TINJAUAN PUSTAKA
Kotler (1997) dan Tjiptono (2004), menjelaskan karakteristik dari pelayanan sebagai berikut :
a. Intangibility (tidak berwujud), yaitu suatu pelayanan mempunyai sifat tidak berwujud,
tidak dapat dirasakan atau dinikmati, tidak dapat dilihat, didengar dan dicium sebelum
dibeli oleh konsumen. Misalnya : pasien dalam suatu rumah sakit akan merasakan
bagaimana pelayanan keperawatan yang diterimanya setelah menjadi pasien rumah
sakit tersebut.
Definisi pelayanan kesehatan menurut Depkes RI (2009) adalah setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.
b. Proses, semua kegiatan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan mulai dari
dokter, perawat, apoteker dan professional lainnya dalam berinteraksi dan
berkomuniksi dengan klien.
c. Output, hasil akhir kegiatan dan pelayanan professional yang telah diberikan
kepada klien dalam meningkatkan derajat kesehatan dan kepuasan klien
Berdasarkan kebijakan Depkes RI (1998), mutu pelayanan keperawatan adalah pelayanan kepada
pasien yang berdasarkan standar keahlian untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien,
sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan dan akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan
kepada rumah sakit, serta dapat menghasilkan keunggulan kompetitif melalui pelayanan yang
bermutu, efisien, inovatif dan menghasilkan customer responsiveness.
Standar praktek keperawatan telah disahkan oleh MENKES Rl dalam Surat Keputusan Nomor :
660/Menkes/SK/IX/1987. Kemudian diperbaharui dan disahkan berdasarkan SK DIRJEN
YANMED Rl No : 00.03.2.6.7637, tanggal 18 Agustus 1993. Kemudian pada tahun 1996,DPP
PPNI menyusun standar profesi keperawatan SK No: 03/DPP /SKI/1996 yang terdiri dari standar
pelayanan keperawatan, praktek keperawatan, standar pendidikan keperawatan dan standar
pendidikan keperawatan berkelanjutan.
Berbagai sudut pandang mengenai definisi mutu pelayanan keperawatan tersebut diantaranya
yaitu:
Mutu berdasarkan sudut pandang perawat sering diartikan dengan memberikan pelayanan
keperawatan sesuai yang dibutuhkan pasien agar menjadi mandiri atau terbebas dari sakitnya
(Meishenheimer, 1989). Pendapat lainnya dikemukakan oleh Wijono (2000), bahwa mutu
pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara profesional untuk meningkatkan
derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan
yang maju, mutu pelayanan yang baik dan memenuhi standar yang baik. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa perawat sebagai tenaga profesional yang memberikan
pelayanan keperawatan terhadap pasien mendefinisikan mutu pelayanan keperawatannya
sebagai kemampuan melakukan asuhan keperawatan yang profesional terhadap pasien
(individu, keluarga, masyarakat) dan sesuai standar keperawatan, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Mutu pelayanan difokuskan pada pengaturan staf, pasien dan masyarakat yang baik dengan
menjalankan supervisi, manajemen keuangan dan logistik dengan baik serta alokasi sumber
daya yang tepat (Wijono, 2000). Pelayanan keperawatan memerlukan manajemen yang
baik sehingga manajer keperawatan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dengan baik yang
memfokuskan pada pengelolaan staf keperawatan dan pasien sebagai individu, keluarga dan
masyarakat. Selain itu pengelolaan pun mencakup pada manajemen keuangan dan logistik.
Badan legislatif dan regulator sebagai pembuat kebijakan baik lokal maupun nasional
lebih menekankan pada mendukung konsep mutu pelayanan sambil menyimpan uang pada
program yang spesifik. Dan selain itu juga menekankan pada institusi-institusi pelayanan
keperawatan dan fasilitas pelayanan keperawatan. Badan akreditasi dan sertifikasi menyamakan
kualitas dengan mempunyai seluruh persyaratan administrasi dan dokumentasi klinik yang
lengkap pada periode waktu tertentu dan sesuai dengan standar pada level yang berlaku.
Sertifikat mengindikasikan bahwa institusi pelayanan keperawatan tersebut telah sesuai
standar minimum untuk menjamin keamanan pasien. Sedangkan akreditasi tidak hanya
terbatas pada standar pendirian institusi tetapi juga membuat standar sesuai undang-
undang yang berlaku (Meishenheimer , 1989).
c. Melindungi perawat dan kelalaian dalam melaksanakan tugas dan melindungi pasien
dan tindakan yang tidak terapeutik
a. Dari pihak pemakai jasa pelayanan, mutu berhubungan erat dengan ketanggapan dan
keterampilan petugas kesehatan dalam memenuhi kebutuhan klien. komunikasi,
keramahan dan kesungguhan juga termasuk didalamnya.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1998), mutu pelayanan didefinisikan sebagai suatu hal yang
menunjukkan kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang dapat menimbulkan kepuasan klien
sesuai dengan tingkat kepuasan penduduk, serta pihak lain, pelayanan yang sesuai dengan kode
etik dan standard pelayanan yang professional yang telah ditetapkan.
Tappen (1995) menjelaskan bahwa mutu adalah penyesuaian terhadap keinginan pelanggan
dan sesuai dengan standar yang berlaku serta tercapainya tujuan yang diharapkan. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan kesehatan sesuatu hal yang dapat meningkatkan
kepuasan dan kenyamanan klien dengan menyelenggarakan sebuah pelayanan yang optimal
sesuai dengan kode etik dan standard pelayanan professional yang berlaku serta selalu
menerapkan pelayanan yang dinamis berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
d. Jaminan (assurance) adalah adanya jaminan bahwa jasa yang ditawarkan memberikan
jaminan keamanan yang meliputi kemampuan SDM, rasa aman selama berurusan dengan
karyawan, kesabaran karyawan, dan dukungan pimpinan terhadap staf. Dimensi kepastian
atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi :
a Empati (empathy), berkaitan dengan memberikan perhatian penuh kepada konsumen yang
meliputi perhatian kepada konsumen, perhatian staf secara pribadi kepada konsumen,
pemahaman akan kebutuhan konsumen, perhatian terhadap kepentingan, kesesuaian waktu
pelayanan dengan kebutuhan konsumen. Dimensi empati ini merupakan penggabungan
dari dimensi :
Quality Assurance mulai digunakan di rumah sakit sejak tahun 1960-an implementasi
pertama yaitu audit keperawatan. Strategi ini merupakan program untuk mendesain standar
pelayanan keperawatan dan mengevaluasi pelaksanaan standar tersebut (Swansburg, 1999).
Sedangkan menurut Wijono (2000), Quality Assurance sering diartikan sebagai menjamin
mutu atau memastikan mutu karena Quality Assurance berasal dari kata to assure yang
artinya meyakinkan orang, mengusahakan sebaik-baiknya, mengamankan atau menjaga.
Dimana dalam pelaksanaannya menggunakan teknik-teknik seperti inspeksi, internal audit
dan surveilan untuk menjaga mutu yang mencakup dua tujuan yaitu : organisasi mengikuti
prosedur pegangan kualitas, dan efektifitas prosedur tersebut untuk menghasilkan hasil yang
diinginkan.
Pendapat lain dikemukakan oleh Shortell dan Kaluzny (1994) bahwa Quality Improvement
merupakan manajemen filosofi untuk menghasilkan pelayanan yang baik. Dan Continuous
Quality Improvement sebagai filosofi peningkatan mutu yang berkelanjutan yaitu proses yang
dihubungkan dengan memberikan pelayanan yang baik yaitu yang dapat menimbulkan
kepuasan pelanggan (Shortell, Bennett & Byck, 1998)
Sehingga dapat dikatakan bahwa Continuous Quality Improvement dalam pelayanan
keperawatan adalah upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan secara terus
menerus yang memfokuskan mutu pada perbaikan mutu secara keseluruhan dan kepuasan
pasien. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai karakteristik-karakteristik yang dapat
mempengaruhi mutu dari outcome yang ditandai dengan kepuasan pasien.
Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh) adalah suatu cara meningkatkan
performansi secara terus menerus pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area
fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan
modal yang tersedia dan berfokus pada kepuasan pasien dan perbaikan mutu menyeluruh
Struktur adalah semua input untuk sistem pelayanan sebuah RS yang meliputi M1 (tenaga), M2
(sarana prasarana), M3 (metode asuhan keperawatan), M4 (dana), M5 (pemasaran), dan lainnya.
Ada sebuah asumsi yang menyatakan bahwa jika struktur sistem RS tertata dengan baik akan
lebih menjamin mutu pelayanan. Kualitas struktur RS diukur dari tingkat kewajaran, kuantitas,
biaya (efisiensi), dan mutu dari masing-masing komponen struktur.
