemorage suara paru menjadi redup saat dilakukan perkusi.
3. CIRCULATION

Pada klien dengan gagal napas pemeriksaan yang dilakukan dalam


circulation yaitu perdarahan, denyut nadi, dan perfusi

1. Pendarahan
Pada pasien gagal napas, tanda-tanda adanya kehilangan
cairan (darah) dapat diketahui dari pemeriksaan sederhana
seperti nadi, tekanan darah, respirasi.
2. Denyut nadi
Pada pasien gagal napas dilakukan pengecekan denyut nadi
dengan cara mempalpasi denyut nadi untuk mengecek laju,
kualitas, ritme dan frekuensi. Raba nadi
radialis,brakialis ,femoralis dan karotis,cek denyutan jantung
3. Perfusi
Tanda-tanda penurunan perfusi pada pasien gagal napas
adalah keadaan pucat,akral dingin,nadi lemah atau tidak
terabah,perubahan tingkat kesadaran,takikardi dan disritmia

4. DISABILITY

Disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :

1. A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya


mematuhi perintah yang diberikan;

2. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara


yang tidak bisa dimengerti;

3. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai


jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal
untuk merespon);
4. U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik
stimulus nyeri maupun stimulus verbal.

5. EXPOSURE

Teknik pengkajian ini dilakukan dengan cara seluruh pakian


dibuka agar pemeriksaan cedera,perdarahan ,fraktur.catat kondisi
tubuh,bau zat kimia,alkohol,bahan bakar,saat pakian pasien
dibuka,lindungi tubuhnya dari hipotermi menggunakan lampu
pemanas,selimut,pelindung kepala,penghangat ruangan dan cairan
iv hangat.

B. Pengkajian sekunder

Keluhan Utama

Riwayat penyakit saat ini

Riwayat penyakit masa lalu

Riwayat pekerjaan

1. Observasi umum
Kaji penampilan umum,postur dan posisi tubuh pasien: tanyakan
keluhan umum yang dirasakan oleh pasien.kaji perilaku apakah
pasien tampak tenang,ketakutan,cemas,serta kaji kemampuan
melakukan aktivitas secara mandiri
Tanda-tanda Vital
2. Kepala dan wajah
Inspeksi dan palpasi tulang wajah,kaji ukuran pupil dan reakasi
terhadap cahaya,kaji adanya darah atau drainage dari telinga mata
hidung atau mulut.Observasi sianosis pada bibir,telinga dan ujung
kuku,cek adanya gigi tanggal.inspeksi lidah dan mukosa oral
terhadap trauma
3. Leher
Periksa adanya pembengkakan leher,periksa adanya deviasi
trakea,observasi distensi vena jugularis

4. Dada
Periksa kedalaman ,kualitas pernapasan,catat adanya fail chest,cek
adanya fraktur iga dengan melakukan penekanan pada tulang iga
posisi leteral,anterior dan posterior jika ada fraktur pasien akan
merasa nyeri saat dilakukan penekanan,auskultasi bunyi paru.catat
jika adanya sesak napas

PEMERIKSAAN FISIK FOKUS KE SISTEM PERNAPASAN


PEMERIKSAAN GCS??????
PEMERIKSAAN PENUNJANG???????
5. Abdomen
Catat adanya memar,abrasi,luka dan distensi pada
abdomen,auskultasi bising usus
6. Genitia dan usus
Observasi abrasi,perdarahan ,hematom,edema atau
discharge,observasi kandung kemih
7. Tulang belakang
Palpasi bagian vertebra, rasakan adanya deformitas dan catat lokasi
jika terdapat respon nyeri saat membalikan pasien gunakan log-
roll,catat adanya keluhan nyeri dari pasien ketika mempalpasi sudut
costovertebral melewati ginjal
8. Ekstremitas
Cek adanya perdarahan,edema,pallor,nyeri atau asimetris tulang
atau sendi,cek kekuatan otot,ROM dan sensasi pada semua
nyeri,palpasi nadi distal dan catat capillari refill pada ujung
kuku,kaji warna kulit pada ektremitas,cek reflek pada plantar bisep
dan patella
2.6 Diagnosa keperawatan (SDKI)
Diagnosa yang muncul pada masalah gagal napas menurut SDKI

⮚ Diagnose primer

1. Gangguan Pertukaran gas b/d ketidakseimbangan


ventilasi/perfusi (D.0003)

2. Pola napas tidak efektif b/d hambatan upaya napas (D.0005)

3. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sekresi yang


tertahan(D.0001)

⮚ Diagnose sekunder

1. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan((D.0019)????????


