Anda di halaman 1dari 24

A.

KONSEP TEORITIS TUBERCULOSIS (TBC)


1. Defenisi
Tuberkulosis atau TB paru adalah penyakit infeksius, yang
terutama menyerang parenkim paru dan dapat juga ditularkan ke bagian
tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe.
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ
paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama
ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus
tuberkulosis paru (TB Paru). Bakteri ini termasuk golongan bakteri
batang tahan asam dan bersifat aerobic (Muttaqin Arif, 2019).
Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang
tercemar dengan bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan
melalui droplet pada saat penderita batuk. Selain dapat ditularkan lewat
batuk, penyakit ini juga ditularkan lewat dahak (Depkes RI, 2017).
Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada
orang lain. Karakteristik dari Mycobacterium Tubercolosis yaitu mudah
mati pada air mendidih (5’ pd suhu 800C, 20’ pada suhu 60C), mudah
mati oleh sinar matahari, tahan hidup berbulan-bulan pada suhu yang
lembab, bertahun-tahun dalam kulkas (dormant), dan hidup sebagai
parasit intraseluler (sitoplasma makrofag) dalam jaringan karena banyak
mengandung lipid.

2. Etiologi
Penyebab utama dari TB paru itu sendiri adalah bakteri
Mycobacterium tuberculosis yang menginfeksi bagian paru. Bakteri ini
selain dapat menginfeksi paru, bisa juga menginfeksi organ tubuh lain
seperti tulang, otak, dan ginjal. TB paru dapat ditularkan ketika
seseorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkan organisme.
Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi terinfeksi. Bakteria
di transmisikan ke alveoli dan memperbanyak diri. Reaksi inflamasi
menghasilkan eksudat di alveoli dan bronkopneumonia, granuloma, dan
jaringan fibrosa. Ketika seseorang penderita TB paru batuk, bersin, atau
berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke
tanah, lantai, atau tempat lainnya.
Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet
atau nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu
dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang
terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini
terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena bakteri
tuberkulosis (Muttaqin Arif, 2019).

3. Patofisiologi
Penyebab utama dari TB paru itu sendiri adalah bakteri
Mycobacterium tuberculosis yang menginfeksi bagian paru. Bakteri ini
selain dapat menginfeksi paru, bisa juga menginfeksi organ tubuh lain
seperti tulang, otak, dan ginjal. TB paru dapat ditularkan ketika
seseorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkan organisme.
Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi terinfeksi. Bakteria
di transmisikan ke alveoli dan memperbanyak diri. Reaksi inflamasi
menghasilkan eksudat di alveoli dan bronkopneumonia, granuloma, dan
jaringan fibrosa. Ketika seseorang penderita TB paru batuk, bersin, atau
berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke
tanah, lantai, atau tempat lainnya.
Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet
atau nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu
dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang
terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini
terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena bakteri
tuberkulosis (Muttaqin Arif, 2019).
4. Manifestasi
Gejala penyakit TB paru dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara
klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit
untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Adapun manifestasi klinis pada TB paru menurut adalah sebagai
berikut:
a. Gejala sistemik/umum
1) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah)
2) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
3) Penurunan nafsu makan dan berat badan.
4) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
b. Gejala khusus
1) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai
sesak.
2) Kalau ada cairan di rongga pleura (pembungkus paru-paru),
dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
3) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi
tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan
bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.
4) Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak)
dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya
adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-
kejang (Somantri, Irman, 2019).
5. Pathway

