Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

INFARK MIOKARD AKUT DENGAN


ELEVASI ST (STEMI)

Disusun Oleh:
Ria Ari Santi

Pembimbing :
dr. Regan Lesmana Sulbahri, Sp.PD

RSUD TALANG UBI


PALI
2022
BAB I
PENDAHULUAN

Sindrom koroner akut (SKA) merujuk pada sekumpulan keluhan dan tanda
klinis yang sesuai dengan iskemia miokard akut. 1 Infark miokard akut (IMA) atau
yang lebih dikenal dengan serangan jpantung adalah suatu keadaan dimana
suplai darah ke bagian jantung terhenti sehingga sel otot jantung mengalami
kematian. IMA merupakan bagian dari Sindroma koroner akut yang terdiri dari
IMA dengan ST Elevasi (STEMI), iskemia miokard tanpa ST Elevasi (NSTEMI),
dan angina pektoris tidak stabis (UAP).2
Sindrom koroner akut masih menjadi penyebab kematian terbesar di dunia.
World Health Organization (WHO) 2015 memperkirakan 17,5 juta orang yang
mewakili 31% dari semua kematian global, meninggal akibat penyakit
kardiovaskuler pada tahun 2012. Dari kematian ini, diperkirakan 7,4 juta
disebabkan oleh sindrom koroner akut.
Data di rumah sakit di Indonesia menunjukkan angka kejadian penyakit
jantung iskemik lebih banyak dibanding penyakit jantung lainnya, untuk kasus
infark miokard sendiri memiliki angka case fatality rate sebesar 16,6 % pada
tahun 2002 dan 14,1 % pada tahun 2003. 3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Infark miokard akut (IMA) dengan ST elevasi merupakan bagian dari
sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari IMA dengan ST Elevasi (STEMI),
iskemia miokard tanpa ST Elevasi (NSTEMI), dan angina pektoris tidak stabil
(UAP).1 IMA dapat diartikan dari berbagai sudut pandang yang berbeda yang
berkaitan dengan gejala klinis, EKG, biomarker dan karakteristik patologisnya.2
2.2. Epidemiologi
Sindrom koroner akut masih menjadi penyebab kematian terbesar di dunia.
World Health Organization (WHO) 2015 memperkirakan 17,5 juta orang yang
mewakili 31% dari semua kematian global, meninggal akibat penyakit
kardiovaskuler pada tahun 2012. Dari kematian ini, diperkirakan 7,4 juta
disebabkan oleh sindrom koroner akut.
Data di rumah sakit di Indonesia menunjukkan angka kejadian penyakit
jantung iskemik lebih banyak dibanding penyakit jantung lainnya, untuk kasus
infark miokard sendiri memiliki angka case fatality rate sebesar 16,6 % pada
tahun 2002 dan 14,1 % pada tahun 2003. 3
2.3. Etiologi
Penyebab utama dari sindrom koroner akut adalah aterosklerosis. 90%
kasus infark miokard disebabkan akibat trombus akut yang menyumbat arteri
koroner sehingga mengakibatkan ruptur plak dan erosi yang diperkirakan menjadi
pemicu utama terjadinya trombosis koroner.4
Terjadinya arterosklerosis dipengaruhi oleh faktor-faktor resiko yang
berbeda-beda pada setiap individu. Faktor resiko terjadinya aterosklerosis terdiri
dari faktor resiko yang tidak dapat di modifikasi dan faktor resiko yang dapat
dimodifikasi.4,5
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain adalah usia, jenis
kelamin dan riwayat keluarga yang mengalami penyakit jantung koroner pada usia
muda (<55 tahun untuk pria dan < 65 tahun untuk wanita). Sedangkan faktor
resiko terjadinya aterosklerosis yang dapat dimodifikasi adalah merokok,
hipertensi, dyslipidemia (LDL meningkat HDL menurun), diabetes mellitus dan
aktifitas fisik yang kurang.4,5
2.4. Patofisiologi4
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI juga terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injuri vaskular.
Faktor resiko seperti seperti merokok, hipertensi, peningkatan gula darah
dan oksidasi oleh Low Density Lipoprotein-C (LDL-C) mengakibatkan lapisan
endotel pembuluh darah yang normal akan mengalami kerusakan. Kerusakan ini
akan menyebabkan sel endotel menghasilkan cell molecule adhesion seperti
sitokin (interleukin-1), tumor nekrosis faktor (TNF-α), kemokin (monocyte
chemoatractant factor-I) dan platelet derived growth factor. Sel inflamasi seperti
monosit dan T-limfosit masuk ke permukaan endotel dan bermigrasi dari
endotelium ke sub endotel. Monosit kemudian berproliferasi menjadi makrofag
dan mengambil LDL teroksidasi yang bersifat lebih aterogenik. Makrofag ini
terus membentuk sel busa. LDL yang teroksidasi menyebabkan kematian sel
endotel dan menghasilkan respon inflamasi. Sebagai tambahan terjadi respon dari
angiotensin II yang menyebabkan gangguan vasodilatasi dan mengaktifkan efek
protrombin dengan melibatkan platelet dan faktor koagulasi. Akibat kerusakan
endotel terjadi respon protektif yang dipicu oleh inflamasi dan terbentuk lesi
fibrofatty dan fibrous. Plak yang stabil bisa menjadi tidak stabil (vulnerable) dan
mengalami ruptur.
Terjadinya ruptur plak menyebabkan aktivasi berbagai agonis seperti
kolagen, adenosin diphosphate (ADP), epinefrin dan serotonin memicu aktivasi
trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan-A2
(vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu reseptor
glikoprotein II/IIIa yang mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino
pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan
fibrinogen. Dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat
platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan
agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin
menjadi trombin yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus. Jika
trombus menyumbat total pembuluh darah koroner dalam jangka waktu yang
lama, maka akan menyebabkan STEMI.
Gambar 1 proses pembentukan aterosklerosis