2. Hipertemia b/d proses penyakit (D.0130)???????
3. Gangguan rasa nyaman b/d gejala penyakit (.0074)
DIAGNOSA INI SANGAT TIDAK RELEVAN

2.7 Intervensi keperawatan (SIKI)


⮚ Intervensi keperawatan primer

NO SDKI SLKI SIKI


1 Gangguan Pertukaran gas Dalam jangka waktu 1 jam pasien Pemantauan respirasi
b/d ketidakseimbanga n
akan terbebas dari Monitor frekuensi,
ventilasi/perfusi
(D.0003) pertukaran gas dengan kriteria hasil irama, kedalaman
1. Dispnea menurun dan upaya napas
2. Bunyi napas tambahan Monitor pola napas
menurun (seperti bradipnea,
3. PCO2 membaik takipnea,
4. PO2 membaik hiperventilasi,
5. pH arteri membaik kussmaul, cheyne-
6. Takikardi membaik stokes, biot,
7. Pola napas membaik ataksik)
8. Kesadaran membaik Auskultasi bunyi
9. Rasa nyaman meningkat napas
10. Warna kulit membaik Monitor saturasi
oksigen
Dokumentasikan
hasil pemantauan
Jelaskan tujuan dan
prosedur
Dukungan ventilasi
Monitor status
repirasi dan
oksigenasi
(mis. frekuensi
dan kedalaman
napas,
penggunaan
otot bantu
napas, bunyi
napas
tambahan,
saturasi
oksigen)
Kolaborasi
tim medis untuk
pemberian
terapi oksigen,
diuretic???????
?
2 Pola napas tidak efektif Dalam jangka waktu 1 jam pasien Observasi
b/d hambatan upaya
akan terbebas dari pola napas tidak Monitor pola napas
napas (D.0005)
efektif dengan kriteria hasil Monitor bunyi
1. Disspnea menurun (5) napas
2. Penggunaan otot bantu Monitor sputum
napas menurun (5) Terapeutik
3. Pemanjangan fase ekspirasi Pertahankan
menurun (5) kepatenan jalan
4. Ortopnea menurun (5) napas
5. Pernapasan pursed-lip Berikan oksigen
menurun (5) jika perlu
6. Pernapasan cuping hidung ?????????????
menurun (5 VENTILASI MEKANIK
7. Ventilasi semenit meningkat
(5)
8. Kapasitas vital meningkat
(5)
9. Diameter thorax anterior
10. posterior meningkat (5)
11. Tekanan ekspirasi
meningkat (5)
12. Tekanan inspirasi
meningkat (5)
13. Frekuensi napas membaik
(5)
14. Kedalaman napas membaik
(5)
15. Ekskursi dada membaik (5)

3 Bersihan jalan napas Dalam jangka waktu 1 jam pasien Manajemen Jalan Napas
tidak efektif b/d sekresi
akan terbebas dari bersihan jalan (I.01011)
yang tertahan (D.0001)
napas dengan kriteria hasil Tindakan: Observasi
1. Batuk efektif meningkat (5) Monitor pola napas
2. Produksi sputum menurum (frekuensi,
(5) kedalaman, usaha
3. Wheezing menurun (5) napas)
4. Dispnea menurun (5) Monitor bunyi
5. Gelisah menurun (5) napas tambahan
6. Frekuensi napas membaik (mis. gurgling,
(5) mengi, wheezing,
7. Pola napas membaik (5) ronchi kering)
Monitor sputum
(jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik:
Pertahankan
kepatenan jalan
napas dengan
headtilt dan chin-
lift (jawthrust jika
curiga trauma
Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15
detik
Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
penghisapan
endotrakeal
Berikan oksigen,
jika perlu?????????

⮚ Intervensi keperawatan sekunder


Lihat lagi

N SDKI SLKI SIKI


O
1 Defisit nutrisi b/d Dalam jangka waktu 3 X 24 jam Manajemen Nutrisi
ketidakmampuan
pasien akan terbebas dari bersihan Observasi
menelan((D.0019)
jalan napas dengan kriteria hasil Identifikasi status
nutrisi
1. Porsi makanan yang Identitifikasi alergi
dihabiskan meningkat
dan intoleransi
2. Kekuatan otot pengunyah
meningkat makanan
3. Kekuatan otot menelan
Identifikasi makanan
meningkat
4. Verbalisasi keinginan untuk yang disukai
meningkatkan nutrisi
Identifikasi
meningkat
kebutuhan kalori dan
jenis nutrient
Identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastric
Monitor asupan
makana
Monitor berat badan
Monitor hasil
pemeriksaan laborat
orium
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan
(mis. Pereda
nyeri,antiemetic),
jika perlu
Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika
perlu

2 Hipertemia b/d proses Setelah dilakukan asuhan MANAJEMEN


penyakit (D.0130)
keperawatan selama 3 x 24 jam HIPERTERMIA (I.15506)
diharapkan hipertermi membaik Observasi
dengan kriteria hasil : Identifkasi
1. Menggigil menurun. penyebab
2. Kulit merah menurun. hipertermi
3. Pucat menurun. (mis.
4. Suhu tubuh membaik. dehidrasi
5. Suhu kulit membaik. terpapar
6. Tekanan darah membaik. lingkungan
panas
penggunaan
incubator)
Monitor suhu
tubuh
Monitor
kadar
elektrolit
Monitor
haluaran
urine

Terapeutik
Ganti linen
setiap hari
atau lebih
sering jika
mengalami
hiperhidrosis
(keringat
berlebih)
Edukasi
Anjurkan
tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi
cairan dan
elektrolit
intravena,
jika perlu
3 Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan asuhan Tindakan
b/d gejala penyakit
keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi
(.0074)
diharapkan gangguan rasa nyaman Identifikasi
membaik dengan kriteria hasil penurunan tingkat
energi,
Status Kenyamanan (L. 08064) ketidakmampuan
1. keluhan tidak nyaman berkonsentrasi, atau
menurun gejala lain yang
2. Gelisah menurun mengganggu
3. Kebisingan menurun kemampuan kognitif
4. Keluhan sulit tidur menurun
5. Keluhan kedinginan Identifikasiteknik
menurun relaksai yang pernah
6. Gatal menurun efektif digunakan
7. Mual menurun Identifikasi
8. Lelah menurun kesediaan,
kemampuan, dan
penggunaan teknik
sebelumnya
Periksa ketegangan
otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan
suhu sebelum dan
sesudah latihan
Monitor respon
terhadap terapi
relaksai
Terapeutik
Ciptakan lingkungan
yang tenag dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan
suhu ruang nyaman,
jika memungkinkan
Berikan informasi
tertulis tentang
persiapan dan
prosedur teknik
relaksasi
Gunakan pakaian
longgar
Gunakan nada suara
lembut dengan irama
lambat dan berirama
Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
nalgesik atau
tindakan medis lain,
jika sesuai
Edukasi
Jelaskan tujuan
manfaat, batasan,
dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis.
musik, meditasi,
napas dalam,
relaksasi otot
progresif)
Anjurkan rileks dan
merasakan sensai
relaksasi
Anjurkan sering
mengulangi atau
melatih teknik yang
dipilih
Demonstrasikan dan
latih teknik relaksasi
(mis. napas dalam,
peregangan, atau
imajinasi
terbimbing)

2.8 Tindakan untuk pasien gagal napas

Standar operasional prosedur (SOP) Berikan napas buatan ( bagging )


N PROSEDUR GAMBAR RASIONAL
O
1 Persiapan alat Gambar ambubag ⮚ Ambu bag
1. BVM(ambubag) merupakan pompa
2. Handscoon. udara yang
3. Handsrub dioperasikan
4. Tabung Oksigen Handscoon dengan cara
menekan kantong
berisi udara. Alat
ini memungkinkan

Handsrup pasien mendapat


pasokan oksigen
ketika mengalami
henti napas
⮚ Untuk mencegah
Tabung Oksigen terjadinya infeksi
silang serta
mencegah
terjadinya
penularan kuman
⮚ Mencegah dan
menonaktifkan
pertumbuhan
mikroorganisme
ditangan
⮚ Menyediakan
oksigen tambahan
untuk
mempertahankan
metabolisme
aerobic pasien