Mycobacterium tuberculosis

Infeksi Primer Sembuh

Infeksi pasca primer (reaktivasi) Bakteri dorman

Bakteri muncul beberapa tahun


kemudian

Reaksi infeksi/inflamasi dan


merusak parenkim paru

Produksi sputum Kerusakan Reaksi sistemik


Perubahan cairan
c
meningkat, pecahnya membran intrapleura
pembuluh darah alveolar-kapiler
merusak pleura,
atelektasis
Batuk produktif, Sesak napas Anoreksia, mual
dan muntah Lemah
batuk darah
Sesak napas,
ekspansi thoraks Ketidakefektifan
Ketidakefektifan Ketidakseimbangan Penurunan
pola nafas toleransi
bersihan jalan nafas nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Aktivitas
Hambatan
pertukaran gas
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang
praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis
umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen
apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru.
1) Foto thorax
Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi
sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas
TB dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan
mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area
berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang
sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
2) Bronchografi
Pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau
kerusakan paru karena TB.
b. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
1) S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa
sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari
kedua.
2) P (pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua,
segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri
kepada petugas di UPK.
3) S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
c. Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M.tuberculosis pada penanggulangan
TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan
masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas
memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan
tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi:
1) Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
2) Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak.
3) Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan
ganda
Pemeriksaan tersebut dilakukan jika keadaan memungkinkan dan
tersedia laboratorium yang telah memenuhi standar yang ditetapkan
d. Pemeriksaan Tes Resistensi
Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang
mampu melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi
sesuai standar internasional dan telah mendapatkan pemantapan mutu
(Quality Assurance) oleh laboratorium supranasional TB. Hal ini
bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut memberikan simpulan yang
benar sehinggga kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR
dapat dicegah.
e. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya
kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak
spesifik. Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan
imunoglobulin terutama IgG dan IgA. Jumlah limfosit masih di bawah
normal sedangkan LED mulai meningkat. Bila penyakit mulai
sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih
tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.
f. Tes Tuberkulin (Mountoux)
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu
sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis,
vaksinasi BCG dan Myobacteria patogen lainnya. Reaksi positif (area
indurasi 10mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra
dermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi
tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
g. Uji Kepekaan Obat TB
Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk resistensi M. Tuberkulosis
terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di
laboratorium yang tersertifikasi dan lulus pemantapan mutu atau
Quality Assurance (QA). Pemeriksaan tersebut ditujukan untuk
diagnosis pasien TB yang memenuhi kriteria suspek TB-MDR (Rab,
Tabrani, 2020).
7. Penatalaksanaan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Penatalaksanaan
TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola dengan
menggunakan strategi DOTS. Menurut (Rab, Tabrani, 2020)
pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai
berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
b. Menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOTS) oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO).
Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) adalah nama
untuk suatu strategi yang dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar
di dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB. Strategi
ini terdiri dari lima komponen, yaitu:
1) Dukungan para pimpinan wilayah di setiap jenjang sehingga
program ini menjadi salah satu prioritas dan pendanaan pun
akan tersedia.
2) Mikroskop sebagai komponen utama untuk mendiagnosa TB
melalui pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka dengan
penemuan secara pasif.
3) Pengawas Minum Obat (PMO) yaitu orang yang dikenal dan
dipercaya baik oleh pasien maupun petugas kesehatan yang
akan ikut mengawasi pasien minum seluruh obatnya sehingga
dapat dipastikan bahwa pasien betul minum obatnya dan
diharapkan sembuh pada akhir masa pengobatannya.
4) Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar sebagai
bagian dari sistem survailans penyakit ini sehingga
pemantauan pasien dapat berjalan.
5) Paduan obat TB jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan
jangka waktu yang tepat, sangat penting untuk keberhasilan
pengobatan. Termasuk terjaminnya kelangsungan persedian
paduan obat ini.
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)

a) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari


dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah
terjadinya resistensi obat.
b) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu.
c) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama
b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
d. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian
Tuberkulosis di Indonesia:
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan
(HRZE)
Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di
Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin,
Levofloksasin, Ethionamide, sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1,
yaitu pirazinamid and etambutol.
e. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk
paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT
KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
f. Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk
blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT
g. Jenis, sifat dan dosis OAT
Dosis yang direkomendasika
No Jenis OAT Sifat (mg/kg)

Harian 3 x seminggu
1. Isoniazid (H) Bakteriosid 5 (4-6) 10 (8-12)
2. Rifampicin (R) Bakteriosid 10 (8-12) 10 (8-12)
3. Pyrazinamide (Z) Bakteriosid 25 (20-30) 35 (30-40)
4. Streptomycin (S) Bakteriosid 15 (12-18) 15 (12-18)
5. Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)

8. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul pada klien TB Paru dapat berupa :
a. Malnutrisi.
b. Empisema.
c. Efusi pleura.
d. Gangguan gastrointestinas sebagai akibat dari penggunaan obat obatan
(Muttaqin Arif, 2019).
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Primary Survey
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
b. Breathing
Pemeriksaan pada klien TB Paru merupakan pemeriksaan fokus yang
terdiri atas inspeksi, palpasi,perkusi dan auskultasi.
- Inspeksi :
Bentuk dada dan gerakan pernafasan. Sekilas pandang klien
dengan TB Paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior
dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari Tb
Paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya
ketidaksimetrisan rongga dada, pelebaran intercostal space (ICS)
pada sisi yang sakit. TB Paru yang disertai etelektasis paru membuat
bentuk dada menjadi tidak simetris, yang membuat penderitanya
mengalami penyempitan intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit.
- Palpasi :
Palpasi trakhea. Adanya pergeseran trakhea menunjukan-
meskipun tetapi tidak spesifik-penyakit dari lobus atau paru. Pada TB
Paru yang disertai adanya efusi pleura masif dan pneumothoraks akan
mendorong posisi trakhea kearah berlawanan dari sisi sakit.
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernafasan. TB Paru
tanpa komplikasi pada saat dilakukanpalpasi, gerakan dada saat
bernafas biasanya normal dan seimbang antara kiri dan kanan.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika
perawat meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara
adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah
distal sepanjang pohon bronkhial untuk membuat dinding dada dalam
gerakan resonan, terutama pada bunyi konsonan.
- Perkusi :
Pada klien dengan TB Paru minimal tanpa komplikasi,
biasanya akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh
lapang paru. Pada klien TB Paru yang disertai komplikasi seperti
efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi
yang sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura.
- Auskultasi :
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas tambahan
(ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksaan
untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana
didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop
ketika klien berbicara disebut sebagai resonan vokal.
c. Circullation
Pada circulation dikaji akral hangat atau tidak, frekuensi nadi, pucat
atau tidak, turgor kulit,dan CRT> 2 detik
d. Disabilities
Pada primary survey, disabiliti dikaji dengan menggunakan skala
AVPU yaitu :
A :Alerrt, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnnya mematuhi
perintah yang diberikan.
V :Vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
jelas.
P : responds to pain only ( harus dinilai semua keempat jika ektremitas
awal yang digunakan untuk merespon).
U : unerponsive to paint, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
Pemeriksaan pupil, pemeriksaan reflek patologis dan fisiologis.
a. Expose, Examine dan Evaluate
Dilakukan kekuatan otot, ada jejas atau tidak, dan nyeri tekan.

2. Secondary Survey
a. Identitas
Identitas pasien, yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, agama, suku, alamat, tanggal masuk rumah
sakit, tanggal pengkajian, sumber informasi, dan diagnosa medis masuk.
Identitas penanggung jawab meliputi nama dan hubungan dengan pasien.
b. Riwayat keluarga
Dapat dibuat genogram untuk mengetahui adanya penyakit keturunan
atau adanya riwayat anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama
dengan pasien, beserta keterangan genogram.
c. Status Kesehatan
1) Status kesehatan saat ini yang meliputi keluhan utama saat MRS dan
saat ini, alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini, serta
upaya yang dilakukan untuk mengatasinya. Keluhan utama biasanya
batuk produkif dan non produktif.
2) Status kesehatan masa lalu yang meliputi penyakit yang pernah dialami,
riwayat pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, riwayat alergi,
riwayat tranfusi, kebiasaan merokok, minum kopi, penggunaan alkohol.
Riwayat penyakit sebelumnya, yaitu pernah sakit batuk yang lama dan
tidak sembuh-sembuh, pernah berobat tetapi tidak sembuh, pernah
berobat tetapi tidak teratur, riwayat kontak dengan penderita
Tuberkulosis Paru, daya tahan tubuh yang menurun, riwayat vaksinasi
yang tidak teratur. Riwayat pengobatan sebelumnya, meliputi kapan
pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya. Jenis,
warna, dosis obat yang diminum. Berapa lama pasien menjalani
pengobatan sehubungan dengan penyakitnya, serta kapan pasien
mendapatkan pengobatan terakhir.
d. Riwayat penyakit keluarga
Perlu mengkaji tentang faktor herediter atau penyakit keturunan pada
keluarga, seperti DM, Hipertensi, Jantung, dan Asma.
e. Diagnosa medis dan terapy
f. Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
Yang perlu dikaji meliputi keadaan umum, kesadaran, TTV, kepada
dan leher, mata dan telinga, sistem pernafasan, sistem saraf, sistem
muskuloskeletal, sistem imun dan lain-lain.
1) Kulit, Rambut dan Kuku
Perlu dikaji distribusi rambut: adanya lesi; warna kulit: adanya ikterik,
sianosis, kemerahan, pucat; akral: hangat, panas, dingin kering, dingin;
turgor; adanya oedem dan lokasinya. Kaji warna kuku: pink, sianosis
2) Kepala dan Leher
Kaji kesimetrisan kepala, adanya lesi, deviasi trakea, adanya
pembesaran kelenjar tiroid.
3) Mata dan Telinga
Perlu dikaji adanya gangguan pengelihatan, penggunaan kacamata,
visus: pupil dan ukuran, sklera/ konjungtiva, adanya gangguan
pendengaran, penggunaan alat bantu dengar, tes Weber, tes Rinne, tes
Swabach
4) Sistem Pernafasan (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)
Kaji pola pernafasan pasien. Adanya kesulitan bernapas, penggunaan
otot bantu pernafasan.
Subjektif : Batuk produktif/non produktif, sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulen, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru,
takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak
napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura), perkusi
pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).
5) Sistem Kardiovaskular : kaji adanya keluhan nyeri dada, palpitasi, dan
CRT.
6) Payudara Wanita dan Pria
7) Sistem Gastrointestinal : kaji kebersihan mulut, mukosa, adanya
pembesaran hepar, Abdomen : adanya asites atau nyeri tekan, dan
peristaltik usus.
8) Sistem Urinarius : Penggunaan alat bantu/ kateter, kandung kencing,
nyeri tekan, adanya gangguan.
9) Sistem Reproduksi Wanita/Pria
10) Sistem Saraf, meliputi GCS, Rangsangan meningeal, Refleks fisiologis,
Refleks patologis, adanya gerakan involunter
11) Sistem Muskuloskeletal :
Kemampuan pergerakan sendi, deformitas, adanya fraktur, kekakuan,
nyeri sendi/otot, dan kekuatan otot
12) Sistem Imun : perlu dikaji adanya perdarahan gusi, perdarahan lama,
pembengkakan KGB, adanya keletihan/kelemahan.
13) Sistem Endokrin :
Perlu dikaji adanya hiperglikemia, hipoglikemia, adanya luka gangrene.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi secret
2. Hambatan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membrane
alveolus, penurunan difusi gas
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, keletihan,
keletihan otot pernapasan
4. Penurunan toleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, defisiensi
oksigen
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah
D. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC Rasional