Gambar 2 perbedaan oklusi STEMI dan NSTEMI

2.5. Diagnosis
Infark miokarad ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas
yaitu nyeri dada yang terasa berat, menekan, seperti diremas-remas, terbakar dan
terkadang dijalarkan ke leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau
hanya rasa tidak enak di dada dan gambaran EKG adanya ST elevasi minimal
pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan serta peningkatan enzim jantung
yang meningkat akan memperkuat diagnosis.2,5

2.5.1 Anamnesis
Pada pasien dengan keluhan nyeri dada perlu dianamnesis apakah nyeri
dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Perlu dianamnesis pula
apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor resiko antara
lain hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stress serta riwayat sakit
jantung koroner pada keluarga.
Yang perlu diperhatikan dalam evaluasi keluhan nyeri dada iskemik
adalah:2,5
1. Lokasi nyeri di daerah retrosternal, substernal dan prekordial. Pasien sulit
melokalisir rasa nyeri.
2. Deskripsi nyeri rasa berat seperti dihimpit, ditekan atau diremas, rasa tersebut
lebih dominan dibandingkan rasa nyeri. Perlu diwaspadai juga bila pasien
mengeluh nyeri epigastrik, sinkope atau sesak nafas (angina ekuivalen).
3. Penjalaran nyeri ke lengan kiri, bahu, punggung, leher rasa tercekik atau
rahang bawah (rasa ngilu) kadang penjalaran ke lengan kanan atau kedua
lengan.
4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
5. Faktor pencetus berupa latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah
makan.
6. Lama nyeri pada SKA lebih dari 20 menit
7. Gejala sistemik disertai keluhan seperti mual, muntah atau keringat dingin,
cemas dan lemas.
Hal-hal dapat menyerupai nyeri dada iskemia:5
- Diseksi aorta
- Emboli paru akut
- Efusi pericardial akut dengan temponade jantung
- Tension pneumothoraks
- Perikarditis
- GERD (Gastro esophageal Reflux disease)
Gambar 3 karakteristik nyeri dada

2.5.2 Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa
beristirahat (gelisah) dengan ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi
nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat
adanya STEMI.5
2.5.3 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan EKG (Elektrokardiografi)

Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada pasien dengan


keluhan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini
dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Gambaran elevasi
segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi
perfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien
tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan
interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinIu harus
dilakukan untuk mendeteksi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien
dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi
kemungkinan infark pada ventrikel kanan. Sebagian besar pasien dengan
presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada
EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q dan sebagian kecil
menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak
total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak
ditemukan elevasi segmen ST, pasien tersebut mengalami angina pektoris tidak
stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi segmen ST
berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. 5,6
Untuk menentukan lokasi iskemia atau infark miokard serta predileksi
pembuluh koroner mana yang terlibat, diperlukan dua atau lebih sadapan yang
berhubungan yang menujukkan gambaran anatomi daerah jantung yang sama.
Lokasi infark miokard dapat dibagi menjadi beberapa regio, dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:7
LOKASI IMA LOKASI ELEVASI SEGMEN
ST
Anterior V1–V4
Anteroseptal V1, V2, V3, V4
Anterolateral V4–V6, I, Avl
Inferior Inferior: II, III, and aVF
Lateral I and aVL
Inferolateral II, III, aVF, and V5 and V6