2 Persiapan tempat ⮚ Mencegah dan


1. Tempat Tidur menonaktifkan
Pelaksanaan : pertumbuhan
2. Perawat mencuci tangan dan mikroorganisme
memakai handscoon ditangan
⮚ Untuk mencegah
terjadinya infeksi
silang serta
mencegah
terjadinya
penularan kuman

3 Persiapan Pasien ⮚ Untuk memberikan


1. Memperkenalkan diri sebagai prosedur yang
petugas kesehatan. benar saat
2. Menjelaskan maksud dan tujuan memberikan
3. Menyiapkan posisi pasien bantuan pernafasan
terlentang di tempat tidur dengan alat.
⮚ Posisi ini untuk
meningkatkan rasa
nyaman bagi
pasien serta
didugakan dalam
beberapa tindakan
4 Persiapan Lingkungan : Mengatur
lingkungan yang aman dan nyaman
dan cukup penerangan
5 Pelaksanaan ⮚ Untuk mencegah
1. Perawat mencuci tangan dan terjadinya infeksi
memakai handscoon silang serta
2. Perawat memeriksa pernapasan mencegah
dengan cara terjadinya
⮚ Look (Lihat) Gerak penularan kuman
dada, gerak cuping
⮚ Look (Lihat) Gerak
hidung (flaringnostril),
dada, gerak cuping
retraksi sela iga hidung
⮚ Listen (Dengar) Suara (flaringnostril),
nafas, suara tambahan retraksi sela iga

⮚ Listen (Dengar)
Suara nafas, suara
tambahan
⮚ Feel(Rasakan)Udara
nafas keluar hidung- ⮚ Feel(Rasakan)Udar
mulut a nafas keluar
3. Perawat memeriksa nadi dan Posisi kepala head tilt hidung-mulut
pernapasan maksimal 10 detik cin
4. Bila nadi teraba dan pernafasan
tidak ada maka lakukan bantuan
nafas menggunakan ambubag
5. Atur posisi kepala yaitu head tilt
chin lift bila tidak ada trauma Posisi kepala jaw thrust ⮚ Bila nadi teraba
leher. Bila ada trauma leher manuver. dan pernafasan
dengan cara jaw thrust manuver. tidak ada maka
6. Meletakkan masker menutup lakukan bantuan
mulut dan hidung pasien nafas
7. Ibu jari dan jari telunjuk menggunakan
membentuk huruf C sedangkan Meletakkan masker ambubag
jari-jari lainnya memegang menutup mulut dan ⮚ Posisi head tilt cin
rahang bawah sekaligus hidung pasien Posisikan telapak
membuka jalan napas dengan tangan pada dahi
membentuk huruf E sambil mendorong
8. Memompa udara dengan cara dahi ke belakang,
tangan satu memegang bag pada waktu
sambil memompa udara dan bersamaan ujung
yang satunya memegang dan jari tangan yang
memfiksasi masker pada saat lain mengangkat
memegang masker dagu. Ibu jari dan
9. Pada dewasa berikan nafas telunjuk harus
sebanyak 10-12 kali/menit bebas agar dapat
dengan jeda setiap pompa 3 digunakan menutup
detik hidung,
10. Pada bayi berikan nafas
⮚ Pada pasien dengan
sebanyak 20 kali/menit dengan
dugaan cedera
jeda setiap pompa 3 detik
leher dan kepala,
11. Setelah 1 menit, evaluasi
hanya dilakukan
pernafasan. Apabila nafas tidak
maneuver jaw
ada lakukan bantuan nafas posisi recovery
thrust dengan hati-
sesuai langkah sebelumnya,
hati dan mencegah
namun bila ada nafas maka
gerakan leher.
berika posisi recovery (sesuai
kondisi)
12. Bila sudah selesai buka
handscoon
13. Rapikan pasien dan alat
14. Perawat cuci tangan gunakan
handsrub
15. Dokumentasi
⮚ Pastikan pernapasan
pasien tetap stabil
⮚ Observasi pasien, bila
terjadi henti nafas dan
⮚ Posisi recovery
henti jantung dilakukan
akan menjaga agar
resusitasi.
jalan napas korban
tetap terbuka.
Posisi ini juga
memungkinkan
muntahan tidak
masuk ke jalan
napas bila korban
muntah. Namun
harap diingat
bahwa sebelum
memindahkan
korban ke posisi
recovery, Anda
harus memastikan
korban tidak
mengalami cedera
tulang punggung

⮚ Dokumentasi

● Pastikan
pernapasan
pasien tetap
stabil

● Observasi
pasien, bila
terjadi henti
nafas dan
henti
jantung
dilakukan
resusitasii

Standar Operasional Prosedur (SOP) Monitor ventilator mekanik


SOP Gambar Rasional
Pengertian Perawatan rutin yang
dilakukan pada pasien yang
terpasang alat bantuan
pernafasan berupa ventilator
Tujuan Memonitoring dan
mengevaluasi kondisi pasien
yang terpasang ventilator
mekanik

1. Menjalin
Prosedur 1. Perawat memperkenalkan hubungan baik
diri dan mengucapkan salam. kepada klien dan
sebagai tahap awal
sebelum melakuka
n tindakan

2. Untuk memastikan
identitas dan status
2. Perawat melakukan
pasirn
identifikasi pasien.
3. Mencegah
terjadinya infeksi
3. Perawat mencuci tangan silang

4. Untuk menjaga
4. Perawat menjaga privasi privasi pasien
pasien.
5. Perawat melakukan
5. Untuk memonitor
pemantauan kondisi pasien

oksigenisasi/ventilasi pasien: selama terpasang

a. Mengkaji suara nafas ventilator mekanik

dengan auskultasi paru


kiri dan kanan apakah
kualitasnya sama
setiap jam

b. Melakukan suction
sesuai dengan indikasi.
c. Memberikan oksigen
100% (tekan menu
suction pada
ventilator) saat akan
melakukan suction.
d. Memantau air way dan
tidal volume pasien
setiap jam.

e. Memberikan nebulizer
sesuai order dokter
yang tertulis di daftar
obat
f. Memantau saturasi O2
dan CO2 di dalam
monitor setiap jam
g. Melakukan
pemeriksaan analisa
gas darah setiap pagi
dan atau sesuai
indikasi.
h. Mengkaji keefektifan
ventilator dan pola
nafas pasien setiap jam
i. Mencatat kedalaman
endotracheal pada
posisi batas bibir setiap
shift

j. Mengembangkan cuff
dengan cuff inflator
dan berikan tekanan
< 25 mmHg setelah
intubasi
k. Melakukan thorax foto
untuk mengevaluasi
posisi tube
endotrakheal setelah
intubasi dan 3 – 5 hari
atau setelah pasang
ventilator/sesuai
indikasi.
l. Melakukan chest
fisioterapi dan
clapping punggung
bila tidak ada kontra
indikasi 3 kali sehari
2.9 Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan


terarah ketika klien dan professional kesehatan menentukan kemajuan
klien menuju pencapaian tujuan atau hasil keefektifan rencana asuhan
keperawatan dengan tindakan intelektual dalam melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan untuk diagnose keperawatan,
rencana intervensi dan implementasinya. Jenis- jenis Evaluasi dalam
asuhan keperawatan antara lain

1. Evaluasi formatif (proses) adalah aktivitas dari proses keperawatan


dan hasil kualitas peayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses
harus dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan
diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas intervensi
tersebut. Evaluasi proses harus terus menerus dilaksanakan hingga
tujuan yang telah ditentukan tercapai. Metode pengumpulan data
dalam evaluasi proses terdiri atas analisis rencana asuhan
keperawatan, pertemuan kelompok, wawancara, observasi klien,
dan menggunakan form evaluasi

2. Evaluasi Sumatif (hasil) Rekapitulasi dan kesimpulan dari


observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan.
Ditulis pada catatan perkembangan. Focus evaluasi hasil (sumatif)
adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir
asuhan keperawatan.Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir
asuhan keperawatan secara paripurna(Dhita Adinda,2019)