1 Proses
Proses adalah semua kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain yang mengadakan
interaksi secara professional dengan pasien. Interaksi ini diukur antara lain dalam bentuk
penilaian tentang penyakit pasien, penegakan diagnosis, rencana tindakan pengobatan, indikasi
tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur pengobatan.
1 Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain terhadap pasien.
a. Indikator-indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan meliputi:
4. BOR: 70-85%
5. BTO (Bed Turn Over): 5-45 hari atau 40-50 kali per satu tempat tidur/tahun
7. LOS (Length of Stay): 7-10 hari (komplikasi, infeksi nosocomial; gawat darurat; tingkat
kontaminasi dalam darah; tingkat kesalahan; dan kepuasan pasien)
c. Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien dapat diukur dengan jumlah keluhan
pasien/keluarganya, surat pembaca dikoran, surat kaleng, surat masuk di kotak saran, dan
lainnya.
d. Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri atas:
1. Jumlah dan presentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak RS dengan asal pasien.
2. Jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah tindakan pembedahan dan jumlah
kunjungan SMF spesialis.
3. Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut di atas
dibandingkan dengan standar (indicator) nasional. Jika bukan angka standar nasional,
penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan hasil penacatatan mutu pada tahun-tahun
sebelumnya di rumah sakit yang sama, setelah dikembangkan kesepakatan pihak
manajemen/direksi RS yang bersangkutan dengan masing-masing SMF dan staff lainnya
yang terkait.
7. Pemakaian obat
Standar Nasional
BOR 75-80%
ALOS 1-10 hari
TOI 1-3 hari
BTO 5-45 hari
NDR < 2,5%
GDR < 3%
ADR 1,15.000
PODR < 1%
POIR < 1%
NTRR < 10%
MDR < 0,25%
IDR < 0,2%
Tabel 1. Standar Nasional Indikator Mutu Pelayanan
Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan,
mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus
harian rawat inap :
ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini
disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu
pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan
yang lebih lanjut.Secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).
Rumus :
(jumlah lama dirawat)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))
TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari
telah diisi ke saat terisi berikutnya.Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi
penggunaan tempat tidur.Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus :
((jumlah tempat tidur Periode) Hari Perawatan)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))
BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode,
berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu.Idealnya dalam satu tahun, satu
tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
Rumus :
Jumlah pasien dirawat (hidup + mati)
(jumlah tempat tidur)
NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap
1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.
Rumus :
Jumlah pasien mati > 48 jam 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))
1 GDR (Gross Death Rate)
GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita
keluar.
Rumus :
Jumlah pasien mati seluruhnya 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))
Menurut Nursalam (2014), ada enam indikator utama kualitas pelayanan kesehatan di rumah
sakit:
1. Keselamatan pasien (patient safety), yang meliputi: angka infeksi nosokomial, angka
kejadian pasien jatuh/kecelakaan, dekubitus, kesalahan dalam pemberian obat, dan tingkat
kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan
4. Perawatan diri
5. Kecemasan pasien
Indikator keselamatan pasien (IPS) bermanfaat untuk mengidentifikasi area-area pelayanan yang
memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lanjut, misalnya untuk menunjukkan:
2. bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau terapi
sebagaimana yang diharapkan
a. Pasien jatuh disebabkan kelalaian perawat, kondisi kesadaran pasien, beban kerja
perawat, model tempat tidur, tingkat perlukaan, dan keluhan keluarga
b. Pasien melarikan diri atau pulang paksa, disebabkan kurangnya kepuasan pasien, tingkat
ekonomi pasien, respons pasien terhadap perawat, dan peraturan rumah sakit
c. Clinical incident diantaranya jumlah pasien flebitis, jumalah pasien ulkus decubitus,
jumlah pasien pneumonia, jumlah pasien tromboli, dan jumlah pasien edema paru karena
pemberian cairan yang berlebih
d. Sharp injury, meliputi bekas tusukan infus yang berkali-kali, kurangnya ketrampilan
perawat, dan complain pasien.
e. Medication incident, meliputi lima tidak tepat(jenis, obat, dosis, pasien, cara, waktu)
Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien, tetapi fakta tampak
bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
KTD, baik yang tidak dapat dicegah (non error) mau pun yang dapat dicegah (error), berasal dari
berbagai proses asuhan pasien.
Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat, mampu mencegah atau
mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses pelayanan kesehatan. Sembilan Solusi ini
merupakan panduan yang sangat bermanfaat membantu RS, memperbaiki proses asuhan pasien,
guna menghindari cedera maupun kematian yang dapat dicegah.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia untuk
menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9 Solusi,
langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing-masing.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar sering
mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur
yang keliru orang; penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan
pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam
proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem
layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk
membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien antara unit-unit pelayanan,
dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan,
pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.
Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan
protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi
para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah
terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko, cairan
elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya.Rekomendasinya
adalah membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur
aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
a Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan
perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medication
errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang
paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut
sebagai home medication list, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi, penyerahan
dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan
daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar
mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan
cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah, serta memberikan
medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya
perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang mengenjakan pemberian medikasi serta
pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada
pasien (misalnya menggunakan sambungan & slang yang benar).
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan HCV yang
diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah penlunya
melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di
lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian
infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui
darah;dan praktek jarum sekali pakai yang aman.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi
yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran preventif
yang pimer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong
implementasi penggunaan cairan alcohol-based hand-rubs tersedia pada titik-titik pelayan
tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan
yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan
penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi dan tehnik-tehnik yang lain.
3. Pasal 58 UU No.36/2009
Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit; Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab
secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang
dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif.
1 Hak Pasien
Pasal 43 UU No.44/2009
d. Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk
mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
2.4 Kenyamanan
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk mengubah berbagai
stimulus mekanis, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi yang dijalarkan ke sistem saraf
pusat. Nyeri merupakan suatu mekanisme protektif bagi tubuh yang akan muncul bila jaringan
tubuh rusak, sehingga individu akan bereaksi atau berespons untuk menghilangkan mengurangi
rangsang nyeri. Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial (Nursalam, 2014).
Persepsi adalah interpretasi pengalaman nyeri dimulai saat pertama pasien sadar adanya nyeri.
Arti nyeri bagi setiap individu berbeda, bisa dianggap sebagai respon positif atau negatif
Toleransi nyeri adalah toleransi seseorang yang berhubungan dengan intensitas nyeri dimana
individu dapat merespon nyeri lebih baik atau sebaliknya
1 Ambang nyeri
Ambang nyeri adalah intensitas rangsang terkecil yang akan menimbulkan rangsang nyeri, suatu
batas kemampuan seseorang untuk mau beradaptasi serta berespon terhadap nyeri
1 Pengalaman lampau
1 Lingkungan
Lingkungan yang ramai, dingin, panas, lembab meningkatkan intensitas nyeri individu
1 Usia
1 Kebudayaan
1 Kepercayaan
Ada keyakinan bhawa nyeri merupakan suatu penyucian atau pembersihan dan hukuman atas
dosa mereka terhadap Tuhan
Stres dan kecemasan dapat mengahmbat keluarnya endorfin yang berfungsi menurunkan persepsi
nyeri
1. Indikasi : dewasa dan anak (berusia lebih dari sembilan tahun) atau pasien pada
semua area perawatan yang mengerti tentang penggunaan angka untuk menentukan
tingkat dari intensitras rasa nyeri yang dirasakan.
2. Instruksi:
0 = tidak nyeri
1-3 = nyeri ringan, mengomel, sedikit mengganggu ADL
4-6 = nyeri sedang, cukup mengganggu ADL
7-10 = nyeri berat dan tidak mampu melakukan ADL
Pasien adalah orang dengan kebutuhan-kebutuhan yang sangat jauh berbeda dari orang
sehat.Kebutuhan-kebutuhannya pada saat itu bukan saja sangat menonjol tetapi mungkin sudah
dalam tingkatan ekstrim.Tidak saja harus makan agar penyakitnya cepat sembuh tetapi harus
disuapin.Tidak saja harus diberi obat tetapi harus disertai perhatian ekstra.
Bagi pasien kebutuhan yang paling menonjol bukanlah yang berkaitan dengan harga diri atau
untuk diakui kehebatannya tetapi adalah kebutuhan belongingness and social needs. Merasa
dicintai, didengarkan, tidak dianggap sebagai orang yang menyusahkan saja dan tidak pula
diperlakukan sebagai manusia yang tidak berguna (Tobing, 2008)
c. Pembeli bayangan
Menurut Leonard L. Barry dan pasuraman Marketing servis competin through quality (New
York Freepress, 1991:16) yang dikutip Parasuraman dan Zeithaml (2001) mengidentifikasi lima
kelompok karakteristik yang digunakan oleh pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa
layanan, antara lain:
b. Empati, yaitu kesediaan karyawan dan pengusaha untuk memberikan perhatian secara
pribadi kepada konsumen.
c. Cepat tanggap, yaitu kemauan dari karyawan dan pengusaha untuk membantu
pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat serta mendengar dan mengatasi keluhan
dari konsumen.
d. Keandalan, yaitu kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang dijanjikan,
terpercaya dan akurat dan konsisten.
Supardi (2008) mengatakan model kepuasan yang komprehensif dengan fokus utama pada
pelayanan barang dan jasa meliputi lima dimensi penilaian sebagai berikut :
No. Karakteristik 1 2 3 4
1. Reliability (Keandalan)
2. Assurance (jaminan)
3. Tangibles (Kenyataan)
4. Empathy (Empati)
Keterangan:
1. = sangat tidak puas
2. = tidak puas
3. = puas
4. = sangat puas
a Angka tidak terpenuhinya kebutuhan mandi, berpakaian, dan eliminasi yang disebabkan
oleh keterbatasan diri.
a Angka tidak terpenuhi kebutuhan diri (mandi, toilet pada tingkat ketergantungan parsial
dan total).
2.7 Kecemasan
Kecemasan merupakan reaksi yang pertama muncul atau dirasakan oleh pasien dan keluarganya
di saat pasien harus dirawat mendadak atau tanpa terencana begitu mulai masuk rumah sakit.
Kecemasan akan terus menyertai pasien dan keluarganya dalam setiap tindakan perawatan
terhadap penyakit yang diderita pasien.
Cemas adalah emosi dan merupakan pengalaman subyektif individual, mempunyai kekuatan
tersendiri dan sulit untuk diobsevasi secara langsung.Perawat dapat mengidentifikasi cemas
lewat perubahan tingkah laku pasien.
Cemas adalah emosi tanpa objek yang spesifik, penyebabnya tidak diketahui dan didahului oleh
penglaman baru.Takut mempunyai sumber yang jelas dan obyeknya dapat didefinisikan.Takut
merupakan penilaian intelektual terhadap stimulus yang mengancam dan cemas merupakan
respon emosi terhadap penilaian tersebut.
Kecemasan adalah suatu kondisi yang menandakan suatu keadaan yang mengancam keutuhan
serta keberadaan dirinya dan dimanifestasikan dalam bentuk perilaku seperti rasa tidak berdaya,
rasa tidak mampu, rasa takut, dan fobia tertentu.
Hampir
Tidak Kadang- Sebagian
No Pertanyaan setiap
pernah kadang waktu
waktu
Saya merasa lebih gugup dan
1. 1 2 3 4
cemas dari biasanya
Saya merasa takut tanpa alasan
2. 1 2 3 4
sama sekali
Saya mudah marah atau merasa
3. 1 2 3 4
panic
Saya merasa seperti jatuh terpisah
4. 1 2 3 4
dan akan hancur berkeping-keping
Saya merasa bahwa semuanya
5. baik-baik saja dan tidak ada hal 4 3 2 1
buruk yang akan terjadi
6. Lengan dan kaki saya gemetar 1 2 3 4
Saya terganggu oleh nyeri kepala
7. 1 2 3 4
leher dan nyeri punggung
Saya merasa lemah dan mudah
8. 1 2 3 4
lelah
Saya merasa tenang dan dapat
9. 4 3 2 1
duduk diam dengan mudah
Saya merasakan jantung saya
10. 1 2 3 4
berdebar-debar
11. Saya merasa pusing tujuh keliling 1 2 3 4
Saya telah pingsan atau merasa
12. 1 2 3 4
seperti itu
Saya dapat bernapas dengan
13. 4 3 2 1
mudah
Saya merasa jari-jari tangan dan
14. 1 2 3 4
kaki mati rasa dan kesemutan
Saya merasa terganggu oleh nyeri
15. lambung atau gangguan 1 2 3 4
pencernaan
16 Saya sering buang air kecil 1 2 3 4
Tangan saya biasanya kering dan
17. 4 3 2 1
hangat
Wajah saya terasa panas dan
18. 1 2 3 4
merah merona
Saya mudah tertidur dan istirahat
19. 4 3 2 1
malam dengan baik
20. Saya mimpi buruk 1 2 3 4
2.8 Pengetahuan
Menurut Notoadmodjo (2003:121) Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Jadi pengetahuan ini diperoleh dari
aktivitas pancaindra yaitu penglihatan, penciuman, peraba dan indra perasa, sebagian besar
pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Nursalam, 2014).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang. Penelitian Rogers (1974) dalam buku pendidikan dan perilaku kesehatan
(Notoatmodjo, 2003 dan Nursalam, 2007) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:
1. Awareness (kesadaran) ketika seseorang menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu
terhadap stimulus (objek);
5. Adoption (adaptasi), ketika seseorang telah berprilaku baru yang sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Perencanaan pulang akan menghasilkan sebuah hubungan yang terintegrasi yaitu antara
perawatan yang diterima pada waktu di rumah sakit dengan perawatan yang diberikan setelah
pasien pulang. Perawatan di rumah sakit akan bermakna jika dilanjutkan dengan perawatan di
rumah. Namun, sampai saat ini perencanaan pulang bagi pasien yang dirawat belum optimal
karena peran perawat masih terbatas pada pelaksanaan kegiatan rutinitas saja, yaitu hanya berupa
informasi tentang jadwal kontrol ulang.(Nursalam, 2014).