2. Laboratorium5
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan yang merupakan bagian dari
penatalaksanaan pasien STEMI. Pada pasien STEMI terapi reperfusi diberikan
segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.
Bila terjadi peningkatan enzim 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan
adanya nekrosois pada jantung (infark miokard). Adapun enzim jantung yang
dapat diperiksa antara lain:
a) CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.
Operasi jantung, miokarditis dapat meningkatn enzim CKMB.
b) cTn : ada cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada
infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jamdan cTn T masih
dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lainnya:
c) Mioglobin :dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4-8 jam.
d) Creatinine kinase (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4
hari.
e) Lactit dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalm 8-14 hari.
2.6 Penatalaksanaan
Adapun tujuan tatalaksana yang dapat dilakukan diruang emergensi pada
pasien STEMI mencakup pengurangan atau menghilangkan rasa nyeri dada,
identifikasi untuk melakukan terapi reperfusi segera.5

Gambar 4 algoritma evaluasi dan tatalaksana SKA


Gambar 5 langkah-langkah reperfusi

Tatalaksana umum pada pasien STEMI adalah dengan pemberian :5


a) Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri < 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan
oksigen selama 6 jam pertama.
b) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dosis 0,3 mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi
nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan suplai oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan
cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh
kolateral.
Nitrogliserin Dosis
Tablet sublingual 0,2-0,6 mg/5 menit

Spray 0,4 mg/5 menit


Transdermal atau pasta 0,2-0,8 mg/jam

Intravena 5-200 mcg/menit

c) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan
absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi.
Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
d) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg
dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
Tatalaksana farmakologis lain yang dapat dilakukan menurut pedoman
penatalaksanaan SKA oleh PERKI adalah sebagai berikut:2
1. Anti Iskemia
1.1. Penyekat Beta (Beta blocker).
Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya terhadap
reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen
miokardium.Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan
konduksi atrio-ventrikler yang signifikan, asma bronkiale, dan disfungsi akut
ventrikel kiri.Pada kebanyakan kasus, preparat oral cukup memadai dibandingkan
injeksi.Penyekat beta direkomendasikan bagi pasien UAP atau NSTEMI, terutama
jika terdapat hipertensi dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapat indikasi
kontra (Kelas I-B).penyekat beta oral hendaknya diberikan dalam 24 jam pertama
(Kelas I-B). Penyekat beta juga diindikasikan untuk semua pasien dengan
disfungsi ventrikel kiri selama tidak ada indikasi kontra (Kelas I-B). Pemberian
penyekat beta pada pasien dengan riwayat pengobatan penyekat beta kronis yang
datang dengan SKA tetap dilanjutkan kecuali bila termasuk klasifikasi Kilip =III
(Kelas I-B).
Beberapa penyekat beta yang sering dipakai dalam praktek klinik dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Jenis dan dosis penyekat beta untuk terapi IMA
Penyekat beta Selektivitas Aktivitas agonis Dosis untuk
parsial angina
Atenolol B1 - 50-200 mg/hari
Bisoprolol B1 - 10 mg/hari
Carvedilol α dan β + 2x6,25 mg/hari,
titrasi sampai
maksimum 2x25
mg/hari
Metoprolol B1 - 50-200 mg/hari
Propanolol Nonselektif - 2x20-80 mg/hari

1.2 Nitrat.
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel kiri
sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah
dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal maupun yang mengalami
aterosklerosis.
1. Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase akut dari
episode angina (Kelas I-C).
2. Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut sebaiknya
mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali pemberian,
setelah itu harus dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena jika tidak ada
indikasi kontra (Kelas I-C).
3. Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal jantung, atau
hipertensi dalam 48 jam pertama UAP/NSTEMI. Keputusan menggunakan nitrat
intravena tidak boleh menghalangi pengobatan yang terbukti menurunkan
mortalitas seperti penyekat beta atau angiotensin converting enzymes inhibitor
(ACE-I) (Kelas I-B).
4. Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg
atau >30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50 kali permenit),
takikardia tanpa gejala gagal jantung, atau infark ventrikel kanan (Kelas III-C).
5. Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah mengkonsumsi inhibitor
fosfodiesterase: sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam 48 jam. Waktu yang tepat
untuk terapi nitrat setelah pemberian vardenafil belum dapat ditentukan (Kelas
III-C).
Tabel 2. Jenis dan dosis nitrat untuk terapi IMA
Nitrat Dosis
Isosorbid dinitrate (ISDN) Sublingual 2,5–15 mg (onset 5 menit)
Oral 15-80 mg/hari dibagi 2-3 dosis
Intravena 1,25-5 mg/jam
Isosorbid 5 mononitrate Oral 2x20 mg/hari
Oral (slow release) 120-240 mg/hari
Nitroglicerin Sublingual tablet 0,3-0,6 mg–1,5 mg
(trinitrin, TNT, glyceryl trinitrate) Intravena 5-200 mcg/menit