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kegagalan napas adalah kondisi yang sering terjadi pada pasien
sakit kritis yang dikaitkan dengan angka kematian yang paling
tinggi,terutama bila ventilasi mekanis invasive diperlukan.kegagalan napas
yang parah dapat menyebabkan terjadinya infeksi paru-paru (Dinda Nur
Rohmah,2020). Gagal napas merupakan fase lanjutan dari gangguan
pernafasan yang menyebabkan kegagalan paru untuk memenuhi kebutuhan
oksigen dan mengeluarkan Karbondioksida (baktiar,2013). Tanda-tanda
gagal nafas yaitu adanya takipnea dan pernapasan dangkal tanpa retraksi
dan tanda dan gejala tambahan berupa gagal napas dapat diamati,
tergantung pada tingkat hipoksemia dan hiperkapnia. Dikatakan gagal
napas jika memenuhi salah satu keriteria yaitu PaO2 arteri 45 mmHg,
kecuali peningkatan yang terjadi kompensasi alkalosis metabolik
(Arifputra, 2014). Mekanisme gagal napas menggambarkan ketidak
mampuan tubuh untuk melakukan oksigenasi dan/atau ventilasi dengan
adekuat yang ditandai oleh ketidakmampuan sistem respirasi untuk
memasok oksigen yang cukup atau membuang karbon dioksida. Pada
gagal napas terjadi peningkatan tekanan parsial karbon dioksida arteri
(PaCO2) lebih besar dari 50 mmHg, tekanan parsial oksigen arteri (PaO2)
kurang dari 60 mmHg, atau kedua-duanya. Hiperkarbia dan hipoksia
mempunyai konsekuensi yang berbeda. Peningkatan PaCO2 tidak
mempengaruhi metabolisme normal kecuali bila sudah mencapai kadar
ekstrim (>90 mm Hg). Diatas kadar tersebut, hiperkapnia dapat
menyebabkan depresi susunan saraf pusat dan henti napas. Untuk pasien
dengan kadar PaCO2 rendah, konsekuensi yang lebih berbahaya adalah
gagal napas baik akut maupun kronis. Prinsip tatalaksana darurat gagal
nafas adalah mempertahankan jalan nafas tetap terbuka, baik dengan
pengaturan posisi kepala pasien (sniffing position), pembersihan lendir
atau kotoran dari jalan nafas atau pemasangan pipa endotracheal tube,
penggunaan alat penyangga oropharingeal airway (gueded), penyangga
nasopharingeal airway, pipa endotrakhea, trakheostomi. Jika saluran
benar-benar terjamin terbuka, maka selanjutnya dilakukan pemberian
oksigen untuk meniadakan hipoksemia (Bakthiar.(2013)).

3.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah diatas jauh dari kesempurnaan kami akan
memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman kepada banyak sumber
yang dapat di pertanggungjawabkan. Maka dari itu saya mengharapkan
kritik dan saran mengenai pembahasan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Annisa Fitrah Umara, d. (2021.1). Keperawatan Medikal Bedah sistem Respirasi.


Jakarta:: Yayasan Kita Menulus,.

Bakthiar.(2013). Aspek Klinis Tatalaksana Gagal Napas akut pada


anak.KEDOKTERAN SYIAH KUALA, 1.

Ns. Erika Nurwidayanti, M. (2021.1). Keperawatan Kedaruratan Dan


Kebencanaan . Bandung: ICV.: Media Sains Indonesia.

PPNI, T. P. ((2018)). Standar Diagnosa keperawatan Indonesia (SDKI).Jakarta


Persatuan Perawat Indonesia.

PPNI, T. p. (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Edisi


1,Persatuan Perawat Indonesia.

Rohmah, D. N. (2020).Menagement Kasus Gagal Napas pada penyakit


Pneumonia.Berita Ilmu Keperawatan, 23.

Adinda, D. (2019). KOMPONEN DAN JENIS-JENIS EVALUASI DALAM


ASUHAN. Komponen evaluasi, jenis-jenis Evaluasi, Asuhan
Keperawatan, 6.

Dewi, D. A. (2017). DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN GAGAL


NAFAS AKUT. DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN GAGAL
NAFAS AKUT, 4.

Teti Hayati ¹. Busjra M Nur ². Fitrian Rayasari³, Y. S. (2019). PERBANDINGAN


PEMBERIAN HIPEROKSIGENASI SATU MENIT DAN 2 MENIT
PADA PROSES SUCTION TERHADAP SATURASI OKSIGEN.
Journal of Telenursing, 68.
Ns Yoani Maria V.B Aty., S.Kep, M.Kep, Dkk. (2021). Buku Ajar Keperawatan
Gawat Darurat. CV. Media Sains Indonesia. Kota Bandung-Jawa Barat.

Anda mungkin juga menyukai