1. Domain 11. Kelas 2. Setelah dilakukan tindakan Menejemen Jalan Nafas 1. Untuk
Kode 0031 keperawatan selama ... x (3140) memakasimalkan
Ketidakefektifan 24 jam bersihan jalan 1. Posisikan pasien ventilasi
bersihan jalan nafas nafas efektif dengan 2. Intruksikan bagaimana 2. Memudahkan dalam
berhubungan dengan kriteria: agar bisa melakukan pengeluaran sputum
peningkatan produksi Status Respirasi : Jalan batuk efektif 3. Meringakan sesak
sekret napas paten (0410) 3. Posisikan pasien pada yang dirasakan
Definisi 1. Frekuensi Pernafasan posisi yang nyaman 4. Memungkinkan
Ketidakmampuan 2. Kemampuan untuk 4. Auskultasi suara nafas, adanya ronchi atau
membersihkan sekresi mengeluarkan secret catat area ventilasinya weezing
atau obstruksi dari 3. Tidak ada suara nafas menurun atau tidak ada 5. Memungkin
saluran napas untuk tambahan dan adanya suara penggunaan terapi
mempertahankan tambahan oksigen sesuai
bersihan jalan napas. 5. Monitor status pernafsan indikasi
Batasan karakteristik dan oksigenasi
Batuk yang tidak efektik
Perubahan frekuensi
nafas
Gelisah

2. Domain 3. Kelas 4. Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas 1. Untuk memaksimalkan
Kode 00030 keperawatan selama ... x (3140) ventilasi
Hambatan pertukaran gas 24 jam tidak terjadi 1. Posisikan pasien 2. Memungkinkan adanya
berhubungan dengan gangguan pertukaran gas 2. Auskultasi suara nafas, ronchi atau weezing
kerusakan membrane dengan kriteria catat adanya suara 3. Memungkinkan
alveolus, penurunan Status Respirasi : tambahan pemberian terapi O2
difusi gas Pertukaran Gas (0402) 3. Monitor respirasi dan sesuai indikasi
Definisi 1. Mendemonstrasikan status O2
Kelebihan atau defisit peningkatan ventilasi
oksigenasi dan/atau dan oksigen yang
eliminasi karbon dioksida adekuat
pada membran alveolar- 2. Tanda-tanda vital
kapiler dalam rentan normal
Batasan Karakteristik
Penurunan karbon
diosida
Pola pernafasan
abnormal
Dispnea