1.3 Calcium channel blockers (CCBs).


Nifedipin dan amplodipin mempunyai efek vasodilator arteri dengan sedikit atau
tanpa efek pada SA Node atau AV Node. Sebaliknya verapamil dan diltiazem
mempunyai efek terhadap SA Node dan AV Node yang menonjol dan sekaligus
efek dilatasi arteri. Semua CCB tersebut di atas mempunyai efek dilatasi koroner
yang seimbang.Oleh karena itu CCB, terutama golongan dihidropiridin,
merupakan obat pilihan untuk mengatasi angina vasospastik. Studi menggunakan
CCB pada UAP dan NSTEMI umumnya memperlihatkan hasil yang seimbang
dengan penyekat beta dalam mengatasi keluhan angina.
1. CCB dihidropiridin direkomendasikan untuk mengurangi gejala bagi pasien
yang telah mendapatkan nitrat dan penyekat beta (Kelas I-B).
2. CCB non-dihidropiridin direkomendasikan untuk pasien NSTEMI dengan
indikasi kontra terhadap penyekat beta (Kelas I-B).
3. CCB nondihidropiridin (long-acting) dapat dipertimbangkan sebagai pengganti
terapi penyekat beta (Kelas IIb-B).
4. CCB direkomendasikan bagi pasien dengan angina vasospastik (Kelas I-C).
5. Penggunaan CCB dihidropiridin kerja cepat (immediate-release) tidak
direkomendasikan kecuali bila dikombinasi dengan penyekat beta. (Kelas III-B).
Tabel 3. Jenis dan dosis penghambat kanal kalsium untuk terapi IMA
Penghambat kanal kalsium Dosis
Verapamil 180-240 mg/hari dibagi 2-3 dosis
Diltiazem 120-360 mg/hari dibagi 3-4 dosis
Nifedipine GITS (long acting 30-90 mg/hari
Amlodipine 5-10 mg/hari

2. Antiplatelet
1. Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi kontra dengan
dosis loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk
jangka panjang, tanpa memandang strategi pengobatan yang diberikan (Kelas I-
A).
2. Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera mungkin
dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi kontra seperti risiko
perdarahan berlebih (Kelas I-A).
3. Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole) diberikan bersama
DAPT (dual antiplatelet therapy - aspirin dan penghambat reseptor ADP)
direkomendasikan pada pasien dengan riwayat perdarahan saluran cerna atau
ulkus peptikum, dan perlu diberikan pada pasien dengan beragam faktor risiko
seperti infeksi H. pylori, usia =65 tahun, serta konsumsi bersama dengan
antikoagulan atau steroid (Kelas I-A).
4. Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam 12 bulan
sejak kejadian indeks tidak disarankan kecuali ada indikasi klinis (Kelas I-C).
5. Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan risiko kejadian
iskemik sedang hingga tinggi (misalnya peningkatan troponin) dengan dosis
loading 180 mg, dilanjutkan 90 mg dua kali sehari. Pemberian dilakukan tanpa
memandang strategi pengobatan awal.Pemberian ini juga dilakukan pada pasien
yang sudah mendapatkan clopidogrel (pemberian clopidogrel kemudian
dihentikan) (Kelas I-B).
6. Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan
ticagrelor. Dosis loading clopidogrel adalah 300 mg, dilanjutkan 75 mg setiap hari
(Kelas I-A).
7. Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300 mg diikuti
dosis tambahan 300 mg saat IKP) direkomendasikan untuk pasien yang
dijadwalkan menerima strategi invasif ketika tidak bisa mendapatkan ticagrelor
(Kelas I-B).
8. Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg setiap hari) perlu
dipertimbangkan untuk 7 hari pertama pada pasien yang dilakukan IKP tanpa
risiko perdarahan yang meningkat (Kelas IIa-B).
9. Pada pasien yang telah menerima pengobatan penghambat reseptor ADP yang
perlu menjalani pembedahan mayor non-emergensi (termasuk CABG), perlu
dipertimbangkan penundaan pembedahan selama 5 hari setelah penghentian
pemberian ticagrelor atau clopidogrel bila secara klinis memungkinkan, kecuali
bila terdapat risiko kejadian iskemik yang tinggi (Kelas IIa-C).
10. Ticagrelor atau clopidogrel perlu dipertimbangkan untuk diberikan (atau
dilanjutkan) setelah pembedahan CABG begitu dianggap aman (Kelas IIa-B).
11. Tidak disarankan memberikan aspirin bersama NSAID (penghambat COX2
selektif dan NSAID non-selektif) (Kelas III-C).
Keterangan: DAPT perlu tetap diberikan selama 12 bulan tanpa memperdulikan
jenis stent.

Tabel 4. Jenis dan dosis antiplatelet untuk terapi IMA


Antiplatelet Dosis
Aspirin Dosis loading 150-300 mg, dosis
pemeliharaan 75-100 mg
Ticagrelor Dosis loading 180 mg, dosis
pemeliharaan 2x90 mg/hari
Clopidogrel Dosis loading 300 mg, dosis
pemeliharaan 75 mg/hari
3. Penghambat Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa
Pemilihan kombinasi agen antiplatelet oral, agen penghambat reseptor
glikoprotein IIb/IIIa dan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko kejadian iskemik
dan perdarahan (Kelas I-C).Penggunaan penghambat reseptor glikoprotein
IIb/IIIa dapat diberikan pada pasien IKP yang telah mendapatkan DAPT dengan
risiko tinggi (misalnya peningkatan troponin, trombus yang terlihat) apabila risiko
perdarahan rendah (Kelas I-B).Agen ini tidak disarankan diberikan secara rutin
sebelum angiografi (Kelas III-A) atau pada pasien yang mendapatkan DAPT
yang diterapi secara konservatif (Kelas III-A).

4. Antikogulan. Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet


secepat mungkin.
1. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang mendapatkan
terapi antiplatelet (Kelas I-A).
2. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan dan iskemia, dan
berdasarkan profil efikasi-keamanan agen tersebut. (Kelas I-C).
3. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan berbanding risiko
yang paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap hari secara subkutan
(Kelas I-A).
4. Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks, penambahan
bolus UFH (85 IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU untuk mereka yang
mendapatkan penghambat reseptor GP Iib/IIIa) perlu diberikan saat IKP (Kelas I-
B).
5. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan risiko
perdarahan rendah apabila fondaparinuks tidak tersedia (Kelas I-B).
6. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau heparin
berat molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang direkomendasikan)
diindaksikan apabila fondaparinuks atau enoksaparin tidak tersedia (Kelas I-C).
7. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian antikoagulasi perlu
dilanjutkan hingga saat pasien dipulangkan dari rumah sakit (Kelas I-A).
8. Crossover heparin (UFH and LMWH) tidak disarankan (Kelas III-B).

Tabel 5. Jenis dan dosis antikoagulan untuk IMA


Antikoagulan Dosis
Fondaparinuks 2,5 mg subkutan
Enoksaparin 1mg/kg, dua kali sehari
Heparin tidak terfraksi Bolus i.v. 60 U/g, dosis
maksimal 4000 U.
Infus i.v. 12 U/kg selama
24-48 jam dengan dosis maksimal 1000 U/jam
target aPTT 11/2-2x control

5. Kombinasi Antiplatelet dan Antikoagulan


1. Penggunaan warfarin bersama aspirin dan/atau clopidogrel meningkatkan risiko
perdarahan dan oleh karena itu harus dipantau ketat (Kelas I-A).
2. Kombinasi aspirin, clopidogrel dan antagonis vitamin K jika terdapat indikasi
dapat diberikan bersama-sama dalam waktu sesingkat mungkin dan dipilih targen
INR terendah yang masih efektif. (Kelas IIa-C).
3. Jika antikoagulan diberikan bersama aspirin dan clopidogrel, terutama pada
penderita tua atau yang risiko tinggi perdarahan, target INR 2- 2,5 lebih terpilih
(Kelas IIb-B).

6. Inhibitor ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin


Inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) berguna dalam mengurangi
remodeling dan menurunkan angka kematian penderita pascainfark-miokard yang
disertai gangguan fungsi sistolik jantung, dengan atau tanpa gagal jantung
klinis.Penggunaannya terbatas pada pasien dengan karakteristik tersebut,
walaupun pada penderita dengan faktor risiko PJK atau yang telah terbukti
menderita PJK, beberapa penelitian memperkirakan adanya efek antiaterogenik.
1. Inhibitor ACE diindikasikan penggunaannya untuk jangka panjang, kecuali ada
indikasi kontra, pada pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri =40% dan pasien
dengan diabetes mellitus, hipertensi, atau penyakit ginjal kronik (PGK) (Kelas I-
A).
2. Inhibitor ACE hendaknya dipertimbangkan pada semua penderita selain seperti
di atas (Kelas IIa-B). Pilih jenis dan dosis inhibitor ACE yang telah
direkomendasikan berdasarkan penelitian yang ada (Kelas IIa-C).
3. Penghambat reseptor angiotensin diindikasikan bagi pasien infark mikoard
yang intoleran terhadap inhibitor ACE dan mempunyai fraksi ejeksi ventrikel kiri
=40%, dengan atau tanpa gejala klinis gagal jantung (Kelas I-B).

Tabel 6. Jenis dan dosis inhibitor ACE untuk IMA


Inhibitor ACE Dosis
Captopril 2-3 x 6,25-50 mg
Ramipril 2,5-10 mg/hari dalam 1 atau 2 dosis
Lisinopril 2,5-20 mg/hari dalam 1 dosis
Enalapril 5-20 mg/hari dalam 1 atau 2 dosis

7. Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan
modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase (statin)
harus diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk mereka yang
telah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat indikasi kontra (Kelas I-
A). Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai sebelum pasien keluar rumah
sakit, dengan sasaran terapi untuk mencapai kadar kolesterol LDL <100 mg/dL
(Kelas I-A). Menurunkan kadar kolesterol LDL sampai <70 mg/dL mungkin
untuk dicapai.
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas pasien
• Nama : Tn.S
• No RM : 03.83.33
• Umur : 46 tahun
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Pekerjaan : Karyawan swasta
• Alamat : Jl. Jirak jaya
• Status : Menikah
• Masuk RS : 02 september 2022

Anamnesis
Autoanamnesis

Keluhan utama
Nyeri dada yang dirasakan memberat sejak 6 jam SMRS.

Riwayat penyakit sekarang


6 jam SMRS pasien merasakan nyeri hebat pada dada kiri. Nyeri muncul
secara tiba-tiba ketika pasien sedang istirahat.Nyeri dirasakan terus menerus
seperti tertimpa beban berat. Nyeri dada dirasakan menjalar ke punggung dan
lengan kiri. Nyeri tidak berkurang dan tidak hilang dengan beristirahat. Pasien
juga mengeluhkan berkeringat dingin dan sesak napas saat nyeri dada. Nyeri ulu
hati (+), Mual muntah (+) sebanyak 3 kali, demam (-), batuk berdahak(-). Bab
dan bak tidak ada keluhan. Pasien lalu dibawa ke IGD Rsud talang ubi
Riwayat Penyakit Dahulu
 Pasien tidak pernah mengeluhkan hal yang sama
 Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
 Riwayat kolesterol tinggi disangkal
 Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


 Stroke (-)
 Riwayat tekanan darah tinggi dalam keluarga (-)
 Riwayat penyakit jantung dalam keluarga (-)
 Riwayat kencing manis dalam keluarga (-)

Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi dan kebiasaan


 Pasien seorang karyawan swasta
 Riwayat merokok (+) 3 bungkus sehari selama 24 tahun (IB= berat)
 Riwayat alkohol (-)
 Pasein jarang berolahraga dan suka mengkonsumsi makanan bersantan dan
gorengan.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan darah : 160/115 mmHg
Nadi :74 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,4 °C
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 73 kg
IMT : 28,5 ( overweight)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Mata
Conjungtiva : Conjungtiva anemis (-)
Sklera : Sklera ikterik (-)
Palpebra : Edema palpebral (-)

Leher
JVP : 5-2 cmH2O
KGB : Tidak ada pembesaran KGB

PEMERIKSAAN TORAKS
1. Paru:
Inspeksi : bentuk dada normochest, gerakan dinding dada simetris
kanan dan kiri
Palpasi : vocal fremitus simetris kanan dan kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
2. Jantung:
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di linea midclavicula sinistra
Perkusi : batas jantung kanan: linea parasternalis dextra
batas jantung kiri: linea midclavikularis sinistra SIK V
Auskultasi : S1 dan S2 (+), murmur (-), gallop (-)
3. Abdomen:
Inspeksi : dinding perut tampak cembung, tidak ada venektasi
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : timpani pada seluruh abdomen, shiffting dullness (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (-) ,hepatomegali (-),
splenomegali (-)

4. Ekstremitas
Clubbing finger (-), ekstremitas teraba hangat, CRT < 2’, sianosis (-),
edema (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin
 HB : 18,0 g/dl (T)
 Leukosit : 14.200/mm (T)
 HCT : 31 % (N)
 Netrofil segmen 84 (T)
 Limfosit : 10 (R)
 Eritrosit : 5,7 (N)
 Trombosit : 249.000 (N)
 Ckmb ; 67 (T)

Kimia darah
 GDS : 186 mg/dl
Ureum : -
Creatinin : -
Enzim Jantung
Troponin I :-
Elektrolit
 Na : 135 mmol/L (N)
 K : 3,8 mmol/L (N)
 Cl : 100 mmol/L (N)
 Profil LIPID
 Kolesterol total: (-)
 Trigliserida (-)
 HDL (-)

EKG:
03 SEPTEMBER 2022
Interpretasi:
 Interpretasi:

 Ritme :Asinus

 Irama : Reguler

 Heart Rate :75 x/menit

 Axis : normoaxis

 Gelombang P:144 ms

 PR interval : 806 ms

 QRS durasi : 150 ms

 Gambaran ST elevasi di Lead I,II,III,avL,afV,v1-v6

 Gambaran ST depresi di Lead v1-v6,avr

 Kesan : STEMI EKSTENSIF ANTERIOR


FOTO THORAKS
Interpretasi:
 Identitas Sesuai.
 Marker R
 Kualitas Cukup
 Tulang Intak
 Vertebrae Midline
 Jaringan Lunak <2cm
 Sinus Kostofrenikus Lancip
 Diagfragma Licin
 CTR <50 %
 Pinggang jantung: datar
 Corakan bronkovaskular sinistra meningkat jelas
Pulmo: Normal
Kardio: Normal

RESUME
Tn.S 46 tahun datang ke RSUD dengan keluhan nyeri dada kiri sejak 6
jam SMRS. Nyeri muncul secara tiba-tiba.Nyeri dirasakan terus menerus
seperti tertima beban berat.Nyeri dada dirasakan menjalar ke punggung
dan lengan kiri. Nyeri tidak berkurang dan tidak hilang dengan
beristirahat.
Pada pemeriksaan fisik kepala dan leher tidak ditemukan
kelainan.Pemeriksaan fisik jantung tidak ditemukan adanya pembesaran
jantung. Pada pemeriksaan fisik paru, abdomen dan ekstremitas dalam
batas normal.
Pada ekg ditemukan Gambaran ST elevasi di Lead I,II,III,avL,afV,v1-v6
Gambaran ST depresi di Lead v1-v6,avr
Kesan : STEMI EKSTENSIF ANTERIOR

DAFTAR MASALAH
 STEMI ekstensif anterior
 Infection bacterial

Penatalaksanaan
TATALAKSANA IGD
Nonfarmakologis :
 Bed rest
 Ekg serial per 8 jam
 Oksigen 1-4 lpm
 Observasi per 2 jam ttv
 Rawat HCU
Farmakologis :
 IVFD RL gtt 20/menit
 Inj. Ceftriaxone 2x1 amp iv
 Inj. Ondansentron 2x1 iv
 Inj. Omeprazole 2x1 iv
 Inj. Dexketoprofen 1 amp extra
 Aspilet 1x80 mg po
 Clopidogrel 1x75 mg po
 ISDN 1 x 5 mg k/p jika TD >100 MMHG
 Atrovastatin 1x1 po
 Sucralfat syr 3x1 cth po
TATALAKSANA BANGSAL
TGL 03/09/2022
S : Nyeri dada (+)
O : Ku : sedang, cm
TD:126/87 mmHg
RR: 21x/menit
HR: 64x/menit
Spo2 : 96%
A : Stemi ekstensif anterior
infeksi bacterial
P : IVFD RL gtt 20/menit
 Inj. Ceftriaxone 2x1 gr iv
 Inj. Ondansentron 2x4 mg iv
 Inj. Omeprazole 1x40 mg iv
 ISDN 1X5 G K/P JK TD >100 MMHG
 INJ. ARIXTRA 1X1 SUB KUTAN ( selama 3 hari)
 Aspilet cpg (STOP)
 SUCRALFAT 3X1 CTH
 INJ. DEXKETOPROFEN 1 AMP IV K/P
 O2LPM nasal kanul

TGL 04/09/2022
S : Sesak sampai ke ulu hati (+), nyeri dada berkurang
O : Ku : sedang, cm
TD : 120/79 MMHG
HR : 68 X/Menit
RR : 20x/ menit
Spo2 : 98 %
A : Akut Stemi ekstensif anterior
infeksi bacterial
P : IVFD RL gtt 20/menit
 Inj. Ceftriaxone 2x1 gr iv
 Inj. Ondansentron 2x4 mg iv
 Inj. Omeprazole 2x40 mg iv
 INJ. DEXKETOPROFEN 1 AMP IV K/P
 CPG 1X75 MG PO
 ISDN 1X5 G K/P JK TD >100 MMHG
 Atrovastatin 1x20 mg po
 Sucralfat syr 3x1 CtH PO

TGL 05-09-2022
Sesak sampai ke ulu hati (+), nyeri dada berkurang
O : Ku : sedang, cm
TD : 99/65 MMHG
HR : 67 X/Menit
RR : 20x/ menit
T; 36,4 C
Spo2 : 96%
A : Akut Stemi ekstensif anterior
infeksi bacterial
P : IVFD RL gtt 20/menit
 Inj. Ceftriaxone 2x1 gr iv
 Inj. Ondansentron 2x4mg iv
 Inj. Omeprazole 2x40 mg iv
 INJ. DEXKETOPROFEN 1 AMP IV K/P
 CPG 1X75 MG PO
 ISDN 1X5 G K/P JK TD >100 MMHG
 Atrovastatin 1x20 mg po
 Sucralfat syr 3x1 Cth PO
 INJ. ARIXTRA 1X1 SUB KUTAN

TGL 06-09-2022
nyeri diperut kiri atas
O : Ku : sedang, cm
TD : 117/77 MMHG
HR : 85 X/Menit
RR : 20x/ menit
T; 36,4 C
Spo2 : 96%
A: Akut Stemi ekstensif anterior
infeksi bacterial
P: IVFD RL gtt 20/menit
 Inj. Ceftriaxone 2x1 gr iv
 Inj. Ondansentron 2x4mg iv
 Inj. Omeprazole 2x40 mg iv
 ISDN 1X5 G K/P JK TD >100 MMHG
 Atrovastatin 1x20 mg po
 Sucralfat syr 3x1 Cth PO
 INJ. ARIXTRA 1X1 SUB KUTAN

TGL 07-09-2022
S :nyeri diperut kiri atas berkurang
O : Ku : sedang, cm
TD : 117/77 MMHG
HR : 85 X/Menit
RR : 20x/ menit
T; 36,4 C
Spo2 : 96%
A : Akut Stemi ekstensif anterior
infeksi bacterial
P : IVFD RL gtt 20/menit
 Inj. Ceftriaxone 2x1 gr iv
 Inj. Ondansentron 2x4mg iv
 Inj. Omeprazole 2x40 mg iv
 ISDN 1X5 G K/P JK TD >100 MMHG
 Atrovastatin 1x20 mg po
 Sucralfat syr 3x1 Cth PO
 INJ. ARIXTRA 1X1 SUB KUTAN
 Rencana pulang hari ini

 IRAMA : SINUS
 REGULER
 HR :71 X/MENIT
 AXIS : NORMO AXSIS
• Gelombang P:154 ms
• PR interval :900 ms
• QRS durasi :92 ms
• Gambaran ST elevasi : v1,v2,v3,v4
Gambaran ST depresi : v3,v4,avL
• Kesan : stemi anterior
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami infark miokard akut dengan ST
elevasi. Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan nyeri dada yang muncul secara
tiba-tiba pada pasien, ke punggung dan lengan kiri. Nyeri tidak berkurang dan
tidak hilang dengan beristirahat. Durasi nyeri dada dirasakan selama ±1,5 jam
Hal ini sesuai dengan sifat nyeri pada infark miokard yaitu bersifat nyeri tumpul
dan berlangsung sekitar > 30 menit.2 Pasien juga memiliki faktor risiko berupa
kebiasaan makan, makanan yang berlemak, dan aktivitas fisik yang kurang dan
dari hasil pengukuran IMT didapatkan bahwa pasien termasuk kategori
overweight dan pasien merupakan perokok dengan indeks brigman berat yang
merupakan salah satu faktor resiko dari PJK.5 Keluhan nyeri dada pada pasien
terjadi karena oklusi lumen arteri koroner yang mendadak sehingga mengganggu
aliran darah ke distal dan menyebabkan infark pada miokard. Pada pasien ini
acute STEMI terjadi karena aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus total pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya.5
Dari pemeriksaan fisik jantung didapatkan batas jantung dalam batas normal,
suara jantung 1 dan 2 reguller, tidak ditemukan mumur ataupun gallop, serta tidak
ditemukan kesan kardiomegali pada jantung pasien. Dari pemeriksaan EKG
didapatkan infark miokard anterior. Hal ini dibuktikan dengan adanya gambaran
ST elevasi Lead I,II,III,avL,afV,v1-v6, gambaran ST depresi di Lead v1-v6,avr.
Kesan stemi ekstensif anterior, serta pad foto rhoraks CTR <50%.
Penatalaksanaan pasien saat di igd adalah dengan pemberian oksigen 1-
4l/enit tatalaksana farmakologisnya IVFD RL, Aspilet 1x80 mg, Clopidogrel 1x75
mg, ISDN 1 x 5 mg, Ondansentron 2X4 mg,Omeorazole 1x4mg, Arixta 1 x
2.5mg, atorvastatin 1x20,.Penatalaksanaan pada pasien sudah sesuai dengan
anjuran terapi pada pasien IMA dengan ST elevasi, dimana telah dilakukan
pemberian oksigen, nitrat pada pasien diberikan ISDN , clopidogrel sebagai
antiplatelet, arixta untuk koagulan. Terapi yang diberikan sudah sesuai dan dosis
yang diberikan juga sudah sesuai.2
Daftar Pustaka

1. Kalim, H., dkk. 2004. Pedoman Perhimpunan Kardiovaskular Indonesia:


Tatalaksana Sindroma Koroner Akut Dengan ST-Elevasi. Jakarta: PERKI

2. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia 2015. Pedoman


tatalaksana sindrom koroner akut. PERKI; 2015

3. Delima, M,Laurentia dan S,Hadi. Prevalensi dan Faktor Determinan Penyakit


Jantung di Indonesia. Bul. Penelit. Kesehat., Vol. 37, No. 3,2009 : 144 – 3

4. Safitri E. ST Elevasi miokard infark (STEMI) Anteroseptal pada pasien


dengan faktor resiko kebiasaan merokok menahun dan tingginya kadar
kolesterol dalam darah. medula. 2013;1(4):8–13.

5. Alwi I. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta: Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2010:
1741-56.

6. Amsterdam,ES, Wenger,NK et al. 2013 ACCF/AHA Guideline for the


Management of patient with Non ST elevation acute coronary syndromes : A
Report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines. 2014;p 18-19

7. Dharma, Surya. Sistematika Interpretasi EKG.Jakarta: EGC. 2009.

Anda mungkin juga menyukai