Perencanaan pulang bertujuan:
5. Membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahuan dan keterampilan serta sikap
dalam memperbaiki serta mempertahankan status kesehatan pasien;
Perencanaan pulang bertujuan membantu pasien dan keluarga untuk dapat memahami
permasalahan dan upaya pencegahan yang harus ditempuh sehingga dapat mengurangi risiko
kambuh, serta menukar informasi antara pasien sebagai penerima pelayanan dengan perawat dari
pasien masuk sampai keluar rumah sakit (Nursalam, 2014).
1. Pasien merupakan fokus dalam perencanaan pulang sehingga nilai keinginan dan
kebutuhan dari pasien perlu dikaji dan di evaluasi;
2. Kebutuhan dari pasien diidentifikasi lalu dikaitkan dengan masalah yang mungkin timbul
pada saat pasien pulang nanti, sehingga kemungkinan masalah yang timbul di rumah dapat
segera diantisipasi;
4. Tindakan atau rencana yang akan dilakukan setelah pulang disesuaikan dengan
pengetahuan dari tenaga atau sumber daya maupun fasilitas yang tersedia di masyarakat.
5. Perencanaan pulang dilakukan pada setiap system atau tatanan pelayanan kesehatan.
2. Obat-obat yang masih diminum dan jumlahnya, meliputi dosis, cara pemberian dan
waktu yang tepat minum obat;
3. Obat-obat yang dihentikan, karena meskipun ada obat-obatan tersebut sudah tidak
diminum lagi oleh pasien, obat-obat tersebut tetap dibawah pulang pasien;
4. Hasil pemeriksaan, termasuk hasil pemeriksaan luar sebelum MRS dan hasil pemeriksaan
selama MRS, semua diberikan ke pasien saat pulang;
1. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit, terapi dan perawatan yang diperlukan;
3. Keinginan keluarga dan pasien menerima bantuan dan kemampuan mereka member
asuhan;
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan pada pasien sebelum pasien diperbolehkan pulang
adalah sebagai berikut.
1. Pendidikan kesehatan: diharapkan bisa mengurangi angka kambuh atau komplikasi dan
meningkatkan pengetahuan pasien serta keluarga tentang perawatan pasca rawat.
2. Program pulang bertahan: bertujuan untuk melatih pasien untuk kembali ke lingkungan
keluarga dan masyarakat. Program ini meliputi apa yang harus dilakukan pasien di rumah
sakit dan apa yang harus dilakukan oleh keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A. 1996. Menuju Pelayanan Kesehatan yang Lebih Bermutu. Jakarta: Yayasan
Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.
Gillies, D.A. 1994. Nursing Management, A System Approach. Third Edition. Philadelphia : WB
Saunders.
Kozier, Erb & Blais. 1997. Profesional Nursing Practice: Concept & Perspectives. Third
Edition. California : Addison Wesley Publishing. Inc
Meisenheimer, C.G. 1989. Quality Assurance for Home Health Care. Maryland: Aspen
Publication.
Swansburg, R.C. & Swansburg, R.J. 1999. Introductory Management and Leadership for
Nurses. Canada : Jones and Barlett Publishers.
Tappen 1995. Nursing Leadership and Management: Concepts & Practice. Philadelphia : F.A.
Davis Company.
Wijono, D. 2000. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Teori, Strategi dan Aplikasi.
Volume.1. Cetakan Kedua.Surabaya : Airlangga University Press.
- See more at: http://sakinahkreatif.blogspot.co.id/2015/12/mutu-pelayanan-
keperawatan.html#sthash.PhA4P1Cc.dpuf