3. Domain 4. Kelas 4. Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas 1. Menjaga kepatenan jalan
Kode 00032 keperawatan diharapkan 1. Bersihkan jalan nafas nafas
Ketidakefektifan pola status pernafasan : dengan teknik chin lift 2. untuk memaksimalkan
nafas berhubungan ventilasi dengan kriteria atau jaw thrust sebagai ventilasi
dengan hiperventilasi, hasil : mana mestinya 3. indikasi dalam membuka
keletihan, keletihan otot 1. Frekuensi 2. Posisikan pasien pada jalan nafas
pernapasan pernafasan tidak ada posisi yang nyaman 4. memudahkan dalam
deviasi dari kisaran 3. Identifikasi kebutuhan pengeluaran sputu
normal aktual/potensial pasien 5. memudahakan dalam
2. Irama pernafasan untuk memasukkan alat mengeluarkan sekret
tidak ada deviasi membuka jalan nafas 6. mengajarkan batuk
dari kisaran normal 4. Lakukan fisioterapi dada efektik memudahkan
3. Suara perkusi nafas sebagai mana mestinya dalam pengeluaran
tidak ada deviasi 5. Buang secret dengan sputum
dari kisaran normal memotivasi pasien untuk 7. memungkinkan adanyan
4. Kapasitas vital tidak melakukan batuk atau suara nafas tambahan
ada deviasi dari dari menyedot lender
kisaran normal 6. Instruksikan bagaimana
agar bias melakukan batuk
efektif
7. Auskultasi suara nafas
Terapi oksigen
1. memudahkan ventilasi
1. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
2. Siapkan peralatan oksigen
dan berikan melalui
2. terapi O2 membantu
system humidifier
dalam status pernapasan
3. Berikan oksigen tambahan
3. berikan sesuai secara
seperti yang diperintahkan
indikasi
4. Monitor aliran oksigen
4. untuk memastikan udara
lancar

4. Domain 4. Kelas 2. Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi (0180) 1. Untuk mengetahui
Kode 00298 keperawatan selama ... x 1. Kaji status fisiologi penyebab kelelahan
Penurunan toleransi 24 jam aktivitas toleran pasien yang 2. Untuk menjaga ketahan
aktivitas berhubungan dengan kriteria: menyebabkan kelelahan 3. untuk mengetahui
dengan kelemahan, Toleransi Terhadap 2. Tentukan jenis dan apakah pasien terlalu
defisiensi oksigen Aktivitas (0005) banyaknya aktivitas yang merasa kelelahan
Definisi Saturasi oksigen ketika dibutuhkan 4. untuk mengetahui
Ketidakcukupan energi beraktivitas 3. Pilih intervensi untuk adanya tanda-tanda sesak
psikologis atau fsiologis Frekuensi pernafasan mengurangi kelelahan
untuk mempertahankan ketika beraktivitas baik secara farmakologis
atau menyelesaikan maupun non
aktivitas kehidupan farmakologis
sehari-hari yang harus 4. Monitor sistem
atau yang ingin dilakukan kardiorespirasi pasien
Batasan Karakteristik selama kegiatan
Keletihan
Ketidaknyamanan seteah
beraktivitas
Dispnea setelah
beraktivitas
5. Domain 2. Kelas 1. Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi (1100) 1. Memeberikan makanan
Kode 00002 keperawatan selama ... x 1. Instruksikan pasien sesuai indikasi
Ketidakseimbangan 24 jam kebutuhan nutrisi mengenai kebutuhan 2. Memberikan rasa nyaman
nutrisi kurang dari pasien terpenuhi dengan nutrisi 3. memberikan makanan
kebutuhan tubuh kriteria 2. Anjurkan pasien untuk sesui kebetuhan untuk
berhubungan dengan Status Nutrisi (1004) duduk pada posisi tegak memenuhi status nutrisi
anoreksia, mual, muntah 1. Asupan gizi tercukupi di kursi, jika yang sesuai
Definisi 2. Asupan makanan memungkinkan 4.
Asupan nutrisi tidak tercukupi 3. Anjurkan pasien terkait
cukup untuk memenuhi 3. Asupn cairan dengan kebutuhan diet
kebutuhan metabolik tercukupi untuk kondisi sakit
Batasan Karakteristik Tingkat
Ketidakmampuan Ketidaknyamanan (2109)
memakan makanan 1. Nyeri berkurang
Membran mukosa pucat 2. Mual berkurang atau
Kurang minat pada tidak ada
makanan 3. Mual berkurang atau
tidak ada
E. Implementasi
Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu
pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
F. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistemastis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. (2017). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. Jakarta:Depkes
RI
Muttaqin Arif 2019. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan , Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Herdman, T. Hether. 2020. Dignosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2021-
2023. Ed 12. Jakarta. EGC
Butcher, Howard K. Et al. 2017. Nursing Interventions Classification (NIC). Ed 7.
Jakarta. Elsevier
Price & Wilson. (2018). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta
: EGC
Rab, Tabrani. 2020. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Medika
Somantri, Irman. (2019). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Watson, Roger. (2020). Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat Edisi 10. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai